BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku merokok dan minum kopi sudah menjadi kebiasaan pada masyarakat luas, khususnya di Indonesia. Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia tahun 2010, bahwa 82,5 juta orang atau 34,7% masyarakat Indonesia yang
berumur
lebih
dari
15
tahun
adalah
perokok
aktif
(Depkes,
2010).Berdasarkan data dari Global Adult Tobacco Survey (GATS), di Indonesiajumlah perokok laki-laki melonjak sebanyak 13% dari 1995 hingga 2010. Pada tahun 1995, tercatat perokok laki-laki dewasa sebanyak 53% atau 1 dari 2 laki-laki merokok, sedangkan pada tahun 2010, jumlah perokok laki-laki naik menjadi 66%. Dengan kata lain, 2 dari 3 laki-laki merupakan perokok.Tidak hanya perokok laki-laki dewasa yang meningkat, persentase perokok perempuan dewasa pun meningkat lebih dari 2 kali lipat. Pada tahun 1995 tercatat sebanyak 1,7% wanita dewasa Indonesia merokok dan 2010 menjadi 4,2%(GATS, 2011). Rokok secara luas telah menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Diduga hingga menjelang tahun 2030 kematian akibat rokok akan mencapai 10 juta orang per tahun. Sejauh ini, wabah merokok telah terjadi di negara-negara berkembang. Diperkirakan, pada tahun 2030 tidak kurang dari 70% kematian
yang
disebabkan
oleh
rokok
akan
terjadi
di
negara
berkembang.Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki tingkat konsumsi rokok dan produksi rokok yang tinggi.Variasi produk dan harga rokok di Indonesia telah menyebabkan Indonesia menjadi salah satu produsen sekaligus konsumen rokok terbesar di dunia (Anies, 2006). Begitu juga dengan kebiasaan minum kopi, berdasarkan data dari Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI), konsumsi kopi di Indonesia secara nasional naik 20% pada tahun 2011 bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Indonesiapun merupakan produsen kopi ketiga terbesar di dunia, setelah Brazil dan Vietnam. Hal ini dibuktikan dengan produksi kopi yang terus meningkat hingga mencapai690 ribu ton per tahun (AEKI, 2011).
1
2
Minum kopi dan merokok di Indonesia sudah menjadi kebiasaan dan gaya hidup, salah satunya adalah kebiasaan ke kopi-tiam.Kopi-tiam adalah istilah yang dikenal sebagai kedai kopi dan sarapan tradisional yang ada di daerah Riau dan Kepulauan Riau seperti: Bengkalis, Batam, Selatpanjang, Tanjung Balai Karimun, dan Tanjung Pinang. Istilah kopi-tiam berasal dari gabungan kata kopi (bahasa Melayu) dan kata tiam (店) yang berarti kedai dalam bahasa Hokkien (ka fe tien). Pada suku Melayu di negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, juga terdapat kebiasaan yang sama, yaitu datang ke kedai kopi. Selain kopi, teh, dan minuman lainnya, makanan yang disediakan adalah beraneka ragam sajian sederhana, seperti telur rebus, roti bakar dengan selai srikaya (Ebrahim, 2006). Bengkalis merupakan salah satu kabupaten yang ada di Riau, yang sebagian besar dari penduduknya adalah suku Melayu yang memiliki kebiasaan minum kopi di kedai kopi dan merokok. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah kedai kopi yang ada di Bengkalis dan tingginya prevalensi perokok di Riau. Menurut data dari Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bengkalis tahun 2010 yaitu sebanyak 56 kedai kopi yang ada di Kecamatan Bengkalis. Prevalensi perokok umur > 15 tahun pada penduduk Riau sebanyak 36,3%. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan prevalensi perokok secara nasional,yaitu 34,7% (Depkes, 2010). Berdasarkan observasi pendahuluan yang telah dilakukan pada 27 Januari 2013, kopi-tiam yang ada di Bengkalis bukan lagi hanya menjadi tempat untuk sarapan orang Melayu, tetapi kebanyakan justru untuk menikmati secangkir kopi dan merokok bersama teman atau kerabat. Dari seluruh pengunjung yang ada, hanya sedikit yang tidak merokok dan bertujuan untuk sarapan saja, misalnya ibuibu yang selesai berbelanja dan anak-anak yang dibawa oleh ibu atau bapaknya. Berdasarkan wawancara pendahuluan yang telah dilakukan kepada salah satu pengunjung tetap kedai kopi, diketahui bahwa mengunjungi kedai kopi di pagi hari telah menjadi kebiasaan masyarakat Melayu Bengkalis dan hampir menjadi agenda wajibnya, minimal 3 kali dalam seminggu merasa harus masuk ke kedai kopi. tidak peduli latar belakang profesi dan pekerjaan yang mereka miliki mulai dari pedagang, petani, nelayan, wiraswasta, bahkan pegawai negeri sipil dan
3
anggota DPRD pun bisa ditemukan di kedai kopi. Apalagi pada hari Sabtu atau Minggu, masyarakat dapat menghabiskan waktu yang panjang untuk duduk minum kopi dan merokok bersama kelompok temannya sambil berbincang. Meskipun di rumah pengunjung telah minum kopi sebelumnya, namun merasa seperti ada yang kurang jika tidak minum kopi di kedai kopi bersama teman atau kerabatnya. Kebiasaanmengkonsumsi rokok dan kopi merupakan salah satu penyebab masalah kesehatan yang ada saat ini yaitu penyakit yang berhubungan dengan kardiovaskuler. Keterpaparan terhadap asap rokok berdampak pada semua fase terjadinya aterosklerosis mulai dari disfungsi endotelial hingga gangguan klinis secara akut, dan selanjutnya mengakibatkan trombotik yang luas. Asap rokok juga dapat meningkatkan peradangan, trombosis, dan oksidasi low- density lipoprotein.Data hasil eksperimental mendukung hipotesis bahwa paparan asap rokok
dapat meningkatkan oxidative stress yang diketahui potensial untuk
terjadinya disfungsi sistem kardiovaskuler (Ambroseet al., 2004). Kopi juga dapat menyebabkan peningkatan risikoterjadinya penyakit pada sistem kardiovaskuler. Minuman kopi mengandung kafein yang jika dikonsumsi secara berlebihan dapat meningkatkan risiko terjadinya atrial fibrilasi, yaitu keadaanruang atas jantung (atrium)hanya bergetar dan tidak memompa darah dengan optimal. Hal ini dapat menyebabkan darah hanya terkumpul dan menggumpal. Gumpalan darah jika terbawa sampai ke otak dapat menyumbat pembuluh arteri, dan mengganggu pasokan darah ke otak. Situasi ini seringkali menjadi awal dari serangan stroke, terlebih lagi jika kopi dikonsumsioleh orang dengan hipertensi (Mattioli et al., 2011). Aktivitas merokok di warung kopi sebenarnya bukan hanya akan merugikan diri perokok itu sendiri tetapi juga orang lain yang ada di sekitar perokok, atau biasa disebut perokok pasif. Kelompok yang bukan perokok ini juga akan terpapar asap rokok dan ikut merasakan dampak negatif dari racun-racun yang terdapat pada asap rokok yang dikeluarkan kembali oleh perokok aktif ataupun asap sisa pembakaran rokok. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Hammer et al. (2010) yang berjudul Secondhand Smoke Exposure
4
and Risk of Cardiovascular Disease,yang mendapatkan hasil bahwa terjadi peningkatan kadar C-Reactive protein pada pembuluh darah sebagai indikator terjadinya peradangan pada arteri yang merupakan faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler. Penelitian oleh Hammer et al. (2010)tersebut dapat memperkuat asumsi bahwa perilaku merokok dan minum kopi yang biasa dilakukan oleh masyarakat Bengkalis merupakan salah satu dari faktor penyebab tingginya angka penyakit hipertensi yang ada di Bengkalis saat ini. Berdasarkan rekapitulasi 10 besar penyakit pada tahun 