1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberdayaan petani adalah segala upaya untuk meningkatkan kemampuan petani untuk melaksanakan usahatani yang lebih baik melalui pendidikan dan pelatihan, penyuluhan dan pendampingan, pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil pertanian, konsolidasi dan jaminan luasan lahan pertanian, kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi, serta penguatan kelembagaan petani. Kelembagaan petani merupakan lembaga yang ditumbuh kembangkan dari, oleh dan untuk petani guna memperkuat kerjasama dalam memperjuangkan kepentingan petani dalam bentuk kelompok tani (poktan) dan gabungan kelompok tani (gapoktan). Selain itu, kelompok tani dengan lembagan petani mempunyai peran penting dan strategis dalam pertumbuhan ekonomi di wilayah pedesaan (Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani). Penyuluhan pertanian merupakan kegiatan penting dan strategis yang tidak terpisahkan dari pembangunan di sektor pertanian. Kegiatan penyuluhan dalam pembangunan pertanian berperan sebagai jembatan yang menghubungkan antara praktek yang dijalankan oleh petani dengan pengetahuan dan teknologi pertanian yang selalu berkembang. Agar petani dapat melakukan praktek-praktek yang mendukung usahatani, maka petani membutuhkan informasi dan inovasi di bidang pertanian. Informasi dan inovasi tersebut dapat diperoleh petani dari Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL)
melalui
penyelenggaraan
kegiatan
penyuluhan
pertanian
(Hermawan, dkk, 2007). Kegiatan penyuluhan pertanian yang dilakukan oleh petani menjadi salah satu faktor keberhasilan pembangunan pertanian, karena penyuluhan hadir sebagai pemacu pembangunan pertanian. Kegiatan penyuluhan bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat (petani) agar selalu siap
1
2
dan mampu menguasai serta menerapkan produktivitas usahatani dan pendapatan petani demi perbaikan kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Sekarang peranan penyuluhan lebih dipandang sebagai proses membantu petani untuk mengambil keputusan sendiri dengan cara menambah pilihan bagi mereka, dan dengan cara menolong mereka mengembangkan wawasan mengenai konsekuensi dari masing-masing pilihan yang ada melalui pertemuan rutin tiap minggu/bulannya. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomer 82 Tahun 2013 tentang pembinaan Poktan (Kelompok Tani) dan Gapoktan bahwa Kelompok Tani (Poktan) adalah kumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan; kesamaan kondisi lingkungan social, ekonomi dan sumberdaya; kesamaan komoditas dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. Pengembangan poktan diarahkan pada: (a) penguatan poktan menjadi kelembagaan petani yang kuat dan mandiri, (b) peningkatan kemampuan anggota dalam pengembangan agribisnis, dan (c) peningkatan kemampuan poktan dalam menjalankan fungsinya. Penyuluh merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar. Selain itu penyuluh juga membantu petani membentuk pendapat yang sehat dan membuat keputusan yang baik dengan cara berkomunikasi dan memberikan informasi yang diperlukan petani, selain itu penyuluh pertanian juga berperan untuk membantu petani dalam peningkatan usahataninya (Van Den Ban & Hawkins, 2012). Salah satu indikator berperannya penyuluh pertanian adalah perkembangan kelompok tani yang ditunjukkan melalui kemampuan baik dalam hal teknis maupun manajemen usahatani yang dijalankan. Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah
yang memiliki
produktivitas padi
sawah tertinggi
dibandingkan kabupaten lainnya, yakni 63,29 kuintal/hektar (Badan Pusat
3
Statistik Jawa Tengah 2014). Meskipun luas lahan pertanian khususnya untuk tanaman padi tidak seluas wilayah lainnya, namun Kabupaten Sukoharjo memiliki produktivitas padi yang tinggi. Hal tersebut menunjukkan
bahwa
wilayah
Sukoharjo
memiliki
potensi
untuk
menyediakan kebutuhan pangan terutama beras di Provinsi Jawa Tengah. Pentingnya perkembangan kelompok tani karena perkembangan sektor pertanian didukung oleh kelembagaan pertanian yang tercermin dari aktivitas kelompok tani. Salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas dan perkembangan kelompok tani adalah terlaksananya peran penyuluh pertanian dengan baik. Namun berdasarkan survai di lapangan diduga penyuluh pertanian lapangan kurang dinamis. Apalagi jika mengingat adanya UU Nomor 16 tahun 2006 yang mengamanatkan satu desa satu penyuluh. Apabila wacana satu desa satu penyuluh tersebut dijalankan maka tidak menutup kemungkinan intensitas penyuluhnya juga tidak akan meningkat karena informasi dan ketrampilan penyuluh masih terbatas seputar on farm. Adapun data mengenai jumlah kelompok tani dan jumlah penyuluh di Kabupaten Sukoharjo dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 1. Jumlah Penyuluh, Jumlah Desa, Jumlah Kelompok Tani, dan Anggota Kelompok Tani di Kabupaten Sukoharjo No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Weru Bulu Tawangsari Sukoharjo Nguter Bendosari Polokarto Mojolaban Grogol Baki Gatak Kartasura Jumlah
Jumlah Penyuluh (orang) 8 8 7 8 8 14 9 10 3 14 7 5 101
Jumlah Desa
Jumlah Poktan
Jumlah Anggota (orang)
13 12 12 14 16 14 17 15 14 14 14 10 165
64 48 49 78 80 52 78 48 32 44 31 28 631
6.718 3.237 4.529 6.149 7.153 6.727 5.821 4.669 2.016 3.837 3.677 1.596 56.129
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Sukoharjo, 2015 Berdasarkan Tabel 1 maka dapat dilihat bahwa jumlah penyuluh pertanian yang ada di Kabupaten Sukoharjo lebih sedikit dari jumlah desa.
4
Kehadiran dan peranan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) di tengahtengah masyarakat tani masih sangat dibutuhkan untuk meningkatkan sumber daya manusia (petani) sehingga mampu mengelola sumber daya alam yang ada secara intensif demi tercapainya peningkatan produktivitas dan pendapatan atau tercapainya ketahanan pangan dan ketahanan ekonomi. Begitu pula yang diharapkan oleh masyarakat tani yang tergabung dalam kelompok tani di Kabupaten Sukoharjo, bahwa peran aktif petugas penyuluh pertanian lapangan sangat dibutuhkan dan perlu ditingkatkan
dalam
upaya
mencapai
tujuan
dan
meningkatkan
perkembangan kelompok tani di Kabupaten Sukoharjo. Berdasarkan kondisi seperti itu maka para penyuluh pertanian di Kabupaten Sukoharjo ditantang
untuk
bekerja
lebih
keras
lagi
dalam
meningkatkan
perkembangan kelompok tani. Namun untuk mengetahui sejauh mana peran penyuluh pertanian tersebut maka diperlukan suatu kajian yang mendalam mengenai hubungan peran penyuluh pertanian lapangan dengan tingkat perkembangan kelompok tani di Kabupaten Sukoharjo.
B. Rumusan Masalah Kegiatan penyuluhan sebagai proses pemberdayaan masyarakat, yang dilakukan secara terus-menerus oleh pemerintah ataupun lembaga swasta demi tercapainya peningkatan produktivitas dan pendapatan usahatani. Kelembagaan dalam pertanian perlu memperoleh perhatian khusus, karena merupakan komponen utama dalam strategi revitalisasi pertanian secara keseluruhan. Organisasi penyuluhan memegang peranan penting dalam membimbing petani mengorganisasikan diri secara efektif. Penyuluh pertanian lapangan dituntut memiliki peran baik di tingkat kecamatan maupun tingkat desa. Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2014 menempati urutan tertinggi dalam angka produktivitas padi di Jawa tengah yakni sebesar 63,29 Ku/Ha (Badan Pusat Statistik Jawa Tengah Tahun 2014), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 1. Angka produktivitas padi tersebut merupakan
5
capaian yang mampu mendukung ketahanan pangan di Jawa Tengah. Perkembangan sektor pertanian juga didukung oleh kelembagaan pertanian yang tercermin dari aktivitas kelompok tani. Salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas dan perkembangan kelompok tani adalah terlaksananya peran penyuluh pertanian dengan baik. Namun kenyatanya peran penyuluh pertanian lapangan dalam mengembangkan kelompok tani terhalang oleh pengetaahuan dan ketrampilan yang hanya seputar on farm saja. Berdasarkan uraian di atas, peran Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) merupakan aspek yang menarik untuk diteliti, karena Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) adalah petugas lapangan yang berhubungan langsung dengan petani dan sebagai media dalam transfer informasi di bidang pertanian. Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) sebagai jembatan antara petani dengan dunia penelitian, petani dengan teknologi baru dan petani dengan pasar. Oleh karena itu, perkembangan kelompok tani tentunya tidak lepas dari peran penyuluh pertanian lapangan yang bertugas memberikan informasi dan inovasi. Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang dapat diambil adalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana peran Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) di Kabupaten Sukoharjo?
2.
Bagaimana tingkat perkembangan kelompok tani di Kabupaten Sukoharjo?
3.
Bagaimana hubungan antara peran Penyuluh pertanian Lapangan (PPL) dengan tingkat perkembangan kelompok tani di Kabupaten Sukoharjo?
6
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut dapat dirumuskan tujuan dari penelitian ini adalah : 1.
Mendeskripsikan dan menganalisis tingkat peran Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) di Kabupaten Sukoharjo.
2.
Mendeskripsikan dan menganalisis tingkat perkembangan kelompok tani di Kabupaten Sukoharjo.
3.
Menganalisis hubungan antara peran Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dengan tingkat perkembangan kelompok tani Kabupaten Sukoharjo.
D. Kegunaan Penelitian 1.
Bagi peneliti, penelitian ini merupakan bagian dari proses belajar yang harus ditempuh sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2.
Bagi penyuluh kabupaten Sukoharjo, penelitian ini dapat digunakan sebagai
bahan
masukan
untuk
menambah
pengetahuan
dan
meningkatkan kinerja penyuluh dalam memberikan penyuluhan khususnya dalam pengembangan kelompok tani. 3.
Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan serta bisa dijadikan referansi informasi untuk meneliti lebih lanjut dalam kajian yang sama.
7
BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu Menurut Penelitian Setiawan (2008) yang berjudul “Hubungan Penyuluhan Dengan Produktivitas Kerja Petani Di Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo” menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara penyuluh pertanian dengan produktivitas penyiapan lahan, pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan panen. Materi penyuluhan dengan produktivitas kerja pada saat penyiapan lahan, pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan panen tidak mempunyai hubungan yang signifikan. Frekuensi penyuluhan dengan produktivitas
penyiapan lahan
mempunyai hubungan yang sangat signifikan dan terdapat hubungan yang signifikan dengan produktivitas pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan panen. Terdapat perbedaan produktivitas kerja antar petani pengurus kelompok
dengan
petani
anggota
kelompok.
