Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Dalam rangka mengukur tingkat keberhasilan pembangunan dibidang kesehatan sesuai dengan Visi Misi Provinsi Gorontalo yaitu “Masyarakat Gorontalo yang mandiri untuk hidup sehat” dan Misi yaitu Peningkatan kualitas sumber daya manusia pelaksana pembangunan kesehatan, menggerakkan dan memberdayakan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat serta mewujudkan pelayanan kesehatan yang
bermutu
dan
terjangkau.
Untuk
mencapai
tujuan
tersebut
maka
diselenggarakan pembangunan kesehatan yang berkesinambungan, baik oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten / Kota, maupun oleh masyarakat termasuk swasta. Berdasarkan Undang – undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN) Tahun 2005-2025, pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010 adalah gambaran situasi kesehatan diProvinsi Gorontalo yang memuat data tentang kesehatan dan data pendukung lainnya. Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan saat ini terbukti telah berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Namun demikian masih banyak masalah – masalah kesehatan yang harus dihadapi dan membutuhkan upaya – upaya solusi yang dapat menunjang meningkatnya derajat kesehatan di Indonesia pada umumnya dan Provinsi Gorontalo pada khususnya. Saat ini kesehatan adalah salah satu factor yang sangat menentukan dan dominan dalam Indikator pencapaian tujuan MDG’s (Millenium Development Goals) diantara delapan elemen yang ada yang merupakan strategi pemerintah pusat guna mewujudkan pembangunan yang berkesinambungan.
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
1
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Permasalahan utama yang dihadapi adalah rendahnya kualitas kesehatan penduduk yang antara lain ditunjukkan dengan angka kematian bayi, anak balita, dan ibu maternal, serta tingginya proporsi balita yang menderita gizi kurang, masalah gender,
belum
memadainya
tenaga
kesehatan;
serta
terbatasnya
sumber
pembiayaan kesehatan dan belum optimalnya alokasi pembiayaan kesehatan. Dari indicator
kesehatan
diatas
diharapkan
kepada
Pemerintah
Pusat,
Provinsi,
Kabupaten/Kota dan swasta agar dapat bekerja sama dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat
dengan
kesadaran
akan
pentingnya
hidup
sehat,
memanfaatkan secara optimal sarana pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau terutama oleh masyarakat miskin dan menciptakan individu, keluarga, masyarakat serta lingkungan yang sehat. B. MAKSUD DAN TUJUAN Secara garis besar maksud dari penyusunan profil kesehatan Provinsi Gorontalo ini adalah menyajikan data dan informasi kesehatan untuk dapat dipergunakan oleh seluruh kalangan baik ditingkat pusat, daerah, swasta dan bagi pengambil keputusan untuk merencanakan program kesehatan di Provinsi Gorontalo yang akan datang. Sedangkan tujuan penyusunan Profil kesehatan provinsi Gorontalo adalah: 1. Menyajikan data umum wilayah 2. Menyajikan data Sumber Daya Kesehatan 3. Menyajikan data program kesehatan sesuai indikator Standar Pelayanan Minimal C. SISTEMATIKA PENYUSUNAN Sistematika penyusunan Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo 2010 adalah: 1. Pendahuluan Berisi latar belakang, maksud dan tujuan, sistematika penyajian profil kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010.
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
2
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
2. Gambaran Umum. Berisi gambaran umum Provinsi Gorontalo yang meliputi keadaan geografi, pendidikan, keadaan penduduk seperti jumlah penduduk, keadaan geografis, demografi, tingkat ekonomi dan lain-lain. 3. Pembangunan Kesehatan Daerah Berisi uraian visi, misi, strategi dan program pembangunan kesehatan 4. Pencapaian Pembangunan Kesehatan Berisi tentang hasil-hasil yang telah dicapai dalam pembangunan kesehatan di Provinsi Gorontalo selama Tahun 2010. 5. Kesimpulan dan saran Mencakup tentang kesimpulan keadaan umum maupun kesimpulan tentang pencapaian pembangunan kesehatan dan kinerja pembangunan kesehatan. 6. Lampiran
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
3
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
BAB II GAMBARAN UMUM PROVINSI GORONTALO
Provinsi Gorontalo terbentuk tanggal 16 Februari 2001 yang merupakan pemisahan dari Provinsi induk yaitu Provinsi Sulawesi Utara. Sebagai provinsi yang berusia 10 tahun, masih banyak memiliki kelemahan dan kekurangan baik berupa kualitas dan kuantitas sumber daya manusia, maupun sarana dan prasarana dalam bidang kesehatan. A. Keadaan Geografis Dan Topografi Gambar : 2.1 Peta Provinsi Gorontalo
Secara Geografis Provinsi Gorontalo terletak di antara 0,19' – 1,15’ Lintang Utara (LU) dan 121,23’ – 123,43’ Bujur Timur (BT). Batas Provinsi Gorontalo adalah sebagai berikut : a. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Buol Toli-Toli (Sulawesi Tengah) dan Laut Sulawesi. b. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Donggala (Sulawesi Tengah).
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
4
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
c. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bolaang Mongondow (Sulawesi Utara) Sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Tomini (Gorontalo). Wilayah Provinsi Gorontalo sampai dengan saat ini terdiri dari 1 Kota dan 5 Kabupaten. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan kabupaten yang terakhir terbentuk yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Gorontalo. Luas wilayah Provinsi Gorontalo adalah 12.101,66 km2
yang terperinci seperti pada gambar
berikut: Tabel : 2.1 Luas Wilayah Provinsi Gorontalo Tahun 2010 Kabupaten/Kota Luas Wilayah (km2) Persentase (%) Kota Gorontalo
64,79
0,5
Kabupaten Gorontalo
1.847,00
15,3
Kabupaten Boalemo
2.301,00
19
Kabupaten Pohuwato
4.244,31
35,1
Kabupaten Bone Bolango
1.985,00
16,4
Kabupaten Gorontalo Utara
1.659,56
13,7
Provinsi Gorontalo
12.101,66
100
Sumber : Profil kesehatan Kab/Kota Tahun 2010
Dari tabel di atas nampak bahwa Kabupaten Pohuwato adalah Kabupaten yang mempunyai wilayah paling luas yaitu 4.244,31 km2 dari luas Provinsi Gorontalo yaitu sebesar 12.101,66 km2. Sedangkan daerah dengan luas wilayah paling kecil adalah Kota Gorontalo hanya 64,79 km2 dengan persentase 0,5% dari luas wilayah Provinsi Gorontalo. Tabel : 2.2 Jumlah Kecamatan dan Kelurahan/Desa Di Provinsi Gorontalo Tahun 2010 Kabupaten/Kota
Kecamatan
Desa/Kelurahan
Kota Gorontalo
6
49
Kabupaten Gorontalo
17
168
Kabupaten Boalemo
7
82
Kabupaten Pohuwato
13
94
Kabupaten Bone Bolango
17
163
Kabupaten Gorontalo Utara
6
56
Provinsi Gorontalo
66
612
Sumber : Profil kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2010
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
5
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Berdasarkan tabel di atas data yang bersumber dari Profil Kabupaten/Kota, yang memiliki perkembangan jumlah Kecamatan yaitu tertinggi Kabupaten Gorontalo dan Bone bolango masing-masing dengan 17 Kecamatan. Peningkatan ini karena adanya pemekaran wilayah sehingga jumlah kecamatan, desa dan kelurahan bertambah. B. Gambaran Demografi Tabel: 2.3 Kepadatan Penduduk Menurut Jenis Kelamin Provinsi Gorontalo Tahun 2010 Penduduk Laki-Laki
Penduduk Perempuan
Total Jumlah Penduduk
Kepadatan Penduduk (per km2)
Kota Gorontalo
88.944
93.917
182.861
2.822
Kabupaten Gorontalo
174.874
179.983
354.857
192
Kabupaten Boalemo
63.658
65.519
129.177
56
Kabupaten Pohuwato
63.690
65081
128.771
30
Kabupaten Bone Bolango
70.747
70.974
141.721
71
Kabupaten Gorut
58.963
60.250
119.213
72
PROVINSI GORONTALO
520.876
535.724
1.056.600
87
Kabupaten/Kota
Sumber : Profil kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2010
Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Kabupaten / Kota menunjukkan jumlah penduduk Provinsi Gorontalo tahun 2010 sebanyak 1.056.600 jiwa yang terdiri dari LakiLaki 520.876 jiwa dan Perempuan 535.724 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 87 Jiwa/Km². Dilihat dari sebarannya jumlah penduduk terbesar berada di Kabupaten Gorontalo sebanyak 354.857 jiwa, menyusul Kota Gorontalo 182.861 jiwa, Kabupaten Bone Bolango 141.721 jiwa, Kabupaten Boalemo 129.177 jiwa, Kabuaten Pohuwato 128.771 jiwa, dan jumlah penduduk yang paling sedikit adalah Kabupaten Gorontalo Utara 119.213 jiwa. Sedangkan dilihat dari tingkat kepadatan penduduk, Kota Gorontalo memiliki kepadatan penduduk paling tinggi yaitu 2.822 jiwa/Km2, diikuti Kabupaten Gorontalo 192 jiwa/Km2, Kabupaten Gorontalo Utara 72 jiwa/Km2, Kabupaten Bone Bolango 71 jiwa/Km2, dan Kabupaten Boalemo 56 jiwa/Km2 dan Kabupaten Pohuwato 30 jiwa/Km2..
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
6
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Gambar : 2.2 JUMLAH PENDUDUK PROVINSI GORONTALO TAHUN 2006 - 2010 Tahun 2006
919.385 Jiwa
2007
1.308.551 Jiwa
2008
100.009
2009
1.012.191 Jiwa
2010
1.056.600 Jiwa
Jumlah penduduk (Jiwa)
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
7
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Gambar : 2.3 Diagram Proporsi Penduduk Laki-laki Dan Perempuan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Sumber : Profil kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2010
Gambar : 2.4 Grafik Kecenderungan Jumlah Penduduk Miskin Di Provinsi Gorontalo Tahun 2002-2008
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo
Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa persentase penduduk miskin di Provinsi Gorontalo pada tahun 2002 sampai tahun 2008 menunjukkan kecenderungan menurun, tetapi
masih selalu berada di atas nilai Rata-rata Nasional. Prosentase
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
8
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
penduduk miskin di Provinsi Gorontalo tahun 2010 mencapai 23,19% data ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 2009 yang tercatat di Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo sebesar 25,01%. Hal ini menunjukkan bahwa Provinsi Gorontalo masih berada diatas angka nasional yaitu 14,15%. Gambar : 2.5 Grafik Jumlah Penduduk Miskin per Kabupaten/Kota Di Provinsi Gorontalo Tahun 2001-2007
Sumber : Institut Pertanian Bogor ( IPB)
Tabel : 2.4 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Gorontalo Tahun 2004-2007 KAB/KOTA
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2004
2005
2006
2007
Boalemo
64.4
65.9
66.4
67.17
Kab. Gorontalo
66.0
66.8
67.2
67.89
Pohuwato
64.1
66.0
67.4
68.66
Bone Bolango
65.0
67.3
68.6
69.74
Kota Gorontalo
69.2
70.4
71.3
71.38
Provinsi Gorontalo
65.4
67.7
68.0
68.98
Nasional
68.7
69.6
70.1
70.59
Sumber : Bappeda Provinsi Gorontalo
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
9
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Gorontalo sampai tahun 2007 sebesar 68,98 meningkat 0,97 dari IPM tahun 2006 sebesar 68,01. Pada tahun 2007 IPM tertinggi di Kota Gorontalo yaitu 71,38 sedangkan IPM terendah adalah Kabupaten Boalemo sebesar 67,17. Peningkatan IPM di Provinsi Gorontalo ini didorong oleh kenaikan angka harapan hidup, kenaikan rata-rata lama sekolah setiap tahunnya dan kenaikan rata-rata pengeluaran riil yang dapat di lihat dari tabel berikut Tabel : 2.5 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Gorontalo Komponen Pembentuk IPM
2002
2004
2005
2006
2007
Angka Harapan Hidup (tahun)
64,20
64,50
65,40
65,60
66,19
Angka Melek Huruf (%)
95,20
94,70
95,00
95,70
95,70
Rata-rata lama sekolah (tahun)
6,50
6,80
6,80
6,80
6,91
Rata-rata Pengeluaran Riil (ribuan Rp)
573,30
585,90
607,80
608,65
615,94
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
64,13
65,4
67,5
68,01
68,98
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo
Gambar : 2.6 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Gorontalo Tahun 2004-2008
Sumber : Institut Pertanian Bogor ( IPB)
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
10
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
C. Gambaran Ekonomi Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional, Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah Garis Kemiskinan (GK) yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan(GKNM),
penentuan
GKM
berdasarkan
pengeluaran
penduduk
untuk
memenuhi kebutuhan. Berdasarkan data Susenas tahun 2005 jumlah penduduk miskin yang ada di Provinsi Gorontalo mencapai 29,05% atau sebanyak 255.200 jiwa angka ini lebih baik dari tahun 2002 yang mencapai 32,13 % atau 257.688 Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo, menyatakan jumlah penduduk miskin di Provinsi Gorontalo pada Maret 2010 sebanyak 220.886 jiwa atau sebanyak 23,19% dari jumlah penduduk. Ini terjadi penurunan jika dibandingkan dengan penduduk miskin bulan Maret 2009 sebanyak 224.617 jiwa atau sebanyak 25,01%.
