BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Instansi yang paling banyak menghasilkan limbah salah satunya adalah rumah sakit. Limbah yang dihasilkan rumah sakit berupa limbah padat maupun limbah cair, mulai dari yang tidak berbahaya hingga yang berbahaya. Limbah dari rumah sakit dapat berupa limbah patologis, seperti (limbah jaringan tubuh, darah, dan organ tubuh yang lain), limbah radioaktif, limbah farmasetikal dan limbah kimiawi. Limbah tersebut dapat dikategorikan sebagai limbah yang berbahaya, sementara limbah yang kurang berbahaya misalnya limbah dari dapur, kertas, jarum, gelas dan lain-lain. Dapat dikatakan bahwa rumah sakit mempunyai karakteristik limbah yang berbeda dengan limbah rumah tangga atau industri (Khusnuryani, 2008). Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang berfungsi sebagai upaya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat yang terdiri dari balai pengobatan dan tempat praktik dokter yang juga ditunjang oleh unit-unit lainnya, seperti ruang operasi, laboratorium, farmasi, administrasi, dapur, laundry, pengolahan sampah dan limbah, serta penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. Rumah sakit memberikan dampak positif bagi masyarakat, yaitu sebagai tempat penyembuhan orang sakit, akan tetapi rumah sakit juga memiliki kemungkinan membawa dampak negatif. Dampak negatifnya antara lain dapat berupa pencemaran dari suatu proses kegiatan, yaitu berupa limbah yang dihasilkan bila tidak dikelola dengan baik (Asmadi, 2013). Hasil survei menunjukkan bahwa masih banyak rumah sakit yang membuang limbah cair tanpa melakukan pengelolaan terlebih dahulu. Hal ini karena belum adanya pemisahan jenis limbah, penampungan, sumber dana, sumber daya manusia, kurangnya pengawasan, tidak adanya alat pelindung, dan kurangnya pelatihan mengenai pengelolaan limbah (El salam, 2010). Program manajemen lingkungan merupakan hal yang paling penting dalam pengelolaan
11
2
limbah rumah sakit sebelum dilakukan pembuangan (WHO, 2000). Limbah infeksius dan limbah umum yang dibuang pada tempat yang sama dapat menimbulkan ancaman bagi kesehatan lingkungan (Hassan et al., 2008). Pentingnya lingkungan dalam mendukung kehidupan, mengharuskan manusia untuk melakukan pengelolaan terhadap lingkungan sedemikian rupa agar tetap sehat, sehingga secara berlanjut dapat menopang kehidupan generasigenerasi selanjutnya. Di Indonesia, kebijakan tentang pengelolaan lingkungan telah lama dibuat dalam bentuk perundangan, UU RI No. 32 Tahun 2009 Pasal 1 yang menyatakan bahwa pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya yang sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup (Soemirat, 2014). Rumah sakit mengandung limbah cair dengan senyawa polutan organik yang cukup tinggi, baik yang berasal dari buangan domestik maupun buangan limbah cair klinis. Pengolahan limbah cair bertujuan untuk menghilangkan bahan pencemar baik senyawa organik maupun anorganik. Teknologi pengolahan limbah cair yang digunakan di rumah sakit pada dasarnya sama dengan proses pengolahan untuk limbah cair yang mengandung polutan organik lainnya. Proses pengolahan limbah cair yang banyak digunakan untuk mengurai polutan organik saat ini adalah proses biologis, yaitu proses pengolahan limbah cair dengan aktifitas biakan mikroorganisme berupa biofilm pada media biofilter dalam reaktor biologis dapat dilakukan secara aerobik (dengan udara) dan anaerobik (tanpa udara) atau kombinasi antara aerobik dan anaerobik (Adisasmito, 2007). Aktivitas rumah sakit banyak menghasilkan limbah cair yang banyak mengandung bakteri/virus, serta mikroorganisme patogen yang berasal dari para pasien, sehingga menyebabkan air limbah yang dihasilkan merupakan sumber pencemar yang sangat potensial dan menimbulkan dampak kesehatan yang cukup besar, maka setiap rumah sakit seharusnya mengolah limbahnya memenuhi persyaratan standar yang berlaku (Setiyono dan Raharjo, 2010). Dampak air limbah rumah sakit terhadap kesehatan sangat besar, oleh karena itu setiap rumah sakit harus mengolah limbahnya sampai memenuhi
3
