BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV (Human Immunodeficiency Virus) virus ini adalah virus yang diketahui sebagai penyebab AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). HIV merusak sistem ketahanan tubuh, sehingga orang-orang yang menderita penyakit ini kemampuan untuk mempertahankan dirinya dari serangan penyakit menjadi berkurang. Seseorang yang positif mengidap HIV belum tentu mengidap AIDS. Namun, HIV yang ada pada tubuh seseorang akan terus merusak sistem imun. Akibatnya, virus, jamur dan bakteri yang biasanya tidak berbahaya menjadi sangat berbahaya karena rusaknya sistem imun tubuh (Sopiah, 2009). HIV akan menyerang sel-sel darah putih jika HIV masuk ke dalam peredaran darah seseorang. Sel darah putih akan mengalami kerusakan yang berdampak pada melemahnya kekebalan tubuh seseorang. HIV/AIDS kemudian
akan
menimbulkan
terjadinya
infeksi
opportunistic
lesi
fundamental pada AIDS ialah infeksi limfosit T helper (CD4+) oleh HIV yang mengakibatkan berkurangnya sel CD4+ dengan konsekuensi kegagalan fungsi imunitas (Smeltzer, 2001). Penyakit menular ini sangat menarik perhatian dunia sehingga badan dunia UN (United Nations) bekerjasama dengan WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa, penyakit menular ini dipengaruhi oleh perkembangan kesehatan tubuh seseorang yang dimana ada beberapa faktor antara lain faktor keturunan, faktor kesehatan, faktor lingkungan, dan faktor perilaku (Kurniawan, 2011). Menurut WHO dalam Laporan Kemajuan 2011, pada akhir tahun 2010, diperkirakan 34 juta orang (31.600.000-35.200.000) hidup dengan HIV di seluruh dunia (Sianturi, 2012). Epidemi HIV di Asia masih banyak terkonsentrasi pada Injecting Drug users (IDU). Laki-laki yang berhubungan seks dengan sesamanya dan Mitha Pradipa Madawati, 2015 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS/ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME (HIV/AIDS) PADA SISWA KELAS X SMA PASUNDAN 8 KOTA BANDUNG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1
2
penjaja seks (heteroseksual maupun homoseksual) beserta pelanggan maupun pasangan seks tetapnya (UNAIDS, 2010). Penularan yang penting termasuk
Mitha Pradipa Madawati, 2015 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS/ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME (HIV/AIDS) PADA SISWA KELAS X SMA PASUNDAN 8 KOTA BANDUNG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3
penetrasi tanpa kondom antara laki-laki, pengguna narkoba suntik, suntikan yang tidak aman dan transfusi darah (WHO, 2007). Jumlah kasus HIV/AIDS dari tahun ke tahun di seluruh bagian dunia terus meningkat meskipun berbagai upaya preventif terus dilaksanakan (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, 2006). Estimasi penduduk dunia yang menderita HIV pada tahun 2008 menurut United Nation Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) adalah sekitar 33,4 juta orang dengan angka kematian sekitar 2 juta orang. Benua Afrika adalah benua dengan penderita HIV/AIDS terbanyak (25,5 juta kasus) dimana Afrika Utara sebagai negara dengan HIV/AIDS terbanyak (sekitar lima juta kasus) (Depkes RI, 2007). Asia Tenggara menunjukkan negara dengan kasus HIV/AIDS terbanyak diikuti oleh Thailand, Myanmar, Indonesia, dan Nepal (UNAIDS, 2010). Fenomena gunung es dalam kasus HIV dan AIDS di Indonesia menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian. Pada tahun 2007, perkembangan epidemi HIV menunjukkan peningkatan yang sangat tajam. Jumlah kasus HIV dan AIDS meningkat terus, dan dilaporkan pada akhir tahun 2007 terdapat 11.141 pasien AIDS dan 6.066 orang HIV positif. Jumlah ini diperkirakan hanya dari 10 persen dari seluruh orang yang terinfeksi HIV di Indonesia (Sudikno, Simanungkalit, & Siswanto, 2011). Penyakit tersebut di Indonesia ditemukan pertama kali di Provinsi Bali. Sejak 1987 sampai dengan September 2014, HIV/AIDS tersebar di 386 (78%) dari 498 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2014). Jumlah kumulatif infeksi HIV tertinggi di Indonesia yaitu DKI Jakarta (32.782), diikuti Jawa Timur (19.249), Papua (16.051), Jawa Barat (13.507), dan Bali (9.637) (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2014). Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang menjadi AIDS pada tiga tahun pertama, 50% menjadi AIDS sesudah 10 tahun, dan hampir 100% pasien HIV menunjukkan gejala AIDS setelah 13 tahun (Sopiah, 2009). Dari prevalensi AIDS menurut kelompok umur yang paling banyak adalah kelompok umur 20-29 tahun, dengan masa inkubasi 10 tahun maka
4