Gambar : 2.7 Persentase Penduduk Miskin Provinsi Gorontalo di Komparasikan dengan Nasional Tahun 2006 - 2010
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
11
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Dari gambar diatas dapat di lihat bahwa persentase penduduk miskin Provinsi Gorontalo lebih tinggi dibandingkan dengan angka nasional, namun penurunan persentase penduduk miskin di Provinsi Gorontalo berlangsung relatif lebih cepat jika dibandingkan dengan nasional. Di tingkat nasional, penurunan persentase penduduk miskin hanya bergerak dari 17,75 persen pada tahun 2006 menjadi 13,33 persen pada tahun 2009 atau menurun 4,42%. Sedangkan di Provinsi Gorontalo, bergerak dari 29,13 persen pada tahun 2006 menjadi 23,19 persen pada tahun 2010 atau menurun 5,94%. Mata pencaharian utama masyarakat Gorontalo adalah sector pertanian. Jika dilihat dari lapangan usaha yang banyak ditekuni oleh penduduk bekerja di Provinsi Gorontalo, ada 3 sektor lapangan utama yang banyak menyerap tenaga kerja yaitu sektor pertanian (48,04 %) diikuti oleh sektor perdagangan (16,25%), jasa (13,31 %) sedangkan sektor lainnya terserap pada lapangan kerja pertambangan, listrik-gas-air, bangunan, angkutan dan keuangan (22,4%). (Indikator sosial budaya, Bapppeda Provinsi Gorontalo). Oleh karena itu prioritas pembangunan Provinsi Gorontalo adalah sector pertanian di samping perikanan dan pengembangan SDM. Laju pertumbuhan ekonomi dapat di lihat melalui besaran perubahan nilai PDRB ADHK ( produk domestic regional bruto atas dasar harga konstanta) tahun berjalan terhadap tahun sebelumnya. Pada tiga tahun terakhir, laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi Gorontalo terus mengalami peningkatan sebagai berikut : PDRB Tahun 2007, dibagi atas : - PDRB ADHB
= 4.760.695
- PDRB ADHK
= 2.339.218
- PDRB Per Kapita
= 4.957.328
Pertumbuhan ekonomi tahun 2007 adalah 7,51% PDRB Tahun 2008, dibagi atas : - PDRB ADHB
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
= 5.906.736
12
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
- PDRB ADHK
= 2.520.673
- PDRB Per Kapita
= 6.075.589
Pertumbuhan ekonomi tahun 2008 adalah 7,76% PDRB Tahun 2009, dibagi atas : - PDRB ADHB
= 7.082.611
- PDRB ADHK
= 2.710.737
- PDRB Per Kapita
= 7.198.127
Pertumbuhan ekonomi tahun 2009 adalah 7,54% (LPPD Prov.Gorontalo 2010) Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan perekonomian akan berdampak bagi kesejahteraan kelompok masyarakat itu sendiri. Berbagai faktor yang sangat kompleks antara
lain;
ketrampilan,
tingkat
pendidikan
yang
rendah,
kurangnya
pengetahuan
dan
lapangan kerja yang terbatas, kurangnya motivasi untuk mencari
nafkah, dan sebagainya merupakan faktor penyebab kurangnya keterlibatan dalam kegiatan perekonomian yang menyebabkan banyaknya jumlah pengangguran di masyarakat,
kesenjangan
antara
kebutuhan
dan
ketidakmampuan
untuk
mendapatkan pekerjaan yang layak menyebabkan jumlah kemiskinan meningkat, semua ini di perparah dengan peningkatan harga kebutuhan pokok yang semakin menjauhkan masyarakat dari kesejahteraan. D. Gambaran Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan masyarakat dapat diukur dengan kemampuan membaca dan menulis yang dilihat dari Angka Melek Huruf (AMH), yaitu persentase penduduk umur 10 tahun keatas yang dapat membaca dan menulis baik huruf latin dan atau huruf lainnya. Sumber dari profil Kabupaten/Kota tahun 2010 angka melek huruf di Provinsi Gorontalo adalah 17,8%. Data ini belum dapat menunjukkan keadaan tingkat pendidikan di Provinsi Gorontalo karena hanya 2 Kabupaten/Kota yang terdapat data lengkap yaitu Kota Gorontalo dan kabupaten Bone Bolango.
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
13
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Jenjang Pendidikan tertinggi yang ditamatkan dapat menjadi salah satu faktor untuk menilai kualitas Sumber Daya Manusia. Jenjang pendidikan yang ditamatkan berbanding lurus dengan Kualitas SDM yang tersedia sehingga Semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditamatkan maka semakin berkualitas sumber daya manusia yang ada demikian pula sebaliknya. Persentase pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduk Provinsi Gorontalo dapat dilihat dari diagram dibawah ini : Gambar : 2.8 Diagram Persentase Penduduk berusia 10 tahun ke atas menurut tingkat pendidikan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Sumber : Profil Kesehatan KabupatenKota Tahun 2010
Dari table diatas dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan penduduk Provinsi Gorontalo masih sangat rendah, persentase penduduk dengan tingkat pendidikan menengah keatas masih lebih kecil dibandingkan penduduk dengan
tingkat
pendidikan menengah kebawah.
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
14
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
BAB III SITUASI DERAJAT KESEHATAN PROVINSI GORONTALO Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar
terwujud
derajat
kesehatan
masyarakat
yang
setinggi-tingginya.
Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah. Undang–Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 memberikan batasan; Kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dengan demikian kesehatan juga merupakan komponen pembangunan yang memiliki nilai “investatif”, hal ini dikarenakan berbicara tentang kesehatan maka akan membicarakan juga tentang ketersediaan tenaga siap pakai dalam hal ini Sumber Daya Manusia yang sehat dan produktif tentunya. Penerapan paradigma hidup sehat dibidang pelayanan kesehatan masyarakat (Intervensi
Public Health) dilakukan dengan mengembangkan program pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan Human Life Quality and Satisfaction, lingkungan hidup yang lebih sehat dan dinamis (keseimbangan Human Ecology) akan menghasilkan keturunan manusia yang lebih sehat. Diharapakan pada tahun 2010 ini, Provinsi Gorontalo akan mencapai tingkat kesehatan yang lebih tinggi ditandai dengan penduduknya yang hidup dalam lingkungan yang sehat, sudah mempraktikan perilaku hidup bersih dan sehat, mampu menyediakan dan memanfaatkan (menjangkau) pelayanan kesehatan yang bermutu, memiliki derajat kesehatan yang tinggi. Kecenderungan kehidupan kita menghadapi transisi demografi dan epidemiologi, tantangan global dan regional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat termasuk dibidang informasi, telekomunikasi dan transportasi serta maraknya demokrasi disegala bidang. Semua ini mendorong perlunya dilakukan peninjauan kembali terhadap kebijakan yang ada serta dirumuskannya paradigma baru dibidang kesehatan yakni paradigma sehat. Paradigma sehat adalah cara pandang, pola pikir, atau model pembangunan kesehatan yang bersifat holistik, dimana melihat masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat lintas sektor, dan upayanya lebih diarahkan pada
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
15
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan kesehatan, bukan hanya menyembuhkan orang sakit atau memulihkan kesehatan. Secara makro paradigma sehat berarti pembangunan semua sektor harus memperhatikan dampaknya dibidang kesehatan, paling tidak harus memberikan kontribusi positif bagi pengembangan perilaku dan lingkungan sehat. Secara mikro paradigma sehat berarti bahwa pembangunan kesehatan lebih menekankan upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif. Tujuan
pembangunan
Kesehatan
adalah
meningkatkan
kesadaran
dan
kemampuan hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, dan mampu mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas, adil, merata serta terwujudnya derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat serta meningkatkan mutu dan kemudahan pelayanan kesehatan yang semakin terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat serta membudayakan sikap hidup yang dapat menjamin hidup sehat, perbaikan gizi yang meningkatkan kemampuan fisik dan intelegensi serta berproduktifitas kerja yang meningkat, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan (kedokteran), serta sarana dan prasarana umum yang sudah memperhatikan kemungkinan timbulnya dampak negatif terhadap kesehatan serta perundang-undangan. Sasaran pembangunan Kesehatan adalah terselenggaranya pelayanan kesehatan dan kesejahteraan sosial yang makin bermutu dan usaha yang mampu mewujudkan manusia yang tangguh, sehat, cerdas dan produktif. Untuk itulah Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo menetapkan visi, misi dan strategi sebagai berikut : A. VISI : Masyarakat Gorontalo Yang mandiri untuk hidup sehat B. MISI : 1.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia pelaksana pembangunan kesehatan
2.
Menggerakkan dan memberdayakan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat
3.
Mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau
C. Tujuan 1.
Meningkatnya kualitas SDM pelaksana pembangunan kesehatan
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
16
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
2.
Terciptanya masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat
3.
Tercapainya pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau terutama bagi masyarakat miskin
4.
Terciptanya kesehatan individu, keluarga, masyarakat serta lingkungan
D. Kebijakan 1.
Peningkatan koordinasi, sinkronisasi dan kemitraan
2.
Pemberdayaan masyarakat dan swasta
3.
Pengembangan sumber daya kesehatan dan manajemen kesehatan
4.
Peningkatan mutu dan keterjangkauan pelayanan kesehatan
5.
Peningkatan status gizi masyarakat
6.
Pengawasan dan akuntabilitas
E.
STRATEGI : 1. Kerjasama Lintas Sektor dan Pemberdayaan Masyarakat Pembangunan kesehatan yang dijalankan selama ini hasilnya belum optimal karena kurangnya dukungan lintas sektor. Beberapa program sektoral tidak atau kurang berwawasan kesehatan sehingga memberikan dampak negatif bagi kesehatan masyarakat. Kemitraan yang setara, terbuka dan saling menguntungkan bagi masing-masing mitra dalam dalam upaya kesehatan merupakan sesuatu yang utama untuk upaya pembudayaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. 2. Peningkatan Mutu dan Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan Mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh kualitas sarana fisik, jenis tenaga yang tersedia, obat, alat kesehatan/sarana penunjang lainnya, proses pemberian pelayanan dan kompensasi yang diterima serta harapan masyarakat pengguna. Peningkatan kualitas fisik serta faktor-faktor tersebut diatas merupakan faktor prakondisi yang harus dipenuhi. Selanjutnya proses pemberian pelayanan ditingkatkan melalui peningkatan mutu dan profesionalisme sumber daya kesehatan. Sedangkan harapan masyarakat pengguna diselaraskan melalui peningkatan
pendidikan
masyarakat
melalui
penyuluhan
kesehatan
dan
komunikasi yang baik antara pemberi pelayanan dan masyarakat. Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
17
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Penyebaran sarana pelayanan kesehatan puskesmas dan rumah sakit serta sarana kesehatan lainnya termasuk sarana penunjang upaya kesehatan telah dapat dikatakan merata. Namum diakui bahwa penyebaran fisik tersebut masih belum diikuti sepenuhnya dengan peningkatan mutu pelayanan. 3. Peningkatan Gizi Masyarakat Status
gizi
masyarakat
sangat
mempengaruhi
dalam
upaya
pencapaian
peningkatan sumber daya manusia yang berkulitas. Adanya krisis ekonomi berpengaruh pada penurunan status gizi masyarakat. 4. Peningkatan Sumber Daya Kesehatan dan Manajemen Kesehatan Mutu sumber daya manusia kesehatan sangat menentukan keberhasilan upaya serta manajemen kesehatan. Adanya kompetisi dalam era pasar bebas sebagai akibat dari globalisasi harus diantisipasi dengan meningkatkan mutu dan profesionalisme sumber daya manusia kesehatan. Dalam
kaitannya
dengan
desentralisasi
penyelenggaraan
pemerintahan,
peningkatan kemampuan dan profesionalisme manajemen kesehatan disetiap tingkat administrasi merupakan kebutuhan yang sangat mendesak. F.
PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN : Dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal maka Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo menjabarkan program - program Pembangunan Kesehatan di tahun 2010 adalah sebagai berikut : 1. Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan individu, keluarga, kelompok & masyarakat untuk hidup sehat & mengembangkan UKBM serta terciptanya lingkungan yg kondusif. a.
Pengembangan media promosi dan teknologi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
b.
Pengembangan upaya kesehatan bersumber masyarakat dan generasi muda
c.
Peningkatan pendidikan kesehatan kepada masyarakat
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
18
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
2. Program Lingkungan Sehat Bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yg lebih sehat agar melindungi masyarakat dari ancaman bahaya & masalah kesehatan dengan kegiatan sebagai berikut : a.
Penyediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar
b.
Pemeliharaan dan pengawasan kualitas lingkungan
c.
Pengendalian dampak risiko pencemaran lingkungan
d.
Pengembangan wilayah sehat
3. Program Upaya Kesehatan Masyarakat Bertujuan untuk menyelenggarakan Upaya Kesehatan secara menyeluruh, terpadu, berkelanjutan, terjangkau, berjenjang, profesional dan bermutu dengan mengutamakan keluarga miskin. Kegiatannya sebagai berikut : a.
Pelayanan kesehatan penduduk miskin di puskesmas dan jaringannya
b.
Pengadaan, peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana puskesmas dan jaringannya
c.
Pengadaan peralatan dan perbekalan kesehatan termasuk obat generik esensial
d.
Peningkatan
pelayanan
kesehatan
dasar
yang
mencakup
sekurang-
kurangnya promosi kesehatan, kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, perbaikan gizi, kesehatan lingkunga, pemberantasan penyakit menular dan pengobatan dasar e.
Penyediaan biaya operasional dan pemeliharaan
4. Program Upaya Kesehatan Perorangan Bertujuan untuk meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta pemulihan kesehatan perorangan bagi segenap masyarakat. a.
Pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin kelas III RS
b. Pembangunan sarana dan prasarana RS di daerah tertinggal secara selektif c.
Perbaikan sarana dan prasarana RS
d. Pengadaan obat dan perbekalan RS e.
Peningkatan kesehatan rujukan
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
19
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
f.
Pengembangan pelayanan kesehatan keluarga
g. Penyediaan operasional dan pemeliharaan h. Peningkatan peran serta sektor swasta dalam UKP 5. Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan, kematian & kecacatan akibat penyakit. & mencegah penyebaran serta mengurangi dampak penyakit. a.
Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko
b.
Peningkatan imunisasi
c.
Penemuan dan tatalaksana penderita
d.
Peningkatan surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah
e.
Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) pencegahan dan pemberantasan penyakit
6. Program Perbaikan Gizi Masyarakat Bertujuan untuk meningkatkan intelektualitas dan produktivitas sumberdaya manusia dengan kegiatan – kegiatan sebagai berikut : a.
Peningkatan pendidikan gizi
b.
Penanggulangan kurang energi protein (KEP), anemia gizi, gangguan akibat kurang yodium (GAKY), kurang vitamin A dan kekurangan zat gizi mikro
c.
Penaggulangan gizi lebih
d.
Peningkatan surveilans gizi
e.
Pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi (Kadarzi)
7. Program Sumber Daya Kesehatan Program ini bertujuan untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia Kesehatan yang profesional dan merata dalam mewujudkan Indonesia Sehat 2010 dengan kegiatan – kegiatan sebagai berikut : a.
Perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan
b.