2012 oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkalis, penyakit hipertensi merupakan penyakit terbesar ketiga yang ada di Kabupaten Bengkalis, yaitu sebanyak 13.504 kasus. Bila dibandingkan dengan kecamatan lain yang ada di Kabupaten Bengkalis, proporsi terbesar terdapat pada Kecamatan Bengkalis, yaitu 32,2% (4.348 kasus). Hal ini didukung dengan data 10 besar penyakit pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Bengkalis, yaitu penyakit hipertensi berada pada urutan tertinggi pertama pada tahun 2010 dan 2011, dan sebagai penyakit tertinggi kedua pada tahun 2012. Berdasarkan data tersebut di atas, yang menjadi akar permasalahanadalah perilaku hidup tidak sehat yang dipengaruhi oleh sosio-kultural (Triratnawati, 2005).Menurut Kaufman et al. (2010), lingkungan sosial adalah salah satu faktor yang membuat masyarakat terbiasa untuk merokok dan minum kopi di kedai kopi. Hal ini terkait dengan kenyamanan seseorang dalam berperilaku yang menyesuaikan diri dengan kebiasaan yang ada di lingkungannya (social reward). Bahkan, orang yang tidak merokokpun dapat bersikap toleran terhadap asap rokok ketika berada pada lingkungan perokok (Desiana, 2010). Menyikapi permasalahan tersebut, pengkajian dari aspek sosial sangat penting untuk dilakukan, untukmenilai dan menentukan sasaran prioritas, serta menentukan program promosi kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat(Bartholomew et al,.2006).Sebagai pengkajian kebutuhan, penelitian secara kualitatif perlu dilakukan untuk mengeksplorasi niatatau intensi yang melatarbelakangi
pengunjung
untukdatang
kekedai
kopi.
Intensibeserta
5
determinannya memiliki korelasi yang positif dan paling kuat dalam menentukan perilaku (Bednall et al., 2013). Menurut Ajzen (dalam Glanz et al., 2008) pada Theory of Planned Behavior (TPB), sebelum terjadinya sebuah perilaku, akan didahului dengan adanya intensi.Intensi individu untuk menampilkan suatu perilaku ditentukan oleh determinan
sikap,
norma
subjektif
dan
kontrol
perilaku
(perceived
control).Berbagai penelitian sebelumnya juga telah membuktikan bahwa ketiga Determinan tersebut mempengaruhi munculnya intensi individu untuk berperilaku (Jewson et al., 2008). Sikap ditentukan oleh kepercayaan-kepercayaan individu mengenai konsekuensi dari menampilkan suatu perilaku (behavioral belief). Misalnya, perilaku untuk datang ke kedai kopi ditimbang berdasarkan hasil evaluasi terhadap konsekuensinya (outcome evaluation). Menurut Bahcebasi et al., (2011), kualitas udara di kedai kopi dalam ruangan sangat buruk bagi kesehatan, karena mengandung gas karbon monoksida yang tinggi dari hasil ekspirasi dan asap sampingan pengunjung yang merokok. Kondisi ini tidak hanya akan merugikan pengunjung yang merokok saja, tetapi juga pengunjung yang tidak merokok. Ketika diketahui konsekuensi dariperilaku datang dan duduk di kedai kopi dalam ruangan dapat merugikan kesehatan, individu seharusnya bersikap negatif terhadap perilaku tersebut dan akan mempengaruhi intensinya untuk datang ke kedai kopi maupun untuk merokok di kedai kopi (Moorman & Putte, 2008). Tidak cukup hanya dipengruhi oleh sikap, tetapi munculnya intensi untuk berperilaku juga dipengaruhi oleh norma subjektif. Norma subjektif adalah persepsi tentang dorongan sosial untuk menampilkan suatu perilaku yang dianggap memiliki nilai tertentu pada orang-orang yang diseganinya, misalnya persepsi tentang dorongan sosial untuk datang ke kedai kopi. Menurut Lung et al., (2004) di Taiwan kedai kopi buka hingga 24 jam dan merupakan tempat yang populer untuk dijadikan sebagai tempat pertemuan untuk berbagai kepentingan. Padahal di kedai kopi tersebut terbukti memiliki kualitas udara yang buruk dan mengandung berbagai gas yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan. Namun, jika individu memiliki persepsi bahwa dengan datang ke kedai kopi akan
6
mendapatkan apresiasi atau nilai-nilai tertentu dari orang-orang yang dianggapnya penting, maka individu tersebut akan tetap menampilkan perilaku tersebut. Sebaliknya, jika menampilkan suatu perilaku yang kemudian akan mendapatkan stigma atau nilai buruk oleh orang-orang yang dianggapnya penting, maka individu tersebut akan lebih termotivasi untuk menghentikan perilaku yang ditampilkannya (Dohnke et al., 2011). Dalam hal ini sebenarnya dibutuhkan suatu kontrol perilaku yang dapat mengendalikan intensi dalam menampilkan suatu perilaku yang memiliki dampak buruk bagi kesehatan. Perceived control atau kontrol perilaku merupakan faktor lain dari luar individu yang juga ikut mempengaruhi keputusan dalam menentukan intensi untuk menampilkan suatu perilaku.Menurut Lee (2010), peningkatan pajak rokok yang berdampak pada peningkatan harga rokok di Taiwan merupakan kontrol perilaku yang efektif, bukan hanya dapat mengurangi konsumsi rokok, tetapi juga membantu mengurangi konsumsi jenis minuman yang biasanya dikonsumsi bersama rokok, seperti kopi, teh, dan alkohol. Jika dikaitkan dengan kebiasaan merokok dan minum kopi di kedai kopi di Bengkalis, kontrol perilaku dapat dilakukan dengan peningkatan pajak rokok di Indonesia ataupun peningkatan pajak kedai kopi dari Dinas Pendapatan Daerah.Hal ini tentu akan mempengaruhi intensi individu untuk merokok maupun minum kopi di kedai kopi. Hal tersebut juga diperkuat oleh hasil penelitian yang didapatkan oleh Pallat & Delhomme (2011), bahwa sikap, norma subjektif dan kontrol perilaku merupakan prediktor yang signifikan untuk menentukan intensi seseorang untuk berperilaku.Begitu juga dengan intensi perilaku merokok dan minum kopi di kedai kopi yang juga dilatarbelakangi oleh ketiga determinan tersebut.Dalam hal ini, peneliti tertarik untuk menggali secara kualitatifsikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku pengunjung untuk datang ke kedai kopi. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dipaparkan, rumusan masalah pada penelitian ini adalah: Intensi apa yang melatarbelakangi pengunjung untukdatang ke kedai kopi?
7
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasiintensi yang melatarbelakangi pengunjung untuk datang ke kedai kopi. 2. Tujuan khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk: a. Mengeksplorasisikappengunjungterhadapkebiasaan datang ke kedai kopi, minum kopi, danmerokok di kedai kopi. b. Mengeksplorasi norma subjektif pengunjung untuk datang ke kedai kopi. c. Mengeksplorasi faktor kontroluntuk pengendalian perilaku merokok dan minum kopi di kedai kopi.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pemerintah Kabupaten Bengkalis pada umumnya dan khususnya bagi Dinas Kesehatan, agar dapat dijadikan dasar rujukan dan pertimbangan untuk menyusun strategi dan kebijakan program promosi kesehatan terkait dengan risiko penyakit yang dapat ditimbulkan akibat kebiasaan merokok dan minum kopi. 2. Bagi masyarakat Kabupaten Bengkalis, agar dapat dijadikan sebagai dasar dalam memahami dan memodifikasi perilaku merokok dan minum kopi yang dianggap sebagai hal biasa tersebutyang ternyata tidak baik bagi kesehatan. 3. Bagi peneliti lain, agar dapat dijadikan rujukan ilmiah dan mengkaji lebih lanjutperilaku merokok dan minum kopi di kedai kopi.
8
E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh peneliti lain yang dapat dijadikan rujukan pada penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut: 1. Moorman & Putte (2008), meneliti pengaruh pengemasan pesan terhadap intensi untuk berhenti merokok. Hasilnya didapatkan bahwa pengemasan pesan berpengaruh terhadap sikap, dan kemudian akan mempengaruhi intensi orang untuk berhenti merokok. Persamaan dengan penelitian yangdilakukan adalah meneliti intensi dan determinannya. Perbedaannya adalah pada jenis dan metode penelitian (eksperimental), tujuan (menentukan pengaruh pengemasan pesan kesehatan terhadap intensi berhenti merokok),dan subjek penelitian (perokok di Belanda). 2. Dohnke et al.(2011),meneliti pengaruh sosial terhadap motivasi untuk berhenti merokok. Hasilnya didapatkan bahwa norma subjektif berkorelasi secara positif terhadap motivasi individu untuk berhenti merokok. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah sama-sama meneliti norma subjektif dan intensi. Perbedaannya pada jenis dan metode penelitian (kuantitatifkorelasional), tujuan (menentukan korelasi norma subjektif terhadap intensi berhenti merokok), dan subjek penelitian (perokok wanita di Jerman). 3. Desiana (2010), meneliti persepsi dan sikap ibu rumah tangga terhadap suami merokok di dalam rumah di Lueng Bata Banda Aceh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi ibu tentang suami merokok di dalam rumah merupakan suatu kebiasaan oleh suami dan kebiasaan tersebut sulit dihentikan. Sikap ibu rumah tangga toleran terhadap suami yang merokok di dalam rumah, ibu merasa kasihan dan tidak berdaya untuk melarang suami merokok di dalam rumah. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah sama-sama meneliti sikap terhadap rokok. Perbedaannya adalah pada subjek (Ibu rumah tangga di Aceh), objek (Perilaku merokok di dalam rumah) dan lokasi penelitian (di Aceh). 4. Mattioliet al.(2011), tentang pengaruh kafein dalam kopi terhadap atrial fibrilasi. Hasilnya menunjukkan bahwa kopi mengandung kafein yang jika
9
dikonsumsi secara berlebihan dapat menyebabkan terjadinya atrial fibrilasi, terlebih lagi jika dikonsumsi oleh orang dengan hipertensi. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah objek penelitian tentang kopi. Perbedaannya adalah jenis dan metode penelitian (kuantitatif-korelasional), tujuan penelitian (menentukan hubungan antara konsumsi kafein dengan kejadian atrial fibrilasi), subjek penelitian (pasien di Italy). 5. Kaufmanet al.(2010), melakukan penelitian yang berjudul “Smoking in Urban Outdoor Public Places: Behavior, Experiences, and Implications for Public Health”. Hasilnya menyatakan bahwa perilaku seseorang akan menyesuaikan diri dengan kebiasaan yang ada di lingkungannya (social reward). Ketika berada di lingkungan dengan orang yang bukan perokok maka seorang perokok akan mengurangi perilaku merokoknya karena menghargai orang lain di lingkungannya, namun perilaku merokoknya akan meningkat kembali ketika berada di lingkungan perokok.Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah objek penelitian tentang rokok, namun perbedaannya adalahtujuan (identifikasi faktor yang mempengaruhi individu berperilaku merokok di tempat umum), subjek (perokok dan non-perokok ditempat umum), dan lokasi penelitan (Kanada). 6. Ambrose et al.(2004), tentang pengaruh keterpaparan asap rokok terhadap penyakit kardiovaskuler. Hasilnya menunjukkan rokok mengandung nikotin sebagai penyebab ketagihan yang akan merangsang jantung, saraf, otak dan bagian tubuh lainnya,sehingga system tersebut bekerja tidak normal. Hal ini meningkatkan risiko untuk terjadinya penyakit pada sistem kardiovaskuler. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah objek penelitian tentang rokok, namun perbedaannya adalah pada jenis dan metode (eksperimental), tujuan (menentukan pengaruh keterpaparan asap rokok terhadap penyakit kardiovaskuler), dan lokasi penelitan (New York).