BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan dari perikehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum sehingga merupakan modal dasar dan aktor utama pembangunan. Air juga merupakan komponen lingkungan hidup yang penting bagi kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya. Hal ini dapat dilihat dari fakta bahwa 70% permukaan bumi tertutup air dan dua pertiga tubuh manusia terdiri dari air (Asmadi et al., 2011). Air merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditunda pemenuhannya. Manusia membutuhkan air, terutama untuk minum. Ketersediaan air di dunia ini begitu melimpah ruah, namun yang dapat dikomsumsi oleh manusia untuk keperluan air minum sangatlah sedikit. Dari total jumlah air yang ada, hanya 5% saja yang tersedia sebagai air minum sisanya air laut. Namun di dunia, kecenderungan yang terjadi sekarang ini adalah berkurangnya ketersediaan air bersih dari hari kehari. Semakin meningkatnya populasi, semakin besar pula kebutuhan akan air minum. Sehingga ketersediaan air bersih pun semakin berkurang. Kekurangan air telah berdampak negatif terhadap semua sektor, termasuk kesehatan. Tanpa akses air minum yang higienis, 3800 anak meninggal tiap hari oleh penyakit. Selain bertambahnya populasi manusia, kerusakan lingkungan salah satu penyebab berkurangnya sumber air bersih (Kumalasari & Satoto, 2011). Salah satu risiko terbesar dalam kesehatan masyarakat adalah air minum yang telah terkontaminasi oleh tinja manusia. Penyebab infeksi penyakit paling umum yang disebarluaskan oleh air minum yakni bakteri patogen, virus dan parasit. Beban kesehatan masyarakat ditentukan oleh tingkat keparahan dan kejadian dari penyakit yang terkait dengan patogen, infeksitivitas dan keterpaparan penduduk dimana populasi yang rentan dapat menyebabkan penyakit yang lebih parah (WHO, 2011).
1
2
Air minum yang terkontaminasi merupakan penyumbang utama untuk masalah penyakit diare pada anak di seluruh dunia. Diare tercatat mengakibatkan 1,7 juta kematian, dari kematian tersebut hampir semua terjadi pada anak-anak dan di negara berkembang (Ashbolt 2004). Pada tahun 2012, diare tercatat mengakibatkan 2,5 juta kematian per tahun di seluruh dunia, untuk itu dilakukan pengujian kualitas air menggunakan indikator mikroba yakni Escherichia Coli, Enterococci dan Somatic Coliphage untuk mendeteksi sekaligus mengendalikan penyakit infeksi akibat air minum dan hasilnya menunjukkan bahwa hanya bakteri Escherichia Coli yang cocok dijadikan indikator kualitas air minum (Levy et al., 2012). Kontaminasi air minum oleh patogen yang menyebabkan penyakit diare adalah aspek yang paling penting dari kualitas air minum. Masalah muncul sebagai konsekuensi dari kontaminasi air oleh tinja manusia yang mengandung organisme patogen. Salah satu momok besar kota-kota di Eropa dan Amerika Utara pada abad ke-19 adalah wabah penyakit yang ditularkan melalui air seperti kolera dan tifus (Fawell & Nieuwenhuijsen, 2003). Banyak terjadi wabah penyakit yang disebabkan oleh air minum akibat dari pelanggaran di fasilitas pengolahan. Oleh karena itu, semakin rendah kualitas air maka pengolahan yang dibutuhkan makin canggih untuk mencegah risiko kesehatan yang lebih besar. Pemerintah dan badan-badan Internasional memiliki peran penting dalam pengembangan kebijakan. Tujuannya untuk menjaga pasokan air yang tersedia agar dimaksimalkan dan risikonya diminimalkan. (Davies & Mazumder, 2003). Kualitas air produksi depot air minum akhir-akhir ini ditengarai semakin menurun, dengan permasalahan secara umum antara lain pada peralatan Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) yang tidak dilengkapi alat sterilisasi, atau mempunyai daya bunuh rendah terhadap bakteri, atau pengusaha belum mengetahui peralatan DAMIU yang baik dan cara pemeliharaannnya (Suprihatin & Adriyani 2007). Pada uji perbandingan kualitas air keran dan air kemasan atau botol didapatkan bahwa hasil kualitas bakteriologis air keran lebih baik dibandingkan air kemasan (Zamberlan da Silva et al., 2008). Untuk menjaga kualitas produksi
3
air kemasan yang lebih baik, maka diperlukan penegakan standar kualitas yang ketat untuk pembotolan domestik untuk menjamin keamanan konsumen (Zeenat et al., 2009). Penelitian yang telah dilakukan di Ghana menunjukkan bahwa air minum kemasan
mengalami
peningkatan
komsumsi
terutama
di
negara-negara