Peningkatan keterampilan dan profesionalisme tenaga kesehatan melalui pendidikan tenaga kesehatan dan pelatihan tenaga kesehatan
c.
Pembinaan tenaga kesehatan termasuk pengembangan karir tenaga kesehatan
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
20
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
d.
Penyusunan standar kompetensi dan regulasi profesi kesehatan
8. Program Obat, dan Perbekalan Kesehatan Yang termasuk di dalam program ini adalah : a.
Peningkatan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan
b.
Peningkatan pemerataan obat dan perbekalan kesehatan
c.
Peningkatan mutu penggunaan obat dan perbekalan kesehatan
d.
Peningkatan keterjangkauan harga obat dan perbekalan kesehatan terutama untuk penduduk miskin
e.
Peningkatan mutu pelayanan farmasi komunitas dan rumah sakit
9. Program Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Kesehatan Program ini bertujuan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan sesuai dengan tujuan, kebijakan, dan strategi yang telah ditetapkan. Kegiatan :
Menyusun rencana kerja tahunan SKPD
Membuat laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (LAKIP)
Menyusun profil kesehatan
Mengembangkan sistem informasi kesehatan baik online maupun offline
Visualisasi data kesehatan melalui website
Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.
3.1 ANGKA KEMATIAN (MORTALITAS) Mortalitas atau kematian dapat menimpa siapa saja, tua, muda, kapan dan dimana saja. Kasus kematian terutama dalam jumlah banyak berkaitan dengan masalah sosial, ekonomi, adat istiadat maupun masalah kesehatan lingkungan. Indikator kematian berguna untuk memonitor kinerja pemerintah pusat maupun Provinsi dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Mortalitas atau kematian merupakan salah satu dari tiga komponen demografi selain fertilitas dan migrasi, yang dapat mempengaruhi jumlah dan komposisi umur penduduk. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kematian sebagai suatu peristiwa menghilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen, yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup. Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
21
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Bermacam-macam indikator mortalitas atau angka kematian yang umum dipakai adalah: 1. Angka Kematian Kasar (AKK) atau Crude Death Rate (CDR). 2. Angka Kematian Bayi (AKB) 3. Angka Kematian Balita (AKBa 0-5 tahun) 4. Angka Kematian Anak (AKA 1-5 tahun) 5. Angka Kematian IBU (AKI) 6. Angka Harapan Hidup (UHH) atau Life Expectancy. A. Angka Kematian Bayi (AKB) Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen. Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan. Kematian bayi eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar. Gambar : 3.1 Jumlah Bayi mati di Provinsi Gorontalo Tahun 2006-2010
Sumber : Profil kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2006-2010
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
22
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Berdasarkan tabel diatas, jumlah bayi yang mati di Provinsi Gorontalo selang Tahun 2006-2010 cenderung tidak mengalami perubahan
yang signifikan
pada
tahun 2006 jumlah bayi mati sebanyak 162 bayi, namun tahun 2010 jumlah bayi yang mati sebanyak 283 kasus kematian, angka ini mengalami penurunan yang signifikan dari tahun sebelumnya sebanyak 333 kasus di tahun 2009 atau sebesar 15,2 per 1000 KLH. Tahun 2010 sebanyak 283 kasus atau 12,5 per 1000 KLH angka ini mengalami penurunan dari tahun 2009 tetapi sudah lebih rendah dari target nasional yang menargetkan penurunan angka kematian bayi sejumlah 26 per 1000 KLH, Kabupaten/Kota yang melaporkan kematian bayi tahun 2010 tertinggi adalah kabupaten Gorontalo sebanyak 93 kasus. B. Angka Kematian Balita (AKABA) Balita atau bawah lima tahun adalah semua anak termasuk bayi yang baru lahir, yang berusia 0 sampai menjelang tepat 5 tahun (4 tahun, 11 bulan, 29 hari). Pada umumnya ditulis dengan notasi 0-4 tahun. Angka Kematian Balita adalah jumlah kematian anak berusia 0-4 tahun selama satu tahun tertentu per 1000 anak umur yang sama pada pertengahan tahun itu (termasuk kematian bayi). Gambar : 3.2 Jumlah Balita Mati di Provinsi Gorontalo Tahun 2006-2010
Sumber : Profil kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2006-2010
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
23
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
LAngka kematian balita (AKABA) di Provinsi Gorontalo tertinggi dilaporkan pada tahun 2008 sebanyak 142
kemudian mengalami penurunan pada Tahun 2009
sebanyak 112 atau 5,1 per 1000 KLH.
Pada tahun 2010 mengalami kenaikan
kematian Balita sejumlah 126 kasus atau 5,5 per 1000 KLH, jumlah ini sudah jauh lebih rendah dibandingkan dengan target nasional menurut SDKI tahun 2007 yang menargetkan penurunan angka kematian balita sejumlah 44 per 1000 KLH. Kabupaten/Kota yang melaporkan tertinggai yaitu Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Gorontalo Utara masing-masing 43 kasus kematian Balita. C. Angka Kematian Ibu (AKI) Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan, terjatuh dll per 100.000 kelahiran hidup.(Budi, Utomo. 1985). Informasi mengenai tingginya MMR akan bermanfaat untuk pengembangan program peningkatan kesehatan reproduksi, terutama pelayanan kehamilan dan membuat kehamilan yang aman bebas risiko tinggi (making pregnancy safer), program peningkatan jumlah kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan, penyiapan sistim rujukan dalam penanganan komplikasi kehamilan, penyiapan keluarga dan suami siaga dalam menyongsong kelahiran, yang semuanya bertujuan untuk mengurangi Angka Kematian Ibu dan meningkatkan derajat kesehatan reproduksi. Di
Provinsi
Gorontalo belum
dapat
menghitung
Angka kematian
Ibu
dikarenakan Rasio kematian Ibu tidak mencapai 100.000 KLH. Yang digunakan oleh Kabupaten/Kota hanyalah merupakan asumsi AKI Kabupaten/Kota untuk melihat kondisi kesehatan ibu dan di gunakan dalam pengambilan kebijakan oleh Stakeholder. Tahun 2010 jumlah kematian ibu mencapai 40 Ibu (176/100.000 KLH) mengalami
penurunan
dibandingkan
dengan
tahun
sebelumnya
yaitu
50
(223/100.000 KLH) kematian penurunan capaian ini tidak terlepas dari upaya-upaya yang telah dilaksanakan serta semakin meningkatnya kesadaran ibu untuk memeriksakan kehamilannya, selengkapnya dapat dilihat sebagai berikutt :
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
24
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Gambar : 3.3 Jumlah Kematian Ibu Provinsi Gorontalo Tahun 2006-2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2006-2010
Jumlah kematian ibu nifas, ibu melahirkan dan ibu hamil di Provinsi Gorontalo selama kurun waktu 5 tahun mengalami fluktuasi, jumlah kematian tertinggi dilaporkan terjadi pada tahun 2006 sebanyak 60, mengalami penurunan pada tahun 2007 sebanyak 49 kemudian pada tahun 2009 sebanyak 50 kasus atau 227,8 per 100.000 KLH dan menurun pada tahun 2010 menjadi 40 atau sebanyak 177, per 100.000 KLH. Kasus yang tertinggi di laporkan oleh Kabupaten Gorontalo sebanyak 11 Kasus. AKI juga berguna untuk menggambarkan tingkat kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil, pelayanan kesehatan waktu ibu melahirkan dan masa nifas. Kematian ibu maternal di Provinsi Gorontalo terdiri dari kematian ibu hamil (15%), kematian ibu bersalin (57%), dan kematian ibu nifas (28%). Untuk mengantisipasi masalah ini maka diperlukan terobosan - terobosan dengan mengurangi peran dukun dan meningkatkan peran Bidan. Harapan kita agar bidan di desa benar-benar sebagai ujung tombak dalam upaya penurunan AKB (IMR) dan AKI (MMR). Kematian maternal dapat di lihat pada gambar :
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
25
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Gambar : 3.4 Diagram Persentase Kematian Ibu Maternal Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2010
Gambar : 3.5 Trend Jumlah Kematian Bayi, Balita dan Ibu Provinsi Gorontalo Tahun 2006-2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2006 - 2010
Grafik diatas menggambarkan tren kematian bayi, balita dan ibu dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 di Provinsi Gorontalo. Untuk kematian bayi yang dilaporkan tahun 2006 hingga 2009 menunjukkan tren yang meningkat hampir setiap tahun dengan jumlah kematian bayi di tahun 2006 mencapai 162 bayi, 2007 Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
26
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
meningkat menjadi 179 bayi, bertambah lagi untuk 2008 menjadi 196 bayi, hingga kemudian meningkat dengan jumlah kematian bayi yang cukup signifikan di tahun 2009 sebanyak 333 bayi, sampai akhirnya mengalami penurunan ditahun 2010 menjadi 283 bayi. Namun lain halnya dengan jumlah kematian ibu dan balita di Provinsi Gorontalo selama kurun waktu 5 tahun terakhir kematian Balita di tahun 2006 adalah 68 kasus, tertinggi tahun 2008 142 kasus dan mengalami penurunan di tahun 2010. Tren angka kematian Ibu dari tahun 2006-2010 tidak mengalami kenaikan atau penurunan yg berarti dari tahun ke tahun hingga tahun 2010 kasus kematian Ibu menurun hingga 40 kasus dari kasus tertinggi di tahun 2006 dan 2008 yang mencapai 60 kasus. D. Angka Harapan Hidup (UHH) Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial ekonomi pada umumnya dapat dilihat dari peningkatan usia harapan hidup penduduk dari suatu negara. Meningkatnya perawatan kesehatan melalui Puskesmas, meningkatnya daya beli masyarakat akan meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan, mampu memenuhi kebutuhan gizi dan kalori, mampu mempunyai pendidikan yang lebih baik sehingga memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang memadai, yang pada
gilirannya
akan
meningkatkan
derajat
kesehatan
masyarakat
dan
memperpanjang usia harapan hidupnya. Angka Harapan Hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Angka Harapan Hidup yang rendah di suatu daerah harus diikuti dengan program pembangunan kesehatan, dan program sosial lainnya termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi dan kalori termasuk program pemberantasan kemiskinan.
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
27
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Tabel : 3.1 Capaian Usia Harapan Hidup Provinsi Gorontalo Tahun 2006-2009 Indikator
2006
2007
2008
2009
Usia Harapan Hidup
65,6
65,9
66,2
66,2
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo
Dari tabel diatas menunjukkan Usia harapan Hidup di Provinsi Gorontalo dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, hal ini berarti UHH di Provinsi Gorontalo masih jauh dibawah target RPJMD Program Kesehatan yang menargetkan UHH ditahun 2009 mencapai 69,5 dan di tahun 2010 target 70,6 tahun. 3.2 Angka Kesakitan (Morbiditas) Tingkat kesakitan mencerminkan situasi derajat kesehatan masyarakat di Provinsi Gorontalo, beberapa indikator morbiditas penyakit tertentu merupakan keterkaitan dengan komitmen global dalam MDGs. Angka kesakitan di Provinsi Gorontalo diperoleh dari data berbasis masyarakat baik ditingkat Rumah Sakit ataupun Puskesmas melalui sistim pencatatan dan pelaporan yang disajikan dalam bentuk buku Profil kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2010. Program utama untuk menekan angka kesakitan adalah dengan mengembangkan sistem surveilans epidemiologi berbasis masyarakat, pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan vektor penyakit lainnya, pengawasan pemeriksaan kualitas air dan lingkungan, perbaikan sarana air bersih dan sanitasi dasar, pengembangan program desa sehat, sosialisasi perilaku hidup bersih dan sehat dan revitalisasi Posyandu. 1.
Penyakit TB – Paru Penyakit
Tuberkulosis Paru termasuk
penyakit
menular kronis. Waktu
pengobatan yang panjang dengan jenis obat lebih dari satu menyebabkan penderita sering terancam putus berobat selama masa penyembuhan dengan berbagai alasan, antara lain merasa sudah sehat atau faktor ekonomi. Akibatnya adalah pola pengobatan harus dimulai dari awal dengan biaya yang bahkan menjadi lebih besar serta menghabiskan waktu berobat yang lebih lama. Alasan ini menyebabkan
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
28
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
situasi Tuberkulosis Paru di dunia semakin memburuk dengan jumlah kasus yang terus meningkat serta banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama negaranegara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah Tuberkulosis Paru besar (high burden countries), sehingga pada tahun 1993 WHO/Organisasi Kesehatan Dunia mencanangkan Tuberkulosis Paru sebagai salah satu kedaruratan dunia (global emergency). Tuberkulosis Paru juga merupakan salah satu emerging
diseases. Indonesia termasuk kedalam kelompok high burden countries, menempati urutan ketiga setelah India dan China berdasarkan laporan WHO tahun 2009. Pada Riskesdas 2007 kasus Tuberkulosis Paru ditemukan merata di seluruh provinsi di Indonesia. Riskesdas 2010 dikhususkan untuk mengumpulkan indikator MDG terutama yang berhubungan dengan kesehatan, termasuk Prevalensi Tuberkulosis Paru. Data WHO Global Report yang dicantumkan pada Laporan Triwulan Sub Direktorat Penyakit TB dari Direktorat Jenderal P2&PL tahun 2010 menyebutkan estimasi kasus baru TB di Indonesia tahun 2006 adalah 275 kasus/100.000 penduduk/tahun dan pada tahun 2010 turun menjadi 244 kasus/1 00.000 penduduk/tahun. Data prevalensi sebelumnya yang menggunakan uji konfirmasi laboratorium adalah data Prevalensi Indonesia hasil Survey Prevalensi TB pada tahun 2004 yang memberikan angka prevalensi TB Indonesia berdasarkan pemeriksaan mikroskopis BTA terhadap suspek adalah sebesar 104 kasus/ 100.000 penduduk. Berdasarkan analisis kohort tahun 2001 sebanyak 85,7% penderita TB-Paru di Indonesia menyelesaikan pengobatan (pengobatan lengkap dan sembuh). Sedangkan menurut Indikator Indonesia Sehat 2010 mengharapkan angka kesembuhan TB Paru tahun 2010-2015 mencapai 85 %. Prosentase TB paru sembuh pada tahun 2010 mencapai 1058 kasus sebanyak 66,59% angka ini menurun dibandingkan tahun sebelumnya 2009 yaitu 1036 kasus atau 70,79%. Angka kesembuhan tertinggi di Kota Gorontalo dan Kabupaten Boalemo sebesar 99%. Angka kesembuhan TB Paru terendah di kabupaten Gorontalo hanya
29%. Selengkapnya dapat dilihat pada
gambar berikut :
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
29
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Gambar : 3.6 Persentase TB Paru Sembuh Provinsi Gorontalo Tahun 2009-2010
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009-2010
Dari
grafik
di
atas
dapat
dilihat
perbandingan
cakupan
persentase
kesembuhan TB Paru tahun 2010 mencapai 62%, hal ini menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya 2009 yang mencapai kesembuhan 71%. Hal ini disebabkan di tahun 2010 Kabupaten Gorontalo tidak memasukkan data kesembuhan penyakit TB Paru sehingga mempengaruhi fluktuasi tingkat kesembuhan penyakit TB Paru. Tabel Persentase Penderita Tb (D) Yang Telah Menyelesaikan Pengobatan Dengan OAT per Provinsi, Riskesdas 2010 Mendpt Obat Selesai > 6 Bln
Sedang Dalam Pengobatan
Berobat Tidak Lengkap < 5 Bln
Tidak Minum Obat
Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur
63,5 80,9
9,3 6,4
24,1 0
3.1 12.7
Kalimantan Barat
46,9
14,9
35,2
3.0
Kalimantan Tengah
48,3
23,8
13,9
13.9
Kalimantan Selatan
89,9
4,7
5,4
0
Kalimantan Timur
57,4
42,6
0
0
Sulawesi Utara
68,0
17,8
14,2
0
Sulawesi Tengah
66,7
11,5
21,9
0
Provinsi
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
30
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Sulawesi Selatan
47,5
28,6
20,9
3.0
Sulawesi Tenggara
84,6
15,4
0
0
Gorontalo
51,2
29,4
19,4
0
Sulawesi Barat
75,0
12,5
0
12.5
Maluku
46,7
14,8
38,5
0
Maluku Utara
82,8
0
17,2
0
Papua Barat
51,3
14,0
34,6
0
Papua
61,3
31,1
7,6
0
INDONESIA
59.0
19,1
19,3
2,6
Gambar : 3.7 Persentase Kasus Baru TB Paru (BTA +) yang di temukan (CDR)
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2009-2010
2. Penyakit HIV/AIDS Salah satu komitmen global dibidang kesehatan adalah memerangi penyakit HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya yang tedapat dalam Goal ke 6 Millenium development Goals 2000-2015. HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang sampai saat ini belum ditemukan obat untuk menyembuhkan penderita penyakit mematikan ini. Penularan penyakit ini terjadi karena ada transfer cairan tubuh dari penderita ke orang lain.
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
31
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Gambar : 3.8 Jumlah Kasus HIV/AIDS per Kabupaten/Kota Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2010
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa jumlah kasus HIV/AIDS Kabupaten/Kota tahun 2010 yang melaporkan tertinggi adalah Kabupaten Boalemo dengan 5 kasus prevalensi mencapai 3,8 per 100.000 penduduk. Total kasus Provinsi Gorontalo sebanyak 9 kasus dengan prevalensi 0,9 per 100.000, hal ini menunjukkan bahwa prevalensi penurunan HIV/AIDS di Provinsi Gorontalo belum mencapai target Renstra 2010 yang harus mencapai 0,2 per 100.000 penduduk. Sedangkan Kabupaten/Kota yang tidak ada kasus HIV/AIDS adalah Kabupaten Pohuwato, Bone Bolango dan Gorontalo Utara. Dari ke 9 kasus diatas semuanya mendapat terapi ARV mencapai 100% dari jumlah kasus, hal ini sudah melebihi target Nasional hanya 30% yang harus di terapi.
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
32
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Gambar : 3.9
Sumber : Program P2M-PL Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
Grafik diatas menunjukkan angka kumulatif jumlah kasus HIV/AIDS di Provinsi Gorontalo selama kurun waktu 2001-2010. Jumlah kasus HIV/AIDS dari tahun 2001 sampai dengan 2010 menunjukkan tren yang meningkat. Distribusi kasus HIV/AIDS pertama kali yang ditemukan tahun 2001 sebanyak 2 orang, tahun 2002 dan 2003 hanya terdapat 1 kasus dimana 1 penderita di tahun 2001 telah meninggal karena penyakit ini. Tahun 2004 bertambah 1 kasus lagi, yang kemudian meningkat drastis pada tahun 2005 dan 2006 menjadi 13 kasus. Tahun 2007 menurun lagi menjadi 7 kasus, tapi itu bukan suatu penurunan kasus karena dari 13 kasus di tahun 2005 dan 2006 5 penderita meninggal karena penyakit yang sama. Yang kemudian meningkat lagi menjadi 12 kasus di tahun 2008, 2009 menurun lagi menjadi 7 kasus. Dan yang paling mengejutkan lagi tahun 2010 kemarin jumlah kasus penderita HIV/AIDS yang dilaporkan mencapai 18 kasus, sebanyak 9 kasus yg mendapat terapi ARV (50%). Dimana distribusi kasus HIV/AIDS berdasarkan jenis kelamin dari tahun 2001-2010 diperoleh yang paling banyak adalah laki-laki. Dengan presentase perbandingan kasus HIV dan AIDS yaitu 23% untuk HIV dan 77% AIDS.
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
33
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Gambar Persentase Penduduk Umur ≥ 15 Tahun yang Pernah Mendengar HIV/ AIDS menurut Provinsi, Riskesdas 2010
3. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Provinsi Gorontalo terus meningkat dari tahun kemarin. Jumlah kasus DBD tahun 2009 sebanyak 93 kasus dengan angka kesakitan mencapai 9,19 per 100.000 penduduk. Kasus terbanyak terdapat di Kota Gorontalo sebanyak 59 kasus sebesar 61,29 per 100.000 penduduk. Kabupaten Pohuwato memiliki jumlah kasus paling rendah yaitu 3 kasus dengan angka kesakitan DBD 2,5 per 100.000. Sedangkan untuk tahun 2010 jumlah kasus penyakit DBD meningkat drastis dengan jumlah kasus 480 dengan angka kesakitan mencapai 45,4 per 100.000 penduduk. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut :
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
34
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Gambar : 3.10 Jumlah Kasus DBD Provinsi Gorontalo Tahun 2009-2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2009-2010
Gambar di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2010 Kabupaten/Kota yang melaporkan kasus DBD tertinggi adalah Kota Gorontalo sebanyak 205 kasus, dan terendah Kabupaten Pohuwato yang tidak memiliki
kasus DBD sepanjang tahun
2010. 4. Penyakit Diare Angka kesakitan Diare pada tahun 2009 di Provinsi Gorontalo mencapai 7,3 per 1.000 penduduk. Kasus terbanyak terdapat di Kota Gorontalo sebesar 7165 dengan angka kesakitan 41 per 1.000 penduduk. Kabupaten Gorontalo utara memiliki angka kesakitan diare terendah yaitu 0,1 per 1.000 penduduk. Tahun 2010 angka kesakitan diare Provinsi Gorontalo mencapai 33 per 1000 penduduk, Kabupaten/Kota yang melaporkan kasus tertinggi adalah Kabupaten Gorontaalo sebanyak 13.409 kasus dengan angka kesakitan 37,8 per 1000 penduduk. Terendah yaitu Kabupaten Boalemo sebanyak 1920 kasus dengan angka kesakitan 14,9 per 1000 penduduk. Cakupan angka kesakitan penyakit diare per 1.000 penduduk di Kabupaten/kota se Provinsi Gorontalo dapat dilihat pada gambar berikut ;
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
35
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Gambar : 3.11 Jumlah Kasus Penyakit Diare Di Provinsi Gorontalo Tahun 2009-2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2009-2010
Gambar : 3.12 Angka Kesakitan Diare Provinsi Gorontalo Tahun 2009-2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2009-2010
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
36
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Dari grafik di atas menunjukkan bahwa angka kesakitan Diare cenderung meningkat dari tahun sebelumnya, tahun 2010 angka kesakitan tertinggi adalah Kabupaten Gorontalo Utara mencapai 45 per 1000 penduduk sedangkan terendah Kabupaten Boalemo 14,9 per 1000 penduduk. 5. Penyakit Malaria Malaria merupakan masalah kesehatan dunia termasuk Indonesia karena mengakibatkan dampak yang luas dan berpeluang menjadi penyakit emerging dan re-
emerging. Kondisi ini dapat terjadi karena adanya kasus import, resistensi obat dan beberapa insektisida yang digunakan dalam pengendalian vektor, serta adanya vektor potensial yang dapat menularkan dan menyebarkan malaria. Selain itu, malaria umumnya merupakan penyakit di daerah terpencil, sulit dijangkau dan banyak ditemukan di daerah miskin atau sedang berkembang. Oleh karena itu, malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi sasaran prioritas komitmen global dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang dideklarasikan oleh 189 negara anggota PBB pada tahun 2000.
World Health Assembly (WHA) pada tahun 2005 menargetkan penurunan angka kesakitan dan kematian malaria sebanyak lebih dari 50 persen pada tahun 2010 dan lebih dari 75 persen pada tahun 2015 dari angka tahun 2000. Berbagai upaya penanggulangan telah dilaksanakan dengan menggalang berbagai sumber dana, baik dari pemerintah maupun non pemerintah antara lain World Health Organisation (WHO) dan
Global Fund (GF). Pada pertemuan WHA ke 60 tahun 2007, telah dihasilkan komitmen global tentang eliminasi malaria bagi setiap negara. Di Indonesia, eliminasi malaria dimulai sejak tahun 2004 dan untuk percepatan penanggulangan malaria dilakukan berbagai intervensi antara lain: kelambu berinsektisida untuk penduduk berisiko, pengobatan yang tepat untuk subjek terinfeksi malaria dengan Artemisinin-based Combination
Therapy
(ACT),
penyemprotan rumah dengan insektisida, dan pengobatan
pencegahan pada ibu hamil. Di Indonesia, ditemukan semua jenis human plasmodia terutama Plasmodium
falciparum dan P. vivax. Kasus malaria yang dilaporkan umumnya masih merupakan malaria yang didiagnosis hanya berdasarkan gejala klinis karena keterbatasan akses dan fasilitas pemeriksaan laboratorium. Laporan tahunan menunjukkan kasus Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
37
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
terbanyak dilaporkan dari Provinsi Papua dan Nusa Tenggara Timur. Sejak tahun 2004, eliminasi malaria di Indonesia secara bertahap menggunakan ACT sesuai dengan rekomendasi WHO. Kelebihan derivatif artemisinin ini adalah dapat mencegah penularan. ACT yang digunakan oleh program malaria nasional adalah kombinasi artesunat-amodiakuin dan dihidroartemisinin-piperakuin. Provinsi Gorontalo, upaya untuk mengendalikan penyebaran dan menurunkan jumlah kasus malaria menjadi setengahnya pada tahun 2015.terus dilakukan, Angka kejadian malaria pada tahun 1990 adalah sebesar 4,68 per 1000 penduduk, yang pada tahun 2015 ditargetkan akan turun menjadi <1 per 1000 penduduk. Pada tahun 2010 jumlah kasus penderita malaria positif adalah sebanyak 1709 kasus dengan angka kesakitan adalah 1,8 per 1000 penduduk (yang berarti telah terjadi penurunan angka kejadian secara nasional sebesar >50%). Kasus tertinggi dilaporkan oleh Kabupaten Gorontalo sebanyak 1579 kasus dan terendah Kabupaten Gorontalo utara dengan 12 kasus. Untuk Kota Gorontalo tahun 2010 tidak terdapat kasus malaria. Pencapaian ini adalah pencapaian secara nasional yang bila dilihat pada pencapaian daerah (Provinsi, Kabupaten maupun Kota Gorontalo) angka kesakitan malaria sebagai berikut :
Gambar : 3.13 Angka Kesakitan Malaria Positif Provinsi Gorontalo Tahun 2009-2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2009-2010
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
38
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Dari grafik di atas dapat di lihat perbandingan cakupan angka kesakitan penyakit malaria di Provinsi Gorontalo. Data tersebut menunjukkan kecenderungan yang sama dari tahun sebelumnya. Menurut data profil kesehatan Kabupaten/Kota se Provinsi Gorontalo tahun 2010 yang melaporkan paling tinggi yaitu Kabupaten Gorontalo jumlah kasus sebanyak 1579 kasus dengan angka kesakitan 4,4 per 1000 penduduk, Kabupaten yang melaporkan terendah/tidak ada kasus yaitu Kota Gorontalo.
Gambar Persentase Rumah Tangga yang Mengobati Sendiri Bila Sakit dalam Satu Tahun Terakhir menurut Provinsi, Riskesdas 2010
Provinsi Gorontalo tahun 2010 angka kesakitan malaria mencapai 5,4 per 1000 penduduk, angka ini 50% menurun dibandingkan target nasional (menurut Riskesdas 2010) sebesar 10,6 per 1000 penduduk. Data angka penemuan kasus tahun 2010 menurut indicator API mencapai 1,8 per 1000 penduduk, hal ini menurun dari capaian tahun sebelumnya yaitu 11,4 per 1000 penduduk di tahun 2009.
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
39
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Grafik : 3.14 Persentase Penderita Malaria Diobati Provinsi Gorontalo Tahun 2009-2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2009-2010
Grafik di atas menunjukkan persentase penderita malaria diobati tahun 2009 Provinsi mencapai 82% sedangkan di tahun 2010 menurun hingga 31,5%. Hal ini di antaranya karena Kota Gorontalo tahun 2010 tidak melaporkan data penderita malaria posotif dan penderita yang diobati, sedangkan data penderita klinis mencapai 4309 jiwa. Sedangkan penderita klinis malaria tertinggi adalah Kabupaten Gorontalo mencapai 5389 tetapi persentase yang diobati Begitu juga dengan Kabupaten Boalemo dan Pohuwato yang masing – masing hanya 0,5% dan 5% yang diobati. Dari table di atas yang menunjukkan persentase tertinggi adalah Kabupaten Gorontalo Utara yang mencapai pengobatan hingga 100%.
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
40
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Gambar. Angka Kasus Baru Malaria Tahun 2009/2010 menurut Provinsi, Riskesdas 2010
Gambar : 3.15 Angka Kesakitan Penyakit Malaria, DBD Dan Diare Di Kabupaten / Kota Tahun 2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2010
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
41
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Grafik di atas menunjukkan kecenderungan angka kesakitan DBD,Diare dan Malaria di tahun 2010. Penyakit DBD paling tinggi dilaporkan oleh Kota Gorontalo yaitu dengan angka kesakitan 112 per 100.000 penduduk, tertinggi berikutnya Kabupaten Bone Bolango dengan 50,1 kemudian Kabupaten Gorontalo 47,1, Kabupaten Gorontalo Utara dengan angka kesakitan 16,8 per 100.000 penduduk dan terendah Kabupaten Pohuwato tdk ada kasus DBD. Untuk angka kesakitan Diare tertinggi di laporkan oleh Kabupaten Gorontalo Utara sebanyak 45 per 1000 penduduk, kemudian di susul ke dua Kabupaten Gorontalo dengan 37,8, berikutnya Kabupaten Bone Bolango dengan 35,5 terendah Kabupaten Boalemo sebanyak 14,9 per 1000 penduduk. Sementara penyakit malaria tertinggi di laporkan Kabupaten Gorontalo sebanyak 4,4 per 1000 penduduk. Data ini masih lebih terkendali di bandingkan dari target nasional sebanyak 10,6 per 1000 penduduk (Riskesdas 2010). 6.
Penyakit Campak Jumlah kasus campak di provinsi Gorontalo Tahun 2010 mencapai 219 kasus angka
ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 149 kasus, jumlah kasus campak pada tahun 2010 terbanyak dilaporkan dari Kabupaten Gorontalo sebanyak 141 kasus disusul Kota Gorontalo sebanyak 60 kasus. Kemudian Kabupaten Pohuwato dan Bone Bolango masing - masing sebanyak 9 kasus. Sedangkan Kabupaten Boalemo dan Gorontalo Utara tidak dilaporkan adanya kasus campak. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut ; Gambar : 3.16 Jumlah Kasus Campak di Provinsi Gorontalo Tahun 2008 - 2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2008 – 2010
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
42
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Gambar di atas menunjukkan tren jumlah kasus campak mengalami fluktuasi dari tahun 2008 sebanyak 381, menurun ditahun 2009 menjadi 149 kasus dan di tahun 2010 kembali meningkat sebanyak 219 kasus. Tertinggi di tahun 2008 Kota Gorontalo sebanyak 191 kasus dan terendah di tahun 2010 Kabupaten Boalemo dan Gorontalo utara tidak ada kasus. 3.3 Status Gizi Masyarakat Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait. Indikator status gizi masyarakat antara lain tergambar pada jumlah kunjungan neonatus (KN-2), jumlah bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), Balita dengan Gizi buruk, jumlah kunjungan bayi ke sarana pelayanan kesehatan dan indikator Kecamatan bebas rawan gizi. 1.
Kunjungan Neonatus Cakupan kunjungan neonatus adalah cakupan neonatus (bayi 0-28 hari) yang
memperoleh pelayanan kesehatan sesuai standard minimal 2 kali di sarana pelayanan kesehatan maupun kunjungan rumah. Cakupan
kunjungan
neonatus menurut
Departemen Kesehatan RI tahun 2010 mencapai 60 %. Jika dibandingkan dengan target nasional yang ditentukan (90 %) terdapat kesenjangan 30 %, hal ini berarti bahwa ibu bersalin
(keluarga bayi neonatus) tidak memeriksakan bayinya ke sarana pelayanan
kesehatan dan petugas kesehatan kurang pro aktif mengujungi bayi neonatus. Rendahnya kunjungan neonatus juga menggambarkan bahwa resiko kematian bayi masih cukup besar karena pada masa neonatal adalah masa kritis bagi bayi. Upaya kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi resiko tersebut antara lain dengan melakukan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan pada neonatus (0 – 28 hari). Persentase kunjungan neonatus Provinsi Gorontalo tahun 2010 mencapai 79%. Tertinggi di laporkan oleh Kabupaten Gorontalo sebanyak 100% dan terendah Kabupaten Gorontalo Utara yang hanya mencapai 25%. Hal ini menunjukkan terjadinya penurunan
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
43
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
kunjungan neonatus di bandingkan dari tahun sebelumnya yang mencapai 95%. Selengkapnya dapat di lihat dari grafik berikut : Gambar : 3.17 Persentase Kunjungan Neonatus Provinsi Gorontalo Tahun 2009-2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2009 – 2010
2.
Kunjungan Bayi Kunjungan Bayi adalah kunjungan bayi (umur 1-12 bulan) termasuk neonatus
(umur 1-28 hari) untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh dokter, bidan, perawat yang memiliki kompetensi klinis kesehatan, paling sedikit 4 kali (bayi), 2 kali (neonatus) di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dari hasil rekapitulasi data profil kesehatan kabupaten / kota tahun 2010 cakupan kunjungan bayi di Propinsi Gorontalo sebesar 71,51% (18.644) dari 26.477 jumlah bayi.tertinggi dilaporkan oleh Kabupaten Bone bolango sebanyak 89,33% dan terendah di laporkan Kota Gorontalo dengan persentase kunjungan bayi 53%. Untuk mengetahui kunjungan bayi selengkapnya dapat dilihat gambar berikut :
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
44
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Gambar : 3.18 Persentase Kunjungan Bayi Provinsi Gorontalo Tahun 2009 – 2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2009 – 2010
3.
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500
gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir. BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya dimasa depan. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5%. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7%. Persentase BBLR Provinsi Gorontalo tahun 2010 adalah 2,06%. Data ini mengalami penurunan yang cukup signifikan di bandingkan tahun sebelumnya yaitu 8,22% dan masih jauh di bawah dari capaian menurut Riskesdas tahun 2010 Provinsi Gorontalo yang mencapai 16,7% bayi. BBLR tahun 2010 tertinggi di laporkan oleh Kota Gorontalo sebanyak 129 bayi kemudian terendah dilaporkan Kabupaten Boalemo sebanyak 42 bayi. Selengkapnya dapat di lihat dari table berikut :
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
45
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Gambar : 3.19 Persentase Kunjungan Bayi Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2010
4.
Balita Gizi Buruk Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi,
atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Di Indonesia, kasus KEP (Kurang Energi Protein) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita. (Kesehatan Masyarakat, Cetakan ke-2. Jakarta: Rineka Cipta). Secara nasional sudah terjadi penurunan prevalensi kurang gizi (berat badan menurut umur) pada balita dari 18,4% tahun 2007 menjadi 17,9% tahun 2010 (Riskesdas 2010). Penurunan terjadi pada prevalensi gizi buruk capaian nasional menurut data Riskesdas yaitu dari 5,4% pada tahun 2007 menjadi 4,9% tahun 2010. Berdasarkan data RISKESDAS tahun 2007 di Provinsi Gorontalo cakupan gizi buruk dilaporkan sebesar 8,2%. Kasus terbanyak dilaporkan dari Kabupaten Gorontalo sebanyak 14,3%, namun demikian semua provinsi di Indonesia masih memiliki prevalensi berat kurang masih diatas batas “non-public health problem” menurut WHO yaitu 10,0 persen. Data Riskesdas tahun 2010 capaian Provinsi Gorontalo adalah 11,2% balita dengan Gizi buruk.
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
46
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Tabel Prevalensi Status Gizi Balita (BB/U) Menurut Provinsi, Riskesdas 2010 Provinsi Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Indonesia
Gizi buruk (%) 3,8 7,9 6,4 6,5 11,2 7,6 8,4 5,7 9,1 6,3 4,9
Status Gizi menurut BB/U Gizi Gizi kurang Gizi lebih baik (%) (%) (%) 6,8 84,3 5,1 18,6 69,1 4,4 18,6 72,2 2,8 16,3 66,9 10,2 15,3 69,4 4,1 12,9 74,9 4,7 17,8 70,5 3,4 17,9 73,2 3,2 17,4 67,3 6,2 10,0 78,4 5,3 13,0 76,2 5,8
Jumlah (%) 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Dari data Profil Kabupaten/Kota se Provinsi Gorontalo tahun 2010 Gizi buruk 1,31% menurun di bandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 3,66%. Hal ini masih lebih rendah dari target nasional tahun 2010 kurang dari 5%. Gambar : 3.20 Presentase Gizi Buruk di Provinsi Gorontalo Tahun 2008 – 2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2008 – 2010
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
47
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Gambar : 3.21 Trend Kasus Gizi Buruk di Provinsi Gorontalo Tahun 2006 – 2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2006 – 2010
Dari gambar di atas menunjukkan bahwa terjadi fluktuasi kasus gizi buruk dalam kurun waktu 5 tahun. Di tahun 2006 persentase gizi buruk mencapai 2,18% kemudian menurun menjadi 0,8% di tahun 2007, tahun 2008 mengalami kenaikan drastis mencapai 5% dan selanjutnya terus menurun sampai tahun 2010 turun hingga 1,3%.
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
48
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
BAB IV SITUASI UPAYA KESEHATAN
A.
PELAYANAN KESEHATAN
1.
Cakupan Kunjungan Ibu hamil (K1 dan K4) Indikator Kesehatan Ibu di pantau melalui cakupan pelayanan Antenatal (K1 dan
K4), Pengertian K1 yang dikeluarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam bentuk Standar Pelayanan Minimal (SPM), Kunjungan ibu hamil sesuai standar adalah pelayanan yang mencakup minimal : 1.
Timbang badan dan ukur tinggi badan,
2.
Ukur tekanan darah,
3.
Skrining status imunisasi tetanus (dan pemberian Tetanus Toksoid),
4.
(ukur) tinggi fundus uteri,
5.
Pemberian tablet besi (90 tablet selama kehamilan),
6.
Temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan konseling),
7.
Test laboratorium sederhana (Hb, Protein urin) dan atau berdasarkan indikasi (HbsAg, Sifilis, HIV, Malaria, TBC). Sasaran pelayanan kesehatan ibu hamil saat ini di tujukan untuk percepatan
pencapaian tujuan MDGs goal 5 Indikator lokal untuk memonitoring kemajuan kabupaten dan kecamatan. Menyebutkan Kunjungan ibu hamil K-4 adalah Ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar paling sedikit empat kali, dengan distribusi pemberian pelayanan minimal satu kali pada triwulan pertama, satu kali pada triwulan kedua dan dua kali pada triwulan ketiga umur kehamilan dan mendapat 90 tablet Fe selama periode kehamilannya di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Cakupan kunjungan K1 dan K4 Provinsi Gorontalo tahun 2010 selengkapnya Kabupaten / Kota dapat di lihat pada grafik berikut :
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
49
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Gambar : 4.1 Cakupan Kunjungan K1 dan K4 Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2010
Dari grafik di atas dapat diketahui kunjungan K-1 tertinggi di Kabupaten Gorontalo 104 % dan kunjungan K-1 terendah adalah kabupaten Gorontalo Utara sebesar 84,22%, sehingga cakupan kunjungan K-1 Provinsi Gorontalo dilaporkan
94%. Cakupan
kunjungan K-4 tertinggi adalah Kota Gorontalo sebesar 97,71%, sedangkan cakupan K-4 terendah di kabupaten Gorontalo Utara sebesar 66,34%. sehingga cakupan kunjungan K4 Provinsi Gorontalo dilaporkan
81%. K4 adalah pelayanan ibu hamil sesuai dengan
standar paling sedikit 4 kali dengan distribusi sekali dalam triwulan pertama, sekali dalam triwulan kedua dan dua kali dalam triwulan ketiga. Cakupan K1 dan K4 terendah di laporkan Kabupaten Gorontalo Utara, permasalahan yang menyangkut hal ini adalah antara lain tidak tercapainya K1 murni maka mempengaruhi kunjungan K4 dimana dikatakan kunjungan K4 bila ibu hamil telah memeriksakan kehamilannya mulai dari Trimester I ( 1 kali ), Trimester II ( 1 kali ) dan Trimester III ( 2 kali ). Tidak berjalannya Sweeping Ibu Hamil, kurangnya dana yang mendukung terlaksananya kunjungan ke rumah, serta adanya bidan yang rangkap tugas juga
merupakan
faktor
yang
mempengaruhi
rendahnya
cakupan
K4.
Perlunya
mengefektifkan sweeping ibu hamil merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
50
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
cakupan kunjungan K4. Yang di harapkan ke depan ada kerja sama dari semua pihak untuk meningkatkan capaian K1 dan K4 agar dapat memenuhi target nasional yaitu 100%. 2.
Persalinan Oleh Bidan atau Tenaga Kesehatan yang memiliki Kompetensi Kebidanan Penyebab kematian Ibu maternal di Provinsi Gorontalo antara lain di senbabkan
oleh perdarahan sebanyak 19%, Hipertensi 8% dan infeksi 3%. Dari data tersebut menunjukkan bahwa pelayanan obstetrik dan kedaruratan serta pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih menjadi sangat penting dalam upaya penurunan kematian ibu. Walaupun sebagian besar perempuan bersalin di rumah, tenaga terlatih dapat membantu mengenali kegawatan medis dan membantu keluarga untuk mencari perawatan darurat.
Gambar : 4.2 Perkembangan Persalinan Nakes Provinsi Gorontalo Tahun 2006 – 2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2006 - 2010
Dengan memperhatikan data dari profil kesehatan Kabupaten / Kota diperoleh data pertolongan persalinan oleh tanaga kesehatan di Provinsi Gorontalo tahun 2006 mencapai 72,95%, kemudian menurun hingga 59,37% di tahun berikutnya, hal ini di karenakan di tahun 2007 terjadi pemekaran Kabupaten Gorontalo terbagi dengan Kabupaten Gorontalo Utara sehingga data dan distribusi tenaga kesehatan belum optimal. Pada tahun 2008 meningkat 83,97% masih seiring dengan tahun 2009 sebesar 83,54%. Di tahun 2010
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
51
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
menurun menjadi 83,13%, hal ini terjadi karena disebabkan persalinan tidak ditolong oleh tenaga kesehatan dengan kompetensi kebidanan melainkan masih ada beberapa persalinan yang masih di tolong oleh dukun (menurut hasil Riskesdas 40,2%). Cakupan pertolongan persalinan di atas masih rendah jika dibandingkan dengan standar nasional yaitu 90% persalinan harus dilayani oleh tenaga kesehatan. Hal ini menunjukkan masih rendahnya pelayanan persalinan dan tidak meratanya distribusi tenaga terlatih terutama bidan. Gambar : 4.3 Persentase Persalinan dengan Pertolongan Tenaga Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2009 – 2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2009 - 2010
Grafik di atas menunjukkan persentase persalinan oleh tenaga kesehatan di tahun 2010 yang mencapai 83,1% dari 29.464 persalinan sejumlah 24.492 yang di tolong persalinannya oleh tenaga kesehatan. Data ini berbanding lurus dengan tahun sebelumnya yaitu 83% dari 22.354 persalinan terdapat 18.888 yang di tolong oleh tenaga kesehatan. Tetapi di tahun mendatang persalinan oleh tenaga kesehatan harus lebih meningkat di karenakan penyebaran tenaga kesehatan yang kompetensi kebidanan sudah tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo.
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
52
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Tabel Persentase Perempuan 10-59 tahun yang melakukan Pemeriksaan Kehamilan menurut Tenaga yang memeriksa dan Provinsi, Riskesdas 2010
Tenaga kesehatan
Tenaga kesehatan & dukun
Dukun
Tidak diperiksa
Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua
95,3 77,2 71,4 73,5 67,5 74,8 83,8 87,0 66,6 81,1 56,4 44,1 60,1 74,2 54,0 72,4 72,0
2,6 17,4 15,6 8,6 13,7 20,6 9,5 9,2 20,2 14,0 26,7 36,0 28,9 11,5 28,6 2,8 7,1
0,6 2,3 7,5 8,4 12,3 2,9 3,2 0,8 5,8 1,3 11,8 9,0 6,0 8,8 8,4 7,6 6,3
1,5 3,2 5,5 9,5 6,5 1,6 3,5 2,9 7,5 3,7 5,0 11,0 5,0 5,5 9,0 17,3 14,7
Indonesia
83,8
9,9
3,2
3,0
Provinsi
Gambar : Persentase Persalinan dengan Pertolongan Tenaga Kesehatan Provinsi Gorontalo Berdasarkan data Riskesdas Tahun 2010
Linakes: Provinsi 98.6
100.0
82.2
80.0
60.0
40.0 26.6 20.0
Indonesia
Bali
DI Yogyakarta
Kep. Riau
Kep. Babel
DKI Jakarta
Jawa Timur
Aceh
Jawa Tengah
Riau
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Sumatera Selatan
Bengkulu
Sulawesi Utara
Lampung
NTB
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Jawa Barat
Sulawesi Selatan
Kalimantan Barat
NTT
Banten
Jambi
Sulawesi Barat
Gorontalo
Papua
Sulawesi Tenggara
Papua Barat
Kalimantan Tengah
Maluku
Sulawesi Tengah
Maluku Utara
0.0
Sumber : Riskesdas MDGs 2010
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
53
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
3.
Jumlah Peserta KB Baru dan KB Aktif Peserta KB di provinsi Gorontalo terus mengalami peningkatan. Dari sekitar 190.253
pasangan usia subur yang menjadi target di tahun 2010, sebanyak 26.295 pasangan baru telah menjadi peserta KB dan 139.469 yang sudah menjadi peserta KB aktif yaitu sebanyak 74,09%. Data ini meningkat di bandingkan tahun sebelumnya 2009 dari sekitar 179.816 pasangan usia subur yang menjadi peserta KB baru sejumlah 20.806 dan yang sudah aktif menjadi peserta KB adalah 122.709 sekitar 63,85%. Peningkatan jumlah peserta KB aktif ini akan terus di galakkan bersama BKKBN dengan mensosialisasikan program KB ke masyarakat. Targetnya pada tahun mendatang akan lebih banyak lagi pasangan yang menjadi peserta KB mencapai target Provinsi Gorontalo tahun 2011 yaitu jumlah peserta KB aktif mencapai 228.592 sedangkan target peserta KB baru 52.062. Dalam penggunaan kontrasepsi ini tertinggi masih di dominasi oleh jenis KB suntik yaitu 32,78% hal ini sejalan dengan penggunaan kontrsepsi jenis Pil yang penggunaannya mencapai 32,56%, implant 12,75% dan IUD 9,53%. Alat kontrasepsi terendah di laporkan adalah jenis MOP/WOW yang hanya 1,26%. Selengkapnya dapat di lihat sebagai berikut : Gambar : 4.5 Diagram Proporsi Jenis Kontrasepsi Yang Digunakan oleh Peserta KB Aktif Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2010
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
54
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Gambar : 4.6 Diagram Data Riskesdas Tahun 2010 yang tidak menggunakan KB Provinsi Gorontalo dan Nasional Tahun 2010
Tidak Menggunakan KB 80.0 67.9
70.0 60.0 50.0
44.2
40.0 34.3 30.0 20.0 10.0
Kalimantan Tengah Bali Bangka Belitung Jambi Gorontalo Kalimantan Selatan Sulawesi Utara Lampung Sumatera Selatan Bengkulu Kalimantan Barat Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Banten Kalimantan Timur DI Yogyakarta NTB Kepulauan Riau Sulawesi Tengah DKI Jakarta Sumatera Barat Riau Sulawesi Selatan Aceh Maluku Utara Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat NTT Sumatera Utara Maluku Papua Papua Barat Indonesia
0.0
Sumber : Riskesdas MDGs Tahun 2010
Berdasarkan data hasil Riskesdas Tahun 2010, yang tidak menggunakan KB angka nasional 44,2%, Provinsi Gorontalo jumlah akseptor yang tidak menggunakan KB mencapai 40%, angka ini cukup tinggi namun demikian masih berada dibawah angka nasional.
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
55
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Gambar : 4.7 Angka Unmmet Need Nasional dan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Unmet Need: Provinsi 14,0
Indonesia Papua Barat Maluku NTT Sulawesi Barat Sumatera Utara NAD Papua Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Sulawesi Tengah Sumatera Barat Riau DKI Jakarta Kalimantan Barat Maluku Utara DI Yogyakarta Kepulauan Riau Banten Lampung Jawa Timur Jawa Tengah Bangka Belitung Jawa Barat Jambi Kalimantan Timur Sumatera Selatan Gorontalo NTB Sulawesi Utara Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Bengkulu Bali
32,9
32,7 29,3 25,8 25,7 23,8 22,9 20,8 20,8 19,4 19,3 19,0 16,1 15,3
13,9 13,5 13,1 12,3 12,3 12,0 11,7 11,5 11,1 11,0 10,9 10,2 9,7 9,6 9,6 9,5 9,2 9,2
8,7 0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
35,0
Sumber : Riskesdas MDGs Tahun 2010
Unmeet Need adalah Kelompok perempuan yang seharusnya membutuhkan KB tapi tidak terpenuhi. Padaanalisis riskesdas gabungan dari jawaban: dilarang pasangan, dilarang agama, mahal, dan sulit diperoleh, berasarkan data Riskesdas Tahun 2010 Provinsi Gorontalo Angka Unmmet need cukup tinggi sebesar 9,7 % namun masih berada dibawah angka nasional Riskesdas sebesar 14,0%.
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
56
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
4.
Desa yang mencapai Universal Child Immunization (UCI) Suatu desa telah mencapai target UCI apabila > 80% atau lebih bayi di desa
tersebut mendapat imunisasi lengkap yang terdiri dari 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 3 dosis polio, 3 dosis Hepatitis B dan 1 dosis Campak sebelum berumur 1 tahun. Kementerian Kesehatan menargetkan pada tahun 2014 seluruh desa/ kelurahan mencapai 100% UCI (Universal Child Immunization) atau 90% dari seluruh bayi di desa/ kelurahan tersebut memperoleh imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari BCG, Hepatitis B, DPT-HB, Polio dan campak. Kementerian Kesehatan menetapkan imunisasi sebagai upaya nyata pemerintah untuk mencapai Millennium Development Goals (MDGs), khususnya untuk menurunkan angka kematian anak. Indikator keberhasilan pelaksanaan imunisasi diukur dengan pencapaian UCI desa/ kelurahan, yaitu minimal 80% bayi didesa/kelurahan telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap. imunisasi dasar sangat penting diberikan sewaktu bayi (usia 0 – 11 bulan) untuk memberikan kekebalan dari penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Tanpa imunisasi ana-anak mudah terserang berbagai penyakit, kecacatan dan kematian. Capaian desa UCI Provinsi Gorontalo tahun 2010 tertinggi di laporkan oleh Kota Gorontalo sebanyak 37 desa (75,51%) dari 49 desa yang ada di Kota Gorontalo. kemudian disusul Kabupaten Boalemo 68,9% kemudian Kabupaten Gorontalo utara 55,36% terendah Kabupaten Pohuwato dari 105 desa hanya 23 desa (21,90%) yang mencapai UCI. Data ini masig jauh di bawah target nasional yang harus mencapai 98% desa UCI. Berikut perkembangan desa/kelurahan UCI dalam kurun waktu 5 tahun : Gambar : 4.5 Trend Desa / Kelurahan yang mencapai UCI Provinsi Gorontalo Tahun 2006 – 2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2006 – 2010
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
57
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Gambar di atas menunjukkan peningkatan di tahun 2008 mencapai 53,9%, tetapi terus mengalami penurunan di tahun – tahun berikutnya 2009 51% dan tahun 2010 50,9%. Angka ini masih harus lebih di tingkatkan untu mencapai target nasional yaitu 98% di tahun 2010. Berbagai upaya di lakukan untuk mempercepat pencapaian desa/kelurahan UCI antara lain dengan melaksanakan sweeping terhadap bayi di desa – desa terpencil yang jauh dari jangkauan pelayanan kesehatan. 5.
Cakupan Imunisasi Campak Campak adalah suatu penyakit infeksi virus akut yang sangat menular, yang
ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis dan ruam kulit. Cara penularan dengan dropblet dan kontak. Penderita bias menularkan infeksi ini dalam waktu 2 – 4 hari sebelum timbulnya ruam kulit dan selama ruam kulit ada (Behrman dkk, 2000). Cakupan Imunisasi campak tahun 2010 adalah sebanyak 22.279 bayi yang di imunisasi campak atau 84,88%. Tertinggi di laporkan oleh Kota Gorontalo sebanyak 4.452 (103,27%) dari 4.311 bayi yang ada di Kota Gorontalo. Sedangkan terendah dilaporkan oleh Kabupaten Gorontalo Utara sebanyak 2.213 bayi (74,19%) dari 2.983 bayi yang ada di Kabupaten Gorontalo Utara. Data ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya 2009 yang memiliki capaian imunisasi campak sebesar 82,84%. Namun demikian capaian ini harus meningkat lagi karena masih di bawah standar nasional yang harus mencapai 90% bayi yang di Imunisasi. Selengkapnya dapat di lihat dari grafik berikut : Gambar : 4.6 Cakupan Imunisasi Campak Provinsi Gorontalo Tahun 2009 – 2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2009 – 2010
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
58
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Gambar : 4.7 Perkembangan Imunisasi dasar (Campak, Polio dab BCG) Tahun 2006 – 2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2006 – 2010 dan Riskesdas tahun 2007
Berdasarkan grafik diatas, cakupan imunisasi dasar (BCG,Campak dan Polio3) di Provinsi Gorontalo selama tahun 2006 –2010 tertinggi pada tahun 2008 dengan capaian BCG mencapai 90,85%,Campak 84,7% dan Polio3 89,57%. Capaian tahun 2010 mengalami peningkatan dari data Riskesdas yaitu mencapai BCG 87,69%, Polio 3 89,79% dan Campak 84,88%. Kementerian Kesehatan melaksanakan Program Pengembangan Imunisasi (PPI) pada anak dalam upaya menurunkan kejadian penyakit pada anak. Program imunisasi untuk penyakitpenyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) pada anak yang tercakup dalam PPI adalah satu kali imunisasi BCG, tiga kali imunisasi DPT-HB, empat kali imunisasi polio, dan satu kali imunisasi campak. Imunisasi BCG diberikan pada bayi umur kurang dari tiga bulan; imunisasi polio pada bayi baru lahir, dan tiga dosis berikutnya diberikan dengan jarak paling cepat empat minggu; imunisasi DPT-HB pada bayi umur dua, tiga, empat bulan dengan interval minimal empat minggu; dan imunisasi campak paling dini umur sembilan bulan. Dalam Riskesdas, informasi tentang cakupan imunisasi ditanyakan pada ibu yang mempunyai balita umur 0-59 bulan. Informasi tentang imunisasi dikumpulkan dengan empat cara yaitu :
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
59
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Wawancara kepada ibu balita atau anggota rumah tangga yang mengetahui,
Catatan dalam Kartu Menuju Sehat (KMS),
Catatan dalam Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), dan
Catatan dalam Buku Kesehatan Anak lainnya. Bila salah satu dari keempat sumber tersebut menyatakan bahwa anak sudah
diimunisasi, disimpulkan bahwa anak tersebut sudah diimunisasi untuk jenis tersebut. Selain untuk setiap jenis imunisasi, anak disebut sudah mendapat imunisasi lengkap bila sudah mendapatkan semua jenis imunisasi satu kali BCG, tiga kali DPT-HB, empat kali polio, dan satu kali imunisasi campak. Oleh karena jadwal imunisasi untuk BCG, polio, DPT-HB, dan campak yang berbeda, bayi umur 0-1 1 bulan tidak dianalisis cakupan imunisasi. Hal ini disebabkan bila bayi umur 0-11 bulan dimasukkan dalam analisis, dapat memberikan interpretasi yang berbeda karena sebagian bayi belum mencapai umur untuk imunisasi tertentu, atau belum mencapai frekuensi imunisasi tiga kali. Tabel : Persentase Anak Umur 12-23 Bulan yang Mendapatkan Imunisasi Dasar Lengkap Menurut Provinsi, Riskesdas 2010 Provinsi Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Indonesia
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
Kelengkapan Imunisasi Dasar Lengkap
Tidak Lengkap
66,1 62,6 33,3 52,1 54,8 52,5 64,1 65,5 35,4 50,9 37,5 54,5 32,1 46,7 44,8 39,1 28,2 53,8
28,6 34,1 53,0 19,8 33,3 27,5 25,6 31,0 38,5 38,5 41,7 22,7 39,3 36,7 27,6 43,5 36,5 33,5
Tidak Imunisasi 5,4 3,3 13,7 28,1 11,9 20,0 10,3 3,4 26,2 10,6 20,8 22,7 28,6 16,7 27,6 17,4 35,3 12,7
60
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Selain perbedaan yang besar untuk cakupan imunisasi lengkap antar provinsi, masih terdapat 12,7% anak 12-23 bulan yang belum pernah mendapatkan imunisasi. Persentase tertinggi anak yang belum pernah mendapat imunisasi terdapat di Papua (35,3%) dan terendah di DI Yogyakarta (0,0%). Tabel 3.2.4. menunjukkan cakupan imunisasi
lengkap
menurut
karakteristik
anak
balita,
orangtua dan tempat tinggal. Persentase imunisasi lengkap di perkotaan lebih tinggi (59,1%) daripada di perdesaan (48,3%) dan masih terdapat 17,7% anak 12-23 bulan di perdesaan yang tidak mendapat imunisasi sama sekali. 6.
Cakupan Ibu Hamil yang mendapatkan Tablet Fe 1 dan Fe 3 Pemberian tablet besi pada ibu hamil dapat dibedakan menjadi Fe1 yaitu yang
mendapat 30 tablet dan Fe3 yaitu yang mendapat 90 tablet selama masa kehamilan. Cakupan ibu hamil yang mendapat Fe tahun 2010 meliputi Fe 1 mencapai 90,52% dan cakupan Fe 3 mencapai 76,32%. Jika dibandingkan dengan sasaran akhir Pelita VI pemberian tablet besi pada ibu hamil sebesar 85%, cakupan Fe1 sudah memenuhi standar tetapi Fe3 masih berada di bawah sasaran tersebut.
Gambar : 4.8 Cakupan Ibu Hamil yang Mendapatkan tablet Fe1 dan Fe3 Tahun 2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2010
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
61
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Gambar di atas menunjukkan persentase ibu hamil yang mendapatkan tablet Fe1 tertinggi di laporkan oleh Kabupaten Gorontalo sebanyak 104,4% sejumlah 8.244 ibu hamil. Terendah di laporkan oleh Kota Gorontalo yaitu 79,5%. Kemudian untuk tablet Fe3 tertinggi di laporkan oleh Kabupaten Gorontalo sebanyak 95% terendah Kabupaten Gorontalo Utara sejumlah 65,9%. Capaian tersebut masih belum memenuhi standar nasional tahun 2010 yang harus mencapai >90% ibu hamil mendapatkan tablet Fe1 dan Fe3. Sehingga masih perlu upaya-upaya dalam memenuhi target tersebut yang juga dapat membantu dalam menurunkan angka kematian ibu. 7.
Cakupan Bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain
pada bayi berumur nol sampai enam bulan. WHO, Uniceff dan juga Department Kesehatan RI melalui SK Menkes tahun 2004. Telah menetapkan rekomendasi pemberian ASI Ekslusif selama 6 bulan. Gambar : 4.9 Cakupan Bayi Mendapatkan ASI Eksklusif Tahun 2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2009 - 2010
Berdasarkan grafik di atas terdapat peningkatan capaian pemberian ASI eksklusif dari 14% ditahun 2009 meningkat 23% di tahun 2010. Namun demikian data ini masih jauh
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
62
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
lebih rendah di bandingkan target nasional yang harus mencapai 80% ditahun 2010. Sedangkan menurut hasil Riskesdas tahun 2010 cakupan pemberian ASI hanya mencapai 15,3%, oleh sebab itu sangat diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan capaian ini mengingat manfaatnya untuk menekan angka kematian bayi dan balita. B.
AKSES DAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN Mutu pelayanan kesehatan adalah kesesuaian antara pelayanan kesehatan yang
disediakan / diberikan dengan kebutuhan yang memuaskan pasien atau kesesuaian dengan ketentuan standar pelayanan.
Gambar : 4.10 Cakupan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin Tahun 2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2009 - 2010
C.
PERILAKU HIDUP MASYARAKAT 1.
Rumah Tangga Berperilaku Hidup Bersih dan sehat Menurut data Profil Kesehatan Kabupaten/Kota persentase rumah tangga
berperilaku hidup bersih dan sehat diprovinsi Gorontalo tahun 2010 adalah 66,63% Angka ini lebih tinggi dibanding tahun 2009 yang hanya mencapai 38,83 % tetapi data ini tidak termasuk Kota Gorontalo karena di tahun 2009 Kota Gorontalo tdk Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
63
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
terdapat data Rumah tangga yang ber PHBS, persentase rumah tangga ber PHBS tahun 2010 tertinggi terdapat di Kabupaten Gorontalo Utara yaitu mencapai 100% angka ini meningkat jika dibandingkan tahun 2009 di Kabupaten Gorontalo Utara yang hanya mencapai 20,62% sedangkan yang terendah adalah kabupaten Gorontalo yang hanya mencapai 17,12%. Selengkapnya persentase rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat ini dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar : 4.11 Rumah tangga Ber PHBS di Provinsi Gorontalo Tahun 2009 -2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2009 - 2010
2.
Persentase posyandu Aktif Posyandu adalah kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan dari, oleh
dan
untuk
masyarakat
yang
dibantu
oleh
petugas
kesehatan.
Posyandu
menyelenggarakan minimal 5 program prioritas, yaitu Kesehatan Ibu Dan Anak, KB, Perbaikan Gizi, Imunisasi dan Penanggulangan Diare. Jumlah Posyandu pada tahun 2010 adalah 1.262 unit meningkat dibandingkan tahun 2009 yang berjumlah 1.251 posyandu. Pada tahun 2009 jumlah posyandu aktif mencapai 44,64% tertinggi di laporkan oleh kabupaten Gorontalo Utara sebanyak 100% posyandu aktif. Tahun 2010 data tertinggi di laporkan Kabupaten Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
64
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Pohuwato dan Gorontalo Utara sebanyak 100%, terendah Kabupaten Gorontalo yang tidak melaporkan jumlah posyandu aktif. Sedangkan menurut strata paling banyak posyandu masih menduduki tingkat Madya sebanyak 52,13% dan mandiri hanya 7 posyandu yaitu 0,9%. Gambar : 4.12 Jumlah dan Persentase Posyandu Menurut Strata Berdasarkan Puskesmas Tahun 2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2010
Gambar : 4.13 Persentase Posyandu Aktif Kabupaten / Kota Tahun 2009 – 2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2009 - 2010
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
65
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
D.
KEADAAN LINGKUNGAN Kesehatan
menopang lingkungan sejahtera
lingkungan
keseimbangan untuk dan
adalah ekologis
mendukung
suatu
kondisi
yang
tercapainya
lingkungan
dinamis
realitas
hidup
antara
yang
mampu
manusia
manusia
yang
dan sehat,
bahagia. (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan). Salah satu
kebutuhan penting akan kesehatan lingkungan adalah Rumah sehat, masalah air bersih, persampahan dan sanitasi, yaitu kebutuhan akan air bersih, pengelolaan sampah yang setiap hari diproduksi oleh masyarakat serta pembuangan air limbah. Didalam memantau pelaksanaan program kesehatan lingkungan dapat dilihat beberapa indikator kesehatan lingkungan sebagai berikut: 1.
Rumah Sehat Rumah pada dasarnya merupakan tempat hunian yang sangat penting bagi
kehidupan setiap orang. Rumah tidak sekedar sebagai tempat untuk melepas lelah setelah bekerja seharian, namun didalamnya terkandung arti yang penting sebagai tempat untuk membangun kehidupan keluarga sehat dan sejahtera. Sampai dengan tahun 2010 menurut data yang bersumber dari profil Kabupaten / Kota pemeriksaan terhadap 163.060 rumah didapat 106.358 atau 61,45% rumah dinyatakan sehat. Untuk tahun 2009, jumlah rumah yang diperiksa sebanyak 155.666 rumah dimana terdapat 58,76% yang dinyatakan sehat. Hal ini menunjukkan peningkatan walaupun hanya berkisar 2,69% dari hasil inspeksi rumah tahun sebelumnya. Secara nasional hanya 24,9 persen rumah penduduk di Indonesia yang tergolong rumah sehat, Provinsi Gorontalo menurut hasil Riskesdas tahun 2010 terdapat 25,8% yang dikategorikan rumah sehat. Selengkapnya dapat dilihat pada grafik berikut :
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
66
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Gambar : 4.14 Prosentase Rumah Sehat Kabupaten / Kota Provinsi Gorontalo Tahun 2009 – 2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2009 - 2010
Gambar : 4.15 Trend Prosentase Rumah Sehat Di Provinsi Gorontalo Tahun 2006 - 2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2006 - 2010
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
67
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
2.
Persentase Keluarga yang Memiliki Akses Air Bersih Air bersih adalah salah satu jenis sumberdaya berbasis air yang bermutu baik dan
biasa dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi atau dalam melakukan aktivitas mereka sehari-hari termasuk diantaranya adalah sanitasi. Akses air bersih yang di periksa dan memenuhi standar Departemen Kesehatan adalah tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak mengandung logam berat. Air tersebut dapat bersumber dari Ledeng, SPT, SGL, PAH, Kemasan, sungai, curah hujan yang airnya sudah melalui penyaringan dan lain – lain. Berikut ini persentase penduduk yang memiliki air bersih menurut Kabupaten / Kota :
Gambar : 4.16 Persentase Penduduk Yang Memiliki Akses Air Bersih Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2010 Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa dari 488.124 kepala keluarga yang di periksa terdapat 56.629 (65%) kepala keluarga yang memiliki akses air bersih di tahun 2010. Hal ini masih harus lebih di tingkatkan lagi hingga mencapai target nasional 70%. Kabupaten/Kota yang melaporkan hasil pemeriksaan air bersih tertinggi Kota Gorontalo mencapai 89,17% berikutnya Kabupaten Gorontalo 70,8% Kabupaten Pohuwato 63,37% Kabupaten Gorontalo utara dengan 60,86% kemudian Kabupaten Boalemo 54,15% terendah Kabupaten Bone Bolango 45,11%.
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
68
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Tabel Persentase Rumah Tangga Menurut Akses Terhadap Air Minum Sesuai MDGs di Berbagai Provinsi di Indonesia, Riskesdas 2010 Indonesia , Riskesdas 2010 Akses Terhadap Air Minum Sesuai MDGs Provinsi
Sumber Air Tanpa Air
Sumber Air Dengan Air
Kemasan*)
Kemasan
Sulawesi Utara Sulawesi Tengah
41,9 49,1
75,7 60,8
Sulawesi Selatan
48,7
67,8
Sulawesi Tenggara
67,2
81,5
Gorontalo
64,9
70,3
Sulawesi Barat
53,6
63,7
Maluku
51,9
57,3
Maluku Utara
52,2
58,5
Papua Barat
48,9
76,7
Papua
43,9
65,1
Indonesia
45,1
66,7
Berdasarkan tempat tinggal, terdapat perbedaan persentase rumah tangga dalam hal akses terhadap sumber air minum terlindung antara di perkotaan dan di perdesaan, di mana di perdesaan (48,8%) lebih tinggi dibandingkan di perkotaan (41 ,6%). Akan tetapi, bila memperhitungkan air kemasan dan air dari depot air minum, persentase rumah tangga yang akses terhadap air minum terlindung menunjukkan keadaan yang sebaliknya, di mana di perkotaan (75,9%) lebih tinggi dibandingkan dengan di perdesaan (56,9%). Berdasarkan tingkat pengeluaran rumah tangga, apabila tidak memperhitungkan air kemasan dan air dari depot air minum, tidak tampak pola yang jelas antara persentase rumah tangga yang mempunyai akses terhadap air minum terlindung dengan meningkatnya tingkat pengeluaran. Sebaliknya, bila memperhitungkan air kemasan dan air dari depot air minum, persentase rumah tangga yang mempunyai akses terhadap air minum meningkat seiring dengan meningkatnya pengeluaran rumah tangga.
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
69
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Tabel. Persentase Rumah Tangga menurut Jenis Sumber Utama Air Untuk Keperluan Rumah Tangga di Berbagai Provinsi di Indonesia, Riskesdas 2010 Jenis Sumber Air
Provinsi
Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Indonesia
3.
52,2 15,6 30,7 13,7 22,6 27,5 48,8 25,2 22,3 22,3 39,0 17,9 8,4 18,2 23,4 24,6 15,9 19,5
2,1 2,0 12,0 0,7 0,1 1,0 2,0 0,4 1,9 1,1 0,9 0,9 0,8 2,4 0,8 0,8 0,8 1,3
7,9 23,1 4,8 15,8 37,3 15,4 2,8 11,6 7,6 6,0 14,1 13,9 16,6 7,8 4,1 14,9 17,7 10,1 5,6 7,1 6,2 12,8 19,0 18,0 17,3 10,7 8,1 17,9 19,7 18,1 9,9 22,8 5,6 10,7 47,8 9,1 10,9 25,9 7,4 8,0 25,4 23,9 2,7 40,6 22,9 10,0 26,7 9,1 9,7 16,3 14,8 22,2 27,9 10,2
3,0 10,5 20,3 4,1 4,4 1,1 1,2 19,0 21,5 11,8 12,4 4,9 23,7 7,6 1,8 2,6 5,3 8,4
1,6 1,6 6,8 1,1 1,3 0,5 2,5 5,0 7,2 4,0 2,1 2,0 6,6 11,5 2,4 0,4 17,3 3,7
3,5 0,0 1,0 8,3 4,0 0,1 11,1 0,1 0,1 2,1 3,4 0,0 2,8 1,9 0,5 13,1 11,2 1,6
1,7 1,6 3,8 36,7 38,9 27,1 15,3 0,2 9,1 3,0 3,7 6,5 13,2 1,1 5,0 12,5 7,9 4,9
0,1 0,1 3,2 1,3 0,1 0,1 0,2 0,3 1,8 0,0 0,1 0,1 0,2 0,0 0,0 0,2 0,9 0,4
Kepala Keluarga yang memiliki Jamban sehat Dalam Keputusan Menteri Kesehatan nomor 852/2008 tentang Strategi Nasional
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat disebutkan bahwa jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit. Sebuah jamban dikatagorikan SEHAT jika : 1.
Mencegah kontaminasi ke badan air
2.
Mencegah kontak antara manusia dan tinja
3.
Membuat tinja tersebut tidak di hinggapi serangga serta binatang lainnya
4.
Mencegah bau yang tidak sedap
5.