awal terkena HIV berkisar pada umur 10-19 tahun yang merupakan fase remaja. Dari bulan Juli sampai September 2014 jumlah infeksi HIV dilaporkan sebanyak 7.335 orang. Persentase HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun (69,1%), diikuti kelompok umur 20-24 tahun (17,2%) dan kelompok umur > 50 tahun (5,5%). Resiko HIV antara laki-laki dan perempuan adalah 1:1. Persentase faktor resiko HIV tertinggi adalah hubungan seks beresiko pada heteroseksual (57%). LSL (Lelaki Seks Lelaki 15%) dan penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun (4%) (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2014). Pada AIDS sendiri dari bulan Juli sampai September 2014 jumlah yang dilaporkan sebanyak 176 orang. Persentase AIDS tertinggi pada kelompok umur 30-39 tahun (42%), diikuti kelompok umur 20-29 tahun (36,9%) dan kelompok umur 40-49 tahun (13,1%). Resiko AIDS antara laiklaki dan perempuan adalah 2:1. Persentase faktor resiko AIDS tertinggi adalah hubungan seks beresiko pada heteroseksual (67%). LSL (6 %), penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun (6%), dan dari ibu postitf HIV ke anak (4%) (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2014). Pendataan yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) selama beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa kelompok remaja dan dewasa produktif usia 15-24 tahun, merupakan salah satu kelompok yang paling rentan terhadap HIV/AIDS. Kelompok remaja pada umumnya tidak memiliki akses untuk mendapatkan informasi dan pelayanan yang memadai (Hermawan & Guntur, 2006). Pada anak remaja sesuai tahap tumbuh kembang secara psikososial selalu berkeinginan untuk mencoba sesuatu yang baru, mencari identitas diri dan uji
nyali. Jika dianalisis, maka potensi
anak remaja untuk
melakukan/mencoba sesuatu dapat menjadi meningkat, jika tidak ada pendampingan dari orang terdekat. Dengan demikian, potensi tertular Mitha Pradipa Madawati, 2015 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS/ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME (HIV/AIDS) PADA SISWA KELAS X SMA PASUNDAN 8 KOTA BANDUNG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5
HIV/AIDS makin tinggi karena kurangnya pengetahuan (Nurachmah & Mustikasari, 2009). Remaja menjadi salah satu kelompok rentan dalam epidemi HIV/AIDS. Usia remaja adalah usia yang mulai mengeksplorasi rasa ingin tahu dari masalah pergaulan sampai masalah hubungan seks dengan orang misalnya pacar dan pekerja seks. Perkembangan seksualitas merupakan masa kritis bagi remaja. Saat remaja mengalami masa pubertas yang ditunjukan dengan terjadinya aktifitas hormonal yang sangat aktif. Hal tersebut menyebabkan rasa keingintahuan remaja tentang seks dan kesehatan reproduksi meningkat (Sopiah, 2009). Jika permasalahan yang dihadapi remaja tersebut tidak segera ditanggulangi, maka akan berdampak pada makin tingginya angka HIV/AIDS dan hilangnya masa produktif dari penderita sehingga pada akhirnya berdampak pada kehilangan usia produktif di Indonesia (Nurachmah & Mustikasari, 2009). Oleh karena itu, yang perlu dilakukan adalah mengkaji perilaku yang mengarah pada penularan HIV/AIDS sejak usia sekolah. Harapannya, apabila teridentifikasi perilaku berisiko tertular HIV/AIDS, maka penanganan selanjutnya menjadi lebih fokus dan tuntas. Sampai saat ini masih sedikit penelitian yang mengidentifikasi faktor pencegahan terkait perilaku berisiko tertular sehingga suatu model intervensi kegiatan pencegahan dini belum dapat dikembangkan (Nurachmah & Mustikasari, 2009). Berkaitan dengan upaya mengatasi HIV/AIDS dikalangan remaja dan dewasa muda, sangat penting bagi kita untuk mengerti apa yang mereka ketahui tentang HIV/AIDS. Data dari Survei Nasional Remaja tentang HIV/AIDS tahun 2000, menunjukkan bahwa remaja Amerika tahu beberapa informasi dasar tentang HIV/AIDS tapi ingin tahu lebih banyak. Lebih dari 90% remaja tahu bahwa berbagi jarum dan 92% melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan kondom merupakan faktor risiko penularan HIV. Namun, Mitha Pradipa Madawati, 2015 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS/ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME (HIV/AIDS) PADA SISWA KELAS X SMA PASUNDAN 8 KOTA BANDUNG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6
hanya 69% tahu bahwa seks oral tanpa kondom juga merupakan faktor risiko (Noviana, 2013). Jawa Barat termasuk pemberi kontribusi yang besar untuk kasus HIV di Indonesia. Menduduki peringkat 5 teratas menjadikan hal tersebut perlu perhatian lebih . Apalagi dengan jumlah kasus mencapai 13.507 kasus. Kota Bandung termasuk yang berkontribusi tinggi dengan jumlah 820 kasus. (Kemenkes RI, 2014). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 31 Maret 2015 di SMA Pasundan 8 Kota Bandung, belum pernah diadakan penelitian yang meneliti pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS pada siswa kelas X SMA Pasundan Kota Bandung. Dari
studi pendahuluan tersebut yang
