BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan ibu dan anak, khususnya di negara berkembang, masih menjadi fokus penting pada setiap agenda pertemuan antar bangsa di dunia. Secara global, sekitar 3 juta kematian bayi terjadi dalam periode 1 bulan pertama kehidupan. Bahkan, sebagian dari jumlah kematian tersebut terjadi pada 24 jam setelah persalinan (Keisling 2014). Di negara berkembang, risiko kematian bayi meningkat 33 kali lebih tinggi dibandingkan dengan negara maju (Vital Wave Consulting 2009). Laporan terakhir Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (2012) menimbulkan keprihatinan besar terkait dengan indikator kesejahteraan ibu dan anak di Indonesia. Laporan tersebut menunjukkan angka kematian bayi sedikit menurun dari 34 kematian bayi (0 – 11 bulan) per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 menjadi 32 kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2012, sedangkan angka kematian ibu justru meningkat dari 228 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 menjadi 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2012. Pada tahun 2013, jumlah kematian bayi di Kota Palembang sebanyak 168 kasus (6 kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup) dan didominasi oleh kematian neonatus (bayi usia 0 – 28 hari) sebesar 73 %. Angka tersebut meningkat 2 kali lipat dibandingkan dengan angka kematian bayi pada tahun 2012 (3 kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup). Sebagian besar kematian bayi disebabkan oleh berat badan lahir rendah (BBLR) (68 kasus), disusul asfiksia (34 kasus) dan penyakit infeksi (5 kasus) (Dinas Kesehatan Kota Palembang 2013). Berbeda dengan kematian bayi, angka kematian ibu (AKI) pada tahun 2013 cenderung tetap dibandingkan dengan tahun 2012. Tiga penyebab terbesar dari kematian ibu adalah pre-eklampsia berat (31%), hipertensi (25%), dan perdarahan (15%). Tiga penyebab utama dari kematian bayi baru lahir adalah kelahiran prematur, komplikasi selama masa kehamilan, dan infeksi neonatal, sedangkan
1
2
PER 1000 KELAHIRAN HIDUP
ϳ
ϲ
ϲ ϱ ϰ
ϯ
ϯ
ϯ
Ϯ
Ϯ
Ϯ ϭ Ϭ ϮϬϬϵ
ϮϬϭϬ
ϮϬϭϭ
ϮϬϭϮ
ϮϬϭϯ
Gambar 1. Angka kematian bayi tahun 2009-2013 (Dinas Kesehatan Kota Palembang 2013)
PER 100.000 KELAHIRAN HIDUP
ϱϬ
ϰϬ
ϯϬ
ϮϬ
ϭϬ
Ϭ
ϰϰ
ϰϯ
ϯϲ ϯϮ ϮϬ
ϮϬϬϵ
ϮϬϭϬ
ϮϬϭϭ
ϮϬϭϮ
ϮϬϭϯ
Gambar 2. Angka kematian ibu tahun 2009-2013 (Dinas Kesehatan Kota Palembang 2013)
kematian ibu di negara berkembang sebagian besar disebabkan oleh faktor obstetri langsung, yaitu perdarahan pasca persalinan, infeksi, dan eklamsi (Mochtar cit. Rahmaningtyas et al., 2010). Sebagai upaya dalam menurunkan angka kematian serta meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan terkait dengan cakupan pemberian ASI antara lain UndangUndang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang Pemberian ASI secara Eksklusif, dan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012. Penerapan kebijakan tersebut didukung oleh hasil penelitian kesehatan nasional maupun internasional yang telah membuktikan bahwa pemberian ASI eksklusif memberikan banyak manfaat
3
bagi bayi. Beberapa manfaat tersebut antara lain menurunkan risiko kejadian penyakit infeksi seperti diare dan infeksi saluran pernapasan akut, dermatitis atopik, asma, obesitas, diabetes tipe 1 dan 2, leukimia. Selain itu, ASI eksklusif juga dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh bayi, kecerdasan dan aktivitas bersifat akademis periode 6,5 tahun pertama kehidupan anak (Kramer et al. cit Nabulsi et al., 2014). Peningkatan cakupan dan durasi pemberian ASI yang lebih lama secara signifikan dipengaruhi oleh inisiasi menyusu dalam 1 jam setelah proses persalinan secara eksklusif (tidak diberi makanan/minuman selain ASI) (WHO,
cit. Digirolamo et al., 2008). Pemberian ASI yang dilakukan setelah persalinan dengan bayi diletakkan di dada ibu kemudian berusaha sendiri menemukan dan menghisap puting susu ibu lebih dikenal dengan istilah inisiasi menyusu dini (IMD). Inisiasi menyusu yang dilakukan dalam 1 jam pertama setelah bayi lahir dapat mengurangi risiko infeksi yang menyebabkan kematian (Sobel et al. 2011). Bila dilakukan dengan tepat dan sesuai dengan prosedur, inisiasi menyusu dini mampu menurunkan risiko hipotermia pada bayi, membuat pernapasan dan detak jantung bayi menjadi lebih stabil, serta membantu pengeluaran plasenta dan mencegah kejadian perdarahan pada ibu (Roesli 2008). Inisiasi menyusu dini (IMD) merupakan poin keempat dalam 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM) yang telah dikenal, baik oleh tenaga kesehatan maupun penyedia pelayanan kesehatan ibu dan anak, khususnya di sarana pelayanan kesehatan. Akan tetapi, praktik IMD di Provinsi Sumatera Selatan belum dilakukan secara luas oleh tenaga penolong persalinan, sehingga berdampak pada persentase mulai menyusu kurang dari satu jam hanya sebesar 29,2% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 2010). Rendahnya angka pelaksanaan IMD secara langsung berimbas terhadap cakupan ASI eksklusif di Provinsi Sumatera Selatan yang belum memenuhi target nasional (80%) yakni hanya 69,99% (Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Selatan 2010). Selain itu, cakupan pemberian ASI secara eksklusif di Kota Palembang pada tahun 2013 juga belum memenuhi target nasional, yakni hanya 71% walaupun meningkat
4
dibandingkan dengan tahun 2012 (63%) (Dinas Kesehatan Kota Palembang 2013). Praktik IMD merupakan gerbang awal menuju keberhasilan pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan (Earle cit Raya, 2008). Örün et al. (2010) menggali faktor yang berhubungan dengan tidak terlaksananya inisiasi menyusu dini di rumah sakit sayang bayi (baby friendly hospital) di Turki. Faktor penghambat IMD tersebut antara lain adanya penyakit yang diderita ibu selama kehamilan, misalnya anemia, adanya tindakan pembedahan saat persalinan (cesarean section), dan kelahiran sebelum waktunya (preterm birth). Faktor lain yang menjadi penyebab kegagalan dari pemberian ASI secara eksklusif antara lain budaya memberikan makanan prelaktal, ibu merasa ASI tidak keluar/tidak cukup, berhenti memberi ASI karena bayi atau ibu sedang sakit, ibu yang bekerja, kurangnya pengetahuan dan pengalaman ibu, dan ibu yang tidak difasilitasi untuk melakukan IMD (Fikawati & Syafiq 2010). Status ibu dengan pengalaman melahirkan sebelumnya (multiparitas) menjadi faktor pendukung untuk menyusui bayi sesaat setelah melahirkan dibandingkan dengan ibu baru (primiparitas) (Örün et al. 2010). Tenaga kesehatan, terutama penolong persalinan mempunyai peranan penting dalam praktik IMD. Menurut penelitian Afifah (2009), salah satu faktor pendukung pelaksanaan IMD adalah peran petugas kesehatan dalam memotivasi ibu, sedangkan faktor penghambat IMD adalah tenaga penolong persalinan yang tidak paham dan tidak berani melakukan IMD. Penelitian Nuryanti et al. (2013) menunjukkan dari 40 ibu bersalin di sebuah rumah sakit ibu dan anak di Makassar, sebanyak 21 orang (68%) tidak melakukan IMD di rumah sakit tersebut karena petugas kesehatan tidak menerapkannya setelah persalinan. Kegagalan pelaksanaan IMD juga ditandai dengan adanya fenomena pemberian susu formula pada bayi yang baru lahir oleh tenaga penolong persalinan itu sendiri yang sering terjadi di pusat pelayanan kesehatan di Kecamatan Tembalang, Semarang (Afifah 2007). Susu formula diberikan sebagai prelaktal di bidan praktik swasta, rumah bersalin, maupun rumah sakit, karena ASI belum keluar dan bayi masih mengalami kesulitan untuk menyusu pada ibu.
5
Meski sudah ada berbagai peraturan dan kode etik, baik internasional maupun nasional, yang mengatur tentang pemberian makanan/minuman pengganti ASI (susu formula), pemasaran susu formula justru makin gencar di pusat pelayanan kesehatan dan bidan praktik swasta. Hal ini sangat mengganggu keberhasilan pencapaian IMD dan ASI eksklusif (Siswono cit Afifah, 2007). Tenaga kesehatan, terutama yang menolong persalinan, memiliki peran utama untuk memfasilitasi dan mendorong rasa percaya diri kepada ibu agar mampu memberikan ASI pada awal masa kehidupan bayinya. Penelitian Schmied et al. (2011) di pusat pelayanan kesehatan di Australia menyatakan bahwa implementasi baby friendly health initiatives (BFHI), salah satunya inisiasi menyusu dini (IMD), dipengaruhi oleh persepsi tenaga penolong persalinan (bidan dan perawat). Selain persepsi, pengetahuan juga menjadi faktor penentu kinerja bidan dalam pelaksanaan IMD (Setiarini 2012). Perkembangan teknologi di era saat ini membuka gerbang bagi upaya promosi kesehatan dengan memanfaatkan alat komunikasi. Bahkan, beberapa aplikasi mampu memberikan saran kesehatan mengenai pola makan, olahraga dan gaya hidup sehat yang sengaja diciptakan oleh perusahaan telekomunikasi terkemuka di dunia. Pembangunan teknologi yang pesat memberikan peluang untuk meningkatkan derajat kesehatan dan pelayanan kesehatan melalui layanan
mobile health (mHealth). Telepon genggam menjadi sarana intervensi dari mHealth yang paling terkenal karena biayanya murah, dipakai hampir semua orang, serta dapat merekam, menyimpan, mengatur dan menyebarkan informasi saat itu juga (US Department of Health and Human Services 2014). Aplikasi pesan singkat (short message service/SMS) pada telepon genggam merupakan metode yang dilakukan dengan mengirimkan pesan berupa tulisan/teks antara satu orang ke orang lain. Program pesan singkat pada skala besar biasanya menggunakan aplikasi perangkat lunak tertentu untuk mengatur isi dan jadwal pengiriman pesan dan dapat dikirimkan kepada banyak penerima (Schilling et al. 2013). Evaluasi penggunaan aplikasi pesan teks atau layanan pesan singkat melalui telepon genggam menunjukkan peran yang potensial untuk memberikan edukasi, mengubah perilaku, dan memberikan rekomendasi terkait dengan isu
6
kesehatan. Penelitian meta analisis yang dilakukan Guy et al. pada tahun 2012 menemukan bahwa penggunaan pesan singkat sebagai penanda/pengingat (reminder) meningkatkan sebanyak 50% kehadiran pasien pada waktu pertemuan dengan tenaga medis, dibandingkan dengan kelompok kontrol (US Department of Health and Human Services 2014). Sejalan dengan penelitian tersebut, Chen et al. (2014) menggunakan pesan teks (SMS) untuk mengomunikasikan rekomendasi klinis kepada tenaga kesehatan di pedesaan di Cina untuk meningkatkan pengetahuan dan memperbaiki praktik pemberian resep medis. Dari penelitian tersebut, pesan teks dapat menjadi sarana yang efektif dalam penyampaian informasi medis dan perubahan perilaku tenaga kesehatan khususnya pada daerah dengan sumber daya terbatas. Penggunaan mHealth telah diterapkan di Indonesia untuk sistem informasi pelayanan kesehatan masyarakat (SIPKM) serta pengelolaan kesehatan ibu dan anak (Soegijoko 2010). Akan tetapi, bukti pemanfaatan aplikasi mHealth terhadap tenaga penolong persalinan untuk meningkatkan capaian IMD di Indonesia hingga saat ini belum ditemukan. Pada penelitian ini, pemberian pesan singkat/SMS tentang pelaksanaan IMD diberikan sebagai intervensi terhadap pengetahuan dan persepsi bidan serta praktik IMD di Kota Palembang.
