BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini akan mengkaji tentang advokasi kebijakan yang dilakukan oleh pekerja di sebuah serikat pekerja bernama Serikat Pekerja Nasional (SPN) dalam menghadapi Isu Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan sangat erat kaitannya dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Dimana strategi advokasi kebijakan dijadikan pilihan bagi SPN untuk menaikan posisi tawar (bargaining position) dalam penolakannya terkait Rancangan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (RUU BPJS) dan berlanjut kepada Undang-Undang No.24/2011 tentang BPJS dalam SJSN sebagai wujud ruang partisipasi masyarakat dalam era demokrasi. Studi mengenai advokasi kebijakan akhir-akhir ini menjadi studi populer di ranah ilmu politik. Seperti studi terdahulu yang pernah dilakukan oleh Nellyana tahun 2007 mengenai “Organisasi Non Pemerintah (ORNOP) & Advokasi Pekerja Rumah Tangga” yang menjelaskan Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) dalam penegakan hak-hak pekerja rumah tangga dengan cara mendesak pemerintah untuk mengatur hubungan kerja antara pekerja rumah tangga dengan pengguna jasa (majikan).1 Disusul oleh Ashari Cahyo Edi di tahun 2008 mengenai “Advokasi Kebijakan Kenaikan Retribusi Puskesmas, peran JANGKEP dan Forum LSM di DIY” berusaha untuk mempaparkan bagaimana masyarakat sipil melakukan advokasi kebijakan publik melalui sektor kesehatan menggunakan strategi advokasi membangun legitimasi polling dan Focus Group Discussion (FGD) dengan tujuan mendasar memberi informasi dan edukasi kepada publik 1
Nellyana. 2007. Organisasi Non Pemerintah (ORNOP) & Advokasi Pekerja Rumah Tangga. Skripsi di Jurusan Politik dan Pemerintahan. Universitas Gadjah Mada. Tidak dipublikasi.
1
tentang hak-hak dasar mereka.2 Di tahun 2014 Victor Andrean Santoso melakukan studi dengan judul “Perjuangan Lingkar Ganja Nusantara Dalam Proses Legalisasi Ganja Di Indonesia” yang membahas strategi advokasi organisasi rakyat terhadap legalisasi ganja. 3 Ketiga studi tersebut setidaknya dapat mewakili studi-studi lainnya tentang advokasi yang semakin berkembang menjadi studi populer. Lengsernya Jenderal Soeharto dan muncul isu-isu demokrasi, hak azasi manusia memicu terjadinya proses perubahan yang signifikan dalam tataran sosial, politik, dan ekonomi Indonesia.4 Terlebih khusus dalam hubungan antara negara dan pekerja. Hal tersebut dibuktikan oleh adanya banyak organisasi pekerja yang mulai berkembang untuk memusatkan perhatian
khusus
masalah
kesejahteraan,
kemiskinan
dikalangan
terpinggirkan dan sangat terbatas mengambil peran serta mereka dalam pembuatan keputusan publik.5 Advokasi kebijakan terkadang perlu dilakukan untuk memusatkan serta membela masalah-masalah tersebut agar dapat dipertimbangkan kembali oleh para pembuat kebijakan dalam proses pembuatan kebijakan publik.6 Berangkat dari paparan diatas, tentu menjadi hal yang menarik jika dielaborasi lebih jauh mengenai advokasi kebijakan yang terjadi di Indonesia. Sebagai contoh pada Isu SJSN dengan adanya pro dan kontra BPJS melalui nuansa pekerja yang tergabung dalam sebuah serikat pekerja. Di awal telah disinggung bahwa kini keberadaan serikat pekerja bukan menjadi suatu hal yang asing lagi sejak munculnya era demokrasi. 2
Ashari Cahyo Edi. 2008. Advokasi Kebijakan Kenaikan Retribusi Puskesmas. Skripsi di Jurusan Politik dan Pemerintahan. Universitas Gadjah Mada. Tidak dipublikasi. 3 Victor Andrean Santoso. 2014. Perjuangan Lingkar Ganja Nusantara Dalam Proses Legalisasi Ganja Di Indonesia. Skripsi di Jurusan Politik dan Pemerintahan. Universitas Gadjah Mada. Tidak dipublikasi. 4 Lihat Keputusan Presiden Nomor 198 Tahun 1998 berisi tentang perlunya membentuk suatu Tim Nasional Reformasi Menuju Masyarakat Madani. 5 Valerie Miller dan Jane Covey. 2005. Pedoman Advokasi: Perencanaan, Tindakan, dan Refleksi. Edisi terjemahan oleh Hermoyo. Yogyakarta: Yayasan Obor Indonesia. hal.27. 6 Nanang Indra Kurniawan. 2010. ‟Advokasi Berbasis Jejaring‟. Dalam Sigit Pamungkas (ed.). Advokasi Berbasis Jejaring. Yogyakarta: Research Centre for Politics and Government (Polgov). hal.12.
