BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Situasi global membuat kehidupan semakin kopetitif dan membuka peluang bagi manusia untuk mencapai status dan tingkat kehidupan yang lebih baik. Dapak positip dari kondisi global telah mendorong menusia untuk terus berpikir, dan meningkatkan kemampuan. Adapun dampak negatip dari globalisasi adalah : 1. keresahan hidup dikalangan masyarakat yang semakin meningkat karena banyaknya konflik, stres, kecemasan dan frustasi; 2. adanya kecenderungan pelanggaran disiplin , kolusi dan korupsi, makin sulit diterapkanya ukuran baik-jahat dan benar-salah secara lugas; 3. adanya ambisi kelompok yang dapat menimbulkan konflik, tidak saja konflik psikis tetap juga konflik fisik ; 4. dan pelarian dari masalah melalui jalan pintas, yang bersifat sementara dan adiktip seperti penggunaan obat-obat terlarang.
B. Permasalahan Bagi seseorang yang karena sesuatu sedang menghadapi masalah atau ia sedang sedang terhambat sebagian dari kepribadiannya, mendorong untuk mengikuti penanganan dari ahli yang berkompeten dengan teknik konseling. Orang yang memerlukan batuan di dalam teknik koseling dinamakan klien.
1 PARMIN
BAB II KLIEN DALAM KONSELING A. Pengertian Klien Klien, disebut pula helpe, merupakan orang yang perlu memperoleh perhatian
sehubungan
dengan
masalah
yang dihadapinya.
Rogers
mengatakan bahwa klien itu orang yang hadir ke konselor dan kondisinya dalam keadaan cemas atau tidak kongruensi. Sekalipun klien itu individu yang memperoleh bantuan, dia bukanlah obyek, atau individu yang pasif, atau tidak memiliki kekuatan apa-apa. Dalam konsep konseling, klien adalah subjek yang memiliki kekuatan, motivasi, memiliki kemauan untuk berubah, dan pelaku bagi perubahan dirinya. Esensi klien dalam konseling 1. Konsep “Psikologi” atau “Daya Psikologi” suatu kekuatan yang diperlukan untuk menghadapi berbagai tantangan dalam keseluruhan hidupnya, termasuk menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya. 2. Pemenuhan Kebutuhan a. Memberi dan menerima kasih-sayang; b. Kebebasan; c. Memiliki kesenangan; d. Menerima stimulasi; e. Perasaan mencapai prestasi; f. Memiliki kesenangan; g. Memiliki tujuan hidup secara nyata 3. Kompetensi Intra-pribadi a. Pengetahuan diri; b. Pengarahan diri; c. Harga diri. 4. Kompetensi Antar-pribadi a. Kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain; b. Ketegasan diri ; c. Menjadi nyaman dengan diri sendiri dan orang lain; d. Harapan yang realistik terhadap diri sendiri dan orang lain; e. Perlindungan diri dalam situasi Antar-pribadi. Tentunya sebagai pribadi dan menusia pada umumnya dia memiliki masalah atau sejumlah masalah yang membutuhkan bantuan dari pihak lain untuk memecahkannya. Namun demikian keberhasilan dalam mengatasi
2 PARMIN
masalahnya itu sebenarnya sangat ditentukan oleh pribadi klien sendiri. Peran konselor dalam hubungan konseling lebih sebagai instrumen untuk memudahkan klien melakukan perubahan dirinya. Secara umum, klien datang ke konselor karena satu atau beberapa alasan, diantaranya : atas kemauan sendiri, kemauan atau anjuran keluarga dan sahabat-sahabatnya, atau atas rujukan profesional lainnya. Apapun alasannya dia menjumpai konselor, klien sebenarnya sudah mengupayakan untuk mengatasi masalahnya sendiri tanpa bantuan orang lain, atas bantuan orang lain, atas bantuan profesional lain Monro dkk.,1983;Harris, 1995). Kehadiran klien ke konselor tentunya karena upaya-upaya sebelumnya tidak membuahkan hasil yang dia harapkan, dan mengharapkan upayanya ke konselor membuahkan hasil yang lebih baik. Setiap klien memiliki kebutuhan dan atau harapan tertentu terhadap penyelenggaraan konseling. Kebutuhan (need) lebih bersifat “keharusan” untuk dipenuhi dan jika tidak terpenuhi akan mengalami hambatanhambatan psikologis yang lebih berat baginya. Sedangkan harapan (expectatian)
lebih
merupakan
keinginan-keinginan
yang
tidak
mengharuskan untuk terpenuhi. Namun demikian dapat saja harapan klien merupakan kebutuhannya, atau harapannya dapat berbeda dengan kebutuhannya. Selain kebutuhan, klien juga memilki harapan-harapan terhadap kegiatan konseling. Harapan klien dapat sesuai dengan masalah yang dialaminya, dapat pula berlebih-lebihan atau sangat sederhana. Harapan klien ini sangat dipengaruhi oleh persepsinnya tentang fungsi dan pengalaman-pengalamannya dalam hubungan dengan konseling. Dalam beberapa kasus dikeathui banyak klien datang ke konseling dengan harapan dapat langsung keluar dari masalahnya dan memintah dorongan dari konselor untuk mengatasinnya.
3 PARMIN
B. Harapan Klien Studi yang cukup detail tentang harapan konseling telah dikemukakan oleh Denis P. Saccazzo (1978). Dalam penelitiannya dijumpai bermacammacam harapan-harapan klien adalah sebagai berikut: 1. Untuk memperoleh kesempatan membebaskan diri dari kesulitan 2. Untuk mengetahui lebih jauh model terapi yang sesuai dengan masalahnya. 3. Mengetahui lebih jauh kesulitan atau masalah yang dialami sebenarnya. 4. Memperoleh ketenangan dan kepercayaan diri dari rasa ketegangan dan rasa tidak menyenangkan . 5. Mengetahui atau memahami alasan yang ada dibalik perasaan dan perilakunnya. 6. Mendapat dukungan tentang yang harus dilakukan. 7. Untuk memperoleh kepercayaan dalam melakukan sesuatu atau perilaku baru yang berbeda dengan orang lain. 8. Mengetahui perasaan-perasaan apa yang sebenarnya sedang dialami dan bagaimana seharusnya melakukan. 9. Untuk mendapatkan saran atau nasehat, bagaimana agar hidupnya dapat bermakna dan berguna baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. 10. Agar dirinya lebih baik dalam melakukan kontrol dirinya. 11. Agar memperoleh sesuatu secara langsung seperti yang terpikirkan dan yang dirasakan. 12. Melepaskan diri dari masalah-masalh khusus, dan lain-lain. Berdasarkan penelitian itu Saccazzo, 178:57) yang paling banyak menjadi harapan klien datang ke konselor adalah untuk mengetahui kesulitan dan masalah sebenarnya yang sedang dialaminya (mencapai 95%), dan harapan orang lain menanggapinya sebagaimana layaknya (mencapai 91%).
4 PARMIN
Dapatkah segenap keinginan klien itu dilayani dengan konseling?. Tentunya tidak semua kenginginan harus diatasi melalui konseling, dan tidak semua yang dibantu melalui proses konseling juga dapat terselesaikan secara baik pula. Konseling diselenggarakan sebagai salah satu fasilitas yang memungkinkan individu mencoba mengatasi masalahnya dengan bantuan konselor. Bantuan yang sungguh dan tulus dari konselor berarti klien memperoleh dorongan sosial dari pihak lain, dan hal ini lebih memungkinkan klien dapat mengatasi masalah yang dihadapi.