Terdapat
perbedaan
produktivitas kerja antara petani yang relatif dekat dengan yang relatif jauh dari pembinaan penyuluhan. Menurut penelitian Revikasari (2010) yang berjudul “Peranan Penyuluh Pertanian Dalam Pengembangan Gabungan Kelompok Tani (Gaboktan) Didesa Tempuran Kecamatan Paron Kabupaten Ngawi” menunjukan bahwa penyuluh pertanian lapangan dari BP3K (Balai Penyuluh Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan), kecamatan paron yang bertugas diwilayah desa tempuran dalam usaha pengembangan gaboktan tani maju sudah menjalankan tugasnya sebagaimana yang tercantum dalam pedoman penumbuhan dan pengembangan kelompok tani dan gaboktan tahun 2007. Kendala dalam pengembangan gaboktan tani maju ada 2 macam yaitu hambatan yang bersifat internal antara lain perte muan rutin gaboktan belum maksimal karena pertemuan dilakukan malam hari, adanya administrasi keuangan yang belum maksimal pada perinciannya, pemodalan yang masih terbatas sehingga pengembangan unit usaha gaboktan kurang maksimal. 7
8
Hambatan eksternal yang dihadapi yaitu pada jalinan kemitraan gaboktan yang masih terbatas dengan pihak luar. Faktor pelancar pengembangan gaboktan yaitu kebijaksanaan pemerintah berupa bantuan modal, pelatihan kepada pengurus Gaboktan, serta adanya penyuluh pertanian. Pengaruh peranan penyuluhan pertanian dalam pengembangan gaboktan yaitu gaboktan mampu mengembangkan unit usaha dan meningkatkan kemampuan pengurus Gaboktan. Menurut penelitian Markomah (2009) yang berjudul “Peran Penyuluh Pertanian
Dalam
Menumbuhkembangkan
Partisipasi
Petani
Untuk
Menggunakan Pupuk Majemuk Di Desa Tegalmade Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo” menunjukkan bahwa peran penyuluh pertanian sebagai motivator cukup baik, peran penyuluh pertanian sebagai supervisor rendah, dan peran penyuluh pertanian sebagai fasilitator sangat baik. Selain itu penyuluh pertanian telah berperan dengan baik sebagai mediator dan organisator. Partisipasi petani tahap pelaksanaan termasuk dalam kategori tinggi. Partisipasi petani dalam tahap perencanaan dan pemantauan dan evaluasi termasuk dalam kategori cukup tinggi. Pada taraf kepercayaan 95% peran
penyuluh
pertanian
sebagai
motivator,
mediator,
supervisor,
organisator, fasilitator dalam penelitian ini mempunyai hubungan tidak signifikan dengan partisipasi petani tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap pemantauan dan evaluasi. Menurut Penelitian Siska (2015) mengenai “Peran Penyuluh Pertanian dalam Pengembangan Sistem Agribisnis Kubis di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar” menunjukkan bahwa pengembangan sistem agribisnis kubis tahap ketersediaan sarana produksi dan budidaya dalam kriteria sangat tinggi, panen dan pasca panen serta pemasaran dalam kriteria tinggi, kelembagaan penunjang dalam kriteria rendah. Peran penyuluh pertanian sebagai motivator, mediator, supervisor dan fasilitator berada dalam kriteria tinggi. Pada taraf kepercayaan 95%, peran penyuluh sebagai motivator dengan pemasaran menunjukkan hubungan signifikan. Antara peran
penyuluh
sebagai
mediator
dengan
kelembagaan
penunjang
9
menunjukkan hubungan yang signifikan. Antara peran penyuluh pertanian sebagai supervisor dan fasilitator dengan pengembangan sistem agribisnis kubis menunjukkan hubungan yang tidak signifikan. Tabel 2. Penelitian Terdahulu No
Penelitian Terdahulu
Persamaan
Perbedaan
1
Menurut Setiawan (2008) yang berjudul “Hubungan Penyuluhan Dengan Produktivitas Kerja Petani Di Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo”
Menggunakan metode analisis data rank spearman
Penelitian terdahulu menggunakan metode deskripsif dengan variabel terikatnya produktivitas kerja. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan variabel dependentnya tingkat perkembangan kelompok tani.
2
Menurut Markomah (2009) yang berjudul “Peran Penyuluh Pertanian Dalam Menumbuhkembangkan Partisipasi Petani Untuk Menggunakan Pupuk Majemuk Di Desa Tegalmade Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo”
Meneliti peran Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL)
Penelitian terdahulu menggunakan metode deskriftif dengan satu variabel (peran penyuluh). Peneitian ini Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan 2 variabel (peran penyuluh pertanian lapangan dan tingkat perkembangan kelompok tani)
3
Menurut Revikasari (2010) yang berjudul “Peranan Penyuluh Pertanian Dalam Pengembangan Gabungan Kelompok Tani (Gaboktan) Didesa Tempuran Kecamatan Paron Kabupaten Ngawi”
Meneliti tani
kelompok
Penelitian terdahulu menggunakan metode kualitatif dan hanya terdapat satu variabel (peranan penyuluh pertanian) saja. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan 2 variabel (variabel X dan Y)
4
Menurut Siska (2015) “Peran Penyuluh Pertanian dalam Pengembangan Sistem Agribisnis Kubis di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar”
Meneliti Peran Penyuluh Pertanian
Penelitian terdahulu menggunakan metode analisis data yang digunakan ialah median score dan korelasi parsial
Sumber: Data yang Diolah
10
B. Tinjauan Pustaka 1. Penyuluhan pertanian Penyuluhan pertanian adalah orang yang mengemban tugas memberikan dorongan kepada para petani agar mau mengubah cara berfikir, cara kerja, dan cara hidupnya yang lama dengan cara-cara baru yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman, perkembangan teknologi pertanian yang lebih maju. Seorang penyuluh harus berjiwa
sebagai
pendidik yang dapat menimbulkan perubahan perubahan pengetahuan, kecakapan, sikap dan ketrampilan pada para petani yang
disuluhnya.
Selain itu ia harus berjiwa pemimpin yaitu cakap dan mampu mengarahkan perhatian para petani kepada yang dikehendaki dan diharapkannya, cakap dan mampu menggerakkan kegiatan para petani ke arah kegiatan yang lebih baik dan lebih menguntungkannya, cakap dan mampu memberi dorongan dan semangat kerja para petani, memanfaatkan para pemuka atau tokoh tani untuk mengembangkan materi penyuluhan. Penyuluh juga harus cakap, mampu dengan penuh kesabaran dan ketekunan menjalin jiwa kekeluargaan dengan para petani agar dapat bertindak sebagai penasehat, pemberi petunjuk dan membantu para petani dalam menghadapi dan memecahkan persoalan persoalan yang berkaitan dengan usahataninya (Mardikanto, 2013). Penyuluh pertanian adalah usaha mengubah perilaku petani dan keluarganya agar mereka mengetahui, menyadari, mempunyai kemampuan dan kemauan, serta tanggung jawab untuk memecahkan masalahnya sendiri dalam rangka kegiatan usaha tani dan kehidupannya (Kertasapoetra 1994). Sehingga petani dipedesaan perlu mendapatkan pendidikan yang berupa pendidikan nonformal dengan cara yang sederhana, mudah, menarik, dan gambling sehingga dapat dipahami dan dapat diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Keberhasilan penyuluhan pertanian memerlukan bantuan aktivitas yang berlangsung maupun yang tidak langsung menunjang pendidikan (Setiana, 2005).
11
Penyuluh pertanian merupakan sistem pendidikan non formal yang berupaya memberdayakan petani untuk memperbaiki kehidupan dan penghidupannya. Sehingga dapat lebih berpartisipasi dalam pembangunan pertanian. Penyuluhan harus dibedakan dengan sistem pendidikan formal. Perbedaan ini meliputi tempat, kurikulum, sasaran, filsafat, dan lingkupnya. Dengan demikian, penyuluh pertanian adalah suatu upaya untuk terciptanya iklim yang kondusif guna membantu petani beserta keluarga agar dapat berkembang menjadi dinamis serta mampu untuk memperbaiki kehidupan dan penghidupannya dengan kekuatan sendiri dan pada akhirnya mampu menolong dirinya sendiri (Ibrahim, 2003). Fungsi penyuluhan adalah menjembatani kesenjangan antara praktik yang biasa dijalankan oleh para petani dengan pengetahuan dan teknologi yang selalu berkembang menjadi kebutuhan para petani tersebut. Dengan demikian, penyuluhan dengan para penyuluhnya merupakan penghubung yang bersifat dua arah (two way traffic) antara: a. Pengetahuan yang dibutuhkan petani dan pengalaman yang biasa dilakukan oleh petani b. Pengalaman baru yang terjadi pada pihak para ahli dan kondisi yang nyata diantara petani. Karena itu, fungsi penyuluhan dapat dianggap sebagai penyampai dan penyesuai program nasional dan regional agar dapat diikuti dan dilaksanakan oleh petani, sehingga program-program masyarakat petani yang disusun dengan itikad baik akan berhasil dan mendapat partisipasi masyarakat. Tujuan penyuluhan jangka panjang adalah terjadinya peningkatan taraf hidup masyarakat, maka hal ini hanya dapat dicapai apabila para petani dalam masyarakat telah melakukan langkah-langkah sebagai berikut: a. Better farming, mau dan mampu mengubah cara-cara usaha taninya dengan cara-cara yang lebih baik.
12
b. Better business, berusaha yang lebih menguntungkan, mau dan mampu menjauhi para pengijon, lintah darat, dan melakukan teknik pemasaran yang benar. c. Better living, hidup lebih baik dengan mampu menghemat, tidak berfoya-foya dan setelah berlangsungnya masa panenan, bisa menabung, bekerja sama memperbaiki hygiene lingkungan, dan mampu mencari alternatif lain dalam hal usaha, missal mendirikan industri rumah tangga yang lain dengan mengikutsertakan keluarganya guna mengisi kekosongan waktu selama menunggu panenan berikutnya (Setiana, 2005). Penyuluhan merupakan proses perubahan perilaku melalui suatu kegiatan pendidikan non formal, oleh karena itu selalu saja ada kendala dalam pelaksanaannya di lapangan. Untuk memahami kondisi tersebut, maka seorang penyuluh yang baik akan berusaha mengetahui serta memahami hal-hal yang mempengaruhi penyuluhan, baik itu sebagai factor internal maupun faktor eksternal. Mengukur efektivitas penyuluhan akan sangat sulit jika dihubungkan pada perubahan sikap perilaku sasaran penyuluhan, namun demikian, beberapa ahli berpendapat bahwa efektivitas atau keberhasilan kegiatan penyuluhan dapat diukur dari seberapa jauh telah terjadi perubahan perilaku yang mengarah pada tindakan, pengetahuan, sikap, dan keterampilan seseorang. Penyuluh harus bekerjasama dengan masyarakat, dan bukannya bekerja untuk masyarakat. Kehadiran penyuluh bukan sebagai penentu atau pemaksa, tetapi ia harus mampu menciptakan suasana dialogis dengan masyarakat dan mampu menumbuhkan, menggerakkan, serta memelihara partisipasi masyarakat. Selain memberikan ilmunya kepada masyarakat, ia harus mau belajar tentang “ngelmu”nya masyarakat yang seringkali dianggap tidak rasional (karena yang oleh penyuluh dianggap tidak rasional adalah yang sudah menjadi petunjuk pusat). Padahal praktekpraktek kegiatan yang berkembang dari budaya lokal seringkali juga
13
sangat rasional, karena telah mengalami proses “trial and error” dan teruji oleh waktu (Mardikanto, 2013). 2. Peran Penyuluh Peran adalah suatu konsep perihal apa yang dapat di lakukan individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat , peran meliputi norma-norma yang dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Dalam hal ini peran yang di tekankan adalah semua pihak terkait di dalam sektor pertanian, karena pertanian sebagai leading sektor
merupakan
tulang
punggung
pembangunan
Indonesia
(Nurmayanti 2010 ). Peran
penyuluh
hanya
dibatasi
pada
kewajibannya
untuk
menyampaikan inovasi dan mempengaruhi sasaran penyuluhan melalui teknik-teknik tertentu sampai mereka sadar dan mampu menghadapi inovasi yang disampaikan. Akan tetapi dalam perkembangannya, peran penyuluh tidak hanya terbatas pada fungsi menyampaikan inovasi dan mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sasaran penyuluhan, tetapi juga harus mampu menjadi jembatan penghubung antara pemerintah atau lembaga penyuluhan yang diwakilinya dengan masyarakat sasaran, baik dalam menyampaikan inovasi atau kebijakankebijakan pembangunan maupun untuk menyampaikan umpan balik atau tanggapan masyarakat kepada pemerintah atau organisasi penyuluhan yang bersangkutan. Dengan menempatkan diri pada kedudukan atau posisi seperti itulah penyuluh akan mampu melaksanakan tugasnya dengan baik. Artinya, mampu berperan sebagai fasilitator yang handal yang bertujuan membantu masyarakat memperbaiki mutu hidup dan kesejahteraannya serta dapat diterima dan dipercaya oleh masyarakat sasarannya (Mardikanto, 2013). Mardikanto (2003) menyatakan bahwa peran penyuluhan pertanian sebagai “agent of change” memiliki tugas ganda yaitu menyampaikan informasi dan sekaligus berupaya untuk mengubah perilaku masyarakat
14
sasaran
untuk
dapat
berpartisipasi
dalam
pembangunan.
