BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pelayanan gizi di Rumah Sakit (RS) dilakukan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme tubuh pasien. Kegiatan pelayanan gizi di RS tersebut dibagi menjadi 4, yaitu asuhan gizi rawat jalan, asuhan gizi rawat inap, penyelenggaraan makanan, serta penelitian dan pengembangan. Asuhan gizi rawat inap RS khususnya sangat mengedepankan urutan pelayanan mulai dari pengkajian gizi, diagnosa gizi, intervensi gizi, serta monitoring evaluasi gizi. Asuhan gizi rawat inap ini bertujuan agar pasien mendapatkan konsumsi makanan sesuai tahap kesehatannya untuk mempercepat proses penyembuhan, serta mempertahankan maupun meningkatkan status gizi pasien (Kemenkes, 2013). Penyelenggaraan makanan di RS sebagai bagian dari kegiatan pelayanan gizi memiliki beberapa rangkaian kegiatan, yaitu perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, perencanaan anggaran belanja makanan, pengadaan bahan makanan, penerimaan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, pemasakan, distribusi makanan, serta pencatatan, pelaporan, dan evaluasi untuk semua kegiatan tersebut. Semua kegiatan ini bertujuan untuk menyediakan makanan berkualitas, sesuai biayanya, dapat diterima, aman, dan kebutuhan gizi masing-masing pasien tercapai sehingga tercapai status gizi yang optimal (Kemenkes, 2013). Hingga saat ini, RS masih menghadapi banyak tantangan dalam penyelenggaraan makanan. Beberapa tantangan yang harus segera ditindaklanjuti adalah masalah banyaknya sisa makanan dan kurang puasnya pasien terhadap penyelenggaraan makanan yang ada. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Schueren et al. (2012) di 150 RS menunjukkan bahwa hanya 27% pasien yang menghabiskan makanannya, 44% pasien yang menghabiskan makanan lebih dari separuh, dan 29% pasien menghabiskan makanan kurang dari separuh. Tidaklah 1
2
heran bahwa pada akhirnya sisa makanan yang tinggi ini berujung pada ketidakadekuatan konsumsi energi dan protein pasien. Sejalan juga dengan hasil penelitian Barton et al. (2000) terhadap 2000 pasien RS menunjukkan bahwa ratarata sisa makanan pasien mencapai >40% yang berimbas pada konsumsi energi dan protein pasien <80% dibandingkan kebutuhannya. Merujuk pada Indikator Standar Pelayanan Gizi, sisa makanan yang tidak dihabiskan oleh pasien maksimal adalah ≤20% (Kemenkes, 2013). Beberapa data sisa makanan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di RS menunjukkan angka >20% yang berarti rata-rata konsumsi pasien juga <80% sehingga dapat diartikan buruk dan butuh penanganan lebih lanjut. Energi sangat bermanfaat bagi manusia, terutama untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan, dan melakukan aktifitas. Karbohidrat sebagai sumber energi utama bagi manusia. Protein berfungsi untuk pertumbuhan dan pemeliharaan. Lemak dapat digunakan sebagai penghemat protein agar tidak digunakan sebagai sumber energi serta memelihara suhu tubuh melalui lapisan lemak bawah kulit yang mengisolasi tubuh dan mencegah kehilangan panas pada tubuh secara cepat (Supariasa dkk., 2002). Konsumsi energi dan zat gizi makro seperti karbohidrat, protein, dan lemak ini telah diakui memiliki kontribusi besar bagi pasien rawat inap di RS. Konsumsi yang adekuat selama pasien menjalani rawat inap juga akan meningkatkan kepuasan pasien terhadap penyelenggaraan makanan RS (Kuperberg et al., 2006). Kepuasan terhadap pelayanan makan yang kurang pada pasien dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah metode penyajian makanan secara konvensional yang selama ini berlaku di RS. Metode ini menerapkan satu jenis menu makanan dan jam makan teratur yang sudah ditetapkan di awal oleh pihak RS sehingga kurang mempertimbangkan pilihan bagi pasien dan akhirnya berdampak pada kepuasan pasien terhadap penyelenggaraan makanan (Theurer, 2011). Metode penyajian makanan seperti room service yang umumnya diterapkan di hotel, dapat juga dicoba untuk diterapkan di RS. Metode ini mengutamakan kecepatan penyajian makanan yaitu 30-45 menit setelah waktu
3
pemesanan saat kapan pasien ingin makan, menggunakan pilihan seperti menu restoran, dan memberikan kualitas makanan sesuai keinginan pasien (Smith, 2006). Metode room service dinilai cukup efektif bagi pasien di RS, seperti pada penelitian room service yang dilakukan oleh Kuperberg et al. (2006) terhadap pasien anak menunjukkan sisa makanan pasien berkurang drastis, konsumsi energi, karbohidrat, protein, dan lemak saat makan siang selama 3 hari perlakuan (9x makan) meningkat dibandingkan dengan metode konvensional sebelumnya. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa dengan penerapan room service yang mengedepankan kebebasan pasien untuk memilih sendiri jam makannya, memilih makanan apa yang mereka inginkan dari berbagai pilihan menu, dilayani oleh pegawai yang profesional, dan disajikan dalam waktu maksimal 45 menit, terbukti dapat meningkatkan kepuasan pasien (Schirg, 2007). Dari paparan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang pengaruh penerapan room service terhadap tingkat konsumsi energi dan zat gizi makro pasien di ruang rawat inap RS selama 9x makan untuk menggambarkan rata-rata tingkat konsumsinya dengan 3 macam menu pilihan yang cukup untuk menggambarkan variasi pengolahan makanan. Besarnya kekuatan hubungan antara masing-masing tingkat konsumsi dengan sistem penyajian makanan yang diberikan, karakteristik subjek, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi juga ikut diteliti. B. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: a.
