BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan
di
bidang kesehatan
adalah
bagian
integral
dari
pembangunan nasional. Dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM), status kesehatan merupakan salah satu komponen utama selain pendidikan dan pendapatan perkapita. Pada tahun 2010, indeks kesehatan masyarakat Indonesia menduduki peringkat ke 110 dari 172 negara di dunia. Hal ini membutuhkan perhatian khusus bagi seluruh tenaga kesehatan di Indonesia. Indikator derajat kesehatan suatu negara dapat ditunjukkan dengan angka kematian neonatal (AKN), angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian balita (AKABA). Tingginya AKN, AKB, dan AKABA menunjukkan rendahnya derajat kesehatan. Tingginya AKB menunjukkan rendahnya status gizi, kualitas perawatan selama kehamilan, saat persalinan, dan masa nifas, serta banyaknya penyakit infeksi. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) disebutkan bahwa setiap tahun terdapat lebih dari 12 juta anak di negara berkembang meninggal sebelum ulang tahunnya yang kelima.
Gambar 1 . Angka Kematian Bayi Dan Balita (SDKI 2007)
2
Di Indonesia, berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, AKN di Indonesia adalah sebesar 19/1000 kelahiran hidup, AKB mencapai 34/1000 kelahiran hidup, dan AKABA mencapai 44/1000 kelahiran hidup. Angka tersebut diatas cukup tinggi jika dibandingkan dengan target AKB yang harus dicapai pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2009 yaitu 26/1000 kelahiran hidup, dan AKABA yaitu 36/1000 kelahiran hidup. Indonesia ikut serta dalam MDGs dan menurut target MDGs pada tahun 2015 AKB adalah sebesar 23/1000 kelahiran hidup dan AKABA sebesar 32/1000 kelahiran hidup. Perlu banyak upaya yang dilakukan untuk mencapai target MDGs tersebut . Diare merupakan salah satu penyakit yang berpengaruh terhadap kematian anak. Lebih dari 2,3 milyar kasus dan 1,5 juta anak dibawah lima tahun meninggal karena diare, dimana jumlah kasusnya mencakup 16% dari seluruh kematian anak dibawah lima tahun di seluruh dunia. Menurut Riskesdas 2007 angka kematian karena diare pada anak dibawah lima tahun sebesar 17,2 %. Dari data SDKI 2012 disebutkan bahwa 65 % anak yang menderita diare dibawa ke fasilitas kesehatan. Peran fasilitas kesehatan cukup tinggi untuk mengurangi angka kematian anak yang disebabkan oleh diare. Diantara anak yang menderita diare, 39% mendapatkan rehidrasi oral (ORS) dan 47 % diberi cairan oralit (gula-garam) yang dibuat sendiri. Beberapa faktor dapat mempengaruhi derajat kesehatan di Indonesia termasuk diare pada anak, dimana salah satunya adalah kualitas sumber daya manusia (SDM) kesehatan. SDM kesehatan dapat dikatakan merupakan jantung dari Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Tanpa adanya tenaga kesehatan yang menggerakkan dan melayani, maka pilar-pilar yang lain dalam SKN menjadi lumpuh, begitu juga sebaliknya. Dalam SKN tahun 2009, fokus penting ditujukan pada pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan, guna menjamin ketersediaan, pendistribusian, dan kualitas SDM kesehatan itu sendiri (Depkes RI, 2009)(Kurniati et al, 2012). WHO menyatakan secara kasar, bahwa terdapat 59.8 juta tenaga kesehatan di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut diperkiraan dua pertiga diantaranya (39.5 juta) memberikan pelayanan kesehatan dan sepertiganya (19.8 juta) merupakan