persyaratan baku mutu yang berlaku yakni sesuai Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep-58/MENLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Rumah Sakit (Said, 2001). Berdasarkan data laporan hasil uji limbah cair rumah sakit pada bulan Nopember 2014, limbah cair Rumah Sakit UGM sebelum dibuang dari outlet terlebih dahulu dilakukan treatment di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan hasil parameter suhu, TSS, BOD5, COD, deterjen, fenol dan pH telah memenuhi baku mutu sesuai dengan Peraturan Gubernur DIY No 7 Tahun 2010. Namun, untuk parameter TDS dengan nilai 2670 Mg/L, fosfat dengan nilai 5,798 Mg/L dan amonia bebas dengan nilai 1,280 Mg/L tidak memenuhi baku mutu sesuai dengan Peraturan Gubernur DIY No 7 Tahun 2010. Melihat dampak terjadinya pencemaran lingkungan dan timbulnya penyakit yang kemungkinan akan muncul maka perlu dilakukan pengelolaan, khususnya pengelolaan untuk limbah bahan beracun dan berbahaya. Mahdi (2012) telah melakukan penelitian limbah cair rumah sakit dengan meneliti variabel Kelembagaan, Sumber daya manusia (SDM), Sumber dana, Prasarana dan Proses operasional yang ditetapkan. Pada penelitian ini, peneliti mencoba melengkapi penelitian dengan mencantumkan variabel Program tetap, Petunjuk pelaksana, Petunjuk teknis pengolahan limbah serta menambah jumlah sampel penelitian dengan tujuan untuk memperoleh kondisi rumah sakit yang baik.
B. Rumusan Masalah Melihat dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan yaitu bagaimanakah sistem pengelolaan limbah cair di Rumah Sakit UGM.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengevaluasi sistem pengelolaan limbah cair di Rumah Sakit UGM. 2. Tujuan khusus Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
4
a. Mengevaluasi sistem pengelolaan limbah cair yang meliputi Lembaga, SDM, Program tetap, Petunjuk pelaksana, Petunjuk teknis, Sumber dana, Proses operasional, dan Prasarana pada IPAL di Rumah Sakit UGM. b. Mengevaluasi sistem pengolahan limbah cair yang meliputi Ekualisasi, Aerasi, Penjernihan, Klorinasi, Filtrasi pada IPAL di Rumah Sakit UGM. c. Mengukur kualitas parameter limbah cair berdasarkan parameter pH, Suhu, BOD, COD, Amonia bebas, TSS, TDS, Fosfat, dan MPN Coliform.
D. Manfaat Penelitian 1. Sebagai masukan bagi rumah sakit untuk melakukan sistem
pengelolaan
limbah cair yang baik. 2. Sebagai masukan dan bahan referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya, khususnya di bidang ilmu kesehatan lingkungan.
E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian terdahulu berkaitan dengan pengelolaan limbah cair, di antaranya: 1. Haryata (2005) Peran Stakeholder dalam Pengelolaan Limbah Cair Rumah Sakit di Kota Yogyakarta. Peran atau kontribusi stakeholder dalam pengelolaan limbah cair belum optimal dan faktor yang menjadi hambatan bagi stakeholder adanya perbedaan pandangan antara instansi pemerintah dan sebagian pihak rumah sakit. Perbedaan pada penelitian yang dilakukan adalah pada subjek penelitian, variabel penelitian, dan rancangan penelitian. 2. Yusfadodi (2006) Penurunan Kandungan Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD) dan Total Suspended Solid (TSS) Limbah Cair Industri Karet dengan Cara Upflow Anaerobic Filtration (media kerikil), sistem Upflow Anaerobic Filtration menurunkan kadar BOD, COD, dan TSS limbah cair. Perbedaan pada penelitian yang dilakukan adalah pada variabel penelitian, subyek penelitian dan rancangan penelitian. 3. Fitria (2008) Evaluasi Pengelolaan Limbah Cair di Kilang Paraxylene PT. Pertamina (Persero) UP IV Cilacap. Pengelolaan limbah Pertamina Cilacap
5
berjalan cukup baik dengan dicapainya baku mutu limbah cair berdasarkan parameter suhu, BOD, COD, pH, minyak dan lemak. Terdapat perbedaan subyek penelitian, variabel penelitian, dan rancangan penelitian. 4. Mahdi (2012) Audit Efektivitas Sistem Pengelolaan Limbah Cair di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram. Audit efektivitas sistem pengelolaan limbah cair di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram menunjukkan bahwa kinerja aspek pengelolaan memberi gambaran penilaian kategori sedang, aspek pengolahan dan kualitas limbah cair memberi gambaran penilaian kinerja kategori buruk. Terdapat perbedaan pada variabel penelitian, subyek penelitian, dan rancangan penelitian.