Apakah ada perbedaan tingkat konsumsi energi pada pasien rawat inap di RS yang mendapat sistem penyajian makanan room service dibanding dengan pasien yang mendapat sistem penyajian makanan konvensional?
b.
Apakah ada perbedaan tingkat konsumsi karbohidrat pada pasien rawat inap di RS yang mendapat sistem penyajian makanan room service dibanding dengan pasien yang mendapat sistem penyajian makanan konvensional?
4
c.
Apakah ada perbedaan tingkat konsumsi protein pada pasien rawat inap di RS yang mendapat sistem penyajian makanan room service dibanding dengan pasien yang mendapat sistem penyajian makanan konvensional?
d.
Apakah ada perbedaan tingkat konsumsi lemak pada pasien rawat inap di RS yang mendapat sistem penyajian makanan room service dibanding dengan pasien yang mendapat sistem penyajian makanan konvensional?
e.
Berapa besarnya kekuatan hubungan antara tingkat konsumsi energi, tingkat konsumsi karbohidrat, tingkat konsumsi protein, dan tingkat konsumsi lemak dengan sistem penyajian makanan yang diberikan, karakteristik subjek, dan faktor lain yang mempengaruhi?
C. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah: Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan tingkat konsumsi energi dan zat gizi makro pada pasien rawat inap di RS yang mendapat sistem penyajian makanan room service dibanding dengan pasien yang mendapat sistem penyajian makanan konvensional. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: a.
Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan tingkat konsumsi energi pada pasien rawat inap di RS yang mendapat sistem penyajian makanan room service dibanding dengan pasien yang mendapat sistem penyajian makanan konvensional.
b.
Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan tingkat konsumsi karbohidrat pada pasien rawat inap di RS yang mendapat sistem penyajian makanan room service dibanding dengan pasien yang mendapat sistem penyajian makanan konvensional.
c.
Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan tingkat konsumsi protein pada pasien rawat inap di RS yang mendapat sistem penyajian makanan room service dibanding dengan pasien yang mendapat sistem penyajian makanan konvensional.
5
d.
Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan tingkat konsumsi lemak pada pasien rawat inap di RS yang mendapat sistem penyajian makanan room service dibanding dengan pasien yang mendapat sistem penyajian makanan konvensional.
e.
Mengetahui besarnya kekuatan hubungan antara tingkat konsumsi energi, tingkat konsumsi karbohidrat, tingkat konsumsi protein, dan tingkat konsumsi lemak dengan sistem penyajian makanan yang diberikan, karakteristik subjek, dan faktor lain yang mempengaruhi.
D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: a.
Dapat merangsang karyasiswa berpikir positif dan kritis melalui uji coba sistem penyajian makanan baru di RS.
b.
Dapat memberi masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan tentang pengaruh room service pada penyelenggaraan makanan RS.
c.
Dapat memberi masukan bagi praktisi gizi di Instalasi Gizi RS sebagai salah satu cara untuk meningkatkan pelayanan gizi pasien.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran beberapa publikasi penelitian terdahulu melalui EBSCOhost, ProQuest New Platform, PubMed, SCOPUS, ScienceDirect, dan SpringerLink dengan kata kunci “room service” dan “energy, carbohydrate, protein, fat consumption” dapat menunjukkan keaslian penelitian dibawah ini: a.
Smith, 2006: Key Facilitators And Best Practices Of Hotel-Style Room Service In Hospitals. Persamaan: variabel room service. Perbedaan: penulis menggunakan studi kuantitatif (pra experimental static) untuk mengetahui pengaruh room service terhadap tingkat konsumsi energi
6
dan zat gizi, sedangkan penelitian tersebut menggunakan studi kualitatif untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari sistem room service. b.
Schirg, 2007: Determining The Patient Satisfaction Factors For Hospital Room Service With The Overall Satisfaction With The Hospital Experience. Persamaan: variabel room service. Perbedaan: penulis bertujuan untuk mengetahui pengaruh room service terhadap tingkat konsumsi energi dan zat gizi, sedangkan penelitian tersebut bertujuan untuk menilai tingkatan kepuasan pasien room service dan faktor yang mempengaruhinya.
c.
Kuperberg et al., 2008: How Will A Room Service Delivery System Affect Dietary Intake, Food Costs, Food Waste, And Patient Satisfaction In A Paediatric Hospital? A Pilot Study. Persamaan: variabel room service, pengamatan konsumsi makanan selama 3 hari. Perbedaan: penulis menggunakan studi kuantitatif (pra experimental static), penelitian tersebut menggunakan cross sectional study.
d.
Nor, 2010: Hospital Foodservice Directors Identify The Important Aspects When Implementing Room Service In Hospital Foodservice. Persamaan: variabel room service. Perbedaan: penulis menggunakan studi kuantitatif (pra experimental static) untuk mengetahui pengaruh room service terhadap tingkat konsumsi energi dan zat gizi, sedangkan penelitian tersebut menggunakan studi kualitatif untuk mengetahui alasan penerapan sistem room service di RS.
e.
Theurer, 2011: Improving Patient Satisfaction In A Hospital Foodservice System Using Low-Cost Interventions: Determining Whether A Room Service System is The Next Step. Persamaan: variabel room service. Perbedaan:
penulis bertujuan untuk mengetahui pengaruh room service
terhadap tingkat konsumsi energi dan zat gizi, sedangkan penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui dampak dari penerapan room service terutama dari aspek kepuasan pasien.