1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia dalam kehidupannya tidak dapat terlepas dari kegiatan konsumsi. Pada era yang semakin modern ini, pola konsumsi masyarakat mengalami perubahan yang cenderung ke arah konsumtif. Konsumtif muncul sebagai manifestasi dari dampak perubahan yang terjadi di berbagai aspek kehidupan. Ancok (2005) berpendapat meningkatnya penghasilan individu
dan banyaknya rayuan iklan mengenai produksi
barang, baik makanan atau barang lainnya menyebabkan gaya hidup umat manusia menjadi bersifat konsumtif. Pembangunan pusat perbelanjaan (mall) dan semakin maraknya swalayan di berbagai daerah - daerah di Indonesia menjadikan pola konsumsi setiap individu mengalami pergeseran. Sumartono (2002) mengatakan bahwa kehadiran bisnis waralaba, shopping mall, dan toserba yang dianggap exclusive seakan menjadi simbol peradaban manusia dan menyulap wajah dunia menuju suatu kondisi yang konsumtif dan sekaligus melahirkan tren baru. Aktivitas mengunjungi mall dan swalayan menjadi semakin meningkat sehingga perilaku konsumtif yang dilakukan melalui kegiatan berbelanja tidak dapat dihindari. Arus globalisasi yang ada ikut berperan dalam perubahan pola konsumsi masyarakat. Saat ini masyarakat sebagai konsumen memiliki akses yang penuh dengan kebebasan terhadap berbagai barang yang dikonsumsinya. Konsumen juga semakin dimudahkan dalam proses membeli. Banyak produk seperti produk fashion yang ditawarkan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumen semata, tetapi produk tersebut juga mampu memberikan kepuasan bagi konsumen. Hal ini memicu masyarakat tertarik mengkonsumsi
produk fashion tanpa memahami untuk apa tujuannya. Akibatnya konsumsi produk fashion branded menjadi fenomena umum di masyarakat. Masyarakat perlahan mulai mengembangkan
kebiasaan gaya hidup
mewah dan
berlebihan yang berujung pada pola hidup konsumtif. Pola konsumsi tersebut akan meningkatkan pertumbuhan konsumtif di Indonesia. Pratama (2013) berpendapat bahwa tingkat pertumbuhan konsumsi domestik di Indonesia diperkirakan akan terus mengalami tren peningkatan hingga 10 tahun mendatang. Fabrice Carrasco, Managing Director Indonesia-Vietnam-Philippines Kantar World Panel (KWP) dalam Pratama (2013) menjelaskan hampir sebagian besar masyarakat Indonesia memiliki perilaku konsumtif dan menyukai barang-barang baru. Mereka juga rela menghabiskan sebagian pendapatan mereka untuk membeli produk baru yang sedang tren. Pola hidup yang konsumtif telah melanda hampir semua lapisan masyarakat tidak terkecuali remaja. Remaja menempati populasi cukup besar dan sedang berada pada tahap belajar menjadi konsumen. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sebanyak 237, 6 juta jiwa dan 26, 6 persen diantaranya remaja (Wahyuni & Rahmadewi, 2011). Besarnya penduduk remaja akan berpengaruh pada berbagai aspek kehidupan
termasuk dalam
pertumbuhan konsumsi saat ini maupun masa yang akan datang. Remaja usia 10 – 24 tahun perlu mendapatkan perhatian serius mengingat remaja merupakan kelompok yang sangat potensial untuk konsumtif karena memiliki sifat senang berbelanja. Loudon & Dellabita (1984) menyebutkan remaja senang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk
kegiatan
berbelanja.
Adanya
pembangunan
pusat
perbelanjaan
semakin
memperbesar peluang remaja untuk berperilaku konsumtif. Produsen memandang remaja merupakan kelompok yang sangat potensial sebagai target pemasaran produk fashion. Hal tersebut disebabkan remaja sedang menghadapi tugas perkembangan yaitu pencarian jati diri. Wijaya, Djalali, & Sofiah (2015) berpendapat
2
untuk menunjukkan dirinya remaja berusaha mencari simbol – simbol yang mendukung identitas diri, salah satunya adalah menggunakan produk fashion dengan harga terjangkau bagi remaja yang masih sangat mengandalkan uang saku dari orang tuanya. Usaha lain yang dilakukan remaja untuk menemukan identitasnya adalah remaja berusaha mengikuti teman sebayanya. Sarwono (2013) menyebutkan tahap pergaulan remaja cenderung memiliki permasalahan dalam pergaulan, karena dalam masa pencarian jati diri tersebut remaja berusaha melakukan hal – hal yang dapat menunjang penampilan supaya mendapatkan perhatian sehingga diterima oleh kelompok pergaulan tersebut. Para peneliti menemukan bahwa standar dari kelompok teman sebaya dan pengaruh kelompok kecil (clique) menjadi sangat penting selama remaja (Santrock, 2011). Artinya untuk diterima dalam kelompok, remaja harus mengikuti standar dari kelompoknya tersebut. Kelompok sebaya akan dijadikan pedoman dalam berperilaku bahkan menentukan produk yang dikonsumsinya termasuk dalam fashion. Hal – hal yang menjadi trend berpakaian di kalangan sebayanya cenderung akan diikuti, bahkan mereka berusaha konform. Tujuannya adalah agar dirinya diterima dalam kelompok dan tidak dikucilkan serta dianggap ketinggalan jaman oleh lingkungannya. Pada lain sisi remaja yang mengalami perkembangan fisik dan psikologis yang pesat mulai memerhatikan image dirinya dan memiliki minat pada penampilan. Wells & Prensky (1996) menjelaskan konsumen akan membeli dan menggunakan produk yang memiliki kesesuaian dengan citra diri atau image mereka. Keadaan yang demikian membuat remaja sangat mudah terpengaruh rayuan berbagai produk yang diiklankan produsen terutama produk yang bisa meningkatkan kepercayaan diri seperti fashion berpakaian. Remaja beranggapan
penampilan
menarik
merupakan
prioritas
maka
demi
menunjang
penampilannya tanpa disadari remaja mengembangkan perilaku konsumtif terhadap produk fashion.
3
Konsumsi yang dilakukan individu tidak hanya dipengaruhi oleh faktor dari luar diri (eksternal) saja, namun faktor internal juga ikut berperan pada tingi rendahnya konsumtif yang dilakukan. Salah satu faktor internal dari perilaku konsumen adalah kepribadian. Kepribadian berpengaruh terhadap beberapa aktivitas dan perilaku membeli dari konsumen. Feist & Feist (2009) mendefinisikan kepribadian adalah suatu pola watak yang relatif permanen dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualitas bagi perilaku seseorang. Salah satu aspek yang membentuk kepribadian individu adalah locus of control. Rotter (Jung, 1978) mendefinisikan locus of control menunjukkan sebuah keyakinan atau harapan – harapan individu mengenai sumber – sumber penyebab peristiwa kehidupan. Locus of control terdiri dari locus of control internal (sumber kontrol terletak pada diri sendiri) dan locus of control eksternal (sumber kejadian terletak di luar diri seperti takdir, kebetulan atau orang lain). Setiap individu memiliki perbedaan orientasi mengenai kecenderungan
locus of control. Perbedaan
tersebut yang mempengaruhi timbulnya perbedaan sikap dan perilaku individu. Hal ini secara tidak langsung juga dapat mempengaruhi bagaimana perilaku konsumtif terjadi pada individu. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa locus of control memiliki peran dalam timbulnya perilaku konsumsi individu. Penelitian Wibisono (2009) menunjukkan bahwa semakin eksternal locus of control individu maka perilaku konsumtifnya juga semakin tinggi. Penelitian terdahulu yaitu penelitian Setyawati (1994) menunjukkan bahwa individu yang memiliki kontrol internal maka perilakunya semakin tidak konsumtif. Penelitian Susetyaningrum (1997) membuktikan bahwa arah kecenderungan locus of control (internal, eksternal powerful other, eksternal chance) akan mempengaruhi sikap konsumtif individu.
4
Kecenderungan locus of control pada individu akan berkembang seiring dengan pertambahan usianya. Engler (2014) menjelaskan kontrol internal meningkat sejalan dengan pertambahan usia dari anak – anak ke usia yang lebih tua. Locus of control individu cenderung menjadi lebih internal dan internalitasnya menjadi stabil di usia pertengahan serta menetap di usia lanjut. Masa remaja merupakan masa transisi yang mengaharuskan remaja menghadapi berbagai pilihan untuk membentuk dirinya. Masa ini merupakan masa penuh gejolak emosi dan ketidakseimbangan sehingga mudah terstimulasi oleh lingkungan. Remaja menjadi sangat sensitif terhadap pengaruh dari luar membuat reward dan punishment dari orang lain menjadi sangat penting. Berbagai penguatan tersebut
mempengaruhi harapan yang dimiliki
individu. Hal ini dapat
menentukan bagaimana kontrol individu apakah cenderung internal atau cenderung eksternal terhadap dorongan konsumtif. Tambunan (2001) berpendapat bahwa remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, cenderung boros dalam menggunakan uang sakunya. Hal ini semakin mempengaruhi remaja untuk menjadi konsumtif pada produk fashion. Konsumsi remaja terhadap produk fashion seperti pakaian, tas, sepatu, aksesoris dilatarbelakangi oleh adanya harapan tertentu seperti penerimaan. Remaja ingin dirinya dihargai dan diakui lingkungan. Sebagai pembuktian eksitensi dirinya tidak jarang remaja berusaha mengikuti hal-hal yang sedang menjadi trend. Mode yang terus berkembang membuat perilaku membeli pada remaja lebih bertujuan untuk pemuasan keinginan dibandingkan pemenuhan kebutuhan. Remaja menyadari kebutuhan pada pakaian merupakan suatu kebutuhan primer bagi dirinya namun menjadi
fashionable bukan
merupakan kebutuhan utama. Pada lain sisi remaja tetap berusaha mengikuti perkembangan mode agar sama dengan kelompoknya. Produk fashion dianggap dapat meningkatkan rasa percaya diri remaja. Terlebih lagi produk fashion tersebut merupakan
5
merk ternama dan diakui dalam lingkungan remaja. Hal tersebut sangat membantu remaja menonjolkan dirinya, sehingga remaja berlomba – lomba menggunakan produk fashion terkenal agar diterima. Konsumsi remaja terhadap produk fashion saat ini diperkirakan mengalami peningkatan salah satunya pada remaja di Bantul. Remaja di Bantul mulai menunjukkan kecenderungan menyukai produk fashion dengan merk terkenal tanpa memahami tujuannya. Penggunaan fashion tercermin dari pemilihan barang- barang sekolah siswa – siswa SMA seperti tas, sepatu, perlengkapan sekolahnya. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari guru BK di sebuah SMA menyebutkan bahwa perilaku konsumtif siswa terhadap pakaian sangat terlihat pada saat kegiatan ekstrakulikuler. Sebagian besar siswa termasuk siswa penerima bantuan memiliki penampilan trendi dan cenderung mewah. Hasil survei pendahuluan peneliti pada 35 orang siswa SMA di Bantul menunjukkan beberapa merk produk fashion yang dikonsumsi siswa antara lain Converse, Diadora, Nevada, Connextion, Ripcurl, Theerpy, Sophie Martin, Nike, Desle, Polo, Swiss, Giordano, Puma, Rock Berries, Adidas, Reebok, Anyway, Export, Guess, Q & Q Quartz, Absolute, Precisa , Leaguage, Cardinal, B & G, Crushbie, Caterpillar, Eagle, Louis, American Jeans, dan lain-lain. Berbagai merk tersebut tidak hanya menawarkan merk produk pakaian, celana, tas, sepatu, dan aksesoris tetapi juga menawarkan mode yang menarik minat membeli bagi remaja. Perilaku konsumtif remaja pada fashion juga dapat dilihat dari penggunaan uang saku siswa sebagai indikator sumberdaya yang dimilikinya. Rata-rata siswa setiap bulannya memiliki uang saku berkisar antara Rp 100.000,00 hingga Rp 500.000,00. Sebanyak 3 orang yang mengalokasikan uang saku yang dimiliki untuk ditabung sebesar < 50% sedangkan sisanya sebanyak 10 orang menyisihkan uang sakunya sebesar 0-10% untuk
6
ditabung, terdapat 11 orang menabungkan 10-25% uang sakunya, dan 10 orang menabung sejumlah 25-50% dari keseluruhan uang sakunya. Perilaku konsumtif merupakan suatu kegiatan konsumsi yang mengandung pemborosan dengan tujuan pemenuhan pemuasan. Berdasarkan hasil survei pendahuluan, siswa lebih senang menggunakan uang sakunya untuk kegiatan hiburan seperti belanja, nonton, dan lain – lain dibandingkan untuk menabung. Sebanyak 14 orang menyatakan senang berbelanja produk fashion, 15 orang menyatakan kadang-kadang, dan sisanya 6 orang tidak senang berbelanja. Informasi tambahan yang diperoleh melalui wawancara dengan seorang siswa menunjukkan siswa memiliki ketertarikan membeli produk fashion yang terbaru. Informan cenderung mengikuti mode fashion baru dengan merk yang terkenal bahkan fanatik pada merk fashion tertentu seperti sepatu dan kaos. Informan menyebutkan bahwa merk yang ia senangi salah satunya Vans dan Planet Surf. Dalam sebulan informan dapat membeli produk fashion seperti pakaian dua sampai tiga buah. Apabila terdapat keluaran model baru misalnya melalui katalog – katalog, informan terdorong untuk membeli. Biasanya informan melakukan pembelian produk fashion seperti sepatu dan kaos dengan cara mengunjungi outlet – outlet pakaian , sport station, dan berbelanja secara online. Siswa memiliki beberapa pertimbangan dalam pengonsumsian produk fashion. Hasil survei pendahuluan menunjukkan dasar dari pemilihan produk fashion bagi siswa yang paling besar adalah pertimbangan harga (22 orang), mode atau trend (7 orang), dan merk (6 orang). Motif utama dalam membeli yang paling dominan ada dua hal yaitu kebutuhan dan keinginan. Barang yang sering dibeli untuk pemenuhan kebutuhan antara lain berupa alat tulis dan makanan sedangkan barang yang dibeli untuk pemenuhan keinginan diantara adalah pakaian, gadget, buku atau novel, dan sepatu. Pada saat berbelanja sekitar 63%
7
subjek ditemani oleh orang lain seperti orang tua dan sahabat, sedangkan 37% berbelanja sendirian. Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas maka peneliti memiliki ketertarikan untuk meneliti perilaku konsumtif remaja terhadap barang-barang yang berhubungan dengan penampilan khususnya fashion berpakaian ditinjau dari kecenderungan locus of control. Perilaku konsumtif yang muncul pada remaja merupakan hasil dari pengendalian dirinya terutama dari kuatnya pengaruh lingkungan. Remaja merupakan kelompok yang memiliki konformitas tinggi terhadap berbagai hal yang sedang menjadi tren seperti produk fashion. Pada penelitian ini akan difokuskan pada kecenderungan locus of control eksternal dengan pertimbangan siswa SMA merupakan individu yang sedang berada di tahapan remaja yang cenderung conform dengan lingkungannya.
B. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kecenderungan locus of control eksternal dengan perilaku konsumtif remaja terhadap produk fashion.
C. MANFAAT PENELITIAN 1.
Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan sumbangan pengetahuan bagi ilmu psikologi yang berkaitan dengan perilaku konsumen khususnya mengenai kajian locus of control dan perilaku konsumtif pada remaja terhadap produk fashion.
2.
Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bagi remaja mengenai hubungan antara kecenderungan locus of control eksternal dengan perilaku konsumtif remaja
8
terhadap produk
fashion sehingga dengan informasi yang dimiliki remaja sebagai
konsumen muda lebih dapat meningkatkan kendali atas dirinya dan bisa membuat skala prioritas kebutuhan dalam membeli produk fashion.
9