Konstruksi dudukannya dibuat dengan baik dan aman bagi pengguna.
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
70
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Gambar : 4.17 Trend KK dengan Kepemilikan Jamban Sehat Di Provinsi Gorontalo Tahun 2006 – 2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2006 - 2010
Berdasarkan data kecenderungan Kepala keluarga yang memiliki jamban sehat tahun 2006-2010 di Provinsi Gorontalo menunjukkan bahwa kepala keluarga yang memiliki jamban sehat tertinggi pada tahun 2010 sebesar 54,64% dan terendah pada tahun 2009 32,86%. Standar nasional jumlah kepala keluarga yang memiliki jamban sehat adalah sebesar 65% pada tahun 2010 sehingga cakupan jamban sehat di Provinsi Gorontalo masih dibawah target dari angka nasional.
Tabel 3.5.31 Persentase Rumah Tangga menurut Tempat Pembuangan Akhir Tinja di Berbagai Provinsi di Indonesia, Riskesdas 2010 Tempat pembuangan akhir tinja Provinsi Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat
Tangki septik
SPAL
Kolam/ sawah
Sungai/d anau
Lubang tanah
Pantai kebun
Lainnya
73,1 51,7 34,4 43,2
1,9 3,0 1,6 1,2
0,3 0,9 0,2 0,9
6,0 23,4 0,7 27,8
9,8 8,4 42,5 16,0
8,8 10,3 17,3 9,7
0,1 2,5 3,3 1,2
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
71
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Indonesia
37,7 50,1 71,7 68,6 51,1 64,6 48,5 49,6 33,3 61,5 73,2 66,1 43,1 59,3
1,2 4,1 2,1 5,3 1,1 2,9 5,1 2,1 10,9 0,3 1,0 2,0 2,1 2,9
1,0 0,8 0,2 0,5 0,1 2,5 2,4 0,6 0,8 0,4 0,2 1,1 1,8 4,3
47,0 31,8 15,5 11,3 24,1 7,5 7,9 22,2 22,7 9,3 10,7 14,8 10,5 16,4
10,0 12,2 6,9 10,2 8,2 12,8 22,8 6,0 19,1 5,7 2,7 3,1 34,0 11,7
2,5 0,9 3,0 2,4 11,8 7,4 12,2 17,2 11,0 20,7 11,5 11,0 7,9 4,0
0,7 0,3 0,7 1,6 3,6 2,3 1,1 2,4 2,2 2,2 0,6 2,0 0,7 1,5
Tabel Persentase Rumah Tangga menurut Akses Terhadap Pembuangan Tinja Layak Sesuai MDGs di Berbagai Provinsi di Indonesia, Riskesdas 2010 Provinsi
Tidak Akses
Akses*)
Kalimantan Timur
34,3
65,7
Sulawesi Utara
31,9
68,1
Sulawesi Tengah
54,2
45,8
Sulawesi Selatan
39,2
60,8
Sulawesi Tenggara
54,4
45,6
Gorontalo
64,7
35,3
Sulawesi Barat
64,4
35,6
Maluku
49,0
51,0
Maluku Utara
49,4
50,6
Papua Barat
52,0
48,0
Papua
60,9
39,1
Indonesia
44,5
55,5
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
72
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
E.
SUMBER DAYA KESEHATAN Sumber daya kesehatan merupakan unsur terpenting didalam peningkatan
pembangunan kesehatan secara menyeluruh, sumber daya kesehatan terdiri dari tenaga, sarana dan dana yang tersedia untuk pembangunan kesehatan. 1.
Sarana Kesehatan a. Puskesmas Puskesmas
merupakan
unit
pelaksanan
teknis
dari
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/kota yang berada di wilayah kecamatan yang melaksanakan tugas-tugas operasional pembangunan kesehatan. Pembangunan kesehatan di tiap kecamatan memiliki peran yang sangat penting dalam memelihara kesehatan masyarakat. Pembangunan bidang kesehatan, salah satunya ditandai oleh semakin meningkatnya peran pemerintah dalam penyediaan sarana dan prasarana kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Sampai dengan tahun 2009 jumlah Puskesmas 74 unit dan hingga tahun 2010 ini Puskesmas di Provinsi Gorontalo mencapai 84 unit dengan jumlah Pustu 257 unit, Pusling 82 unit dan Pusling air 4 unit. Dengan jumlah Puskesmas tersebut yang tersebar di Kabupaten/Kota se Provinsi Gorontalo di harapkan dapat melayani 1.038.585 penduduk. Gambar : 4.18 Jumlah Puskesmas menurut Kabupaten/Kota Provinsi Gorontalo Tahun 2010 Kabupaten/Kota Kota Gorontalo
Kabupaten Gorontalo
Kabupaten Boalemo
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
7 Puskesmas
20 Puskesmas
10 Puskesmas
73
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Kabupaten Pohuwato
Kabupaten Bone Bolango
Kabupaten Gorontalo Utara
16 Puskesmas
19 Puskesmas
12 Puskesmas
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2010
Dari 84 puskesmas tersebut ada 21 puskesmas perawatan dan 63 puskesmas non perawatan. Perkembangan puskesmas perawatan di Provinsi Gorontalo dapat dilihat pada grafik berikut : Gambar : 4.19 Perkembangan Jumlah Puskesmas di Provinsi Gorontalo Tahun 2006 – 2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2006 - 2010
Dari gambar di atas dapat dilihat dari tahun 2006 jumlah puskesmas mencapai 21 dan terus meningkat hingga tahun 2010 mencapai 84 puskesmas. Adapun rasio puskesmas per 100.000 penduduk adalah sebesar 7,95 berarti 1 puskesmas di Provinsi
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
74
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Gorontalo melayani 12.578 jiwa. Sedangkan rasio Pustu terhadap puskesmas yakni 1:3 artinya setiap 1 puskesmas didukung 3 puskesmas pembantu dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. b.
Rumah Sakit Indikator yang digunakan untuk menilai perkembangan sarana rumah sakit antara
lain dengan melihat perkembangan fasilitas perawatan yang biasanya diukur dengan menghitung jumlah rumah sakit dan tempat tidurnya serta rasionya terhadap jumlah penduduk. Jumlah seluruh RS Umum daerah di Provinsi Gorontalo tahun 2010 adalah 6 buah, dengan jumlah TT (tempat tidur) sebanyak 826 buah. Ke enam Rumah Sakit tersebut adalah BLUD RSU Prof. Dr. Aloe Saboe Kota Gorontalo, BLUD RSU Dr.M.M Dunda, RSUD Tani dan Nelayan Kabupaten Boalemo, RSUD Pohuwato, RSUD Toto Kabila dan RSUD Tombulilato. Jumlah kunjungan rawat inap Rumah Sakit tahun 2010 adalah kunjungan umum 27.138 sedangkan kunjungan pasien rawat inap Jamkesmas adalah 6353 orang dengan jumlah hari perawatan 98.025. Tingkat Bed Occupancy Rate (BOR) bervariasi dari yang terendah 6,4 % RSUD Tombulilato sampai dengan 73 % BLUD RSU Dr.M.M Dunda Limboto (Tabel 63 Lampiran Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010). Angka BOR ini
merupakan
persentase
pemakaian
tempat
tidur
(TT)
rumah
sakit
yang
menggambarkan tinggi rendahnya pemakaian TT rumah sakit, dimana persentase yang rendah menunjukkan pemakaian TT (kunjungan rawat inap) yang masih rendah dan persentase BOR yang tinggi menunjukkan tingginya tingkat hunian pasien. Rata-rata pasien dirawat dapat dilihat dari angka LOS (Length of Stay) RS yang berkisar 3-5 hari. Tingkat efisiensi penggunaan TT rumah sakit, yang tergambarkan dari angka TOI (Turn Over Interval) berada pada rentang 1,6 hari sampai dengan 57,3 hari. Rentang yang pendek yaitu BLUD RSU M.M Dunda di karenakan banyaknya pasien yang harus dilayani, sedangkan TOI yang sangat panjang disebabkan masih sedikitnya pasien yang dirawat oleh RSUD Tombulilato di karenakan RS tersebut berada jauh dari perkotaan.
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
75
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
c.
Sarana Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat Untuk meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada masyarakat berbagai
upaya dilakukan dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada di masyarakat. Upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) di Provinsi Gorontalo diantaranya adalah posyandu 1225 unit, Polindes/Poskesdes 338 unit dan desa siaga 348 desa. 2.
Tenaga Kesehatan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
yang dimaksud dengan Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketrampilan melalui pendidikan dibidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Yang termasuk dengan tenaga kesehatan diantaranya adalah tenaga dokter, tenaga keperawatan yang meliputi perawat dan bidan. Data dari Profil Kesehatan Kabupaten/Kota, jumlah Tenaga Medis di Provinsi Gorontalo sebanyak 330 orang yang terdiri dari dokter Spesialis dokter
umum
242
sebanyak 58 orang,
orang, dokter gigi 30 orang. Tenaga tersebut terdistribusi ke
Puskesmas dan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten/Kota yang terbagi menjadi 7 kategori tenaga kesehatan sebagai berikut : Gambar : 4.20 Jumlah tenaga kesehatan menurut kategori Provinsi gorontalo tahun 2009-2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota Tahun 2009 - 2010
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
76
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Ratio dokter umum per 100.000 penduduk adalah 22,9 sedangkan ratio dokter gigi per 100.000 penduduk adalah 2,84. Angka ini masih sangat rendah bila dibandingkan dengan indikator Indonesia Sehat 2010 yang menetapkan ratio dokter dan dokter gigi sebesar 40 untuk dokter umum dan 11 untuk dokter gigi. Adapun jumlah SDM kesehatan dibedakan menurut 7 kelompok, yaitu medis , perawat-bidan, farmasi, gizi, teknis medis, sanitasi, dan kesehatan masyarakat. Dari gambar di atas, nampak bahwa SDM kesehatan didominasi oleh perawat-bidan yang jumlahnya mencapai 1541 (59,8%) tahun 2009 dan 1796 (58,2%) di tahun 2010. 3.
Pembiayaan Kesehatan 1.
APBD Kesehatan Tabel : 4. 1 Anggaran apbd kabupaten/kota provinsi gorontalo Tahun 2009-2010
NO
KABUPATEN / KOTA
ANGGARAN APBD th 2009
ANGGARAN APBD th 2010
1
KOTA GORONTALO
21.599.747.250
27.351.668.206
2
KAB. GORONTALO
28.040.577.693
42.479.843.500
3
KAB. BOALEMO
25.275.989.252
23.186.067.011
4
KAB. POHUWATO
14.949.763.416
15.163.680.652
5
KAB. BONE BOLANGO
19.503.018.719
8.117.579.000
6
KAB. GORUT
6.529.485.250
14.309.819.019
115.898.581.580
130.608.657.388
JUMLAH Sumber : Profil Kabupaten/Kota tahun 2009-2010
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
77
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
Gambar : 4.21 Prosentase APBD Kesehatan Terhadap APBD Kabupaten / Kota Tahun 2010
Sumber : Profil Kabupaten/Kota tahun 2009-2010
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
78
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan data yang telah diuraikan dalam Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : A.
KESIMPULAN 1.
Data-data yang ditampilkan pada profil kesehatan kabupaten/kota secara umum masih banyak kekurangannya, antara lain kelengkapan data, konsistensi data, validasi data dan lain sebagainya. Hal ini mempengaruhi proses penyajian dan analisis data untuk skala Provinsi. Namun ada beberapa kabupaten yang penyajian datanya sudah cukup baik.
2.
Permasalahan dalam penyajian profil kesehatan baik kabupaten/kota maupun provinsi adalah masih berbedanya data yang disajikan pada profil kesehatan dengan data yang ada pada pelaksana program-program kesehatan.
3.
Angka Kematian Bayi Provinsi Gorontalo Tahun 2010, diketahui jumlah bayi mati sebanyak 283 bayi atau 12,4 per 1000 KLH.
4.
Angka Kematian Balita Provinsi Gorontalo Tahun 2010, diketahui jumlah Balita mati sebanyak 126 balita atau 5,5 per 1000 KLH.
5.
Angka kematian Ibu Provinsi Gorontalo Tahun 2010, diketahui jumlah ibu mati sebanyak 40 ibu atau 176 per 100.000 KLH.
6.
Prosentase Persalinan yang ditolong oleh Nakes pada tahun 2010 sebesar 83,13% angka ini lebih rendah disebanding tahun 2009 sebesar 83,54%.
7.
Angka kesakitan malaria di Provinsi Gorontalo pada tahun 2010 adalah 5,4/1000 penduduk angka ini mengalami kenaikan dari tahun 2009 sebanyak 5,1/1000 penduduk. Tetapi angka ini masih berada dibawah target Indonesia Sehat 2010 sebanyak 30/1000 penduduk.
8.
Angka kesembuhan TB Paru tahun 2010 sebesar 66,59%, angka ini menurun dibanding tahun 2009 sebesar 70,80%. Masih perlu upaya - upaya untuk meningkatkan kesembuhan TB Paru hingga memenuhi target menurut Indonesia Sehat 2010 adalah 85 % penderita TB paru (+) sembuh berobat.
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
79
Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Tahun 2010
9.
Angka kesakitan DBD tahun 2010 Jumlah kasus 480 atau 45,4 per 100.000 Penduduk.
10. Prosentase balita gizi buruk Nasional menurut data Riskesdas 2010 sebesar 4,9%. Prosentase balita gizi buruk di Provinsi Gorontalo menurut data Profil Kabupaten/Kota Tahun 2010 sebesar 1,3%. B.
SARAN 1.
Agar kedepannya penyusunan dan penyajian profil kesehatan dapat lebih baik lagi dari yang ada sekarang. Untuk itu perlu kesungguhan dari semua pihak baik pengelola Sistem Informasi Kesehatan (SIK) kabupaten/kota maupun provinsi serta penentu kebijakan yang ada dilingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota maupun Provinsi.
2.
Disarankan agar pengelola sistem informasi kesehatan kabupaten/kota maupun provinsi yang sudah pernah dilatih dalam manajemen sistem informasi kesehatan untuk tidak diganti sebagai pengelola SIK selama paling kurang 2 tahun berturut-turut.
3. Agar pengelola SIK yang sudah di tetapkan dapat di ikutsertakan dalam pelatihan pengelola profil secara rutin.
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
80