1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan diarahkan mewujudkan peternakan yang maju, efisien, dan tangguh dimana sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal. Sehingga produk yang dihasilkan dapat mencukupi pemenuhan kebutuhan protein hewani asal ternak dan memperoleh keuntungan yang multi fungsi dari unit usaha, yang antara lain dapat menyediakan lapangan pekerjaan, peningkatan pendapatan masyarakat, perbaikan taraf hidup serta berperan dalam pertumbuhan ekonomi. Usaha peternakan ayam ras petelur mempunyai tujuan untuk memproduksi telur yang dijual di pasar konsumen untuk memenuhi kebutuhan protein hewani, selain itu juga bertujuan untuk menghasilkan daging asal ayam petelur afkir. Tujuan yang ingin dicapai oleh pihak perusahaan dalam mengusahakan peternakan ayam petelur adalah untuk mendapatkan keuntungan guna mencukupi kebutuhan hidup dalam meningkatkan usahanya. Usaha peterrnakan ayam ras petelur khususnya di Kabupaten Bone Bolango terdapat lokasi pengembangan ayam petelur yakni di PT. Maluo Jaya yang memegang posisi penting dalam pembangunan di bidang peternakan hal ini terlihat dengan beroperasinya perusahaan tersebut secara baik dan lancar yang pengelolaannya dilakukan dalam jumlah ± 44.000 ekor hingga saat ini masih mempertahankan usahanya yang berlokasi di Desa Ulanta Kecamatan Suwawa. Namun demikian usaha peternakan ayam petelur tersebut masih mengalami kendala antara lain : harga faktor produksi yang semakin meningkat, pengetahuan peternak masih kurang, pemberian pakan yang tidak sesuai. Sehingga usaha peternakan ayam petelur sangat rentan dalam perkembangannya, karena itu peluang untuk mendapat keuntungan ataupun kerugian juga sangat besar kemungkinannya. Upaya memperoleh keuntungan yang besar dan berkelanjutan merupakan sasaran utama bagi semua kegiatan usaha termasuk di dalamnya usaha peternakan ayam petelur, yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan bagi pelaku usaha peternakan ayam petelur tersebut. Untuk mencapai sasaran tersebut perlu adanya langkah upaya salah satu diantaranya dengan mengkaji lebih mendalam mengenai usaha peternakan ayam petelur, terutama mengenai profitabilitas untuk menilai besar kecilnya produktivitas usaha sebuah perusahaan atau menentukan layak tidaknya suatu usaha untuk dilaksanakan. Peternakan ayam petelur berusaha lebih gigih dalam meningkatkan penerimaannya agar profitabilitas atau tingkat laba yang diperoleh mencapai hasil yang maksimum. Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan penelitian tentang Analisis Profitabilitas pada Usaha Peternakan Ayam ras Petelur di PT. Maluo Jaya Kecamatan Suwawa Kabupaten Bone Bolango.
2
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut didapatkan beberapa permasalahan tentang analisis profitabilitas pada PT. Maluo Jaya yaitu sebagai berikut : 1. Bagaimana nilai profitabilitas suatu usaha untuk menghindari kerugian PT. Maluo Jaya ? 2. Bagaimana nilai efisiensi perusahaan PT. Maluo Jaya ? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui nilai profitabilitas usaha peternakan Kecamatan Suwawa Kabupaten Bone Bolango. 2. Mengetahui nilai efisiensi perusahaan PT. Maluo Jaya.
PT.
Maluo
Jaya
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan berguna sebagai : 1. Dapat dijadikan masukan dalam menghitung profitabilitas jika akan meningkatkan volume produksi. 2. Sebagai bahan informasi kepada PT. Maluo Jaya
3
BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT. Maluo Jaya Desa Ulanta Kecamatan Suwawa Kabupaten Bone Bolango. Penelitian ini dilakukan selama 1 bulan mulai dari bulan April-Mei 2013. B. Metode Penelitian Metode yang digunakan pada pelaksanaan ini adalah metode studi kasus atau case study method, yakni suatu metode yang mempelajari secara intensif tentang latar belakang dari suatu keadaan sekarang dan interaksi lingkungan suatu unit sosial, individu, keluarga, lembaga dan masyarakat (Suryabrata, 1989). C. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian adalah perusahaan peternakan PT. Maluo Jaya. Selanjutnya pengambilan sampel dilakukan secara total sampling. Sampel pada penelitian ini adalah Ayam ras petelur. D. Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder yaitu : 1. Data primer dengan melakukan observasi, wawancara pada pihak perusahaan itu sendiri, kuisioner, dokumentasi terhadap pelaksanaan penelitian. 2. Data sekunder berasal dari berbagai sumber seperti Dinas Peternakan, Badan Pusat Statistik (BPS), Kantor Kecamatan serta Pustaka lainnya. E. Analisis Data Data yang didapatkan dianalisa secara deskriptif yang dituangkan dalam bentuk tabel maupun diagram. Selanjutnya untuk menghitung biaya, penerimaan, keuntungan, penyusutan, profitabilitas, dan efisiensi digunakan rumus sebagai berikut : 1. Total Cost (TC), yaitu untuk mengetahui total biaya produksi dalam satu periode (Boediono, 2002). Rumus : TC = TFC + TVC Keterangan : TC = Total Cost (Total Biaya) TFC = Total Fixd Cost (total biaya tetap) TVC = Total Variable Cost ( total biaya tidak tetap) 2. Total revenue (TR), yaitu untuk mengetahui jumlah penerimaan yang didapatkan dalam satu periode produksi (Himawati, 2006). Rumus : TR = Q × Pq Keterangan : TR = Total Revenue (Total penerimaan) Q = Quantity (jumlah barang yang diproduksi) Pq = Price of Quantity (harga barang yang diproduksi) 3. Profit (π), yaitu untuk mengetahui keuntungan yang diperoleh dalam satu periode (Boediono, 2002). Rumus : π = TR −TC Keterangan : π = Profit (keuntungan) TR = Total Revenue (Total penerimaan) TC = Total Cost (Total Biaya)