3
tenaga pendukung dan manajemen. Berbagai issue yang muncul berkaitan dengan masalah SDM kesehatan ini antara lain adalah mengenai ketersediaan jenis tenaga kesehatan, distribusi, kuantitas, dan kualitas tenaga kesehatan. Kualitas tenaga kesehatan sangat mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan. Angka kematian pasca operasi bypass arteri koroner di New York turun sebesar 50% saat penatalaksanaan tindakan dilakukan oleh dokter dengan kualitas 'terbaik' (Chassin, 2002). Kualitas tenaga kesehatan yang rendah menyebabkan pelayanan kesehatan yang tidak tepat. Outcome dari kondisi tersebut adalah menurunnya derajat kesehatan dari masyarakat (Dieleman, et al 2009)(World & Report, 2006). Dalam sebuah penelitian tentang kualitas pelayanan kesehatan anak di Papua New Guinea disebutkan bahwa 69% tenaga kesehatan memeriksa hanya 2 dari 4 kriteria untuk diagnosis pneumonia, dan hanya 24% tenaga kesehatan yang dapat mendiagnosis malaria dengan tepat. Penelitian lain di Pakistan menyebutkan bahwa hanya 56% tenaga kesehatan yang mampu mendiagnosis diare yang disebabkan oleh virus, dan hanya 35% yang dapat memberikan terapi sesuai standar. Kondisi tersebut mempengaruhi outcome kesehatan yaitu menurunnya derajat kesehatan masyarakat.(Peabody, et al 2001) Berbagai faktor berpengaruh terhadap kualitas dokter atau tenaga kesehatan. Sang O Rhee et al menyatakan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas performa dokter dalam menangani pasien adalah pelatihan yang diikuti oleh dokter. Semakin banyak pelatihan yang diikuti maka dapat memperngaruhi performa dokter dalam memberikan pelayanan. Lama seseorang dalam praktek turut serta berpengaruh terhadap performa dokter. Dari penelitian Sang O Rhee et al disebutkan bahwa dokter yang berpraktek dalam rentang waktu 6-15 tahun memiliki performa lebih baik dibandingkan dengan periode kurang dari 6 tahun maupun lebih dari 15 tahun. Tempat praktek tenaga kesehatan juga ikut serta berpengaruh terhadap peningkatan performa tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membandingkan performa tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan di fasilitas pelayanan publik dan swasta. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa sektor publik lebih baik dikarenakan terdapat protap yang jelas dalam
4
memberikan terapi. Selain itu tenaga kesehatan di sektor publik lebih sering mendapatkan pelatihan dari pemerintah dibandingkan swasta. Meskipun demikian, tempat praktek swasta memiliki kualitas yang tidak kalah. Pihak awasta selalu berusaha melakukan inovasi-inovasi pelayanan untuk menghasilkan pelayanan yang lebih maksimal (Rhee, 1976). Jenis tenaga kesehatan memberikan pengaruh tersendiri dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan. Dokter, perawat, dan bidan memiki peran masing-masing dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan tersebut. Tenaga kesehatan yang bekerja di layanan primer masih sangat dibutuhkan. Upaya subsitusi dan kerjasama diantara ketiga tenaga kesehatan tersebut menjadi menarik untuk dipelajari. Douglas et al menyebutkan bahwa perawat dan asisten dokter dapat memberikan pelayanan yang memadai untuk masalah kesehatan yang banyak ditemukan di