BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran pernafasan, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah,
dan
pleura
(Kepmenkes,
2002).
Secara
anatomik,
ISPA
dikelompokkan menjadi ISPA atas misalnya batuk, pilek, faringitis, dan ISPA bawah seperti
bronkitis, bronkiolitis, pnemonia. ISPA atas jarang
menyebabkan kematian walaupun insidennya jauh lebih tinggi daripada ISPA bawah (Said, 2004). ISPA merupakan pembunuh balita pertama di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, malaria dan campak. Di dunia setiap tahun diperkirakan lebih dari 2 juta meninggal karena ISPA (1 balita/15 detik) dari 9 juta total kematian balita. Di antara 5 kematian balita, 1 diantaranya di sebabkan oleh pneumonia. Bahkan karena besarnya kematian ISPA ini, ISPA/pneumonia disebut sebagai pandemi yang terlupakan atau forgetten pandemic. Namun, tidak banyak perhatian terhadap penyakit ini, sehingga pneumonia disebut juga pembunuh balita yang terlupakan atau forgetten killer of children (Unicef/WHO, 2009). Setiap tahun diperkirakan 4 juta anak balita meninggal karena ISPA (terutama pneumonia dan bronkiolitis) 71-140 per 1000 kelahiran hidup. Pada tahun 2007 penyebab kematian dengan kasus pnemonia sebanyak 3,8%. Diperkirakan bahwa proposi penyakit menular di indonesia dalam 12 tahun ini telah menurun, sepertiganya dari 44% menjadi 28% (Depkes, 2008). Salah satu komplikasi ISPA pada bayi yang dapat berakibat fatal adalah pneumonia, disamping komplikasi lainnya misalnya otitis media akuta (OMA), dan mastoiditis. Jadi upaya penanganan ISPA secara lebih dini diharapkan dapat mencegah terjadinya komplikasi tersebut yang dapat menurunkan kualitas hidup bayi tersebut pada masa depan (Kresno, et al, 1994). ISPA perlu diwaspadai ketika menyerang anak dan orang tua.
1
2
ISPA bisa menyebabkan komplikasi atau penyulit, dimana penyakitnya lebih berat dari ISPA yang sebelumnya telah diderita seseorang. ISPA bisa masuk ke telinga sehingga menimbulkan radang telinga bagian tengah (otitis media) yakni keluarnya cairan serupa nanah keluar dari telinga. Selain itu penderita juga beresiko menderita sinusitis atau infeksi dari rongga pipi. Bahkan ketika ISPA turun ke bawah, penderita bisa mengalami infeksi pita suara. Bila daya tahan tubuhnya lebih rendah lagi seperti pada bayi dan lansia, penderita bisa mengalami bronkitis atau bahkan bronko pneumoniae. Bukan hanya infeksi di saluran paru tapi juga ke jaringan paru (Sidohutomo, 2007). Umur mempunyai pengaruh besar pada kejadian ISPA. Penyakit ISPA yang terjadi pada anak dan bayi akan memberikan gambaran klinik yang lebih jelek bila dibandingkan dengan orang dewasa. Gambaran klinik yang jelek dan tampak lebih berat tersebut terutama disebabkan oleh infeksi virus pada bayi dan anak yang belum memperoleh kekebalan alamiah (Alasagaf dan Mukti, 2008). ISPA pada anak yang berusia dibawah 2 tahun harus diwaspadai karena dapat menyebabkan kematian (PDPERSI, 2003). Resiko akan menjadi berlipat ganda pada anak yang berusia dibawah dua tahun yang daya tahan tubuhnya masih kurang sempurna. Muluki (2003) menyatakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi tingginya kejadian ISPA pada bayi dan balita yakni faktor intrinsik (perumahan, sosial ekonomi, pendidikan, pengetahuan). Pengetahuan ibu tentang penyakit ISPA merupakan modal utama untuk terbentuknya kebiasaan yang baik demi kualitas kesehatan anak. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2003). Didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif akan berlangsung lama dan bersifat permanen, ibu yang memiliki pengetahuan yang baik tentang ISPA diharapkan akan membawa dampak positif bagi kesehatan anak karena resiko kejadian ISPA pada anak dapat dieliminasi seminimal mungkin.
3
Data terbaru yang di peroleh di Dinas Kesehatan Kota Semarang jumlah penderita ISPA pada tahun 2011 tercatat 58.627 kasus. Data tersebut di antaranya berasal dari 37 Puskesmas yang ada di kota Semarang. Tercatat Puskesmas Bangetayu Semarang terdapat 4.512 kasus penyakit ISPA. Angka ini merupakan angka tertinggi di seluruh Puskesmas kota Semarang (Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2011).. Dari hasil wawancara, para orang tua balita penderita ISPA di Puskesmas Bangetayu Semarang yang dilakukan peneliti melalui wawancara tentang penyebab, pencegahan dan pengobatan ISPA, sebagian besar kurang memahami tentang penyakit ISPA. Berdasarkan latar berlakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “hubungan pengetahuan ibu tentang penyakit ISPA dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah Puskesmas Bangetayu Semarang”.
B. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana hubungan antara pengetahuan ibu tentang penyakit ISPA dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah Puskesmas Bangetayu Semarang?”.
C. Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu tentang penyakit ISPA dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah Puskesmas Bangetayu Semarang. 2. Tujuan khusus a. Mendeskripsikan pengetahuan ibu tentang penyakit ISPA pada balita di wilayah Puskesmas Bangetayu Semarang. b. Mendeskripsikan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Bangetayu Semarang.
4
c. Menganalisis hubungan pengetahuan ibu tentang penyakit ISPA dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah Puskesmas Bangetayu Semarang.
D. Manfaat penelitian 1. Puskesmas Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dalam perencanaan program pencegahan kejadian ispa dalam menyusun strategi untuk menurunkan angka kesakitan ISPA pada balita di wilayah bangetayu semarang. 2. Peneliti Penelitian ini di harapkan dapat memberikan tambahan dan pemahaman akan penyakit ISPA pada balita. 3. Instansi pendidikan Penelitian ini dapat di gunakan untuk meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan mahasiswa tentang penelitian ilmiah terutama pada upaya pencegahan ISPA. 4. Ibu Diharapkan hasil penelitian ini dapat mengetahui penyakit ISPA dan bagaimana cara pencegahan agar tidak terjadi penyakit ISPA pada balita melalui koisioner yang kita berikan kepada ibu yang membawa anaknya ke puskesmas bangetayu semarang
E. Bidang ilmu Penelitian yang penulis buat termasuk bidang ilmu keperawatan anak.
5
F. Keaslian Penelitian Peneliti (Tahun) Satriyanto (2010)
Sugiarto (2004)
Rina Maya Sari (2010)
Judul Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu tentang Cara Penanggulagan Penyakit ISPA pada Anak di Poliklinik RSUP Dr.Mohammad hoesin Palembang Tahun 2009 Hubungan antara Faktor Pengetahuan, Sikap dan Praktik Ibu dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Tratbang Kecamatan Wonokerto Kabupaten Pekalongan Hubungan Pengetahuan Ibu yang Mempunyai Balita tentang ISPA dengan Kejadian ISPA di Sungai Arang Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Arang Padang Tahun 2009
Desain Penelitian Penelitian kuantitatif deskriptif
Sampel
Hasil
Responden adalah 30 orang ibu yang membawa anaknya yang menderita ISPA di poliklinik anak RSUP Dr.Mohammad hoesin Palembang
Pengetahuan baik 26,66%, cukup 30% dan kurang 43,33%. Sikap positif 56,67% dan negatif 43,33%.
Jenis penelitian observasi dengan pendekatan cross sectional.
Jumlah sampel penelitian sebanyak 75 orang ibu di Desa Tratbang Kecamatan Wonokerto Kabupaten Pekalongan.
Ada hubungan antara pengetahuan dengan sikap dan antara praktik dan sikap ibu.
Jenis penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional.
Jumlah sampel 90 orang Ibu yang Mempunyai Balita tentang ISPA di Sungai Arang Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Arang Padang.
Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu yang mempunyai balita tentang ISPA dengan kejadian ISPA di Sungai Arang Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Arang Padang.
6
Galuh Nita Prameswari (2009)
Hubungan Lama Pemberian ASI secara Eksklusif dengan Frekuensi Kejadian ISPA
Metode survei dengan pendekatan belah lintang
Jumlah sampel 81 anak usia 1 – 2 tahun.
Nur Achmad Yusuf dan Lilis Sulistyorini (2005)
Hubungan Sanitasi Rumah secara Fisik dengan Kejadian ISPA pada Balita
Jenis penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional.
Jumlah sampel 59 rumah yang didalamnya terdapat anak balita.
Ada hubungan yang signifikan antara lama pemberian ASI eksklusif dengan frekuensi kejadian ISPA. Terdapat hubungan antara sanitasi fisik rumah dengan kejadian ISPA pada balita
Dari jurnal-jurnal yang ditemukan belum ada penelitian tentang : 1. Hubungan antara pengetahuan ibu tentang penyakit ISPA dengan kejadian ISPA pada Balita di wilayah Puskesmas Bangetayu Semarang. 2. Variabel yang digunakan adalah pengetahuan ibu dan kejadian ISPA. 3. Lokasi penelitian adalah di wilayah kerja Puskesmas Bangetayu Semarang.