BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pertanian organik sudah lama dikenal oleh manusia yakni sejak ilmu bercocok tanam pertama kali diterapkan. Pada saat itu semuanya dilakukan dengan cara tradisional dan menggunakan bahan–bahan alamiah. Sejalan dengan perkembangan ilmu pertanian dan jumlah populasi manusia, maka kebutuhan pangan juga meningkat. Revolusi hijau di Indonesia memberikan hasil signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan pangan. Penggunaan pupuk sintetis, penanaman varietas unggul berproduksi tinggi (high yield variety), penggunaan pestisida, dan intensifikasi lahan mengalami peningkatan. Namun dengan perkembangan jaman, belakangan ini banyak ditemukan berbagai permasalahan akibat kesalahan manajemen di lahan pertanian, yaitu pencemaran oleh pupuk kimia dan pestisida kimia akibat pemakaian bahan – bahan tersebut secara berlebihan. Hal tersebut tentu akan berdampak terhadap penurunan kualitas lingkungan dan kesehatan manusia. Masyarakat mulai menyadari efek negatif dari penggunaan bahan – bahan kimia, seperti pupuk dan pestisida kimia sintetis serta hormon tumbuh dalam produksi pertanian terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Sebagai negara yang dianugerahi oleh keanekaragaman hayati yang banyak,kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat yang menghormati alam, Indonesia mempunyai modal dasar yang besar untuk mengembangkan pertanian organik, karena tidak berlebihan jika nilai jual yang akan dicapai dalam pengembangan pertanian organik lebih tinggi dibandingkan dengan pertanian anorganik. Usaha yang dilakukan untuk memperbaiki kesuburan tanah adalah dengan melakukan pemupukan menggunakan pupuk organik. Kandungan unsur hara dalam pupuk kandang tidak terlalu tinggi, tetapi jenis pupuk ini mempunyai lain yaitu dapat memperbaiki sifat – sifat fisik tanah seperti permeabilitas tanah, porositas tanah, struktur tanah, daya menahan air dan kation – kation tanah (Hardjowigeno, 2003).
1
Provinsi Jawa Barat termasuk salah satu provinsi dengan produktivitas padi yang tinggi di Indonesia. Provinsi ini memiliki luas panen, produksi, serta produktivitas padi yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Luas panen, produksi, dan produktivitas padi sawah di Provinsi Jawa Barat tahun 2009 hingga 2012 dapat ditampilkan dalam Tabel 1.1. Tabel 1.1. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 – 2012 Tahun
Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
2009 1.950.203 2010 2.037.657 2011 1.964.466 2012 1.918.799 Sumber : Badan Pusat Statistik tahun 2013
11.322.681 11.737.070 11.633.891 11.271.861
Produktivitas (ku/Ha) 58,06 57,60 59,22 58,74
Pada Tabel 1.1 terlihat bahwa luas panen, produksi, dan produktivitas padi di Provinsi Jawa Barat cenderung meningkat. Dalam waktu tiga tahun, luas panen cenderung menurun dari 1.950.203 hektar di tahun 2009, menjadi 1.918.799 hektar di tahun 2013. Hal ini pun mengakibatkan penurunan produksi padi, yaitu dari 11.322.681 ton menjadi 11.271.861 ton, namun meningkatkan tingkat produktivitas padi, dari 58,06 kuintal/hektar menjadi 58,74 kuintal/hektar. Salah satu kabupaten dengan tingkat produktvitas padi yang cukup tinggi di Provinsi Jawa Barat adalah Kabupaten Majalengka. Kabupaten ini memiliki luas tanam, luas panen, produksi, serta produktivitas padi yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Luas tanam, laus panen, produksi, dan produktivitas padi sawah di Kabupaten Majalengka tahun 2009 hingga 2012 dapat ditampilkan dalam Tabel 1.2. Tabel 1.2. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Sawah Kabupaten Majalengka Tahun 2009 – 2012 Luas Tanam Luas Panen Produksi Produktivitas Tahun (ha) (ha) (Ton) (ku/ha) 2009 98.953 94.960 561.173 59,10 2010 105.524 101.108 572.042 56,58 2011 100.627 96.755 580.617 60,01 2012 103.845 99.461 593.394 59,66 Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat tahun 2013
2
Dari tahun 2009 hingga 2012 luas panen padi sawah di Kabupaten Majalengka cenderung mengalami peningkatan, yakni 94.960 hektar di tahun 2009, menjadi 99.461 hektar di tahun 2012. Dengan peningkatan tersebut, produksi dan produktivitas padi di Kabupaten Majalengka turut meningkat. Pada tahun 2009, produksi padi di kabupaten ini adalah 561.173 ton dengan tingkat produktivitas 59,10 kuintal/hektar, dan terus meningkat sampai tahun 2012, dengan produksi padi sebesar 583.394 ton, serta tingkat produktivitas 59,66 kuintal/hektar. Kecamatan Majalengka merupakan salah satu kecamatan dengan tingkat produktivitas padi yang tinggi di Kabupaten Majalengka. Pada tahun 2012, produktivitas padi Kecamatan Majalengka tercatat sebagai yang ketiga tertinggi di Kabupaten Majalengka, yaitu 66,33 kuintal/hektar, dibawah Kecamatan Jatiwangi (66,62 kuintal/hektar) dan Kecamatan Leuwimunding (66,40 kuintal/hektar). Luas tanam, luas panen, produksi, dan produktivitas padi sawah di Kecamatan Majalengka tahun 2009 hingga 2012 dapat ditampilkan dalam Tabel 1.3. Tabel 1.3. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Sawah Kecamatan Majalengka Tahun 2009 – 2012 Luas Tanam Luas Panen Produksi Produktivitas Tahun (ha) (ha) (Ton) (ku/ha) 2009 3.544 3.367 19.678 58,44 2010 3.209 3.302 19.567 59,26 2011 3.756 3.397 22.151 65,21 2012
4.548 4.543 30.135 66,33 Sumber : Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Majalengka tahun 2013 Pada tahun 2009, luas panen padi di kecamatan ini adalah 3.367 hektar, kemudian fluktuasi hingga mencapai 4.548 hektar di tahun 2012. Hal tersebut mengakibatkan produksi padi di Kecamatan Majalengka turut mengalami fluktuasi dengan produktivitas yang cenderung meningkat. Pada tahun 2009, produksi padi di kecamatan ini adalah 19.678 ton dengan tingkat produktivitas 58,44 kuintal/hektar, dan mengalami fluktuasi sampai tahun 2012, dengan produksi padi sebesar 30.135 ton, serta tingkat produktivitas 66,33 kuintal/hektar. Dari data yang ditampilkan, baik di tingkat Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka, maupun Provinsi Jawa Barat, setiap tahunnya luas panen,
3
produksi, dan produktivitas padi cenderung berfluktuasi. Produksi padi yang tinggi ini akan berimbas pada tingginya kebutuhan faktor produksi (input), termasuk pupuk organik. Kebutuhan yang tinggi terhadap pupuk organik tentu akan meningkatkan permintaan pupuk organik pada usahatani padi. B. RUMUSAN MASALAH Pada daerah pertanian seiring dengan berjalannya waktu kadar bahan organik tanah cendrung menurun dan hal ini akan menentukan kesuburan tanah. Kelangkaan serta tingginya harga pupuk dibeberapa daerah telah menyebabkan rendahnya aplikasi pemupukan. Kondisi ini mengakibatkan permasalahan yang serius dalam sektor pertanian. Pada satu sisi pendapatan usaha berkurang karena menurunnya produksi, sedangkan di sisi lain biaya produksi dan biaya operasi mengalami
peningkatan.
Para
petani
memerlukan
berbagai
kiat
untuk
mengantisipasi kelangkaan pupuk agar terhindar dari kebangkrutan usaha yaitu dengan penggunaan pupuk organik sebagai komplemen/substitusi pupuk anorganik Pengembalian bahan organik ke dalam tanah adalah hal yang mutlak dilakukan untuk mempertahankan lahan pertanian agar tetap produktif. Dua alasan yang selama ini yang sering dikemukakan para ahli adalah pengolahan tanah yang dangkal selama bertahun – tahun mengakibatkan menurunnya kandungan C dan Norganik, dan penggunaan pupuk kimia seperti urea, KCL, dan TSP telah melampaui batas efisiensi teknis dan ekonomis sehingga efisiensi dan pendapatan bersih yang diterima petani dari setiap unit pupuk yang digunakan semakin menurun (Musnamar, 2003). Kandungan bahan organik dalam tanah semakin lama semakin berkurang. Pusat penelitian tanah dan agroklimatologi menunjukkan sekitar 95% lahan pertanian di indonesia mengandung C-organik kurang dari 1%. Padahal batas minimum bahan organik dianggap layak untuk lahan pertanian antara 4%-5%. Selain penurunan kandungan bahan organik terjadi pula kecenderungan penurunan pH pada lahan pertanian. Pemakaian pupuk kimia seperti urea dan ZA secara terus – menerus membuat kondisi tanah semakin masam. Hal ini harus menjadi perhatian bahwa ternyata pupuk organik memegang peran penting dalam pembentukan zat hara dalam tanah, namun di indonesia pupuk organik masih digunakan sebagai pendamping pupuk kimia karena adanya target produksi (ton/ha). Masih adanya
4
pendapat bahwa tanaman yang hanya diberi pupuk organik sering mengalami defisiensi unsur hara karena kandungan unsur hara yang diberikan tidak sebanding dengan kebutuhan tanaman ditambah pelepasan unsur haranya lambat. Padahal, efek pemupukan organik pada pertumbuhan tanaman cukup menakjubkan. (Musnamar, 2003). 1. Berapa besar tingkat produksi padi di daerah penelitian? Faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat produksi tersebut? Berapa besar permintaan pupuk organik pada usahatani padi ? 2. Faktor apa saja yang berpengaruh terhadap permintaan pupuk organik oleh petani padi di daerah penelitian ?
C. TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk mengetahui tingkat produksi padi, pengaruh faktor-faktor (jumlah benih, luas lahan, jumlah tenaga kerja, jumlah pupuk organik, jumlah pupuk anorganik sumber nitrogen, dan jumlah pupuk TSP) terhadap produksi padi, serta jenis dan jumlah pupuk organik yang digunakan pada usahatani padi. 2. Untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor (harga pupuk organik, harga pupuk anorganik sumber nitrogen, harga pupuk TSP, harga benih, harga padi, dan upah tenaga kerja) terhadap tingkat permintaan pupuk organik oleh petani padi di daerah penelitian. D. KEGUNAAN PENELITIAN 1. Bagi mahasiswa, dapat dijadikan sebagai tambahan pengalaman dan pengetahuan, serta sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana dari Universitas Gadjah Mada. 2. Bagi pemerintah dan lembaga yang terkait, diharapkan penelitian ini dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam mengambil keputusan terkait dengan objek yang diteliti. 3. Bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi dan pengetahuan khususnya mengenai penggunaan pupuk organik.
5