4
4. Penyusutan (Metode garis lurus) Menurut Weston dan Copeland (1995), perhitungan penyusutan dengan menggunakan metode garis lurus dengan mengunakan rumus : Penyusutan = 5. Profitabilitas Menurut Munawir (2004), perhitungan profitabilitas dengan menggunakan rumus : keuntungan Gross Profit Margin (GPM) = penjualan × 100 % Net Profit Margin (NPM)
=
keuntungan setelah pajak penjualan Penjualan
Total Assets Turnover (TAT) = Total modal × 100 %
× 100 %
Return Of Investment (ROI) = × 100 % 6. Efisiensi Efisiensi pada umumnya menunjukkan perbandingan antara nilai nilai output terhadap nilai input, namun pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi. Efisiensi = F. Definisi Operasional Variabel 1. Usaha peternakan ayam petelur adalah kegiatan budidaya ayam petelur yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan 2. Modal adalah barang atau uang yang bisa menghasilkan barang baru pada suatu usaha peternakan dalam satuan rupiah. 3. Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan oleh peternak selama satu periode produksi dalam satuan rupiah. 4. Penerimaan adalah hasil perkalian antara produksi total dengan harga yang berlaku saat ini dalam satuan rupiah. 5. Pendapatan adalah besarnya penerimaan yang diterima setelah dikurangi pengeluaran dan dinyatakan dalam rupiah. 6. Keuntungan adalah keuntungan yang diperoleh dari selisih penerimaan dengan biaya tetap diluar pajak dan bunga dalam satuan rupiah. 7. Keuntungan setelah pajak adalah keuntungan yang diperoleh setelah dikurangi seluruh biaya variabel dan biaya tetap termasuk pajak dalam satuan rupiah. 8. Analisis profitabilitas adalah analisis yang digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan usaha dalam mendapatkan keuntungan dalam satuan persen. 9. Mortalitas adalah banyaknya ayam yang mati selama pemeliharaan dibagi dengan jumlah ayam pada awal pemeliharaan dikali 100%.
5
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Usaha peternakan milik Bapak Liang Gin Lung berada di dusun 01 desa Ulanta kecamatan Suwawa Kabupaten Bone Bolango. Desa Ulanta secara umum memiliki keadaan geografis yang sama dengan daerah yang ada di kabupaten Bone Bolango pada umumnya, berada pada ketinggian 250 meter dari permukaan laut, curah hujan rata-rata 128,75 mm dengan kisaran angin antara 10 meter per detik sampai 15 m per detik serta kelembaban udara lingkungan kandang rata-rata 70 – 90 %, hal ini tidak sesuai dengan pendapat Priyatno (2004) yang menyatakan bahwa kelembaban optimal untuk ayam petelur bekisar antara 60%. Kemudian dijelaskan kembali suhu dan kelembapan yang tinggi sangat berpengaruh pada kepekaannya terhadap penyakit pernapasan. Suhu lingkungan sekitar 24,4° C sampai 28°C. Keadaan suhu lingkungan tidak sesuai dengan pendapat Rasyaf (2003) yang mengatakan bahwa ayam petelur dapat berproduksi secara optimal pada suhu 18°C sampai 21°C. Oleh sebab itulah perusahaan menanggulangi dengan menanam pohon-pohon di sekitar kandang. Suhu lingkungan yang ideal sangat diperlukan untuk menjaga penampilan dan kualitas hasil ternak. Suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan cekaman pada ayam petelur yang akhirnya dapat berakibat pada turunnya produksi telur. B. Keadaan Umum Usaha Peternakan Usaha peternakan PT. Maluo Jaya terletak di desa Ulanta, kecamatan Suwawa, Kabupaten Bone Bolango mulai berdiri sejak tahun 2003. Peternakan ini dapat bertahan dari berbagai situasi perekonomian yang terjadi di Indonesia hingga saat ini menunjukkan manajemen yang baik dalam hal pengelolaan usaha. Jumlah ayam petelur yang dipelihara saat ini mencapai 45.028 ekor, jumlah ini merupakan jumlah yang besar jika dibandingkan dengan peternakan ayam petelur pada umumnya di Kabupaten Bone Bolango yang kebanyakan hanya memiliki ± 5000 ekor. Jumlah ayam petelur pada usaha peternakan PT. Maluo Jaya pada bulan Mei 2013 dapat dilihat pada tabel 2 berikut: Tabel 2. Jumlah Ayam Petelur di PT. Maluo Jaya Waktu Pemeliharaan Jumlah Fase pemeliharaan (Minggu) (Ekor) Starter 1-5 Grower 6-18 4.906 Layer 20-72 40.122 Total 45.028 Sumber : Data Primer, 2013 Jenis ayam petelur yang dipelihara pada peternakan PT. Maluo Jaya adalah strain Hisex Brown dan Isa Brown. Luas areal perkandangan secara keseluruhan adalah 10.000 M², terdiri dari 16 Unit kandang utama dan bangunan penunjang aktivitas peternakan antara lain Gudang Pakan, Asrama karyawan, Kantor, Gudang telur. Bangunan penunjang dibangun dengan tujuan untuk mempermudah dan menunjang berbagai aktivitas perkandangan.
6
Lokasi peternakan PT. Maluo Jaya cukup tersedia air bersih dan listrik agak jauh dari pemukiman penduduk, yakni sekitar 0,25 Km dan 10 Km dari pusat kota dengan jarak tempuh ± 25 menit tetapi dekat dengan sarana transportasi hal ini dimaksudkan agar kebutuhan sapronak mudah dipenuhi dan mudah dijangkau oleh konsumen, lokasi tidak jauh dari tempat penggilingan padi sehingga tidak repot mencari jerami sebagai alas kandang dan dedak sebagi bahan baku utama. Hal ini sependapat dengan Sarwono (2001) yang menyatakan bahwa pemilihan atau penentuan lokasi usaha peternakan yang cocok untuk budi daya ayam ras petelur yaitu : Lokasi mudah dijangkau dan tidak jauh dari pusat-pusat pemasaran, lokasi terpilih bersifat menetap atau tidak berpindah-pindah dan lokasi yang jauh dari keramaian atau perumahan penduduk. Selain aspek teknis, ada hal lain yang perlu dperhatikan dalam memilih lokasi, yaitu aspek ekonomi dan aspek hukum.
C. Struktur Organisasi Struktur Unit kerja PT. Maluo Jaya ini masih sangat sederhana seperti terlihat pada Gambar 2. DIREKTUR
Accounting
Manajer Produksi Pengelola peternakan Pekerja Kandang
Keamanan
Tenaga Tambahan Gambar 2. Struktur Organisasi Usaha Peternakan PT. Maluo Jaya Pimpinan usaha peternakan PT. Maluo Jaya merupakan pemilik sekaligus investor yang berperan sebagai pembuat kebijakan dan pemegang kendali perusahaan, akuntan berfungsi menangani seluruh yang berkaitan dengan keuangan yang masuk maupun yang keluar, sedangkan manager memiliki tugas rangkap, yaitu bertanggung jawab dalam mengawasi jalannya kegiatan produksi,
7
keuangan dan pemasaran. Bagian keamanan orang bertugas menjaga keamanan di sekitar peternakan, termasuk keamanan aset, karyawan, ayam yang dipelihara, serta menanggulangi gangguan keamanan dari luar, selain itu juga terdapat tenaga kerja bagian vaksin tenaga kerja ini hanya sewaktu-waktu datang disaat ayam akan divaksin. D. Tata laksana Pemeliharan Ayam Petelur 1. Bibit Dalam usaha peternakan ayam ras petelur, bibit merupakan salah satu faktor utama dalam keberhasilan usaha, menurut Herman dan Zamrowi (2000), bibit yang dipakai harus dipilih dari induk yang produktif dan jenis unggul yaitu, berproduksi tinggi dan dapat menyesuaikan dengan iklim setempat, ini sesuai dengan bibit yang dipilih pada usaha peternakan di PT. Maluo Jaya memilih jenis ayam dengan puncak produksi 96 % Pada umumnya Perusahaan membeli bibit ayam yang dipelihara berasal dari Breeding Farm yang dipercayai. Bibit ayam petelur PT Maluo Jaya berasal dari perusahaan Multibreeder Adirama Indonesia (MBAI) dengan strain Isa Brown dan strain Hisex Brown berasal dari PT. Jimmy’s Hysex-Farm. Alasan pemilihan strain tersebut karena pengalaman bahwa kedua strain tersebut dapat menyesuaikan dengan kondisi lingkungan, pertimbangan yang lain adalah efisiensi produksi yang cukup tinggi dan menghasilkan telur relatif baik. Tabel 3. Jumlah Ayam Petelur dan Harga Beli di PT. Maluo Jaya Jumlah Harga Masa Produksi Fase Total Pembelian Ternak Ternak (Bulan) Pemeliharaan (Rp) (Ekor) (Rp/Ekor) Layer Juni 2012 34.700 6.500 225.550.000 Grower 4.800 7.000 33.600.000 Starter Juli 2012 5.000 7.500 37.500.000 Starter November 2012 5.000 9.500 47.500.000 Starter Maret 2013 5.000 10.000 50.000.000 Total 394.150.000 Sumber : Data Primer Diolah, 2013 2. Pemberian Pakan dan Air Minum Pakan merupakan komponen terbesar dari biaya produksi dalam usaha peternakan, menyumbang lebih dari 60-70% dari total biaya produksi. Rasidi (2005), menyatakan bahwa untuk menekan biaya pakan dan meningkatkan efisiensi produksi maka perlu diupayakan pakan yang dibuat dan diramu sendiri, karena dengan pemberian pakan sendiri ini tetap memberikan hasil yang terbaik. Hal ini juga yang dilakukan Di PT. Maluo Jaya yaitu menggunakan pakan buatan sendiri dan dicampur dengan konsentrat yang berasal dari PT. Japfa Comfeed Makssar Tbk. Pemberian pakan di PT. Maluo Jaya didasarkan pada fase pemeliharaan. Dimana jumlah ransum yang diberikan pada setiap fase berbeda yaitu : fase starter 8-50 gram/ekor/hari, fase Grower 60-90 gram/ekor/hari dan fase layer 90120 gram/ekor/hari dengan kandungan protein dalam ransum yang diberikan
8
sebagai berikut : fase starter 18%, fase Grower 17,5% dan fase layer 16,5 %. Hal ini tidak sejalan dengan pendapat Pesti et all (2005) yang menyatakan bahwa pemberian pakan pada yam petelur harus tepat dalam jumlah, kandungan nutrisi, dan bentuk. Kebutuhan nutrien ayam petelur dibagi menjadi dua periode, yaitu periode pertumbuhan dan produksi telur. Pemberian pakan di PT. Maluo Jaya dilakukan secara manual (tenaga manusia), dua kali sehari, pagi hari jam 06.30 WITA sebanyak 75% dan siang hari pukul 13.30 WITA sebanyak 25%. Pakan yang diberikan yaitu jagung kuning 50%, hal ini sependapat dengan Suci, dkk (2012) yang menyatakan bahwa penggunaan jagung dalam pakan ayam petelur mencapai 40-50%. Penggunaan dedak halus ±20%, dan konsentrat 30%, Mineral 3-4% dan vitamin, antibiotik, premix, probiotik 0,5-1%. Penambahan bahan aditif dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan vitamin dan mengatasi cekaman panas serta stress yang diakibatkan oleh hujan lebat atau cuaca yang terlalu panas juga dimaksudkan untuk memudahkan pemberian ke dalam tempat pakan secara merata. Hal ini sependapat dengan Pesti et. all. (2005) yang menyatakan bahwa bahan pakan yang digunakan untuk pakan ayam petelur terdiri atas bahan pakan sumber energi, bahan pakan sumber protein, bahan pakan sumber mineral, dan bahan aditif. Pemberian air minum di PT. Maluo Jaya dilakukan secara ad libitum, yakni penyediaan air minum dilakukan secara tidak terbatas dengan tujuan untuk menjaga agar ayam tidak mengalami kekurangan air.. Pemberian air minum ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (2001), bahwa sebaiknya pemberian air minum pada ayam ras petelur fase layer dilakukan secara adlibitum. Setiap sore tempat minum dibersihkan dengan cara membuang semua sisa air minum yang ada kemudian dilap dengan kain bersih setelah itu diisi kembali. 3. Perkandangan dan peralatannya Kandang yang digunakan untuk fase starter dan grower, adalah dengan kandang litter masing-masing satu unit kandang sedagkan fase layer menggunakan kandang baterai. Untuk kandang fase starter hanya dibangun satu buah kandang dengan luas 450 m2 (30 m x 15 m) dengan kapasitas 5000 ekor. Sedangkan untuk kandang fase grower untuk luas kandang fase grower 600 m² (40 m x 15 m) dengan kapasitas 5000 ekor dan kandang fase layer menggunakan kandang sistem baterai dengan luas 384 m2 (9,6 m x 40m) dengan kapasitas ± 3.500 ekor per unit masing-masing dengan jarak antar kandang 1,5 m. Dasar atau lantai kandang sistem baterai seharusnya dibuat agak miring kearah depan (6-7 cm atau kemiringan 9º) hal ini sependapat dengan Rasyaf, (2003) yang menyakan bahwa lantai kandang sistem baterai seharusnya dibuat miring tujuannya agar telur dapat menggelinding ke depan sehingga memudahkan dalam koleksi telur. Menurut Priyatno, (2004) keuntungan sistem ini yaitu tingkat produksi individual dan kesehatan masing-masing ayam dapat dikontrol, memudahkan pengontrolan pakan ayam kanibalisme ayam dapat dihindari dan penyakit tidak mudah menjalar dari satu ayam ke ayam yang lainnya meskipun ada kelemahannya seperti mahalnya biaya kandang. 4. Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan salah satu sumber daya manusia yang berperan strategis dalam usaha ayam petelur, khususnya manajemen pemeliharaan. Tanpa
9
tenaga kerja kandang yang berkualitas, peternakan ayam petelur tidak akan dapat berkembang dengan baik. PT. Maluo Jaya mempunyai karyawan sebanyak 29 orang dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Sebagian Karyawan berasal dari luar daerah dan wilayah sekitar peternakan. Keberadaan usaha ayam ras petelur belum memberikan dampak positif terhadap peningkatan penyerapan tenaga kerja. Dari jumlah tersebut yang merupakan tenaga kerja lokal berjumlah 10 orang atau ± 34% (hasil wawancara). Ini berarti masih sedikit tenaga kerja lokal yang terserap dari usaha peternakan ayam ras petelur tersebut. Tabel 5. Alokasi waktu kerja dan jenis pekerjaan di PT. Maluo Jaya Waktu Kegiatan 06.00 Masuk Kandang + ratakan Pakan 06.30 Memberi Makan Ayam 1 07.30 Cuci / Kuras air minum 08.00 Ratakan pakan + istrahat 1 08.30 Mencampur makanan ayam 10.00 Pungut telur I 10.30 Ratakan pakan 11.30 Istrahat II 13.00 Ratakan Pakan 13.30 Memberi makan ayam II 14.00 Pungut telur II 14.30 Mencampur makanan ayam 16.00 Ratakan pakan 17.00 Pungut telur III 17.30 Istrahat III Sumber : Data primer, 2013 Tenaga kerja pada suatu usaha akan sangat diperlukan untuk melaksanakan semua aktivitas pada usaha tersebut. Kebutuhan tenaga kerja pada PT Maluo Jaya terdapat pada Tabel 6. Setiap tenaga kerja mempunyai tugas masing-masing dengan upah yang bervariasi. Tabel 6. Komposisi Tenaga kerja dan Upah Tenaga kerja pada Usaha Peternakan Ayam Petelur di PT. Maluo Jaya Jumlah Upah Total Jabatan Pendidikan (Orang) (Rp/Bulanan) (Rp) Accounting 1 S1 2.500.000 30.000.000 Manajer Produksi 1 D3 2.500.000 30.000.000 Sopir 2 SMP 1.300.000 31.200.000 Bagian Produksi 20 SD-D1 1.175.000 282.000.000 Keamanan 1 SMA 1.175.000 14.100.000 Tenaga Kerja 4 SMA 200.000 14.400.000 Total 29 401.700.000 Sumber : Data Primer Diolah, 2013 5. Pemeliharaan dan pencegahan Penyakit Ayam merupakan ternak unggas yang sangat peka terhadap bermacam gangguan luar yang pada akhirnya dapat menimbulkan penyakit. Hasil Penelitian
10
menunjukkan bahwa penyakit yang pernah menyerang pada peternakan ayam ras petelur di PT. Maluo Jaya yaitu : a. Tetelo (New Castle Disease) Penyakit yang dapat menyrerang ayam segala umur. Penyebab penyakit ini Virus dan penularannya karena hubungan langsung dengan ayam yang sakit atau melalui kandang dan peralatan yang kurang bersih. Pernapasan terganggu, batuk, bersin, dan napasnya ngorok, badan lemah lesu dan lesu nafsu makan berkurang kotoran cair, berwarna hijau kekuningan, leher ayam seakan terpelintir dengan kepala terangkat. Pencegahan yaitu dengan memberikan vaksin aktif dapat diberikan pada ayam umur 4 hari dan 18 hari berupa avinew. Pemberiannya melalui tetes mata/hidung atau air minum. Perlakuan diulang pada umur 7 dan 13 minggu dengan vaksin aktif Gallivac Lasota dengan cara yang sama. Vaksin in aktif juga diberikan pada ayam umur 18 minggu melalui suntikan dengan dosis 0,3 ml dengan vaksin Gallimune ND/Imopest. b. Snot/Coryza Penyebab penyakit snot adalah bakteri gram negatif Haemophillus paragallinarum. Penularan penyakit terjadi melalui kontak langsung dengan ayam yang sakit, pakan, minum, peralatan yang dipergunakan, atau melalui karyawan atau tamu. Gejala yang muncul adalah terjadinya pembengkakan pada muka, pernapasan terganggu dan terkadang ayam bersin-bersin, ayam lesu dan keluar cairan jernih dari hidung yang semakin lama semakin kental, serta menurunnya produksi telur menjadi 30-40%. Pencegahan dapat dilakukan dengan vaksinasi coriza pada umur 12 minggu dan 17 minggu. Vaksin yang digunakan vaksin inaktif Haemovax 0,3. Pengobatan dan pencegahan mengggunakan obat-obatan seperti Enoquyl dan Novaquyl. c. Cacingan Jenis cacing yang sering menyerang antara lain cacing tenggorokan, cacing pita, cacing gelang. Infeksi cacing dapat terjadi melalui pakan, minuman, tanah yang mengandung telur cacing. Meskipun tidak menimbulkan kematian, penyakit cacingan cukup merugikan karena menghambat pertumbuhan ayam akibat pakan yang dimakan ayam tidak semuanya diserap, tetapi ada yang diserap oleh cacing. Gejala ringan yang ditunjukkan adalah menurunnya produksi, sering mencret, daya tahan tubuh menurun, serta ayam tampak lesu, pucat, dan kurus. Ayam dapat diobati dengan Caricid pada ayam berumur 4-6 minggu. d. CRD (Chonic Respirattory Disease) Penyebab Penyakit CRD adalah bakteri gram negatif Mycoplasma gallisepticum yang menyerang pernapasan. Gejala yang ditimbulkan adalah ayam kurus dan lemah, nafsu makan menurun, bersin-bersin, dan batuk-batuk, keluar cairan dari lubang hidung, serta ayam ngorok ketika tidur. Vaksinasi terhadap penyakit CRD dapat menggunakan vaksin aktif Vaxsafe TS-ll pada umur 3-6 minggu. Pengobatan dan pencegahan bisa menggunakan obat-obatan seperti Suanovil, Enoquyl, dan Novaquyl. e. Gumboro Menurut Lastiati (2011) bahwa salah satu cara penanggulangan penyakit gumboro pada unggas adalah dengan melakukan perbaikan dalam sanitasi. Hal ini
11
juga diyakini oleh peternak di PT. Maluo Jaya. Pada intinya, kebersihan peralatan, orang dan material yang digunakan dalam melakukan proses produksi sangat berpengaruh pada kesehatan ayam. Kesehatan ayam akan berpengaruh pada produktifitas ayam dan produktifitas ayam tentu saja sangat menentukan keberlanjutan usaha ayam ras petelur ke depannya (Abidin 2003). Penyakit yang meyerang ayam petelur di PT. Maluo Jaya sering menyebabkan ayam sakit bahkan ada yang mati. Hal ini dapat berasal dari dalam peternakan sendiri seperti manajemen yang salah, cuaca dan cekaman panas sedangkan dari luar peternakan seperti racun yang terkandung didalam pakan atau ransum (Rasyaf, 2008). Mortalitas atau tingkat kematian adalah perbandingan antara jumlah ayam yang mati dengan jumlah ayam yang masih hidup. Mortalitas yang tinggi akan menyebabkan kerugian yang besar bagi peternak (Wahyuni, 2008), mortalitas harus diukur secara kuantitatif, standar mortalitas ayam ras petelur untuk kondisi daerah tropis yaitu 5%. Angka kematian (mortalitas) yang terdapat di PT. Maluo Jaya yaitu sebesar 4,2%. Hal ini mungkin disebabkan terjadi perubahan cuaca yang menyebabkan ayam mudah terserang berbagai penyakit. Tingkat mortalitas di PT. Maluo Jaya dalam tingkat wajar. Tingkat mortalitas yang wajar ini disebabkan karena sistem pemeliharaan khususnya kebersihan dan kesehatan sudah cukup baik dan memenuhi syarat. E. Pemasaran Pemasaran mengandung arti semua kegiatan yang berlangsung dalam hubungannya dengan pasar. Pemasaran berarti bekerja di pasar untuk mewujudkan pertukaran potensial dengan maksud memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Produksi yang dihasilkan selanjutnya dipasarkan oleh pihak perusahaan kepada konsumen rumah tangga, rumah makan dan restoran serta pedagang perantara. Pemasaran tersebut tidak hanya dilakukan di Provinsi Gorontalo tetapi juga di kota Palu, Bolaang Mongondow dan ada juga konsumen yang datang langsung ke kandang. Pemasaran menggunakan sarana transportasi yang digunakan adalah mobil pick up dan sebagian konsumen datang langsung ke kandang. F. Modal Usaha Besarnya modal usaha yang digunakan pada usaha peternakan PT. Maluo Jaya dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini:
12
Tabel 7. Total modal usaha peternakan ayam petelur di PT. Maluo Jaya NO. Jenis Modal Jumlah (Rp) Modal Tetap 1 Lahan 30.000.000 2 Ternak 30.000.000 3 Kandang Starter dan Grower 30.000.000 4 Kandang Layer 210.000.000 5 Perlengkapan dan Peralatan Produksi 76.732.500 6 Barang Inventaris Kantor 9.900.000 7 Mesin-Mesin 45.000.000 8 Bangunan Penunjang 102.500.000 9 Instalasi listrik dan air dan telepon 5.500.000 10 Kendaraan 80.000.000 11 Gaji tenaga kerja 387.300.000 12 Pemagaran Keliling Kandang 27.500.000 13 Pajak Bumi Bangunan 625.000 14 Pajak Kenderaan 1.000.000 Sub Total 826.057.500 Modal Tidak Tetap 1 Pakan 2.685.222.250 2 DOC 394.150.000 3 Vaksin, obatan-obatan dan desinfektan 218.231.000 5 Tenaga Kerja Lepas 14.400.000 6 Listrik,air dan telpon 45.000.000 7 Bahan Bakar Minyak 59.580.000 8 Biaya Konsumsi Tenaga Kerja 36.000.000 9 Biaya perbaikan-perbaikan 44.590.000 10 Biaya Lainnya 38.347.000 11 Mortalitas 16.630.000 Sub Total 3.552.150.250 Grand Total 4.378.207.750 Sumber : Data primer Diolah, 2013 Tabel 7. memperlihatkan besarnya modal yang dikeluarkan peternakan PT. Maluo Jaya dihitung berdasarkan masa produksi satu tahun. Selama satu tahun, modal yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 4.378.207.750,00, dengan perincian untuk modal tetap sebesar Rp. 826.057.500,00, sementara untuk modal tidak tetap yakni sebesar Rp. 3.552.150.250,00. Modal yang paling besar digunakan untuk Pembelian Pakan yakni sebesar Rp. 2.685.222.250,00. Modal terbesar kedua adalah Pembelian DOC yakni Rp. 394.150.000,00.
13
G. Biaya Biaya tetap (fixed cost) yang dikeluarkan oleh usaha peternakan di PT. Maluo Jaya dalam menjalankan usahanya antara lain: biaya penyusutan (ternak, kandang, bangunan penunjang kandang, peralatan dan perlengkapan, kendaraan), pajak, sewa tanah, tenaga kerja. Biaya tidak tetap (variable cost) yang dikeluarkan antara lain: pakan, obat-obatan, listrik, air, telepon, obat-obatan, bahan bakar,tenaga kerja lepas, biaya konsumsi tenaga kerja dan biaya perbaikanperbaikan dan Biaya lainnya. Besarnya biaya usaha peternakan PT. Maluo Jaya dapat dilihat pada tabel 8 berikut ini: Tabel 8. Biaya produksi pada Usaha Peternakan Ayam Petelur di PT. Maluo Jaya No Jenis Biaya Jumlah (Rp) I Biaya Tetap Penyusutan - Kandang 16.000.000 - Bangunan Penunjang Lainnya 7.500.000 - Kendaraan 5.333.333,33 - Mesin-Mesin 3.133.333,33 - Peralatan dan perlengkapan 7.961.000 - Barang Inventaris Kantor 1.840.000 - Pemagaran Keliling Kandang 1.500.000 Sewa Tanah 3.000.000 Instalasi Listrik, Air dan Telepon 366.666,67 Tenaga Kerja 376.500.000 Pajak Bumi dan Bangunan 625.000 Pajak Kenderaan 1.000.000 Sub Total 424.759.333 II Biaya Tetap Pakan 2.695.222.250 DOC 394.150.000 Vaksin, obatan-obatan dan desinfektan 218.231.000 Rekening Listrik,air dan telpon 45.000.000 Bahan Bakar Minyak 59.580.000 Tenaga Kerja Lepas 14.400.000 Biaya perbaikan-perbaikan 44.590.000 Biaya Konsumsi Tenaga Kerja 36.000.000 Biaya Lainnya 38.347.000 Mortalitas 16.630.000 Sub Total 3.552.150.250 Grand Total 3.976.909.583 Sumber : Data Primer Diolah, 2013 Tabel 8 menunjukkan bahwa biaya produksi yang dikeluarkan sebesar Rp. 3.976.909.583,00 yang terdiri dari total biaya tetap yang besarnya Rp. 424.759.333,00 dan total biaya tidak tetap besarnya adalah Rp. 3.552.150.250,00. Komponen biaya yang terbesar adalah pembelian Pakan yaitu sebesar Rp. 2.695.222.250,00 atau 67 % dari total biaya produksi sedangkan
14
komponen biaya terbesar kedua besarnya adalah Rp. 394.150.000,00.
adalah
pembelian
DOC
yang
H. Penerimaan PT. Maluo Jaya mendapatkan penerimaan dari penjualan telur (telur utuh, telur retak), penjualan ayam afkir dan penjulan feses. Harga untuk telur utuh selama satu tahun bereda-beda yaitu Rp. 800, 850, 900,1000 per butir, harga untuk telur retak yaitu Rp.450,500, 550, 600 per butir. Harga ayam afkir per ekornya yaitu Rp. 35.000,00 sedangkan harga feses per karungnya yaitu Rp.2500,00 Hal ini sependapat dengan pernyataan Asnawi (2009) yang menyatakan bahwa penerimaan usaha peternakan ayam ras petelur diperoleh setelah hasil produksi dijual yaitu bersumber dari penjualan telur, ayam afkir dan feses. Tabel 9. Total penerimaan usaha peternakan Ayam Petelur di PT. Maluo Jaya NO Jenis Penerimaan Total (Rp) 1 Penjualan Telur 7.021.418.050 2 Penjualan Ayam Afkir 272.125.000 3 Penjualan Feses 3.360.000 Grand Total 7.296.903.050 Sumber: Data primer Diolah, 2013 Penerimaan yang didapatkan oleh peternakan PT. Maluo Jaya selama bulan Juni 2012 hingga Mei 2013 adalah Rp. 7.296.903.050,00, diperoleh dari penerimaan dari hasil penjualan telur adalah sebesar Rp. 7.021.418.050,00, penerimaan dari hasil penjualan Ayam Afkir adalah sebesar Rp. 272.125.000,00 dan penerimaan dari hasil penjualan feses Rp. 3.360.000,00. Penerimaan yang tertinggi berasal dari hasil penjualan telur. I. Keuntungan Keuntungan merupakan selisih antara penerimaan usaha dengan biaya produksi. Keuntungan total yang diperoleh selama satu tahun pada usaha peternakan PT. Maluo Jaya adalah Rp. 3.044.508.467,00 diperoleh dari pengurangan seluruh total penerimaan sebesar Rp. 7.021.418.050,00 dengan total biaya produksi sebesar Rp. 3.976.909.583,00. Perhitungan keuntungan yang diperoleh usaha peternakan PT. Maluo Jaya dapat dilihat pada tabel 10 berikut : Tabel 10. Keuntungan Usaha peternakan di PT. Maluo Jaya Keterangan Jumlah (Rp) Penerimaan 7.021.418.050 Total Biaya 3.976.909.583 Keuntungan 3.044.508.467 Sumber : Data Primer Diolah, 2013 Tabel 10 menunjukkan bahwa besarnya keuntungan di PT. Maluo Jaya yaitu sebagai berikut Rp. 3.044.508.467,00. Suastina dan Kayana (2006) menyatakan bahwa keberhasilan atau kegagalan unit usaha peternakan umumnya diukur dari profit atau rugi yang diperoleh dari unit usaha tersebut, jadi profit merupakan salah satu tujuan utama dari setiap unit usaha.
15
J. Analisis Profitabilitas Analisis profitabilitas merupakan cara untuk mengukur kemampuan usaha dalam rangka menghasilkan keuntungan dari modal atau sumber penghasilan yang dipercayakan kepadanya (Riyanto, 1993). Pengukuran profitabilitas dapat dilaksanakan dengan beberapa cara, dimana masing-masing pengukuran dihubungkan dengan volume penjualan, total modal, dan modal sendiri (Syamsuddin, 2000). Analisis profitabilitas dapat dihitung dengan Gross Profit Margin, Net Profit Margin, Total Assets Turnover, Return on Investment. 1. Gross Profit Margin (GPM) GPM merupakan perimbangan antara keuntungan (gross profit) yang diperoleh perusahaan dengan tingkat penjualan yang dicapai pada periode yang sama. Nilai GPM yang semakin besar maka akan semakin baik keadaan operasi perusahaan, karena hal ini menunjukkan harga pokok penjualan yang relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan penjualan, sebaliknya makin rendah GPM maka semakin kurang baik operasi perusahaan (Syamsuddin, 2000). Usaha peternakan PT. Maluo Jaya memiliki nilai GPM sebesar 45,52 % artinya bahwa tiap penjualan Rp. 10.000,00, mampu memberikan keuntungan sebesar Rp. 4.552,00. 2. Net Profit Margin (NPM) NPM menggambarkan secara relatif efisiensi perusahaan setelah memperhatikan semua biaya dan pajak, tetapi tidak termasuk beban-beban biaya luar biasa (Horne, 1983). Nilai NPM pada usaha peternakan ayam petelur PT. Maluo Jaya selama satu tahun adalah sebesar 35,49%, hal ini menunjukkan bahwa jumlah keuntungan setelah pajak adalah 35,49% dari volume penjualan, sehingga dapat dikatakan bahwa setiap penjualan Rp. 10.000,00 akan mampu memberikan keuntungan setelah pajak sebesar Rp. 3.549,00. 3. Total assets turnover (TAT) Total assets turnover merupakan ratio antara jumlah modal (operating assets) yang digunakan dalam operasi dengan penjualan yang diperoleh selama periode tersebut. Angka rata-rata TAT pada peternakan PT. Maluo Jaya 166,66% , artinya bahwa dengan modal sejumlah Rp. 10.000,00 akan mampu menghasilkan penjualan sejumlah Rp. 16.666,00, sehingga setiap penjualan tersebut akan menghasilkan keuntungan setelah pajak sebesar Rp. 1.666,00. 4. Return on investment (ROI) Usaha untuk memperbesar ROI dengan memperbesar profit margin adalah bersangkutan dengan usaha untuk memperbesar efisiensi pada sektor produksi, penjualan dan administrasi (Munawir, 2004). Nilai ROI pada usaha peternakan PT. Maluo Jaya adalah 59,16 %, artinya keuntungan setelah pajak yang diperoleh adalah sebesar 59,16 % dari total modal, sehingga dengan adanya penanaman modal sebesar Rp. 10.000,00 akan mampu menghasilkan keuntungan setelah pajak sebesar Rp. 5.916,00. J. Efisiensi Efisiensi usaha dapat pula digunakan untuk menilai kelayakan usaha tani, salah satunya adalah melalui penerimaan yang dihasilkan dari setiap satu rupiah biaya. Suatu usaha dikatakan menguntungkan jika perbandingan antara R dan C (R/C) bernilai lebih besar dari satu (Soekartawi, 1993).
16
Tabel 11. Efisiensi usaha peternakan Ayam Petelur di PT. Maluo Jaya Uraian Total R/C ratio Total Biaya 3.976.909.583 1,76 Total Penerimaan 7.021.418.050 Sumber : Data Primer Diolah, 2013 Tabel 11. menunjukkan bahwa efisiensi peternakan ayam petelur selama satu tahun yaitu 1,76. Efisiensi yang tinggi menunjukkan penerimaan yang didapat mempunyai selisih yang tinggi yaitu Rp. 3.044.508.467,00. Berdasarkan penerimaan atas biaya (R/C) ratio sebesar 1,76 berarti untuk setiap Rp. 1,00 biaya yang dikeluarkan, maka usaha peternakan ayam ras petelur PT. Maluo Jaya mampu memberikan penerimaan sebesar Rp. 1,76. Kelayakan suatu usaha peternakan jika mempunyai efisiensi di atas satu maka dapat dikatakan layak. Ration dalam setahun yaitu 1,76 hal ini mengindikasikan bahwa usaha peternakan ayam petelur PT. Maluo Jaya layak untuk dijalankan dan dikembangkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Salam, T. (2009), yang menyatakan bahwa suatu usaha dikatakan menguntungkan jika perbandingan antara R dan C (R/C) bernilai lebih besar dari satu.
17
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil perhitungan dan uraian diatas, dapat disimpulkan nilai profitabilitas pada usaha peternakan ayam ras petelur di PT Maluo Jaya sebagai berikut: Total modal yang dibutuhkan adalah sebesar Rp. 4.378.207.750,00 per tahun. Total biaya produksi adalah Rp. 3.976.909.583,00 per tahun. Total penerimaan adalah sebesar Rp. 7.021.418.050,00 per tahun. Total keuntungan adalah sebesar Rp. 3.044.508.467,00 per tahun. Total keuntungan setelah pajak adalah sebesar Rp. 2.590.303.162,00 per tahun. Nilai analisis profitabilitas selama Juni 2012 hingga Mei 2013 adalah sebagai berikut: nilai Gross Profit Margin 45,52%, nilai Net Profit Margin 35,49%, nilai Total Assets Turnover 166,66% .nilai Return on Investment 59,16%. Sedangkan nilai efisiensi adalah 1,76. Nilai tersebut cukup tinggi, artinya bahwa biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 1,00 mampu memberikan penerimaan sebesar Rp. 1,76. Sehingga usaha tersebut layak untuk dikembangkan. B. Saran Nilai profitabilitas sebaiknya tetap dipertahankan atau bahkan lebih ditingkatkan, agar diperoleh keuntungan usaha sebagaimana yang diharapkan Peningkatan efisiensi usaha sebaiknya dilakukan dengan mengurangi biaya tetap yang kurang diperlukan, yakni penyusutan kandang, hal ini karena kandang yang digunakan lebih besar dari jumlah ternak yang dipelihara, sehingga modal dan biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan kandang lebih tinggi.
18
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2003. Meningktakan Produktivitas Ayam Ras Petelur. Agromedia Pustaka, Tangerang. Asnawi, A. 2009. Perbedaan Tingkat Keuntungan Usaha Peternakan Ayam Ras Petelur Antara Sebelum dan Sesudah Memperoleh Kredit PT. BRI di Kabupaten Pinrang. Buletin Ilmu Peternakan dan Perikanan, Vol. XIII(1), Januari 2009. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bone Bolango, 2012. Kabupaten Bone Bolango Dalam Angka Tahun 2011-2012. Kabupaten Bone Bolango. Herman dan Zamrowi, 2000. Pemeliharaan dan Permasalahannya. Kanisius, Yogyakarta
Himawati, D. 2006 . Analisa Resiko Finansial Usaha Peternakan Ayam Pedaging pada Peternakan Plasma Kemitraan KUD “Sari Bumi” di Kecamatan Bululawang Kabupaten Malang. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang. Lastiati. A. 2011. Biosekuriti dan Sanitasi Kunci Pengendalian Penyakit Gumboro. http://www.disnak-jatim.go.id. download 2 Juli 2013 Munawir, S. 2004. Analisa Laporan Keuangan. Liberty, Yogyakarta. Pesti, G.M., R.I. Bakali, J.P. Driver, A, Atencio, & E.H. Foster. 2005. Poultry Nutrition and Feeding. United Kingdom :Trafford Publsihing, Oxford. Priyatno, 2004. Membuat Kandang Ayam. Cetakan ke-8. Penebar Swadaya, Jakarta. Rasidi. 2005. Formulasi Pakan Lokal Alternatif Untuk Unggas. Penerbit Penebar Swadaya : Jakarta. Rasyaf, M. 2000. 2001 . Manajemen Peternakan Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta. .
.2003 . Manajemen Peternakan Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Riyanto, B. 1993. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yayasan Badan. Penerbit Gajah Mada. Yogyakarta. Salam T. 2009. Analisis Finansial Usaha Peternakan ayam broiler pola kemitraan. Jurnal agrisistem Vol.2 No.1 http://www.stppgowa.ac.id/index.php?opti on=com_content&view=article&id=114 &Itemid=141. Diakses tanggal 15 Juni 2013.
19
Sarwono, B. 2001. Ayam Petelur Unggul. Jakarta : Penebar Swadaya. Suci, Dwi M dan Widya Hermana. 2012. Pakan Ayam. Jakarta: Penebar Swadaya. Soekartawi, A. 1993. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasinya. Rajawali Press. Jakarta. Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D). Penerbit ALFABETA Bandung. Suryabrata, S. 1989. Metode Penelitian. Rajawali Press. Jakarta. Syamsuddin, L. 2000. Manajemen Keuangan Perusahaan. Raja Grafindo Perkasa.Jakarta. Weston, J. F dan Copeland. T. E. 1995. Manajemen Keuangan Edisi Kesembilan. Binarupa Aksara. Jakarta. Wahyuni, Suprapti. 2008. Implementation of Fermented Rice Bran by Aspergillus Ficuum and Its Effect on Feed Quality and Laying Hens Performance. J.Indon.Trop.Anim.Agric.