Guna
menjalankan peran ganda tersebut, maka seorang penyuluh pertanian harus mempersiapkan diri dengan matang baik yaitu dengan cara menambah pengetahuan, kecakapan dan ketrampilan maupun perbaikan sikap. Bagi penyuluh
pertanian,
perubahan-perubahan
yang
terjadi
dalam
perkembangan ilmu dan teknologi pertanian, tingkat kemampuan petani maupun perubahan-perubahan kondisi lingkungan yang mempengaruhi usahatani harus betul-betul dikuasai. Dengan adanya pengetahuan tentang perubahan ini, maka penyuluh pertanian dapat menentukan langkahlangkah kerja agar petani dapat menerima dengan sadar apa yang dianjurkan (Zubaidi, 2011). Menurut Puspadi (2010) untuk menstransfer teknologi yang berada di stasiun stasiun penelitian kepada para petani diperlukan seorang petugas yang namanya penyuluh pertanian. Dengan demikian, tugas utama penyuluh pertanian saat ini adalah mentransfer teknologi melalui berbagai kegiatan seperti mengunjungi petani, latihan, demonstrasi. Bahasa populernya tugas penyuluh pertanian untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan,
dan
sikap
agar
mau
menerapkan
teknologi
yang
direkomendasikan oleh pemerintah. Berdasarkan
kajian
teori
yang
dikemukakan
oleh
yayasan
pengembangan Sinar Tani (2001), Nasution (1990) dan Suhardiyono (1992) menekankan bahwa peran penyuluh pertanian adalah sebagai motivator, komunikator, fasilitator, konsultan, mediator, supervisor dan organisator. Oleh karena itu penelitian ini memberikan batasan pada peran penyuluh pertanian yang akan dikaji yaitu peran sebagai motivator, fasilitator, konsultan dan mediator. a. Penyuluh sebagai motivator. Law dan Derek (2000) menyatakan bahwa motivator dipengaruhi oleh bagaimana seseorang tersebut diperlakukan secara adil atau sesuai, kebanyakan orang menyeimbangkan antara apa yang diberikan dengan apa yang mereka dapat, kemudian membandingkan dengan apa
15
yang bisa didapatkan orang lain. Vroom dalam Law dan Derek (2000) juga mengungkapkan bahwa orang dimotivasi berdasarkan apa yang mereka harapkan. Secara rasional individu mempunyai harapan terhadap kemungkinan penghargaan yang bisa diraih dengan menggunakan atau menerapkan perilaku yang bermacam-macam sehingga individu memutuskan untuk berperilaku dalam usaha untuk menjadi sukses dan untuk memperoleh penghargaan yang tinggi. Motivasi orang untuk berperilaku ada dua macam, yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Pada motivasi instrinsik, daya dorong untuk berperilaku tertetu berasal dari dalam diri orang itu sendiri. Sedangkan motivasi ekstrinsik perlu ada faktor diluar diri orang tersebut yang mendorong untuk berperilaku tertentu; penyuluh adalah faktor luar (Slamet,2003). Peranan penyuluh sebagai motivator yaitu para penyuluh bisa membangkitkan motivasi dalam rangsangan yang memprakarsai pengenalan isu-isu yang berkembang dan keinginan masyarakat, agar masyarakat tergerak. Seorang penyuluh harus dapat membina dan meningkatkan motivasi masyarakat sasaran agar mau mengubah cara berpikir dan cara kerjanya sehingga mau dan mampu menerapkan cara kerja baru yang lebih berdaya guan dan berhasil guna. Sebagai motivator, menurut Nasution (1990) yang diperlukan penyuluh adalah: 1) Mendorong petani untuk menerima teknologi baru yang sesuai untuk daerahnya. 2) Mengembangkan swadaya dan swadana petani. 3) Menumbuhkan kesadaran dan mengerakkan partisipasi masyarakat. 4) Mampu berinisiatif bagi terciptannya perubahan serta dapat memobilisasi sumber daya. 5) Mengarahkan dan membina kegiatan. 6) Mengembangkan kelembagaan yang efektif untuk melaksanakan perubahan yang direncanakan.
16
Sebagai motivator, petugas penyuluh pertanian harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para petani dalam melakukan berbagai tantangan yang dihadapinya misalnya bila hasil panen kurang menguntungkan atau lain sebagainya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan penghargaan secara efektif, dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui pengembangan pusat sumber belajar (Sidik, 2009). b. Penyuluh sebagai fasilitator Fasilitator adalah orang yang memberikan bantuan dalam memperlancar proses komunikasi sekelompok orang, sehingga mereka dapat memahami atau memecahkan masalah bersama-sama. Fasilitator bukanlah seorang yang bertugas hanya memberikan pelatihan, bimbingan,
nasehat
atau
pendapat.
Fasilitator
harus
menjadi
narasumber yang baik untuk berbagai permasalahan. Tugas dan wewenang fasilitator adalah: 1) Menata acara belajar, menyiapkan materi dan penyajian materi sesuai dengan bidangnya 2) Menata situasi proses belajar 3) Mengidentifikasi
kerjasama dan komunikasi
antar
anggota
kelompok 4) Mengarahkan acara belajar dan menilai bahan belajar sesuai dengan modal 5) Mengadakan bimbingan pada diskusi kelompok, memberikan umpan balik kapeada anggota kelompok 6) Apabila dalam diskusi terdapat pembicaraan yang keluar jalur, fasilitator juga bertugas sebagai penengah untuk mengembalikan topik pembicaraan ke jalur yang benar 7) Merumuskan kegiatan-kegiatan dan hasil-hasil kegiatan peserta 8) Mengadakan evaluasi terhadap peserta dan proses pelatihan (Chief, 2008).
17
Yayasan Pengembangan Sinar Tani (2010) menyatakan bahwa penyuluh atau fasilitator harus: 1) Memiliki tujuan yang jelas 2) Memiliki materi pelajaran yang tersusun baik 3) Menarik bersemangat dan menyenangkan materi pelajarannya 4) Mampu berkomunikasi dengan baik 5) Bersikap demokratis dalam memimpin 6) Mendorong partisipasi 7) Menepati waktu, bersahabat dan sopan 8) Menggunakan rencana pembelajaran yang baik Menurut Mardikanto (2001) penyuluh sebagai fasilitator memiliki tugas memberikan fasilitas atau pendampingan yang bersifat melayani kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan kliennya. Penyuluh juga memberikan edukasi yakni memfasilitasi proses belajar yang dilakukan oleh para penerima manfaat penyuluhan (beneficiaries) dan atau stakeholder pembangunan yang lainnya. Melalui penyuluhan juga harus diupayakan tidak terciptanya ketergantungan masyarakat kepada penyuluhnya. Penyuluh hanya sekedar fasilitator untuk memperlancar proses pembangunan yang direncanakan. Dengan kata lain, melalui penyuluhan, ingin dicapai suatu masyarakat yang memiliki pengetahuan luas tentang berbagai ilmu dan teknologi, memiliki sikap yang progresif untuk melakukan perubahan dan inovatif terhadap sesuatu (informasi) yang baru, serta terampil dan mampu berswadaya untuk mewujudkan keinginan dan harapannya demi tercapainya perbaikan kesejahteraan keluarganya (Huda, 2002). c. Penyuluh sebagai konsultan Penyuluh sebagai konsultan tidak boleh hanya “menunggu” tetapi harus aktif mendatangi petani. Penyuluh pertanian sebagai jembatan penghubung antara lembaga penelitian dengan petani, penyuluh pertanian bertugas untuk menyampaikan hasil temuan
18
teknologi dari lembaga penelitian kepada petani. Sebaliknya petani berkewajiban untuk melaporkan hasil pelaksanaan penerapan hasilhasil temuan teknologi lembaga penelitian yang dianjurkan tersebut kepada penyuluh pertanian yang membinanya sebagai jembatan penghubung (Ibrahim, 2003). Menurut Taufik (2016) peran penyuluh sebagai konsultan ialah membantu memecahkan masalah atau sekedar memberikan alternatifalternatif pemecahan masalah. Dalam melaksanakan peran sebagai konsultan, penting untuk memberikan rujukan kepada pihak lain yang lebih mampu dan atau lebih berkompeten untuk menanganinya. Hal tersebut dilakukan agar masalah yang dihadapi oleh petani dapat dipecahkan dengan baik. Jarmie (2000) menjelaskan tentang peran penyuluh sebagai penasehat antara lain: - Membantu mempercepat arus informasi. - Membantu mempercepat proses keputusan. - Membantu mencari pilihan usaha. - Membantu memecahkan masalah perbaikan usahatani. d. Penyuluh sebagai mediator Penyuluh sebagai mediator yang dimaksud adalah penyuluh pertanian menjalankan tugas-tugasnya untuk menjadi perantara antara petani dengan pihak-pihak yang mendukung terjadinya perubahan dalam melakkukan usahatani yang lebih maju (Ibrahim, 2003). Peranan penyuluh sebagai mediator atau jembatan penghubung antara lembaga penelitian dengan petani yaitu para penyuluh memberi informasi dan menghubungkan petani dengan sumber informasi dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Penyuluh bertugas untuk menyampaikan hasil temuan lembaga penelitian yang dianjurkan tersebut kepada petani. Sebaliknya petani berkewajiban melaporkan hasil pelaksanaan penerapan hasil-hasil temuan lembaga penelitian yang dianjurkan tersebut kepada penyuluh yang membinanya sebagai
19
jembatan penghubung, selanjutnya penyuluh menyampaikan hasil penerapan teknologi yang dilakukan oleh petani kepada lembaga penelitian
yang terkait
sebagai
bahan referensi
lebih
lanjut
(Suhardiyono, 1992). Penyuluh sebagai mediator dimana penyuluh melaksanakan diseminasi informasi/ inovasi, yaitu penyebarluasan informasi/ inovasi dari sumber informasi dan atau penggunanya (Mardikanto, 2001). Lebih lanjut lagi dalam Mardikanto (2003), menyebutkan bahwa berbicara tentang kedudukan penyuluh dengan tepat menyebutnya sebagai perantara atau jembatan penghubung yaitu penghubung antara: 1) Teori dan praktek, terutama bagi kelompok sasaran (penerima manfaat) yang belum memahami bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi. 2) Pengalaman dan kebutuhan, yaitu antar dua kelompok yang setara seperti sesama praktisi, sesama tokoh masyarakat dan lain-lain. 3) Pengusaha dan masyarakat, terutama menyangkut pemecahan masalah dan atau kebijakan-kebijakan pembangunan. 4) Produsen dan pelanggan, terutama menyangkut produk-produk (sarana produksi, mesin/peralatan). 5) Sumber
informasi
dan
penggunaannya,
terutama
terhadap
masyarakat yang relatif masih tertutup atau kurang memiliki aksesibilitas terhadap informasi. 6) Antar sesama stakeholder agribisnis, dalam pengembangan jejaring dan kemitraan kerja terutama dalam pertukaran informasi. 7) Antar masyarakat (didalam) dan pihak luar kaitannya dengan kegiatan agribisnis dan atau pengembangan masyarakat dalam arti yang lebih luas. Menurut Anaeto (2012) “The role of Agricultural extension in national agricultural development is pertinent. It has been established that no nation will have real growth in the agricultural sector without effective
20
extension service. The Agricultural Extension Organization (extension workers and services) have an important role to play in order to actualize the crucial role of agricultural extension in national development. agricultural extension is an educational process and brings about desired behavioural change in farmers and other stakeholders.” Penyuluhan pertanian merupakan bagian dari sistem pendidikan di luar sekolah (pendidikan non formal) bagi petani. Dengan demikian, penyuluhan pertanian merupakan upaya untuk menciptakan iklim yang kondusif untuk membantu petani agar dapat berkembang dan memperbaiki kehidupannya dengan kekuatannya sendiri dan pada akhirnya bisa menolong dirinya sendiri. Seorang penyuluh harus memiliki empat kualitas pribadi yang
meliputi; mampu berkomunikasi dengan baik
dengan petani, kemampuan untuk bergaul dengan orang, antusias dalam pekerjaan, akal dan inisiatif umum. 3. Kelompok tani Kelompok tani merupakan ujung tombak pembangunan pertanian dan peranannya sangat strategis dalam mengembangkan skala usaha agribisnis yang lebih ekonomis dan efisien. Adapun peranan kelompok tani sebagai kelembagaan petani dalam pembangunan usaha agribisnis adalah sebagai berikut. a. Kelembagaan pengubah (change institution) yaitu kelembagaan petani yang dapat mengubah perilaku anggotanya untuk meningkatkan usahataninya. b. Kelembagaan pembaharu (reform institution)
yaitu kelembagaan
petani yang dapat menciptakan pembaharuan bagi anggotanya melalui inovasi baru dibidang pertanian. c. Kelembagaan demokratis yaitu kelembagaan untuk pembangunan kerjasama dan interaksi yang didasarkan pada prinsip prinsip sebagai berikut.
21
1) Anggota kelompok tani dianggap setara, tidak ada perlakuan yang berlainan terhadap masing - masing anggotanya. 2) Rasa aman dalam bekerja dan bekerjasama dari masing - masing anggotanya. 3) Kesepakatan dalam pengambilan keputusan baik dalam rencana kegiatan,tujuan maupun cara memcapai tujuan. 4) Kesadaran dan saling mengerti akan peranan fungsi dari masing masing anggota kelompok. 5) Evaluasi yang terus menerus untuk menjalin kesesuaian kegiatankegiatan kelompok dengan keinginan dan tujuan yang akan dicapai untuk bahan perbaikan dalam kegiatannya. (Direktorat Pengembangan Usaha Hortikultura dan
Direktorat
Jendral Bina Produksi Hortikultura, 2002). Pada dasarnya kelompok tani dibentuk oleh para petani sendiri, PPL berperan menstimulasi ide dan memotivasi. Ketua kelompok dipilih oleh anggota dan disebut dengan kontak tani. Posisi kontak tani sangat strategis karena ia bertindak sebagai komunikator antara para penyuluh dan anggota kelompok serta petani lainnya. Biasanya kontak tani adalah figur yang progresif di antara para anggotanya. Ia juga berpendidikan lebih baik dan memiliki kemampuan kepemimpinan. Kontak tani merupakan partner bagi penyuluh pertanian dan secara informal dihargai sebagai penyuluh pertanian sukarela (Hariadi, 2011). Kegiatan
kelompok
tani
merupakan
perkumpulan
yang
beranggotakan para petani di desa tersebut, meskipun tidak semua petani di desa mengikuti kegiatan ini namun aktivitas usaha kelompok tani selalu difokuskan didalam bidang pertanian. Dalam proses kelembagaan Ketua kelompok tani dipilih dari salah seorang petani yang dianggap memiliki pengetahuan dan wawasan luas. Ketua kelompok tani yang terpilih diharapkan dapat menjalankan tugas dan kewajibannya antara lain mengkoordinasikan kegiatan gotong-royong untuk pengolahan lahan anggota kelompok tani secara bergantian, mengkoordinasikan penjualan
22
hasil produksi, dan melakukan hubungan dengan pihak penyuluh maupun dinas pertanian. Selain itu kegiatan kelompok tani juga dianggap sebagai mitra dari pemerintah desa dalam usaha melaksanakan berbagai aktivitas di bidang pertanian. Pentingnya pembinaan petani dengan pendekatan kelompok tani merupakan salah satu syarat lancarnya pembangunan pertanian adalah adanya
kegiatan
petani
yang
tergabung
dalam
kelompok
tani.
Mengembangkan kelompok tani adalah berarti membangun keinginan, dan kepercayaan pada diri sendiri agar dapat terlibat secara aktif dalam pembangunan. Disamping itu agar mereka dapat bergerak secara berhasil, berdayaguna, dan teroganisir maka aktivitas usaha kelompok tani perlu diberdayakan. Hasil penelitian tentang dampak kegiatan terhadap aktivitas kelompok tani secara langsung akan turut mempengaruhi peningkatan pendapatan bagi setiap anggota kelompok tani (Wuysang, 2014). Menurut Pusluhtan (1996), pembinaan kelompok tani diarahkan untuk memberdayakan petani agar memiliki kekuatan mandiri, yang mampu menerapkan inovasi (teknis, sosial dan ekonomi), mampu memanfaatkan azas skala ekonomi dan mampu menghadapi resiko usaha, sehingga mampu memperoleh tingkat pendapatan dan kesejahteraan yang layak. Untuk mencapai hal tersebut, penyuluhan pertanian dilakukan melalui pendekatan kelompok, membina terjalinnya kerjasama individu petani dalam proses belajar mengajar untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, proses produksi untuk mencapai skala ekonomi, serta proses kerjasama melalui pembinaan hubungan melembaga dengan Koperasi Unit Desa (KUD) dan kerjasama dengan pelaku ekonomi lainnya (swasta dan BUMN) untuk pengelolaan usahatani mulai dari pengadaan sarana, kegiatan budidaya, pengolahan dan pemasaran hasil. Selain itu, kelompok dapat meningkatkan kerja sama sebagai kelompok usaha sehingga akan meningkatkan kemampuan petani untuk meningkatkan produktivitas pendapatan dan kesejahteraannya.
23
Mewujudkan pertanian tangguh untuk pemantapan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian serta meningkatkan kesejahteraan petani. Untuk itu diperlukan dukungan sumberdaya manusia yang berkualitas melalui penyuluhan pertanian dengan pendekatan kelompok tani yang dapat mendukung sistem agribisnis
berbasis
pertanian.
Kelompok
Tani
perlu
ditumbuh
kembangkan, menurut Deptan (2007) Penumbuhan dan pengem bangan kelompok tani didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut. 1. Kebebasan, artinya menghargai kepada para individu para petani untuk berkelompok sesuai dengan keinginan dan kepentingan. Setiap individu memiliki kebebasan untuk menentukan serta memilih kelompok tani yang mereka kehendaki sesuai dengan kepentingannya. Setiap individu bisa tanpa atau menjadi anggota satu atau lebih kelompok. 2. Keterbukaan, artinya penyelenggaraan penyuluhan dilakukan secara terbuka antara penyuluh dan pelaku utama serta pelaku usaha. 3. Partisipatif, artinya semua anggota terlibat dan memiliki hak serta kewajiban yang sama dalam mengembangkan serta mengelola (merencanakan, melaksanakan serta melakukan penilaian kinerja kelompok tani). 4. Keswadayaan, artinya mengembangkan kemampuan penggalian potensi diri sendiri para anggota dalam penyediaan dana dan sarana serta penggunaan sumber daya guna terwujudnya kemandirian kelompok tani. 5. Kesetaraan, artinya hubungan antara penyuluh, pelaku utama, dan pelaku usaha yang terjadi merupakan mitra sejajar. 6. Kemitraan, artinya penyelenggaraan penyuluhan yang dilaksanakan berdasarkan prinsip saling menghargai, saling menguntungkan, saling memperkuat, dan saling membutuhkan antara pelaku utama dan pelaku usaha yang difasilitasi oleh penyuluh (Hariadi, 2007).
24
Menurut Budiharjo (2006) kelompok tani yang aktif memiliki ciriciri sebagai berikut: (1) anggotanya berkelompok atas kesadaran dan pilihannya sendiri untuk memperkuat kepercayaan diri dan meningkatkan kemampuan dalam rangka memecahkan masalahnya. (2) kelompok mempunyai tujuan dan rencana kegiatan yang dirumuskan dan disepakati oleh seluruh anggota.(3) anggota terlibat dalam kegiatan kelompok dan pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan mereka. (4) kelompok mempunyai norma dan aturan yang disepakati bersama serta memberlakukan sanksi bagi yang melanggarnya dan memberikan penghargaan bagi anggota yang berpartisipasi.(5) kelompok melaksanakan pertemuan secara rutin dan teratur minimal sekali sebulan.(6) kelompok memberlakukan rotasi kepengurusan/pengkaderan dan teratur minimal 1-2 periode pengurus dan (7) kelompok mengelola pencatatan semua kegiatan yang dilaksanakan dan memanfaatkannya sebagai bahan pembelajaran. Kenyataan dilapang memperlihatkan perbedaan kelompok tani memiliki tujuan namun tidak tertulis, hal ini karena kelompok tani tidak memiliki AD/ART seperti diorganisasi P3A. selain itu juga dikarenakan belum adanya aturan yang jelas terkait dengan pengorganisasian kelompok tani.
4. Perkembangan Kelompok Tani Perkembangan kelompok tani adalah hasil dari upaya pengembangan yang telah dilakukan. Pengembangan kelompok tani ditekankan dalam hal peningkatan kemampuan kepemimpinan, kewirausahaan dan manajerial sehingga
mampu
mengembangkan
usaha
dan
meningkatkan
pendapatannya, dengan demikian para anggota kelompok mampu mewujudkan kedaulatan pangan. Kemampuan kepemimpinan dalam pengembangan kelompok tani merupakan unsur yang paling penting karena kepemimpinan ini sebagai koordinator dari berbagai petani yang tergabung dalam kelompok tani. Kewirausahaan juga merupakan unsur penting dalam pengembangan kelompok tani, karena kelompok tani diharapkan mampu berkembang dalam kegiatan bisnis dan para anggota
25
kelompok tani perlu pengertian dan ketrampilan wirausaha. Upaya pengembangan kelompok tani juga memerlukan pemahaman dan ketrampilan manajerial, karena kelompok tani diharapakan maju dan berkembang memiliki unit-unit usaha jasa saprotan, pengolahan, pemasaran, dan pemodalan. Kelompok tani yang mampu berkembang dapat menjalin kerjasama dengan mitra kerja, namun beberapa kelompok tani dapat bergabung menjadi Gapoktan (Yuwono, 2011). Kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi orang lain, baik didalam organisasi maupun diluar organisasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam suatu situasi dan kondisi tertentu. Proses mempengaruhi tersebut sering melibatkan nernagai
kekuasaan seperti ancaman,
penghargaan, otoritas maupun bujukan. Cara mengukur kepemimpinan dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu: mengukur gaya kepemimpinan, mengukur kemampuan pemimpin dalam mengelola waktu, kemampuan pemimpin dalam mendelegasikan tugas/wewenang. Gaya kepemimpinan menunjukan secara langsung maupun secara tidak langsung tentang keyakinan seorang pimpinan terhadap kemampuan bawahannya. Artinya gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari falsafah, ketrampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya. Sehingga gaya kepemimpinan yang paling tepat adalah suatu gaya yang dapat memaksimumkan produktivitas, kepuasan kerja, pertumbuhan dan mudah menyesuaikan dengan segala situasi (Rivai, 2007). Berdasarkan Pemertan No 82 tahun 2013 Pengembangan poktan diarahkan pada: (a) penguatan poktan menjadi kelembagaan petani yang kuat
dan mandiri,
(b) peningkatan kemampuan anggota dalam
pengembangan agribisnis, dan (c) peningkatan kemampuan poktan dalam menjalankan fungsinya. Pengembangan kelompok tani ini diarahkan pada, penyelenggaraan pengembangan kelompok tani agar mandiri, peningkatan kemampuan anggota kelompok tani dan peningkatan kemampuan kelompok tani.
26
1. Penguatan Poktan Menjadi Kelembagaan Petani yang Kuat dan Mandiri Upaya penguatan poktan menjadi kelembagaan petani yang kuat dan mandiri meliputi: a) Melaksanakan pertemuan/rapat anggota, rapat pengurus yang diselenggarakan secara berkala dan berkesinambungan; b) Disusunnya rencana kerja kelompok dalam bentuk Rencana Definitif Kelompok (RDK) dan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang diselenggarakan oleh para pelaksana sesuai dengan kesepakatan bersama dan setiap akhir penyelenggaraan dilakukan evaluasi secara partisipatif; c) Memiliki aturan/norma yang disepakati dan ditaati bersama; d) Memiliki pencatatan/pengadministrasian organisasi yang rapih; e) Memfasilitasi kegiatan-kegiatan usaha bersama di sektor hulu sampai hilir; f) Memfasilitasi usaha tani secara komersial dan berorientasi pasar; g) Sebagai sumber pelayanan informasi dan teknologi untuk usaha para petani umumnya dan anggota kelompoktani khususnya; h) Menumbuhkan jejaring kerjasama antara poktan dengan pihak lain dalam bentuk kemitraan; i) Mengembangkan pemupukan modal usaha baik iuran dari anggota atau penyisihan hasil usaha kegiatan kelompok; j) Melakukan penilaian klasifikasi kemampuan kelompoktani yang terdiri dari Kelas Pemula, Kelas Lanjut, Kelas Madya, dan Kelas Utama. Pedoman penilaian klasifikasi kemampuan kelompoktani diatur lebih lanjut
melalui
Kemampuan Kelompok tani.
Petunjuk Pelaksanaan Penilaian
27
2. Peningkatan Kemampuan Anggota dalam Pengembangan Agribisnis Upaya peningkatan kemampuan petani anggota poktan dalam mengembangkan agribisnis meliputi: a) Menciptakan iklim usaha yang kondusif agar para petani mampu untuk membentuk dan menumbuhkembangkan kelompoknya secara partisipatif; b) Menumbuhkembangkan kreativitas dan prakarsa anggota poktan untuk memanfaatkan setiap peluang usaha, informasi, dan akses permodalan yang tersedia; c) Membantu memperlancar proses dalam mengidentifikasi kebutuhan dan masalah serta menyusun rencana dan memecahkan masalah yang dihadapi dalam usahataninya; d) Meningkatkan kemampuan dalam menganalisis potensi pasar dan peluang usaha serta menganalisis potensi wilayah dan sumber daya yang
dimiliki
untuk
mengembangkan
komoditi
yang
dikembangkan/diusahakan guna memberikan keuntungan usaha yang optimal; e) Meningkatkan kemampuan anggota untuk dapat mengelola usahatani secara komersial, berkelanjutan dan akrab lingkungan; f) Meningkatkan kemampuan anggota dalam menganalisis potensi usaha masing-masing anggota untuk dijadikan satu unit usaha yang menjamin permintaan pasar yang dilihat dari kuantitas, kualitas serta kontinuitas; g) Mengembangkan kemampuan anggota untuk menciptakan teknologi yang spesifik lokalita; h) Mendorong dan mengadvokasi agar para petani mau dan mampu melaksanakan
kegiatan
simpan-pinjam
guna
memfasilitasi
pengembangan modal usaha poktan. Kebijakan pembangunan pertanian mengalami perubahan dari pembangunan pertanian ke pembangunan sistem dan usaha agribisnis
28
yang mencakup dua program yaitu program agribisnis dan program ketahanan pangan, kebijakan ini menghendaki perubahan penyuluhan pertanian dari pendekatan usahatani ke pendekatan sistem agribisnis. Pendekatan baru ini mengharuskan para penyuluh pertanin untuk melihat usaha yang dikelola petani (on-farm) sebagai bagian dari agribisnis. Kondisi ini juga akan memperluas sasaran penyuluhan pertanian menjadi petani dan keluarganya serta masyarakat pelaku agribisnis. Sedangkan materi penyuluhan pertanian yang menyangkut aspek ekonomi usaha dan pengembangan organisasi petani sebagai organisasi sosial ekonomi akan mendapat porai yang tinggi, disamping materi yang menyangkut teknik budidaya (Deptan, 2002). Berdasarkan teori diatas maka dapat disimpulkan bahwa sistem agribisnis merupakan suatu rangkauan aktivitas usahatani yang menyeluruh dan tidak terputus lengkap dan terpadu dibidang pertanian. Rangkaian aktivitas usahatani tersebut terdiri dari persediaan sarana produksi, kegiaran produksi usahatani, pengolahan hasil, pemasaaran. Oleh sebab itu para petani perlu menambah pengetahuan dan ketrampilannya agar usahataninya bisa berjalan dengan baik. 3. Peningkatan
Kemampuan
Kelompok
tani
dalam
menjalankan
Fungsinya Pembinaan poktan dilaksanakan secara berkesinambungan dan diarahkan pada upaya peningkatan kemampuan poktan dalam melaksanakan fungsinya sebagai (1) kelas belajar; (2) wahana kerjasama; dan (3) unit produksi, sehingga mampu mengembangkan usaha agribisnis dan menjadi kelembagaan petani yang kuat dan mandiri. a. Kelas Belajar Agar proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik, poktan diarahkan untuk mempunyai kemampuan sebagai berikut:
1) Menggali dan merumuskan kebutuhan belajar; 2) Merencanakan dan mempersiapkan kebutuhan belajar;
29
3) Menumbuhkan kedisiplinan dan motivasi anggota poktan; 4) Melaksanakan proses pertemuan dan pembelajaran secara kondusif dan tertib; 5) Menjalin kerjasama dengan sumber-sumber informasi yang diperlukan dalam proses belajar mengajar, baik yang berasal dari sesama petani, instansi pembina maupun pihak-pihak lain; 6) Menciptakan iklim/lingkungan belajar yang sesuai; 7) Aktif dalam proses belajar-mengajar, termasuk mendatangkan dan berkonsultasi kepada kelembagaan penyuluhan pertanian, dan sumber-sumber informasi lainnya; 8) Mengemukakan dan memahami keinginan, pendapat maupun masalah yang dihadapi anggota poktan; 9) Merumuskan kesepakatan bersama, baik dalam memecahkan masalah maupun untuk melakukan berbagai kegiatan poktan; 10) Merencanakan dan melaksanakan pertemuan-pertemuan berkala baik di dalam poktan, antar poktan atau dengan instansi terkait. Kelompok tani merupakan wadah belajar ,engajar bagi anggotanya guna meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap (PKS) serta tumbuh dan berkembangnya kemandirian dalam berusaha tani sehingga produktivitasnya meningkat, pendapatannya bertambah serta kehidupan yang lebih sejahtera. b. Wahana Kerjasama Sebagai
wahana
kerjasama,
hendaknya
poktan
memiliki
kemampuan sebagai berikut:
1) Menciptakan suasana saling kenal, saling percaya mempercayai dan selalu berkeinginan untuk bekerjasama;
30
2) Menciptakan suasana keterbukaan dalam menyatakan pendapat dan pandangan diantara anggota poktan untuk mencapai tujuan bersama; 3) Mengatur dan melaksanakan pembagian tugas/kerja diantara sesama anggota poktan sesuai dengan kesepakatan bersama; 4) Mengembangkan kedisiplinan dan rasa tanggungjawab diantara sesama anggota poktan; 5) Merencanakan dan melaksanakan musyawarah agar tercapai kesepakatan yang bermanfaat bagi anggota poktan; 6) Melaksanakan kerjasama penyediaan sarana dan jasa pertanian; 7) Melaksanakan kegiatan pelestarian lingkungan; 8) Mentaati dan melaksanakan kesepakatan yang dihasilkan bersama dalam poktan maupun pihak lain; 9) Menjalin kerjasama dan kemitraan usaha dengan pihak penyedia sarana
produksi,
pengolahan,
pemasaran
hasil
dan/atau
permodalan; 10) Mengadakan pemupukan modal untuk keperluan pengembangan usaha anggota poktan. Kelompok tani merupakan tempat untuk memperkuat kerjasama diantara sesame petani dalam kelompok tani dan antar kelompok tani serta pihak lain. Melalui kerjasama ini diharapkan usaha taninya akan lebih efisien serta lebih mampu menghadapi ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan. c. Unit Produksi Sebagai
unit
produksi,
poktan
diarahkan
untuk
memiliki
kemampuan sebagai berikut:
1) Mengambil keputusan dalam menentukan pengembangan produksi yang menguntungkan berdasarkan informasi yang tersedia dalam
31
bidang teknologi, sosial, permodalan, sarana produksi dan sumberdaya alam lainnya; 2) Menyusun rencana dan melaksanakan kegiatan bersama, serta rencana kebutuhan poktan atas dasar pertimbangan efisiensi; 3) Memfasilitasi penerapan teknologi (bahan, alat, cara) usahatani oleh para anggota poktan sesuai dengan rencana kegiatan poktan; 4) Menjalin kerjasama dan kemitraan dengan pihak lain yang terkait dalam pelaksanaan usahatani; 5) Mentaati dan melaksanakan kesepakatan yang dihasilkan bersama dalam poktan, maupun kesepakatan dengan pihak lain; 6) Mengevaluasi kegiatan bersama dan rencana kebutuhan poktan, sebagai bahan rencana kegiatan yang akan datang; 7) Meningkatkan kesinambungan produktivitas
dan kelestarian
sumberdaya alam dan lingkungan; 8) Mengelola administrasi secara baik dan benar. Usahatani yang dilaksanakan oleh masing-masing anggota kelompok tani, secara keseluruhan harus dipandang sebagai satu kesatuan usaha yang dapat dikembangkan untuk mencapai skala ekonomi, baik dipandang dari segi kuantitas, kualitas maupun kontinuitas Faktor-faktor pendukung keberhasilan kelompok tani terdiri dari empat faktor diantaranya keberhasilan kelompok tani sebagai unit belajar, keberhasilan kelompok tani sebagai unit kerjasama, keberhasilan kelompok tani sebagai unit produksi, keberhasilan kelompok tani sebagai unit usaha/bisnis. a) keberhasilan kelompok tani sebagai unit belajar Kelompok tani merupakan media bagi penyuluh pertanian, ia juga merupakan tempat untuk proses belajar-mengajar, penyuluh
32
sebagai pengajar dan petani sebagai peserta ajar. Petani sebagai peserta ajar, memperoleh inovasi pertanian dari para penyuluh secara belajar bersama di dalam kelompok tani. Melalui inovasi pertanian, diharapkan dapat diterapkan pada lahan usaha pertaniannya sehingga produktivitas, pendapatan, dan kesejahteraannya juga meningkat. Banyak faktor yang dapat berpengaruh terhadap keberhasilan kelompok tani sebagai unit belajar, diantaranya sikap anggota terhadap profesi petani, interaksi anggota, norma kelompok dan gaya kepemimpinan ketua. Selain itu keberhasilan kelompok tani sebagai unit belajar bisa dilihat dari sikap petani terhadap penyuluh dan materi penyuluhan serta bagaimana pengetahuan yang diperoleh petani. b) Keberhasilan kelompok tani sebagai unit kerjasama Kelompok tani merupakan media bagi penyuluh pertanian, ia juga merupakan tempat untuk kegiatan kerjasama, penyuluh sebagai pembimbing dan petani sebagai pelaksana dalam kegiatan bersama. Petani memperoleh inovasi pertanian dari para penyuluh pada waktu belajar bersama dalam kelompok tani. Inovasi tersebut diterapkan oleh petani pada lahan usaha pertanianya melalui kegiatan bersama misalnya pengendalian hama dan penyakit, pembelian sarana produksi, penjualan hasil pertanian secara bersama dan sebagainya sehingga produktivitas dan pendapatannya meningkat serta kesejahteraannya juga meningkat. Sama halnya keberhasilan kelompok tani sebagai unit belajar, keberhasilan kelompok tani sebagai unit kerjasama juga memiliki factor yang dapat mempengaruhi keberhasilannya sebagai unit kerjasama. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan kelompok tani sebagai unit kerjasama juga memiliki kesamaan dengan unit belajar. Keberhasilan kelompok tani dalam wahana kerjasama bisa dilihar dari frekuensi aktivitas kerjasama diantara anggota kelompok tani dan apakah kerjasama tersebut diputuskan dalam musyawarah rapat anggota.
33
c) Keberhasilan kelompok tani sebagai unit produksi. Kelompok tani merupakan media bagi penyuluh pertanian yang merupakan tempat untuk kegiatan produksi pertanian atau sebagai unit produksi dimana penyuluh berfungsi sebagai pembimbing dan petani sebagai pelaksana proses produksi. Petani
merupakan pelaksana
proses produksi pertanian. Mereka memperoleh inovasi pertanian dari para penyuluh melalui kegitan belajar bersama dalam kelompok tani. Keberhasilan kelompok tani dalam unit produksi ini bisa dilihat dari hasil produksi dan hasil pendapatan, kemudahan dalam melakukan pemasaran, kemudahan mendapatkan modal usaha dan kemudahan mendapatkan sarana prasarana. d) Keberhasilan kelompok tani sebagai unit usaha/bisnis. Kelompok tani merupakan media bagi penyuluh pertanian, ia juga merupakan tempat untuk unit usaha, penyuluh sebagai pembimbing dan Pembina serta petani sebagai peserta unit usaha. Petani sebagai peserta unit usaha, memperoleh inovasi pertanian dari para penyuluh melalui belajar bersama didalam kelompok tani. Inovasi diharapkan dapat diterapkan pada kelompok ataupun lahan pertaniannya sehingga produktivitas, pendapatan dan usaha atau bisnisnya meningkat (Hariadi, 2011). Kelompok tani merupakan media penyuluhan pertanian dalam rangka perubahan perilaku SDM pertanian (petani) dan sekaligus sebagai metode pendekatan untuk sasaran penyuluhan pertanian. Oleh karena itu, dalam upaya penumbuhan dan pengembangan kelompok ditetapkan acuan yang harus dilaksanakan oleh kelompok tani. Pengembangan kelompok merupakan
serangkaian
proses
kegiatan
memampukan
atau
memberdayakan kumpulan anggota masyarakat yang mempunyai tujuan bersama. Proses pengembangan kelompok dimulai dari proses pengenalan akan program, berlanjut pada kajian keadaan pedesaan secara partisipatif dan diperkuat ketika masyarakat merasa mereka perlu berbagi tugas dan tanggung jawab dalam melakukan kegiatan yang dibutuhkan untuk
34
menjawab permasalahan yang mereka hadapi. Setelah melalui proses pengembangan, maka tingkat perkembangan kelompok tani dapat diketahui. Dengan mengetahui perkembangan yang sedang dan akan terjadi dapat berpengaruh langsung terhadap usahatani yang dikerjakan, diharapkan para petani dapat bekerja sama dengan aparat untuk mengantisipasi permasalahan yang akan terjadi (Samsi, 2007).
C. Kerangka Berfikir Peran penyuluh pertanian sangat diperlukan dalam mengembangkan kelompok tani. Peran penyuluh yang diharapkan adalah sebagai motivator yang tangguh atau orang yang membangkitkan semangat petani yang dibinanya untuk mencapai cita-cita dan fasilitator yang mambantu petani melaksanakan proses yang dimaksud. Penyuluhan juga sebagai tempat bertanya, tempat anggota masyarakat menanyakan sesuatu untuk memperoleh informasi yang mereka perlukan. Jadi seorang penyuluh adalah juru informasi atau juru penerangan bagi khalayak disekitarnya. Adanya peran penyuluh pertanian diharapkan penyuluh dapat mempengarihi sasaran penyuluhan melalui penilaian petani sehingga timbul kesadaran untuk mengembangkan diri. Penyebaran informasi juga diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan, sehingga dapat merubah perilaku dan sikap petani. Perkembangan kelompok tani merupakan keberhasilan/kemajuan kelompok tani di bidang pertanian. Ada beberapa kriteria untuk menilai tingkat perkembangan kelompok tani. Lazimnya, klasifikasi kelompok tani ditetapkan berdasarkan nilai yang dicapai oleh masing-masing kelompok dari hasil evaluasi kemampuan kelompok. Berdasarkan nilai tingkat kemampuan tersebut, masing-masing kelompok tani ditetapkan kelasnya yaitu kelas pemula, kelas lanjut, kelas madya serta kelas utama. Pada penelitian ini, perkembangan kelompok tani dilihat dari penguatan poktan menjadi kelembagaan petani yang kuat dan mandiri (kemandirian); peningkatan kemampuan anggota dalam pengembangan
35
agribisnis; dan peningkatan kemampuan poktan dalam menjalankan fungsinya. Berdasarkan tiga indikator tersebut, tingkat perkembangan kelompok tani dapat dikategorikan menjadi sangat tinggi, tinggi, rendah dan sangat rendah. Peneliti memilih indikator tersebut dengan pertimbangan lebih mudah dipahami. Selain itu, peneliti mempunyai acuan yaitu berdasarkan Peraturan Mentri Pertanian Nomer 82 tahun 2013. Perkembangan kelompok tani juga menjadi salah satu indikator berperannya penyuluh pertanian lapangan. Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) berperan penting dalam menyebarkan informasi pertanian kepada para petani yang tergabung dalam kelompok tani. Melalui peran PPL, informasiinformasi terbaru dapat dimengerti dan dipahami oleh petani. Berdasarkan kajian teori yang dikemukakan oleh yayasan pengembangan sinar tani (2001), Nasution (1990) dan Suhardiyono (1992) menekankan bahwa peran penyuluh pertanian adalah sebagai motivator, komunikator, fasilitator, konsultan, mediator, supervisor dan organisator. Oleh karena itu penelitian ini memberikan batasan pada peran penyuluh pertanian yang akan dikaji yaitu peran sebagai motivator, fasilitator, konsultan dan mediator. Alasan kenapa hanya keempat peranan tersebut yang diambil karena dalam mengembangkan kelompok tani, peran penyuluh yang sangat diperlukan oleh petani yaitu peran penyuluh sebagai motivator, fasilitator, konsultan dan mediator. Selain itu menurut Rasyid (2001) penyuluh pertanian ke depan adalah penyuluh pertanian yang dapat menciptakan dirinya sebagai mitra dan fasilitator petani dengan melakukan peranan yang sesuai antara lain sebagai: motivator, konsultan (pembimbing), dan mediator. Keempat peran tersebut kemudian dikategorikan menjadi sangat tinggi, tinggi, rendah dan sangat rendah. Peran PPL akan dikorelasikan dengan perkembangan kelompok tani untuk mengetahui kekuatan hubungan kedua variabel tersebut. Dugaan kuat peran PPL berhubungan dengan perkembangan kelompok tani, sehingga untuk menganailis hubungan peran PPL terhadap perkembngan kelompok tani digunakan analisis korelasi. Hubungan dalam korelasi dapat berupa
36
hubungan linier positif dan negatif. Interpretasi koefesien korelasi akan menghasilkan makna kekuatan, signifikansi dan arah hubungan kedua variabel yang diteliti. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut: Peran Penyuluh pertanian Lapangan (X) Motivator (X1) - Memberikan semangat kepada petani dalam hal apapun Fasilitator (X2) - Sebagai Narasumber - Memberikan Pelatihan - Memberikan lingkungan pertemuan yang memadai Konsultan (X3) - Memberikan alternatif pemecahan masalah - Meluangkan waktu sebagai tempat bertanya Mediator (X4) - Menghubungkan petani dengan sumber informasi
Tingkat Perkembangan Kelompok Tani (Y) Kemandirian (Y1) - Pertemuan kelompok - Pembukuan organisasi - Pemupukan modal - kepemimpinan
Kemampuan anggota dalam agribisnis (Y2) - Bidang pemasaran - Pengolahan hasil - Sarana prasarana - Teknologi - Kewirausahaan
Kemampuan kelompok (Y3) - Kelas belajar - Wahana kerjasama - Unit produksi - Manajerial
Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian
D. Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka berfikir dalam penelitian ini: Diduga terdapat hubungan yang signifikan antara peran penyuluh pertanian lapangan dengan tingkat perkembangan kelompok tani di Kabupaten Sukoharjo.
37
E. Pembatasan Masalah 1. Peran penyuluh yang diteliti meliputi peran sebagai motivator, fasilitator, konsultan dan mediator. 2. Kelompok tani yang diambil adalah kelompok tani lanjut, madya dan utama di Kabupaten Sukoharjo. 3. Tingkat perkembangan kelompok tani yang dikaji dalam penelitian ini meliputi kemandirian, Peningkatan kemampuan anggota, Peningkatan kemampuan kelompok. 4. Peran Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dan tingkat perkembangan kelompok tani dilihat dan diukur dari persepsi responden. F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 1. Definisi operasional Peranan penyuluh pertanian di tengah-tengah masyarakat tani di desa masih sangat dibutuhkan untuk meningkatkan sumber daya manusia (petani) sehingga mampu mengelola sumber daya alam yang ada secara intensif demi tercapainya peningkatan produktivitas dan pendapatan atau tercapainya ketahanan pangan dan ketahanan ekonomi. Oleh karena itu para penyuluh memiliki peran antara lain sebagai motivator, fasilitator, konsultan dan mediator. a) Penyuluh pertanian sebagai motivator merupakan peran yang mendorong dan memotivasi petani untuk selalu meningkatkan usaha taninya sehingga meningkat pula kesejahteraan hidupnya. Hal ini diukur dengan menghitung frekuensi atau sering tidaknya penyuluh membangkitkan semangat petani. b) Penyuluh pertanian sebagai fasilitator senantiasa memfasilitasi dalam hal kemitraan usaha, berakses ke pasar, pemodalan dan sebagainya. Hal ini diukur dengan meghitung frekuensi atau sering tidanya penyuluh menjalankan tugasnya sebagai fasilitator yaitu memberikan pelatihan, sebagai narasumber dan memberikan lingkungan pertemuan yang memadai.
38
c) Penyuluh sebagai konsultan membantu memberikan alternatifalternatif pemecahan masalah. Dalam melaksanakan peran konsultasi, penting untuk memberikan rujukan kepada pihak lain yang “lebih mampu” dan atau lebih kompeten untuk menanganinya. Hal ini diukur dengan menghitung frekuensi atau sering tidaknya
penyuluh
meluangkan waktu unuk diajak konsultasi oleh petani dan seberapa sering memberikan alternatif pemecahan masalah. d) Penyuluh sebagai mediator yang dimaksud adalah penyuluh pertanian menjalankan tugas-tugasnya untuk menjadi perantara antara petani dengan pihak-pihak yang mendukung terjadinya perubahan dalam melakkukan usahatani yang lebih maju. Hal ini diukur dengan menghitung frekuensi atau sering tidaknya penyuluh menghubungkan sumber informasi dengan petani. Perkembangan kelompok tani merupakan keberhasilan/kemajuan kelompok tani di bidang pertanian. Ada beberapa kriteria untuk menilai tingkat perkembangan kelompok tani. Pada penelitian ini, perkembangan kelompok tani dilihat dari kemandirian; peningkatan kemampuan anggota; dan peningkatan kemampuan kelompok. a) Kemandirian Kemandirian
kelompok
tani
sangatlah
penting
untuk
mensejahterakan petani. Kemandirian diukur dengan menghitung kerutinan kelompok tani dalam melakukan pertemuan, kerutinan melakukan pembukuan sampai melakukan pemupukan modal serta rotasi kepemimpinan kelompok taninya. b) Peningkatan kemampuan anggota dalam agribisnis. Sistem agribisnis merupakan suatu rangkauan aktivitas usahatani yang menyeluruh di bidang pertanian. Para petani perlu meningkatan pengetahuan dan ketrampilan dalam berusahatani. Peningkatan kemampuan anggota dalam agribisnis diukur dengan menghitung kemampuan petani dalam pemasaran, pengolahan hasil, persediaan sarana produksi, teknologi, analisis pasar dan kewirausahaan para
39
anggota kelompok taninya sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. c) Peningkatan kemampuan kelompok. Peningkatan kemampuan poktan dalam menjalankan fungsinya dilihat dari keberhasilan kelompok tani sebagai unit belajar; wahana kerjasama; unit produksi serta manajerialnya. Kemampuan kelompok diukur dengan menghitung ketiga unit tersebut yaitu dilihat dari sikap, pengetahuan dan ketrampilan kelompok tani tersebut.
2. Pengukuran variabel Berdasarkan definisi operasional dari masing masing variabel yang telah diuraikan di atas, maka selanjutnyan masing-masing variabel tersebut akan diukur sesuai dengan indikator dan kriteria yang telah ditentukan, kemudian dilakukan peyekoran dari kriteria tersebut (Skala Liket). Pengukuran variabel yang dilakukan adalah pengukuran variabel peran penyuluh pertanian dan pengukuran variable perkembangan kelompok tani. a) Pengukuran peran penyuluh pertanian Peran penyuluh pertanian lapangan merupakan seseorang yang bertugas membantu petani dalam hal memberikan informasi kepada petani mengenai teknologi-teknologi baru/inovasi-inovasi baru kepada petani agar petani terbantu dalam budidaya pertanian dan dapat mengatasi masalah-masalah dalam budidaya pertanian. Berikut pengukuran peran penyuluh pertanian lapangan.
40
Tabel 3. Pengukuran Variabel Peran Penyuluh Pertanian Lapangan Dimensi Peran Sebagai Motivator
Peran Sebagai Fasilitator
Peran Sebagai Konsultan
Peran Sebagai mediator
Indikator Memberikan kepada petani apapun
Ukuran Selalu Sering Jarang Tidak Pernah
Skor 4 3 2 1
Memberikan masukan yang bermanfaat bagi budidaya pertanian
Selalu Sering Jarang Tidak Pernah
4 3 2 1
Sebagai Narasumber
Selalu Sering Jarang Tidak Pernah
4 3 2 1
Memberikan pelatihan
Selalu Sering Jarang Tidak Pernah
4 3 2 1
Memberikan lingkungan pertemuan yang memadai
Selalu Sering Jarang Tidak Pernah
4 3 2 1
Memberikan alternative pemecahan masalah
Selalu Sering Jarang Tidak Pernah
4 3 2 1
Meluangkan waktu sebagai tempat bertanya
Selalu Sering Jarang Tidak Pernah
4 3 2 1
Menghubungkan sumber informasi kepada petani
Selalu Sering Jarang Tidak Pernah
4 3 2 1
Memberikan masalah
Selalu Sering Jarang Tidak Pernah
4 3 2 1
semangat dalam hal
pemecahan
41
b) Pengukuran tingkat perkembangan kelompok tani Perkembangan kelompok tani merupakan keberhasilan/kemajuan kelompok tani di bidang pertanian. Ada beberapa kriteria untuk menilai tingkat perkembangan kelompok tani. Berikut adalah pengukuran perkembangan kelompok tani Tabel 4. Pengukuran variabel perkembangan kelompok tani dari sisi kemandirian No 1
2
3
4
Indikator Kerutinan melakukan pertemuan
Pembukuan organisasi
Pemupukan modal
Kepemimpinan
Kriteria Frekuensi pertemuan kelompok tani
Skor
a. >4 kali dalam MT terakhir b. 3-4 kali dalam MT terakhir c. 1-2 kali dalam MT terakhir d. Tidak pernah mengikuti pertemuan Pembukuan setiap pertemuan kelompok tani a. Ada pembukuan setiap pertemuan b. Ada pembukuan 1 kali dalam MT c. Ada pembukuan 1 kali dalam setahun d. Tidak ada pembukuan Pemupukan modal dalam kelompok a. Ada (>4 kali iuran dalam sekali MT) b. Ada (3-4 kali iuran dalam sekali MT) c. Ada (1-2 kali iuran dalam sekali MT) d. Tidak ada iuran Pemimpin kelompok tani a. Ada pergantian rutin tiap periode dan sangat mempengaruhi anggotanya. b. Ada pergantian rutin tiap periode namun tidak mempengaruhi anggotanya. c. Kadang ada perggantian dan mempengaruhi anggotanya d. Tidak Ada pergantian dan tidak mempengaruhi anggotanya
4 3 2 1
4 3 2 1 4 3 2 1 4 3
2 1
42
Tabel 5. Pengukuran variabel perkembangan kelompok tani dari sisi tingkat kemampuan anggota dalam agribisnis No 1
2
3
4
5
Indikator Pemasaran Pertanian
Hasil
Pengolahan hasil
Sarana Produksi
Teknologi
Kewirausahaan
Kriteria Skor Kemampuan petani dalam menjual hasil usahataninya a. Dijual sendiri kepasar b. Dijual ke tengkulak c. Dijual bersama dengan kelompok tani d. Tidak dijual
4 3 2 1
Sortasi hasil panen a. Ada penyotiran dan selalu dilakukan b. Ada penyotiran namun jarang dilakukan c. Tidak ada penyotiran d. Hasil panen langsung dijual Ketersediaan sarana produksi a. Tersedia sesuai kebutuhan anggota dan dimanfaatkan juga oleh pihak lain b. Tersedia sesuai kebutuhan anggota c. Tidak tersedia sesuai dengan kebutuhan d. Tidak tersedia Penerapkan teknologi yang direkomendasikan a. >75% telah menerapkan rekomendasi teknologi
4 3 2 1
b. 50%-75% telah menerapkan rekomendasi c. ≤50% telah menerapkan rekomendasi teknologi d. Tidak Ada Usaha/bisnis yang dimiliki oleh kelompok tani a. Ada (>4 usaha ) b. Ada (3-4 usaha ) c. Ada ( 1-2 usaha ) d. Tidak Ada
3 2
4 3 2 1 4
1 4 3 2 1
43
Tabel 6. Pengukuran variabel perkembangan kelompok tani dari sisi tingkat kemampuan kelompok tani dalam menjalankan fungsinya No 1
2
3
4
Indikator
Kriteria
Unit Belajar
Frekuensi pembelajaran a. >75% rencana pembelajaran dilaksanakan b.50%-75% rencana pembelajaran dilaksanakan c. ≤50% rencana pembelajaran dilaksanakan d.Tidak dilaksanakan Manfaat pembelajaran kelompok tani untuk anggota a. >75% anggota merasakan manfaatnya b.50%-75% anggota merasakan manfaatnya c. ≤50% anggota merasakan manfaatnya d.100% anggota tidak merasakan manfaatnya Merencanakan dan melakukan musyawarah a. 3 kali dalam MT b. 2 kali dalam MT c. 1 kali dalam MT d. 0 kali dalam MT Melaksanakan kerja sama penyediaan jasa pertanian dengan pihak penyedia sarana produksi, pengolahan, pemasaran hasil atau permodalan. a. Ada, 5 unsur dilaksanakan b. Ada, 2-4 unsur dilaksanakan c. Ada, 1 unsur dilaksanakan d. Tidak ada Peningkatan produksi dan pendapatan pertanian a. Naik 50%-100% b.Naik 10%-50% c. Tetap d.Menurun Menjalankan kegiatan Simpan Pinjam a. >75% anggota menjalankan kegiatan simpan pinjam b. 50%-75% anggota menjalankan kegiatan simpan pinjam c. ≤50% anggota menjalankan kegiatan simpan pinjam d. Tidak Ada
Wahana Kerjasama
Unit Produksi
Manajerial
Skor 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1
4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1
44
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Menurut Sugiyono (2010) penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu. Teknik pengambilan
sempel
pada
umumnya
dilakukan
secara
randam,
pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah diterapkan. Pelaksanaan dari penelitian ini adalah dengan menggunakan metode survai. Menurut Singarimbun dan Efendi (2012) penelitian survai yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok. Penelitian survai dibatasi pada penelitian yang datanya dikumpulkan dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi. B. Teknik Penentuan Sempel 1. Lokasi Penelitian Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive yaitu cara penentuan lokasi penelitian secara sengaja karena alasan-alasan tertentu yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Pengambilan lokasi
penelitian
ini
yaitu
di
Kabupaten
Sukoharjo
dengan
pertimbangan karena Kabupaten Sukoharjo merupakan kabupaten dengan jumlah produktivitas padi tertinggi di bandingkan kabupaten lainnya di Jawa Tengah. Data mengenai produktivitas padi di Jawa Tengah dapat dilihat di lampiran 1. Selain itu, di daerah tersebut memiliki jumlah penyuluh pertanian yang relatif sedikit dibandingkan kabupaten lainnya seperti Kabupaten Wonogiri dan Klaten. 44
45
Seperti yang telah diketahui bahwa Kabupaten Sukoharjo memiliki 12 kecamatan, sedangkan untuk Kabupaten Wonogiri memiliki 25 kecamatan dan Kabupaten Klaten memiliki 26 kecamatan. Kabupaten Sukoharjo memiliki jumlah kecamatan yang lebih sedikit dibandingkan Kabupaten Wonogiri dan Klaten maka dari itu jumlah penyuluhnya juga relatif sedikit. Jumlah penyuluh pertanian lapangan di Kabupaten Sukoharjo bisa dilihat di Tabel 1, dari tabel tersebut bisa dilihat bahwa jumlah penyuluh di Kabupaten Sukoharjo sangat terbatas jika mengingat Undang-undang No 16 tahun 2006 dimana isi dari Undang-undang tersebut mengamanatkan satu desa satu penyuluh. Terbatasnya jumlah penyuluh di Kabupaen Sukoharjo menyebabkan seorang penyuluh harus membina 2 desa/minimal 8 kelompok tani. Oleh karena itu kinerja penyuluh pertanian lapangan perlu ditingkatkan dalam rangka untuk meningkatkan perkembangan kelompok tani di Kabupaten Sukoharjo.
2. Metode Penentuan Responden Pengambilan sampel dengan menggunakan metode multistage cluster
random
sampling
yaitu
suatu
teknik
dengan
model
pengelompokan secara bertahap sehingga akhirnya dalam setiap kelompok terkecil dilakukan penarikan sampel secara acak sederhana menurut proporsionalnya atau minimal 1 (Mardikanto, 2001). Alasan pengambilan sempel dengan menggunakan cluster sampling adalah atas pertimbangan jumlah petani di Kabupaten Sukoharjo sangat banyak yang tersebar ke dalam 12 Kecamatan. Untuk mempermudah dalam pengambilan sampel dalam waktu yang singkat maka populasi yang diambil pada penelitian ini adalah berdasarkan daerah populasi yang telah ditetapkan. Adapun tahap-tahap yang dilakukan untuk menentukan sampel adalah sebagai berikut:
46
a. Tahap pertama, memecah populasi menjadi sub populasi. Populasi penelitian ini yakni kelompok tani yang ada di Kabupaten Sukoharjo. Setelah itu dipilih menjadi tiga kecamatan, yaitu: Kecamatan Sukoharjo (dekat), Kecamatan Mojolaban (sedang) dan Kecamatan Weru (jauh). Lokasi ini dipilih secara random dimana ke tiga kecamatan tersebut dianggap mewakili daerah yang dekat, sedang dan jauh dengan kota. b. Tahap kedua, memilih lima desa untuk setiap kecamatan yang telah dipilih. Pemilihan desa, ditentukan berdasarkan jumlah total anggota kelompok tani terbanyak di masing-masing kecamatan dan desa tersebut mewakili kelas kelompok tani yang ada di kecamatan yang bersangkutan. Data mengenai jumlah anggota kelompok tani yang ada di Kecamtan Sukoharjo, Kecamatan Mojolaban dan Kecamatan Weru dapat dilihat pada lampiran 3. c. Tahap ketiga, memilih kelompok tani yang akan di jadikan responden untuk setiap desa. Pemilihan kelompok tani berdasarkan jumlah anggota kelompok terbanyak. Jadi untuk setiap desa dipilih dua kelompok tani yang memiliki jumlah anggota terbanyak. Total kelompok tani yang dijadikan responden ada 30 kelompok tani. d. Tahap keempat, menentukan sampel untuk setiap kelompok tani. Setiap kelompok tani dipilih tiga petani yang akan dijadikan sampel. Ketiga petani tersebut yaitu dua pengurus kelompok tani dan satu anggota kelompok tani. Total petani sampel sebanyak 90 orang. Menurut Effendi dan Tukiran (2012), bila data dianalisis dengan statistika, maka jumlah sempel harus besar karena distribusi nilai-nilai atau skor yang diperoleh harus mengikuti distribusi normal. Sempel yang tergolong besar dan yang terdistribusi normal adalah sempel yang jumlahnya ≥ 30 kasus yang diambil secara acak. Selain itu, menurut Irianto dan Mardikanto (2001) pada penggunaan metode multistage cluster random sampling, jumlah sampel yang ditetapkan minimal 1 (satu)
47
untuk setiap sumber keragaman (kelompok terkecil). Di dalam penelitian ini sampel per kelompok tani diambil tiga orang, dimana tiga orang tersebut dianggap mewakili kelompok tani yang bersangkutan.
48
Tabel 7. Data Responden yang Digunakan Dalam Penelitian No Wilayah Kerja
Desa
Nama Kelompok tani
1
Kenep
Tani Makmur
Sukoharjo
Jumlah Kelas anggota kelompok tani L 125
Makaryo Tani Mandan Begajah Joho Sonorejo 2
Weru
Weru Ngreco Krajan Jatingarang Tegalsari
3
Mojolaban
Klumprit Kragilan Sapen Joho Dukuh
Mardi Budoyo Tani Subur Tani Makmur Ngudi Bogo Suko Makmur Karyo Makmur Sri Makmur Ngudi Rahayu Ngudi makmur Ngudi luwih Tani makmur 1 Tani makmur II Krajan I Ngulir Budi Sido makmur I Sido makmur II Samekto Krido usodo Karyo rejeki Karyo subur Sari tani Tani maju Dadi subur Dadi luhur Tani Makaryo Tani marsudi Ngupoyo rejo Ngupoyo Makmur Jumlah
Keterangan: U=Utama; M=Madya; L=Lanjut Sumber: Data Kelompok Tani Kabupaten Sukoharjo.
142 138 187 219 174 257 228 176 138 183 96 332 298 158 130 124 175 170 131 167 195 144 172 182 186 235 187 156 143 5348
L M L M L L L L L U M M M M M M U M L U U U U M M U M U U
Jumlah Sampel 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 90
49
C. Jenis dan Sumber Data 1. Data Primer Data primer adalah data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh individu atau organisasi yang menggunakannya. Umumnya data yang bersumber dari data primer lebih baik daripada data dari data sekunder. Data primer didapat dari sumber pertama, baik dari individu atau perseorangan seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti (Sugiarto dkk, 2001). Data primer dari penelitian ini meliputi identitas dari reponden, kegiatan kelompok, serta pengembangan kelompok tani yang terjadi di Kabupaten Sukoharjo. 2. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari instalasi atau lembaga. Walaupun data primer lebih baik dari data sekunder, namun data sekunder juga memiliki keunggulan yaitu waktu dan biaya yang dapat dihemat oleh peneliti dan dapat memberikan data komparatif dimana
data
primer
dapat
diinterpretasikan
dengan
baik
(Churchill, 2005). Sumber data sekunder dalam penelitian ini diantaranya monografi Kabupaten Sukoharjo, Badan Pusat Statistik Kabupaten Sukoharjo, jurnal-jurnal pertanian dan jurnal internasional. D. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian Peranan penyuluh pertanian lapangan dalam pengembangan kelompok tani di Kabupaten Sukoharjo adalah: 1. Observasi, digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi, dan benda. Observasi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Pada observasi langsung dapat dilakukan dengan mengambil peran atau tak berperan. Observasi langsung yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi berperan (partisipant observation), dimana pada saat
50
pengamatan, kehadiran peneliti diketahui oleh para pribadi yang akan diamati. Pengamatan juga dilaksanakan dengan mencatat hal/kondisi yang sedang berlangsung menurut apa adanya (kondisi aslinya) (Sutopo, 2002). Adapun observasi yang dilakukan meliputi observasi lokasi penelitian, kegiatan penyuluhan, dan kegiatan kelompok tani. 2. Kuisioner, merupakan pengumpulan data dengan menggunakan daftar pertanyaan yang disusun secara tertulis dan disebarkan secara langsung kepada responden. Kuisioner yang dimaksud yaitu berisi mengenai pertanyaan peranan PPL sebagai motivator, fasilitator, konsultan dan mediator serta kuisioner perkembangan kelompok tani dari penguatan poktan menjadi kelembagaan petani yang kuat dan mandiri; peningkatan kemampuan anggota dalam pengembangan agribisnis; dan peningkatan kemampuan poktan dalam menjalankan fungsinya. 3. Dokumentasi, merupakan pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen dari lembaga atau instansi yang terkait, dengan menggunakan instrumen panduan pengambilan data, fotocopy, dan catatan, foto. Dokumentasi yang dimaksud disini yaitu dokumentasi lokasi penelitian, kegiatan wawancara ataupun kegiatan dari penyuluh dan kelompok tani. 4. Wawancara, merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawa, baik secara langsung maupun tidak langsung secara bertatap muka (personal face to face interview) dengan sumber data responden. Alat pengumpulan data dalam teknik wawancara, berupa pedoman (guide sheet) wawancara, yang berisi daftar pertanyaan yang telah disusun peneliti untuk ditanyakan
kepada
responden
dalam
suatu
wawancara
(Muhidin dan Abdurahman, 2007). Wawancara yang akan dilakukan meliputi wawancara kepada petani mengenai kinerja dari penyuluh pertanian lapangan dan wawancara keberhasilan pengembangan kelompok tani sebagai unit belajar, wahana kerjasama dan unit produksi.
51
E. Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengukur tingkat
peran penyuluh
pertanian
lapangan
menggunakan Lebar Interval. Adapun rumus lebar interval sebagai berikut: I= 2. Untuk mengukur tingkat perkembangan kelompok tani di Kabupaten Sukoharjo menggunakan Lebar Interval. I= 3. Untuk mengetahui signifikansi hubungan antara peran penyuluh pertanian lapangan dan pengembangan kelompok tani, digunakan uji korelasi rank spearman. Menurut Siegel (1997) rumus korelasi rank spearman:
Keterangan: rs = Koefisien korelasi rank spearman n = Banyaknya pasangan data di = Selisih ranking dari variabel pengamatan Tingkat signifikansi peran Penyuluh Pertanian Lapangan di Kecamatan Sukoharjo digunakan rumus:
Keterangan: N = jumlah petani sampel rs = Koefisien jenjang spearman Kriteria Uji:
52
a. Apabila t hitung ≥ t tabel (α = 0,05), maka H0 ditolak. Berarti ada hubungan yang signifikan antara peran penyuluh pertanian lapangan dengan tingkat perkembangan kelompok tani di Kabupaten Sukoharjo. b. Apabila t hitung < t tabel (α = 0,05), maka H0 diterima. Berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara peranan penyuluh pertanian lapangan dengan tingkat perkembangan kelompok tani di Kabupaten Sukoharjo.