2
Perluasan akan kebebasan untuk berserikat dan berorganisasi semakin nyata. Ini terbukti dengan mulai munculnya banyak serikat pekerja.7 Serikat pekerja pun dijadikan wadah bagi kalangan pekerja untuk semakin memperjuangkan kepentingan mereka demi kesejahteraan, terutama dalam segi jaminan sosial ketenagakerjaan yang setidaknya masih perlu dilakukan dengan advokasi. Sesuai
dengan
rekomendasi
dalam
Konvensi
Organisasi
Ketenagakerjaan Internasional atau International Labour Organisation (ILO) Nomor 102 tahun 1952 dan Deklarasi Perserikatan Bangsa–Bangsa tentang hak asasi manusia tahun 1948 direkomendasikan agar semua negara, termasuk Indonesia memberikan jaminan sosial kepada warga negaranya.8 Di Indonesia sendiri melalui Undang-Undang Dasar tahun 1945 yang telah diamandemen sebanyak empat kali tahun 1999, 2000, 2001 dan pada Rapat Paripurna MPR RI tahun 2002 berdasarkan rekomendasi
Dewan
Pertimbangan
Agung
yang
secara
khusus
menyebutkan hak warga negara atas jaminan sosial dan merupakan kewajiban negara untuk mewujudkannya. 9 Warga negara Indonesia telah dijamin oleh konstitusi dan negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi harus memenuhi kewajibannya seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945. Dalam pasal 28 H ayat 3 menyebutkan “setiap orang berhak atas jaminan sosial”.
Dilanjutkan
pada
pasal
34
ayat
2
berbunyi
“negara
mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”.
7
Telihat jelas melalui hadinya UU No.21/2000 tentang kebebasan berserikat. International Labour Organisation . 2009. Konvensi ILO no.102 tahun 1952 mengenai (standar minimal) jaminan sosial. Diakses by 8 September 2014. Terarsip di http://www.ilo.org/jakarta/whatwedo/publications/WCMS_116150/lang--en/index.htm 9 Redaksi Jogja Bangkit. 2010. UUD 1945 Amandemen Pertama s/d keempat. Yogyakarta: Jogja Bangkit. hal.11-16. 8
3
Landasan utama melalui Undang-Undang Dasar 1945 tersebut kemudian dikembangkan dalam sebuah Undang-Undang di tahun 2004. Undang-Undang 40/2004 tentang SJSN. Undang-Undang ini menjadi Undang-Undang pertama yang berhasil menggerahkan negara untuk memberikan jaminan sosial universal kepada seluruh warga tanpa harus ada ruang-ruang perbedaan seperti sebelumnya.10 Jaminan sosial universal diantaranya adalah Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Kematian, Jaminan Pensiun.11 Sebagai penyempurna Undang-Undang yang telah ada, maka mulai hadir RUU BPJS hingga menjadi sebuah Undang-Undang No.24/2011 tentang BPJS dalam SJSN. SJSN adalah program pemerintah yang bertujuan memberikan kepastian atas perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh warga negara Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945, UndangUndang No.40/2004 tentang SJSN, RUU BPJS yang disahkan menjadi Undang-Undang No.24/2011 tentang BPJS dan dilaksanakan oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial.12 Maknanya yaitu SJSN dilakukan oleh BPJS.13 Bilamana sebelumnya pemberian jaminan sosial di Indonesia kepada warga negara dikelola oleh empat penyelenggara jaminan sosial Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diantaranya PT.Askes (persero), PT.Jamsostek (persero), PT.Asabri (persero), dan PT.Taspen (persero), akan tetapi kini dialihkan berganti dilakukan oleh BPJS. BPJS terbagi menjadi dua, BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
10