B. Rumusan Masalah Angka cakupan menyusui kurang dari 1 jam pertama setelah melahirkan (IMD) masih rendah yakni hanya 29,2% di Provinsi Sumatera Selatan (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 2010). Hal ini antara lain disebabkan oleh tenaga penolong persalinan, terutama bidan, yang belum maksimal mendukung promosi IMD kepada ibu dan anggota keluarga pada saat kehamilan serta sesaat setelah persalinan. Dukungan bidan dipengaruhi antara lain oleh pengetahuan dan persepsi tentang IMD, sehingga diperlukan intervensi yang tepat agar capaian pelaksanaan IMD meningkat. Berdasarkan hal tersebut, rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah pemberian perlakuan dengan menggunakan layanan pesan singkat (SMS) berpengaruh terhadap pengetahuan bidan tentang IMD?
7
2. Apakah pemberian perlakuan dengan menggunakan layanan pesan singkat (SMS) berpengaruh terhadap persepsi bidan tentang IMD? 3. Apakah pemberian perlakuan dengan menggunakan layanan pesan singkat (SMS) berpengaruh terhadap praktik IMD yang dilakukan oleh bidan?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengukur pengaruh pemberian perlakuan dengan menggunakan layanan pesan singkat (SMS) terhadap perilaku bidan tentang IMD. 2. Tujuan khusus a. Untuk mengukur pengaruh pemberian perlakuan terhadap pengetahuan bidan tentang IMD b. Untuk mengukur pengaruh pemberian perlakuan terhadap persepsi bidan tentang IMD c. Untuk mengukur pengaruh pemberian perlakuan terhadap praktik IMD yang dilakukan oleh bidan
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi bidan Dapat memperoleh informasi yang tepat tentang pengertian, manfaat, dan langkah pelaksanaan IMD yang benar dan tepat melalui perlakuan yang diberikan. 2. Bagi pemerintah Dapat mendukung program dan meningkatkan capaian pelaksanaan IMD dan ASI Eksklusif. 3. Bagi institusi Dapat menjadi salah satu referensi yang membahas tentang penggunaan layanan pesan singkat terhadap perilaku tenaga kesehatan penolong persalinan terutama bidan.
8
4. Bagi peneliti Dapat menambah pengalaman dan pembelajaran dalam pemberian perlakuan terkait pelaksanaan program promosi kesehatan masyarakat.
E. Keaslian penelitian Beberapa penelitian dengan pemberian perlakuan menggunakan layanan pesan singkat telah banyak dikembangkan yang ditujukan pada bidang kesehatan masyarakat dan promosi kesehatan. Penelitian tersebut antara lain disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Keaslian penelitian
No. 1.
Peneliti Chen et al. (2014)
Judul Penelitian Use of text message to communicate clinical recommendations to health workers in rural China : a cluster-randomized trial Improving Health Worker Adherence to Malaria Treatment Guidelines in Papua New Guinea : Feasibility and Acceptability of A Text Message Reminder Service Antenatal health promotion via short message service at a Midwife Obstetrics Unit in South Africa : a mixed methods study
2.
Kurumop et al. (2013)
3.
Lau et al. (2014)
4.
Gallegos et al. (2014)
Can a text message a week improve breastfeeding?
5.
Haug et al. (2014)
6.
Kalan et al. (2014)
Efficacy of a web- and text messaging-based intervention to reduce problem drinking in young people : study protocol of a cluster-randomised controlled trial Mobile phone text messaging for improving the uptake of vaccinantions : a systematic review protocol
Persamaan - Bentuk intervensi dengan pesan singkat - Bentuk intervensi dengan pesan singkat
- Subjek/respon den - Bentuk intervensi dengan pesan singkat - Bentuk intervensi dengan pesan singkat - Bentuk intervensi dengan pesan singkat
- Bentuk intervensi dengan pesan singkat
Perbedaan - Jenis penelitian - Topik - Subjek/ responden - Topik - Teknik pengumpulan data - Subjek/ responden - Jenis penelitian - Topik
- Jenis penelitian - Topik - Subjek/ responden - Jenis penelitian - Topik - Subjek/ responden - Jenis penelitian - Topik - Subjek/ responden