Karena klien membawa
masalah dan memiliki keinginan tertentu untuk dapat diselesaikan maelalui hubungan konseling, kon-selor tentunya tidak dapat menghindar . Justru sebaliknya dia dapat memanfaatkan keinginan klien itu sebagai motivasi untuk mengubah dirinya atas masalah yang dirasakan. C. Pengaruh kondisi Lingkungan klien Banyak ada masalah karena ada sumbernya yang mempengaruhi yang terdapat di lingkungan hidup seseorang. Melalui perubahan lingkungan hidup ke arah lingkungan hidup yang diharapkan bisa berfungsi positif, sebagian dari kepribadian seseorang diharapkan dapat berubah. Konseling juga bisa diarahkan untuk mengatur lingkungan hidup sesorang sesuai hasil analisis dan penilainya bahwa klien harus memasuki lingkungan tertentu supaya terjadi perubahan pada sebagian kepribadiannya yang diharapkan. Lingkungan hidup dan pengaruhnya terhadap pribadi seseorang, telah lama dirumuskan oleh Kurt Lewin [135] yang terkenal dengan fiel theory-nya. Lewin merumuskan B=F (P.E.) yang artinya : Perilaku ( B= behavior) adalah fungsi dari pribadi (P= Person) dan lingkungan (E=Environment), suatu perumusan yang jelas menunjukan pengaruh lingkungan kehidupan seseorang.
Lingkungan yang berperspektif luas , meliputi berbagai hal
dimana seseorang klien berinteraksi. Robert [1975] mengemukakan ada enam faktor yang mempengaruhi klien, disamping faktor pribadi klien itu
5 PARMIN
sendiri dan keenam faktor tersebut saling berinteraksi satu sama lain. Keenam faktor tersebut adalah: 1. Jenis kelamin 2. Keluarga 3. Kebudayaan 4. Status sosial 5. Daerah 6. Keturunan.
Pengaruh lingkungan terhadap pribadi klien, karena itu perlu sekali diperhatikan. Ivey, et al [1987] mengemukaan bahwa : Klien yang datang untung konseling dan terapi adalah pada pertamanya, pada akhirnya dan selamanya adalah pribadi, namun setiap pribadi harus dilihat dalam hubungan dengan lingkungan yang khusus. D. Pembatasan pada klien dalam konseling Konseling diberikan kepada seseorang yang memerlukan bantuan karena klien sedang menghadapi sesuatu persoalan. Terciptanya hubungan antara konselor dengan klien yang kadang-kadang bisa berlangsung lama, mudah tercipta keinginan pada klien untuk terus menerus bergantung pada konselor atau terapisnya. Pada hal justru harus terjadi sebaliknya, yakni pada akhiranya klien harus menemukan sesuatu atau mengembangkan dirinya agar mampu berdiri sendiri. Memahami batas-batas mana yang boleh dilakukan atau yang tidak perlu dilakukan adalah sesuatu yang diharapkan dan terbentuk sedikit-demi sedikit melalui kualitas dan kuantitas hubungan yang direncanakan konselor.
6 PARMIN
BAB III KESIMPULAN Klien merupakan orang yang perlu memperoleh perhatian sehubungan dengan masalah yang dihadapinya, klien itu orang yang hadir ke konselor dan kondisinya dalam keadaan cemas atau tidak kongruensi. Sekalipun klien itu individu yang memperoleh bantuan, dia bukanlah obyek, atau individu yang pasif, atau tidak memiliki kekuatan apa-apa. Dalam konsep konseling, klien adalah subjek yang memiliki kekuatan, motivasi, memiliki kemauan untuk berubah, dan pelaku bagi perubahan dirinya. Pengaruh lingkungan terhadap pribadi klien, perlu sekali diperhatikan.
7 PARMIN
DAFTAR PUSTAKA
1. Latifun, Psikologi Konseling, Edisi ketiga, UMM Press, Malang, 2006. 2. Yusuf Syamsu, L.N Dr. dan Nurhisan Juntika. A. Dr, cetakan keenam, Landasan Bimbingan & Konseling,PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2011 3. Gunarsa Singgih. Konseling dan Psikoterapi. Gunung mulia, Jakarta, 2007 4. http://www.slideshare.net/IlahNursilah/power-point-3601954 Didownload Tanggal 28/10/2012 jam 12.50 WIB.
8 PARMIN