Surya Tjandra. 2014. „Sistem Jaminan Sosial Nasional: Langkah Besar Gerakan Buruh Meraih Kesejahteraan dan Keadilan Sosial‟, dalam Jafar. Suryomenggolo (ed.). Kebangkitan Gerakan Buruh: Refleksi Era Reformasi, Marjin Kiri, Tanggerang Selatan. hal. 19. 11 Lihat UU No.40/2004 tentang SJSN pasal 18 (a), (b), (c), (d), (e). 12 Rudy Hendra Pakpahan & Eka N A M Sihombing. 2012. “Tanggung Jawab Negara Dalam Pelaksanaan Jaminan Sosial”. Jurnal Legislasi Indonesia. vol. 9. no. 2. 13 Pusat KPMAK. SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional), Sebuah Sistem dari BPJS yang Berakar Kepada Semangat Gotong-royong. Diakses 24 September 2014. Terarsip di http://www.kpmakugm.org/news/203-sjsn-sistem-jaminan-sosial-nasional-,-sebuah-sistem-yang-dijalankan-bpjsyang-berakar-kepada-semangat-gotong-royong.html
4
Dalam masa penyempurnaan tersebut justru menuai kontroversi dari beberapa pihak. Pihak-pihak itu tidak lain berasal dari kalangan kementerian, pejabat pemerintah, dan pekerja. Contoh sederhana datang dari Menteri teknis yang mendorong terbentuknya BPJS, Menteri Keuangan dan Menteri BUMN bersikap konservatif.14 Pejabat pemerintah yang belum berani mengambil sikap. Gabungan serikat pekerja, LSM dalam Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) setuju dengan RUU BPJS disahkan untuk mendukung reformasi jaminan sosial sebagai UndangUndang No.24/2011 tentang BPJS sehingga BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dapat segera dilaksanakan. Namun demikian SPN sebagai serikat pekerja tidak setuju dengan adanya RUU BPJS apalagi bila harus disahkan menjadi Undang-Undang dan dilaksanakan.15 Pro dan kontra keberadaan BPJS masih terasa hangat hingga saat ini. Akan lebih menarik untuk dikaji lebih mendalam melalui isu ini jika terdapat pola pikir bersebrangan atau kontra dengan kebijakan yang akan dibuat oleh pemerintah lewat RUU BPJS terlebih dahulu. Berfokus dengan satu serikat pekerja yaitu SPN yang menyatakan tidak setuju atau menolak dengan hadirnya keberadaan RUU BPJS dalam isu SJSN yang semakin nyata menjadi BPJS. Berikut gambar yang berhasil peneliti temui di salah satu media massa:
14 15
Anggito Abimanyu. ‟Pro-Kontra Keberadaan BPJS‟. Kompas Nasional. 27 Juni 2011. hal.1. Tjandra 2014, Op.Cit.
5
Gambar 1 SPN Menggelar Aksi Unjuk Rasa Menentang Disahkannya RUU BPJS
Sumber :lirannews.com
Penolakan tersebut semakin gencar dilakukan dengan mengingat SPN melihat bahwa telah terjadinya potensi terampasnya hak jaminan sosial pekerja seandainya RUU BPJS disahkan menjadi Undang-Undang dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana BPJS yang terbagi menjadi dua yaitu BPJS Kesehatan dilihat SPN merugikan pekerja karena terdapat mekanisme iuran. Gaji atau upah pekerja selama ini sudah terbilang kecil, apabila ditambah untuk mekanisme biaya iuran jaminan sosial tentunya akan membuat pekerja semakin terbebani. Apalagi ditunjang dengan mekanisme iuran tersebut dilakukan secara gotongroyong karena dalam SJSN mengandung makna esensial. Dikhawatirkan juga pada BPJS Ketenagakerjaan sebagai pengganti PT.Jamsostek (persero) akan ada perpindahan aset yang tidak dikelola dengan baik dan berdampak pada dana JHT pekerja yang masih terdapat di PT.Jamsostek (persero) akan hilang percuma. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dianggap tidak pro pada pekerja oleh SPN dalam membuat kebijakan publik. Untuk itu muncul advokasi dengan menggunakan strategi yang dilakukan SPN. Penelitian ini dikerucutkan mengambil lokasi penelitian di Kabupaten Semarang yakni
6
melalui Dewan Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Nasional (DPC SPN). Asumsinya mengambil lokasi penelitian di Kabupaten Semarang berawal dari adanya ketertarikan peneliti bahwasanya di Kabupaten Semarang terdapat keunikan dari daerah agraris menjadi daerah industri yang dapat memperkuat berkembangnya serikat pekerja di daerah ini.16 B. Rumusan Masalah Berdasarkan paparan latar belakang tersebut, muncul pertanyaan yang berusaha untuk dijawab dalam penelitian ini: “Bagaimana strategi advokasi kebijakan yang dilakukan oleh SPN terkait dengan BPJS dalam SJSN di Kabupaten Semarang?” C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperlihatkan strategi advokasi kebijakan seperti apa yang dilakukan oleh SPN sebagai serikat pekerja yang menolak BPJS dalam SJSN di Kabupaten Semarang. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu mempunyai banyak manfaat yang berguna bagi banyak pihak. Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Secara teoritis penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang tentunya diharapkan dapat menambah khazanah pengetahuan dalam isu pekerja atau perburuhan. 2. Secara pribadi penelitian ini mampu ngasah kemampuan peneliti dalam melakukan suatu penelitian yang sangat sistematis.
16
Hasrul Hanif. 2011. „Memetakan Dinamika Politik Kewarganegaraan Sosial dalam ruang Politik Baru‟. Dalam Dati Fatimah. Hasrul Hanif. Sutrisno Budiharto (eds.). Negara Tanpa „Warga‟?. Yogyakarta : Kerjasama AKSARA dan Yayasan Tifa. hal.5.
7
E. Kerangka Teori Dalam sebuah kerangka teori, peneliti mencoba mempaparkan landasan berpikir bekerjanya advokasi kebijakan sebagai masalah yang tengah disoroti. Kerangka teori diasumsikan oleh peneliti akan menjadi dasar berpikir untuk menjelaskan dari sudut pandang mana peneliti memandang masalah tersebut. Penelitian ini akan dibantu oleh teori mengenai advokasi. Teori advokasi dipilih oleh peneliti dengan alasan mendasar dalam menjawab rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini. Selain itu dengan menggunakan pendekatan strategi advokasi akan membantu peneliti dalam menganalisis lebih mendalam penelitian ini. E. 1 Advokasi Pengertian advokasi pada dasarnya dilihat secara kontekstual. Advokasi sebagai sebuah objek studi dapat dilihat dari beberapa sudut pandang. Pengertian tentang advokasi harus mempertimbangkan keadaan dan konteks yang terjadi dalam sebuah kejadian.17 Pengertian advokasi sangat lekat dengan profesi hukum. Namun demikian dalam studi politik tentu berbeda dengan studi hukum. Studi politik menekankan adanya aktor (actor), relasi (relations), dan sumber daya (resource).18 Menurut bahasa Inggris, to advocate tidak hanya memiliki arti to defend (membela), tetapi juga to promote (mengajukan atau mengemukakan) yang juga memiliki arti untuk berusaha to create (menciptakan) dan to change (sesuatu yang baru atau melakukan perubahan).19 Secara sederhana Fakih,20 memaknai bahwa advokasi merupakan suatu usaha sistematik dan terorganisir untuk mempengaruhi dan 17
Valerie Miller & Jane Covey, Op.Cit. Miriam Budiardjo. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hal.5965. 19 The Heritage Dictionary of Cerrent English Oxford. 1958. Seperti yang dikutip Roem Topatimasang. ”Mengubah Kebijakan Publik”. 2005. Yogyakarta: INSIST Press. hal.7. 20 Ibid. 18
8
mendesakkan terjadinya perubahan kebijakan publik secara bertahap semakin maju ke depan (gradual and incremental change). Advokasi ditujukan untuk mengubah, menyempurnakan, atau membela suatu kebijakan tertentu tanpa harus menguasai atau merebut kekuasaan politik. Parson,21 mendefinisikan bahwa advokasi pada hakekatnya merupakan suatu pembelaan untuk hak dan kepentingan publik dan bukan kepentingan individu lantaran yang diperjuangkan ialah kepentingan kelompok masyarakat (public interest). Kurniawan,22 menambahkan bahwasanya tindakan advokasi selalu didasarkan pada asumsi nilai tertentu yang diarahkan pada perubahan sosial. Semua upaya advokasi bisa dipastikan dimulai dengan berposisi terhadap masalah yang ada. Nilai yang hendak dibangun dalam advokasi bukan semata-mata nilai profit dan pelanggengan kekuasaan politik elit, akan tetapi advokasi ditujukan untuk membela kelompok-kelompok marjinal. Harapannya dengan melakukan advokasi kelompok-kelompok marjinal yang terpinggirkan ini bisa mendapatkan hak-haknya dan sekaligus bisa memaksa pihak-pihak berwenang menyadari tentang pentingnya menangani masalah-masalah kelompok-kelompok tersebut. Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan advokasi merupakan buah dari hasil tatanan ruang politik baru yang telah menggantikan tatanan ruang politik lama yakni di era demokrasi, sehingga memungkinkan kerja-kerja dari kelompok-kelompok masyarakat lebih leluasa untuk memperjuangkan hak-hak mereka ketika suara mereka kurang didengar dalam suatu masalah tertentu agar dipertimbangkan oleh pembuat kebijakan. Kelompok-kelompok tersebut berusaha untuk memperkuat diri serta mempengaruhi pihak lain guna mendukung dan memperluas jangkauan kerja-kerja mereka. Kemudian sampai pada mempengaruhi ataupun mengubah kebijakan. 21
Wayne Parson. 2006. Public Policy: Pengantar Teori dan praktik Analisis Kebijakan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. hal. 70. 22 Kurniawan, Op.Cit.
9
E. 2 Strategi Advokasi Secara khusus menurut Hasrul Hanif & Rachmad Gustomy,23 strategi advokasi adalah mobilisasi segala sumber daya untuk mewujudkan tujuan advokasi. Sumber daya yang dimobilisasi dalam hal ini dapat berasal dari internal jejaring dan dari luar jejaring. Dalam suatu proses advokasi agenda untuk menyusun strategi adalah hal yang diperlukan karena dapat memberikan yaitu perencanaan strategi memandu aktivitas advokasi lebih terarah, mengoptimalkan potensi positif serta mendayagunakan peluang dan meminimalisasi resiko dan tantangan dalam proses advokasi. Penyusunan strategi advokasi dilakukan dengan mengingat tujuan awal advokasi itu sendiri yaitu untuk memperjuangkan hak-hak kelompok yang kurang didengarkan dalam proses pembuatan kebijakan publik. Dua hal inti dari strategi advokasi adalah mendorong perumusan kebijakan alternatif dan memperkuat tekanan publik sehingga mempengaruhi proses advokasi tersebut berjalan dengan sesuai harapan atau tidak.24 Mendorong perumusan kebijakan alternatif dan memperkuat tekanan publik merupakan proses yang tepat dalam proses advokasi kebijakan. Pertama, mendorong perumusan kebijakan alternatif merupakan upaya untuk mengemas isu secara menarik dan meyakinkan. Penguatan mendorong perumusan kebijakan alternatif bentuknya berbasis bukti atau riset. Contoh sederhana melakukan kajian ilmiah melalui berbagai metode dalam riset, sehingga kita hendak bisa meyakinkan para pembuat kebijakan maupun publik bahwa isu yang kita usung merupakan masalah sesungguhnya.25
23
Hasrul Hanif dan Rachmad Gustomy, ‟Strategi dan Teknik Advokasi Berbasis Jejaring‟, dalam Sigit Pamungkas (ed.). Advokasi Berbasis Jejaring. Yogyakarta: Research Centre for Politics and Government (Polgov). hal. 60. 24 Ibid. 25 Ibid.
10
Fakih seperti yang dikutip Hasrul Hanif & Rachmad Gustomy menerangkan
bahwa
mendorong
perumusan
kebijakan
alternatif
mencakup: Ajukan konsep banding, seperti legal drafting, counter draft, judicial review. Lakukan pembelaan, semisal class action, legal standing. Pengaruhi pembuat dan pelaksana kebijakan, misalnya lobi, negosiasi, mediasi, kolaborasi. Pengaruhi pendapat umum, contohnya kampanye, siaran pers, jajak pendapat, selebaran. Kedua, selain menggunakan penguatan mendorong perumusan kebijakan alternatif yang notabene bentunya berbasis bukti atau riset, proses advokasi lainnya seperti memperkuat tekanan publik yang dapat dipergunakan dengan serangkaian kegiatan yang mencoba menarik perhatian publik dan memberikan tekanan-tekanan kepada pembuat kebijakan. Contoh kegiatan menarik perhatian publik yakni melalui pengumpulan koin yang punya nilai berharga untuk mendukung warga negara yang merasa dirugikan oleh penguasa agar tidak disepelekan begitu saja karena biasa saja warga negara yang disepelekan oleh para pembuat kebijakan dapat membangun dukungan dari warga negara lainnya untuk memperjuangkan haknya dan mengeser hubungan-hubungan yang ada diantara para pembuat kebijakan.26 Pemberian tekanan-tekanan untuk memperkuat tekanan publik pun dapat dijumpai disekitar kita lebih luas lagi. Antara lain dengan melakukan aksi demontrasi, pemogokan, pemboikotan, dan perlawanan diam-diam. Pilihan untuk memperkuat tekanan publik dilakukan melalui kegiatankegiatan yang menarik perhatian publik dan memberikan tekanan-tekanan
26
Ibid.
11
kepada pembuat kebijakan dilakukan sesuai dengan pilihan dari pihak yang mengadvokasi. F. Definisi Konseptual Advokasi kebijakan adalah upaya yang bisa dipastikan dimulai dengan berposisi terhadap masalah yang ada. Nilai yang hendak dibangun dalam advokasi bukan semata-mata nilai profit dan pelanggengan kekuasaan politik elit, akan tetapi advokasi ditujukan untuk membela kelompok-kelompok
marjinal.
Harapannya
dengan
melakukan
advokasi kelompok-kelompok marjinal yang terpinggirkan ini bisa mendapatkan hak-haknya dan sekaligus bisa memaksa pihak-pihak berwenang menyadari tentang pentingnya menangani masalah-masalah kelompok-kelompok tersebut. Strategi advokasi adalah mobilisasi segala sumber daya untuk mewujudkan tujuan advokasi. Sumber daya yang dimobilisasi dalam hal ini dapat berasal dari internal jejaring dan dari luar jejaring. G. Definisi Operasional Advokasi dilihat dari indikator : Kegiatan
yang
dilakukan
oleh
kelompok-kelompok
masyarakat Adanya masalah kebijakan yang tidak mementingkan warga negara Menuntut perubahan Strategi advokasi dilihat dari indikator: Mendorong perumusan kebijakan alternatif o Tim publikasi dan advokasi o Litigasi : Juducial review (uji materi) Memperkuat tekanan publik o Koordinasi anggota menarik dana JHT
12
H. Metode Penelitian H. 1 Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Menurut Strauss dan Corbin,27 yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah sesuatu yang dapat dipergunakan untuk memahami dan membongkar peristiwa kehidupan nyata secara mendalam tanpa perlu menggunakan cara-cara seperti pada penelitian kuantitatif. Yin,28 memahami studi kasus digunakan untuk melacak peristiwa-peristiwa kontemporer atau ada kaitannya dengan fenomena di konteks kehidupan nyata, tidak ada batasan tegas antara fenomena dan konteks, dapat memanfaatkan multisumber. Dalam studi kasus kajian fokus pertanyaan mendasarnya adalah “bagaimana”. Alasan peneliti mempergunakan studi kasus dengan melihat bahwasanya kasus yang dipilih peneliti merupakan kasus unik. Tergolong dalam topik terbaru menjelang tahun 2014 tentang jaminan sosial di Indonesia dan diperkuat lagi dengan adanya rumusan masalah dalam penelitian ini yang dimulai dari pertanyaan berkenaan dengan “bagaimana”. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif. Tujuan utama desain deskriptif itu sendiri ialah untuk menggambarkan karakteristik dari permasalahan yang disoroti peneliti. Penyajian suatu gambar yang mendalam tentang satu situasi khusus, setting sosial maupun hubungan juga termasuk dalam desain deskriptif.29 Penelitian ini berusaha untuk menjelaskan proses advokasi kebijakan yang dilakukan oleh SPN dalam isu SJSN sehingga hasil penelitian ini akan berupa sebuah penjelasan secara runtun atas permasalahan. Menurut hemat peneliti dengan menggunakan penelitian deskriptif dinilai mampu akan menjawab permasalahan dalam penelitian ini secara beruntun. 27
Anselm Staruss dan Juliet Corbin. 2003. Dasar-Dasar Penelitian Kaulitatif: Tata Langkah dan Teknik-Teknik Teoritisasi Data. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hal.5. 28 Robert. K. Yin. 2002. Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta: Raja Grafindo Persada. hal.18. 29 Ulber Silalahi. 2010. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama. hal.27.