berkembang berpenghasilan menengah karena dianggap lebih murni, bersih dan berkualitas baik. Meskipun jarang terjadi wabah penyakit, air yang terkontaminasi dapat menimbulkan bahaya kesehatan. Kontaminasi bakteriologis air dapat terjadi pada proses pembotolan atau sebagai akibat dari penyimpanan waktu yang lama di ruangan dengan suhu yang tinggi. Oleh karena itu diperlukan pengawasan pada produsen air minum kemasan dan peraturan yang ketat untuk memastikan air minum yang aman (Addo et al., 2009) Beberapa faktor yang menyebabkan adanya sampel air dengan kandungan bakteri yang cukup tinggi antara lain terjadinya pencemaran pada saat pengolahan (filtrasi dan desinfeksi) yang kurang sempurna atau tercemarnya air minum pasca proses pengolahan, cara pembilasan galon yang tidak steril, operator yang tidak memperhatikan higiene perorangan dan kebersihan. Dengan kata lain hal ini dapat menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan masyarakat yang mengkomsumsi air minum isi ulang (Athena et al., 2004). Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Jasman (2007) menyatakan bahwa dari total 34 sampel air yang diuji, terdapat 4 atau 10,5% di antaranya tidak memenuhi syarat. Hal ini sangat berhubungan secara signifikan antara manajemen pengawasan dengan kualitas air, kondisi higiene sanitasi dengan kualitas bakteriologis air dan jarak sumber air dengan dengan kualitas bakteriologis air. Manajemen pengawasan DAMIU berpengaruh pada kualitas bakteriologis air. Dari 6 DAMIU yang diperiksa sampel airnya, terdapat 5 atau 83,34% tidak memenuhi syarat kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen pengawasan DAMIU belum dilaksanakan dengan baik (Utoyo, 2008). Berdasarkan data profil kesehatan di Indonesia tahun 2014, persentase penduduk yang memiliki akses terhadap air minum berkualitas di Sulawesi
4
Selatan sebesar 66,99% dan persentase kualitas air minum yang memenuhi syarat sebanyak 76 dari 90 atau 84,44% sampel air yang memenuhi syarat. Data inventarisasi Depot Air Minum (DAM) Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu Utara tahun 2015, dari total 94 Depot Air Minum, terdapat 52 atau (55%) yang memenuhi syarat dan 42 atau (45%) depot tidak memenuhi syarat. Berdasarkan permasalahan di atas, sehingga peneliti melakukan penelitian manajemen pengawasan kondisi higiene sanitasi dan kualitas bakteriologis air minum pada depot air minum isi ulang di Kabupaten Luwu Utara. B. Rumusan Masalah Mengacu pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana hubungan antara manajemen pengawasan dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang di Kabupaten Luwu Utara. 2. Bagaimana hubungan antara kondisi higiene sanitasi (tempat, peralatan dan Penjamah) dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang di Kabupaten Luwu Utara. 3. Bagaimana hubungan antara sumber air baku dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang di Kabupaten Luwu Utara. C. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan manajemen pengawasan, kondisi higiene sanitasi dan kualitas bakteriologis air minum pada depot air minum isi ulang di Kabupaten Luwu Utara tahun 2016. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui hubungan antara manajemen pengawasan dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang di Kabupaten Luwu Utara. b. Untuk mengetahui hubungan antara kondisi higiene sanitasi (tempat, peralatan dan Penjamah) dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang di Kabupaten Luwu Utara.
5
c. Untuk mengetahui hubungan antara sumber air baku dengan kualitas bakteriologis air minum isi ulang di Kabupaten Luwu Utara. d. Untuk mengetahui sub variabel higiene sanitasi
yang dominan
mempengaruhi kualitas bakteriologis air minum isi ulang. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu Utara Penelitian ini diharapkan menjadi masukan dalam membuat kebijakan dan pengawasan program penyehatan air yang lebih baik serta pembinaan terhadap pihak pengelola depot air minum tentang prinsip penerapan higiene dan sanitasi depot air minum, sehingga kesehatan masyarakat terjamin. 2. Bagi kepentingan ilmiah a. Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
manfaat
dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan memperkaya informasi ilmu kesehatan lingkungan tentang manajemen pengawasan higiene sanitasi dan kualitas bakteriologis air minum. b. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat
untuk
menambah pengetahuan dan wawasan dalam mempertimbangkan aspek kesehatan dalam mengkonsumsi air minum. 3. Bagi Pengusaha Depot Air Minum Isi Ulang Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam pengelolaan air minum yang terjamin higiene dan sanitasinya sehingga air minum yang dijualnya tidak merugikan kesehatan konsumen. 4. Bagi peneliti Untuk menambah wawasan pengetahuan mengenai manajemen pengawasan, kondisi higiene sanitasi dan kualitas bakteriologis air minum pada depot air minum isi ulang.
E. Keaslian Penelitian Penelitian manajemen pengawasan kondisi higiene sanitasi dan kualitas bakteriologis pada depot air minum isi ulang di Kabupaten Luwu Utara sepengetahuan peneliti belum pernah dilakukan. Namun ada beberapa penelitian yang pernah dilakukan berhubungan dengan kualitas air minum pada depot air minum isi ulang, antara lain : Tabel 1. Keaslian Penelitian No 1
2
Peneliti Judul Budi Utoyo Manajemen pengawasan (2008) depot air minum isi ulang di Kabupaten Lampung Barat.
Eflin (2008)
Manajemen pengawasan dan kondisi higiene sanitasi dan hubungannya dengan kualitas bakteriologis air minum pada depot air minum isi ulang di Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah.
Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen pengawasan DAMIU belum dilaksanakan dengan baik. Terdapat atau 83,34% dari total 6 DAMIU yang diperiksa sampe air minumnya tidak memenuhi syarat kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Ada hubungan positif yang signifikan antara manajemen pengawasan, dengan kualitas bakteriologis air minum diperoleh nilai P=<0,05 dengan nilai koefisien korelasi atau r=0,783. (2) Ada hubungan positif yang signifikan antara kondisi higiene dan sanitasi DAM, dengan kualitas bakteriologis air minum diperoleh nilai P=<0,05 dengan nilai koefisien korelasi atau r=0,899. (3) Ada hubungan positif yang signifikan antara tingkat pengetahuan konsumen dengan kualitas bakteriologis air minum diperoleh nilai P=<0,05 dengan nilai koefisien korelasi atau r=0,784.
Perbedaan Perbedaannya dengan penelitian ini adalah metodologi penelitiannya. Pada penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan rancangan studi kasus tunggal Perbedaannya dengan penelitian ini adalah metodologi penelitiannya. Pada penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif-kuantitatif dengan rancangan cross sectional.
6
3
Jasman (2007)
Manajemen pengawasan sanitasi lingkungan dan kualitas bakteriologis air minum pada depot di Kota Manado.
4
Jamaluddin (2007)
Analisis higiene sanitasi dan kualitas mikrobiologis air minum isi ulang pada depot air minum di Kota Langsa Provinsi Nangroe Aceh Darussalam.
Hasil pengujian secara statistik menunjukkan bahwa : 1) hubungan antara manajemen pengawasan dengan kualitas air diperoleh nilai p = 0,001 berarti terdapat hubungan yang sangat signifikan dengan nilai koefisien korelasi atau r = 0,533 yang menunjukkan bahwa hubungannya kuat; 2) hubungan antara kondisi sanitasi lingkungan dan kualitas bakteiologis air diperoleh nilai p = 0,000 yang berarti terdapat hubungan yang sangat signifikan dengan nilai koefisien korelasi atau r = 0,609 menunjukkan bahwa hubungannya kuat; 3) hubungan antara jarak sumber air baku ke depot dengan kualitas bakteriologis diperoleh nilai p = 0,004 yang menunjukkan hubungan yang sangat signifikan tetapi nilai koefisien korelasi atau r = 0,454 yang berarti hubungannya lemah. Hasil penelitian ini menunjukkan pengawasan hanya dilakukan untuk pengurusan surat izin usaha, karena belum mempunyai regulasi daerah yang mengatur pengawasan depot air minum. Hal tersebut diperparah dengan belum mempunyai laboratorium untuk pemeriksaan air minum di Kota Langsa. Karena keterbatasan dana, sehingga menyebabkan biaya pemeriksaan laboratorium dibebankan pada pengusaha. Lemahnya pengawasan menyebabkan 6 dari 20 depot air minum yang belum memiliki izin usahanya, dan 30 % dari 10 depot air minum yang dijadikan sampel tidak memenuhi syarat sebagai air minum.
Perbedaannya dengan penelitian ini adalah variabel bebas nya yaitu yang menjadi variabel bebas dalam penelitiannya adalah jarak sumber air baku sedangkan penelitian ini sumber air yang digunakan
Perbedaannya dengan penelitian ini adalah metodologi penelitiannya. Jenis penelitian ini merupakan studi kasus dengan rancangan deskriptif kualitatif. Pengumpulan data kualititatif dilakukan melalui observasi dan wawancara mendalam (indepth interview).
7