layanan primer seperti hipertensi, diabetes, asma, otitis media, faringitis, dimana pengeluaran/cost yang dikeluarkan oleh pasien relatif lebih sedikit dibandingkan jika berobat ke dokter (Roblin et al 2004)(Hooker et al 2001). Sarah L Barber et al dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kualitas pelayanan kesehatan bergantung pada ketersediaan, jenis tenaga kesehatan, dan jumlah tenaga kesehatan. Kondisi tersebut sangat bergantung pada kebijakan pemerintah setempat yang berkaitan dengan penyebaran tenaga kesehatan. Sarah L Barber et al menyimpulkan bahwa penyebaran tenaga kesehatan harus selalu memperhatikan skill yang dibutuhkan oleh daerah demi meningkatkan kualitas layanan kesehatan di daerah tersebut. Dokter dan perawat yang profesional memberikan
peranan
penting
dalam
meningkatkan
kualitas
layanan
kesehatan.(Barber, et al, 2007). Menurut penelitian dari Ilham et al tahun 2006 disebutkan bahwa pemerintah belum berhasil mendorong tenaga kesehatan di layanan primer untuk mau bekerja di daerah perifer. Hal ini menyebabkan penyebaran/ distribusi tenaga kesehatan menjadi tidak merata. Jumlah tenaga kesehatan yang ada di daerah urban/ kota masih lebih banyak dibandingkan dengan di daerah rural/ desa. Jawa dan Bali masih menjadi tempat pilihan tenaga kesehatan untuk bekerja
5
dibandingkan dengan daerah lain. Begitu juga dengan kualitas tenaga kesehatan, penyebarannya belum merata (Husain, et al 2006). Permasalahan kurangnya pemerataan kesehatan dirasakan di berbagai belahan dunia, termasuk Amerika dan Canada. Meskipun 20% penduduk Amerika tinggal di daerah pedesaan dan tertinggal, tetapi hanya dikelola oleh 9% dari seluruh dokter yang ada di Amerika, begitu pula di Canada dimana 24% penduduk Kanada hidup di daerah pedesaan dan tertinggal tetapi hanya dikelola oleh 9,3% dari seluruh dokter yang ada disana. Sekitar 43% penduduk Brazil yang hidup di daerah selatan dilayani oleh 58 % dari total dokter yang ada di negara tersebut, sedangkan di bagian utara yang diketahui merupakan daerah miskin di Brazil hanya di layani oleh 16% dari total dokter yang ada di negara tersebut. Permasalahan disparitas ini menjadi isu global yang menjadi masalah di berbagai wilayah dunia.(Araujo et al, 2013) Adanya berbagai masalah diatas menyebabkan perlunya dilakukan kajian yang lebih mendalam. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih jauh bagaimana kondisi tenaga kesehatan di Indonesia. Analisis lebih diarahkan pada kualitas tenaga kesehatan dengan mengkaji masing-masing jenis tenaga kesehatan dan menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas tenaga kesehatan serta menganalisis kualitas tenaga kesehatan di daerah tertinggal. Peneliti melakukan analisis dengan menggunakan data IFLS 2007 yang menggambarkan 85% dari kondisi di Indonesia. Peneliti mengambil vignette kesehatan anak sebagai fokus permasalahan yang akan diteliti yaitu menilai kualitas tenaga kesehatan dalam menanggulangi masalah kesehatan anak, khususnya diare. B. Rumusan Masalah Bagaimana kualitas pelayanan diare pada anak : analisis pada tenaga kesehatan di pelayanan primer di Indonesia? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui kualitas pelayanan penyakit diare pada anak : analisis pada tenaga kesehatan di pelayanan primer di Indonesia.
6
2. Tujuan Khusus a. Mengetahui perbandingan kualitas antar tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan penyakit diare pada anak. b. Mengetahui hubungan masa kerja dengan kualitas tenaga kesehatan dalam memberi pelayanan penyakit diare pada anak. c. Mengetahui hubungan keikutsertaan pelatihan terhadap kualitas tenaga kesehatan dalam memberi pelayanan penyakit diare pada anak. d. Mengetahui hubungan regional terhadap kualitas tenaga kesehatan dalam memberi pelayanan penyakit diare pada anak. e. Mengetahui hubungan tempat kerja publik dan swasta terhadap kualitas tenaga kesehatan dalam memberi pelayanan penyakit diare pada anak. f. Mengetahui hubungan antara daerah tertinggal – tidak tertinggal terhadap kualitas tenaga kesehatan dalam memberi pelayanan penyakit diare pada anak. D. Manfaat Penelitian A. Melalui hasil penelitian ini, pemerintah diharapkan dapat menjadikannya sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan yang tepat untuk meningkatkan kualitas layanan diare pada anak dari sisi tenaga kesehatan. B. Bagi
peneliti,
dapat
menambah
pengetahuan,
pengalaman
dan
melengkapi penelitian sebelumnya dengan menggambarkan kondisi kualitas pelayanan diare anak dari aspek tenaga kesehatan di layanan primer di Indonesia. C. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai “Analisis Kualitas Tenaga Kesehatan pada Pelayanan Primer di Daerah Tertinggal di Indonesia” ini belum pernah dilakukan. Penelitian sebelumnya yang hampir sama dengan topik tersebut adalah : 1. Ihsan Husain et al (2006), dengan judul Jumlah dan Kualitas Tenaga Kesehatan Puskesmas Studi Distribusi Desa-Kota dan Regional Analisis Data Sakerti 2000. Penelitian ini menyebutkan bahwa jumlah tenaga
7
kesehatan secara nasional belum cukup yang ditunjukkan dengan masih banyaknya puskesmas dan pustu yang mempunyai tenaga yang kurang. 2. Sarah L Barber et al (2007), dengan judul The contribution of human resources for health to the quality care of care in Indonesia. Penelitian ini menyebutkan bahwa kualitas pelayanan kesehatan bergantung pada ketersediaan, type, dan jumlah tenaga kesehatan. 3. Abdul Aziz et al (2010), dengan judul Evaluasi Distribusi Dokter dan Akses Masyarakat terhadap Pelayanan Medis di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010. Penelitian ini menyebutkan bahwa distribusi dokter di kabupaten Gunung kidul tahun 2010 belum merata.
Tabel 1. Keaslian Penelitian Ihsan Husain et al (2006)
Sarah L Barber et al (2007)
Judul Jumlah dan Kualitas Tenaga Kesehatan Puskesmas Studi Distribusi Desa-Kota dan Regional Analisis Data Sakerti 2000.
The contribution of human resources for health to the quality care of care in Indonesia
Untuk mengetahui jumlah dan kualitas tenaga kesehatan puskesmas yang ada di Indonesia
Untuk mengetahui kualitas tenaga kesehatan yang berpengaruh terhadap pelayanan kesehatan di Indonesia
Tujuan
Rancangan Cross-sectional Penelitian Subjek Tenaga kesehatan puskesmas Penelitian di Indonesia (yang masuk dalam data Sakerti 2000) Lokasi Penelitian
Persamaan penelitian
Perbedaan penelitian
Puskesmas di Indonesia yang masuk dalam survey sakerti 2000
Menganilisis kualitas tenaga kesehatan yang ada di Indonesia, rancangan penelitian sama, mengunakan data sekunder Subyek penelitian berbeda tidak hanya tenaga kesehatan di puskesmas tetapi menganalisa kualitas tenaga kesehatan disektor swasta dan focus pada daerah tertinggal.Menggunakan data IFLS 2007
Abdul Azis et al (2010) Evaluasi Distribusi Dokter dan Akses Masyarakat terhadap Pelayanan Medis di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010. Untuk mengetahui distribusi dokter dan akses yang masyarakat terhadap pelayanan medis di Kabupaten Gunung Kidul
Longitudinal study
Cross-sectional
Tenaga kesehatan di Indonesia (yang termasuk dalam IFLS 1997-2000) Tempat layanan kesehatan yang berada di Indonesia yang masuk dalam survey IFLS 19972000 Menganilisis kualitas tenaga kesehatan diindonesia Menggunakan data sekunder
Dokter yang bekerja di Kabupaten Gunung Kidul tahun 2010
Subyek penelitian berbeda tenaga kesehatan didaerah tertinggal Menggunakan data IFLS 2007
Kabupaten Gunung Kidul
Menganalisis tenaga kesehatan
Subyek penelitian berbeda, tidak hanya dokter tetapi bidan dan perawat. Menggunakan data sekunder IFLS 2007