13
H. 2 Lokasi Penelitian Menarik untuk ditelaah tentang isu SJSN ini di wilayah industri yakni Kabupaten Semarang. Kabupaten Semarang dinilai oleh peneliti sebagai daerah yang punya ciri khas unik dalam segi karakter sosial, budaya, dan politik dalam memaknai arti kebijakan. Selain itu dengan pertimbangan penelitian yang sebelumnya pernah dilakukan oleh Hasrul Hanif, dkk tentang Negara Tanpa „Warga‟? di kabupaten ini menjadi semakin membuat peneliti menambah wawasan dengan situasi transformasi daerah ini dari sebuah daerah pertanian menjadi daerah industri menjadikan nilai lebih bagi berkembangnya serikat pekerja untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan anggotanya. 30 Agar penelitian ini tidak melebar, penelitian ini dibatasi guna melihat sejauh mana strategi advokasi kebijakan yang dilakukan oleh DPC SPN di Jl. Sukarno Hatta KM. 29, Kabupaten Semarang. H. 3 Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan dua teknik pengumpulan data yaitu terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer di dapatkan melalui observasi lapangan dan wawancara mendalam (indepth interview). Data sekunder didapatkan penulis melalui pengumpulan studi kepustakaan atau referensi yang sesuai dengan penelitian ini, dan dokumen-dokumen.31 Data primer yakni observasi lapangan ini dilakukan selama dua putaran di bulan November-Desember 2013 dan penambahan waktu observasi lapangan pada Juli-Agustus 2014 untuk memperdalam penelitian ini. Untuk mendapatkan pemahaman secara mendalam setelah observasi di lapangan diperlukan juga komunikasi dan interaksi kepada narasumber yang memang berkompeten terkait penelitian ini. Komunikasi terhadap narasumber ini dikenal dengan sebutan wawancara mendalam (indepth 30
Hasrul Hanif, Op.Cit. John W Creswell. 2010. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hal.20. 31
14
interview). Wawancara mendalam (indepth interview) dilakukan secara open-ended
yang
berarti
narasumber
diperbolehkan
untuk
merekomendasikan narasumber lain untuk memberikan penjelasan terkait penelitian ini yang dituangkan dalam data.32 Adapun pihak yang di wawancarai sebagai narasumber dalam penelitian ini adalah Sumanta dengan posisi jabatan di DPC SPN Kabupaten Semarang sebagai Ketua, Catur Andarwanto selaku wakil ketua I/Advokasi DPC SPN Kabupaten Semarang, dan Ari Munanto sebagai sekretaris DPC SPN Kabupaten Semarang. Data
sekunder peneliti
dapatkan melalui
penelitian-penelitian
terdahulu yang sudah pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Buku, skripsi, jurnal, arsip SPN (agenda, kesimpulan-kesimpulan pertemuan), media massa, misalnya. Semuanya itu ditujukan sebagai pembanding dan pelengkap yang relevan dengan pembahasan yang terkait dalam penelitian ini. Kedua teknik pengumpulan data tersebut diharapkan mampu untuk membantu menjawab pertanyaan penelitian ini. H. 4 Analisis Data Yin,33 menegaskan kembali mengenai proses analisis data. Tujuannya tak lain agar mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada banyak pihak. Alur analisis data dimulai dari mengelompokkan data primer dan data sekunder yang telah diperoleh yang berkaitan dengan penelitian. Setelah itu melalui penjodohan data. Data primer dan data sekunder yang telah diperoleh dalam penelitian ini dibandingkan dengan pola yang diprediksi untuk kemudian dianalisis. Apabila kedua pola tersebut terdapat kesamaan, maka akan berdampak pada penguatan validitas internal penelitian.
32 33
Yin, Op.Cit. Ibid.
15