dilakukan dengan instrumen wawancara, didapatkan 4 dari 10 orang siswa yang belum terlalu mengetahui apa itu HIV/AIDS. Faktor pengetahuan
para remaja mempengaruhi tingginya kasus
HIV/AIDS di usia remaja. Oleh karena itu diperlukan komunikasi dan informasi bagi masyarakat khususnya bagi para remaja agar terhindar dari masalah HIV/AIDS tersebut. Remaja juga perlu mengetahui bagaimana tingkat dari pengetahuan, cara memperoleh pengetahuan, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pengetahuan, dan cara mengukur pengetahuan agar remaja bisa memahami masalah yang sedang terjadi saat ini di usianya sekarang. Peneliti mengambil siswa kelas X dengan alasan pencegahan tentang HIV/AIDS harus diberikan sejak awal remaja karena pada masa remaja awal tersebut rasa ingin tahu dan ingin mencoba yang sangat tinggi. Adapun lokasi penelitian diambil di SMA Pasundan 8 Kota Bandung dengan alasan tampak di SMA Pasundan 8 Kota Bandung mempunyai banyak fasilitas yang memungkinkan para siswa mendapatkan informasi yang cukup mengenai berbagai bidang ilmu, khususnya tentang kesehatan
baik melalui buku,
majalah, surat kabar, internet maupun media lainnya, serta lokasi sekolah Mitha Pradipa Madawati, 2015 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS/ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME (HIV/AIDS) PADA SISWA KELAS X SMA PASUNDAN 8 KOTA BANDUNG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
7
yang berada ditengah kota dengan pegaulan remaja zaman sekarang yang mudah bergaul dengan siapa saja. Berdasarkan uraian-uraian diatas, penelitian yang berjudul “Gambaran Pengetahuan Remaja Tentang HIV/AIDS Pada Siswa Kelas X SMA Pasundan 8 Kota Bandung” sangat penting untuk diteliti. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Bagaimanakah gambaran pengetahuan remaja tentang Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immuno Deficiency Syndrom di SMA Pasundan 8 Kota Bandung?”. C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui gambaran pengetahuan remaja tentang Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immuno Deficiency Syndrom pada siswa kelas X SMA Pasundan 8 Kota Bandung. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Peneliti mampu menerapkan secara langsung ilmu yang diperoleh selama pendidikan
dan
melakukan
penelitian
yang
diperlukan
dalam
menyelesaikan tugas akademis. 2. Manfaat Praktis a. SMA Pasundan 8 Kota Bandung Hasil penelitian ini dapat dijadikan motivasi pihak sekolah untuk bekerja sama dengan puskesmas ataupun petugas kesehatan terkait dalam pemberian pendidikan kesehatan dan bimbingan konseling khususnya siswa – siswi di SMA Pasundan 8 Kota Bandung. b. Bagi Institusi Pendidikan
Mitha Pradipa Madawati, 2015 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS/ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME (HIV/AIDS) PADA SISWA KELAS X SMA PASUNDAN 8 KOTA BANDUNG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8
Dapat dijadikan sebagai acuan dalam memberikan pendidikan kesehatan dan bimbingan konseling bagi para siswa di sekolah tentang HIV/AIDS. E. Struktur Organisasi Karya Tulis Ilmiah Untuk mempermudah dalam penyusunan selanjutnya, maka penulis memberikan rancangan isi dan materi yang akan dibahas, yaitu sebagai berikut: BAB I Pendahuluan. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II Kajian Pustaka. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai landasan teori
tentang
pengetahuan,
pengetahuan, faktor-faktor
tingkat yang
pengetahuan,
mempengaruhi
cara
memperoleh
pengetahuan,
cara
pengukuran pengetahuan, pengertian remaja, perkembangan dan ciri-ciri remaja, tugas-tugas perkembangan masa remaja, perubahan psikologis masa remaja,
sejarah
human
immunodeficiency
virus,
pengertian
Human
Immunodeficiency Virus/Acquired Immuno Deficiency Syndrom, gejala, fasefase, pathogis, penyebab, cara pencegahan, cara penularan, dan penanganan Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immuno Deficiency Syndrom. BAB III Metode Penelitian. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai desain penelitian, partisipan, populasi dan sampel, instrumen penelitian, prosedur penelitian dan analisa data. BAB IV Temuan dan Pembahasan. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai pengolahan atau analisis data serta pembahasan temuan. BAB V Simpulan, Implikasi dan Rekomendasi. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai hasil analisis temuan. Selain itu, pada bab ini juga dibahas mengenai rekomendasi bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan penelitian ini.
Mitha Pradipa Madawati, 2015 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS/ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME (HIV/AIDS) PADA SISWA KELAS X SMA PASUNDAN 8 KOTA BANDUNG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu