1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dalam bidang pertanian banyak digunakan senyawa kimia, antara lain sebagai pupuk tanaman dan pestisida. Pestisida merupakan zat kimia yang dipakai untuk mengendalikan atau membasmi hama. Pestisida merupakan racun, tetapi memiliki tujuan khusus yaitu untuk melindungi petani dan hasil pertanian mereka dari organisme lain, yaitu hama.Jumlah senyawa kimia yang digunakan sebagai pestisida kurang lebih 900 macam dengan tidak kurang dari 45.000 formulasi. Di Indonesia, terdaftar dan diizinkan beredar kurang lebih 500 macam formulasi, 13 diantaranya dari golongan pestisida terbatas atau relatif sangat berbahaya (Sartono, 2002) Menurut Undang-Undang Nomor 12 tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman (pasal 1), disebutkan bahwa pestisida adalah zat atau senyawa kimia, atau zat perangsang tumbuh, bahan lain serta organisme renik, atau virus yang digunakan untuk perlindungan bagi tanaman. Pestisida dapat diartikan juga sebagai zat kimia jasad renik, virus atau bahan lainyang digunakan untuk berbagai kebutuhan pertanian, antara lain mengendalikan serta mencegah hama, memberantas atau membunuh rumput-rumputan, mengatur pertumbuhan tanaman yang bertujuan agar tanaman mencapai produktivitas maksimal (Sartono, 2002). Berdasarkan struktur atau golongan kimianya, pestisida dapat dikelompokan dalam beberapa golongan-golongan salah satunya adalah pestisida inhibitorcholinesterase.Pestisida inhibitor cholinesterase umumnya digunakan dalam bidang pertanian, untuk memberantas atau mengendalikan serangga bertubuh lunak yang terdiri dari golongan organofosfat dan golongan karbamat (Sartono, 2002). Penggunaan pestisida yang tidak sesuai dengan standar keamanan dapat menimbulkan keracunan pada petani. Prosedur penggunaan pestisida 1
2
yang aman akan mengurangi terjadinya keracunan akibat pestisida. Pestisida dapat masuk kedalam tubuh lewat inhalasi sehingga untuk mengetahui tingkat keracunan pestisida dalam tubuh diperlukan pemeriksaan kadarcholinesterase pada darah petani sayur (Sartono, 2002). Aktivitas cholinesterase darah adalah jumlah enzim cholinesterase aktif di dalam plasma darah dan sel darah merah yang berperan dalam menjaga keseimbangan sistem saraf. Aktivitas cholinesterase darah ini dapat digunakan sebagai indikator keracunan pestisida golongan organofosfat.Petani di Kalampangan melakukan penyemprotan dengan pestisida. Salah satu jenis pestisida yang digunakan oleh sebagian besar petani adalah organofosfat. Deteksi dini mengenai keracunan pestisida dengan pemeriksaan cholinesterase perlu dilakukan untuk mencegah timbulnya gangguan kesehatan yang kronis dan mematikan (Prasetya, 2010). Pada keracuna kronis golongan organofosfat seperti parathion dan keracunan gas saraf seperti sarin, terjadi penurunan aktiviatas sampai 40%. Penurunan sebesar 80% akan menyebabkan gejala neuromuscular. Aktivitas yang mendekati merupakan indikasi bagi perlunya diberi pertolongan darurat yang segera, dengan memberikan reaktivator enzim ini seperti piridin-2aldoksim ( Sadikin, 2002). Menurut data dari WHO dan progaram lingkungan Persatuan BangsaBangsa (UNEP). 1-5 juta kasus keracunan pestisida terjadi pada pekerja pada sektor pertanian sebagian besar kasus keracunan pestisida tersebut terjadi di negara sedang berkembang yang 20.000 diantaranya berakibat fatal (Manangkot, 2013). Permenaker No.Per-03/Men/1986 pasal 2 ayat 2a menyebutkan untuk menjaga efek yang tidak diinginkan, maka dianjurkan supaya tidak melebihi empat jam per hari dalam seminggu berturut-turut bila menggunkan pestisida.WHO (1996) menetapkan lama penyemprotan terpanjang pestisida saat bekerja selama 5-6 jam per hari dan setiap minggu harus dilakukan
3
pengujian kesehatan, termasuk kadarcholinesterase dalam darah (Rustia dkk, 2010) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Organisasi Pangan Dunia, 1992 yang meneliti 214 orang petani selama 2 tahun, terjadinya keracunan akut yang diderita oleh petani responden disebabkan petani tidak memahami bahaya pestisida terhadap kesehatannya. Disamping itu petani juga tidak menggunakan pelindung yang aman sehingga para petani harus menerima keadaan sakit sebagai resiko bekerja di sektor pertanian (Prasetya, 2010). Pada tahun 2008 di Kabupaten Ngawi telah dilaksakan pemeriksaan cholinesterase darah dengan metode yang digunakan yaitu tintometer kit pada 320 petani penyemprot dengan hasil 40% (129) terpapar berat, 52% (165) terpapar sedang, 7% (23) terpapar normal (Prasetya dkk, 2010). Pada tahun 2009 di kelurahan Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus, Lampung
hasil penelitian kadar Cholinesterase
dengan Tintometer Kit dengan perangkat uji Lovibondmenunjukkan seluruh responden mengalami keracunan dengan proporsi 71,4% keracunan ringan dan 28,6%% keracunan sedang (Rustia dkk, 2010) Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul gambaran pemeriksaan aktivitas cholinesterase pada petani sayuran di
KelurahanKalampangan Kota
Palangkaraya. B. Identifikasi Masalah Adanya petani yang menggunakan pestisida golongan organofosfat dalam pemeliharaan tanaman.
4
C. Batasan Masalah Dalam penelitian ini penulis hanya meneliti aktivitascholinesterase pada petani sayur di
KelurahanKalampanganKota Palangkaraya dengan
metode fotometrik.
D. Rumusan Masalah Bagaimana gambaran aktivitas cholinesterase pada petani sayuran di Kelurahan Kalampangan Kota Palangkaraya ?
E. Tujuan Penelitian Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran aktivitascholinesterase pada petani sayuran di Kelurahan Kalampangan Kota Palangkaraya.
F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian yang dilakukan ini adalah : 1. Untuk masyarakat, memberi informasi kepada masyarakat untuk lebih hatihati dalam penggunaan pestisida agar terhindar dari faktor resiko. 2. Bagi mahasiswa, agar penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber belajar dan dasar penelitian lebih lanjut. 3. Untuk petani, agar menggunakan pestisida yang sesuai dengan ketentuan dan menggunakan alat pelindung diri.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pestisida 1. Pengertian Pestisida Pestisida merupakan bahan kimia atau bahan alami yang memberantas populasi hama terutama dengan cara membunuh organisme hama, seperti serangga, penyakit, gulma atau hewan. Pada tahun 1985, dunia menggunakan sekitar 2.300 juta kg pestisida kimia (Ester, 2005). Pengertian pestisida menurut Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 dalam
Kementrian
Pertanian
(2011)
dan
Permenkes
RI
No.
258/Menkes/Per/III/1992 adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk : 1. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian. 2. Memberantas rerumputan. 3. Mengatur atau merangsang pertumbuhan yang tidak diinginkan. 4. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan peliharaan atau ternak. 5. Memberantas atau mencegah hama-hama air. 6. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam bangunan rumah tangga alat angkutan, dan alat-alat pertanian. 7. Memberantas
atau
mencegah
binatang-binatang
yang
dapat
menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan tanaman, tanah dan air. Menurut PP RI No.6 tahun 1995 dalam Soemirat (2005), pestisida juga didefinisikan sebagai zat atau senyawa kimia, zat pengatur
tubuh
dan
perangsang
tubuh,
bahan
lain,
serta
mikroorganisme atau virus yang digunakan untuk perlindungan tanaman.
5
6
2. Golongan Pestisida Berdasarkan struktur atau golongan kimianya pestisida dapat dikelompokkan dalam 2 (dua) golongan : 1. Pestisida senyawa kimia organik yang mengandung klor atau disebut golongan
organoklorin.
Pestisida
golongan
organoklorin
pada
umumnya merupakan racun perut dan racun kontak yang efektif terhadap larva, serangga dewasa. Bahaya bagi manusia terutama absorpsi melalui kulit dan terjadi penimbunan dalam tubuh.Keracunan pestisida golongan organoklorin dapat melalui mulut inhalasi dan kulit.Pestisida golongan organoklorin meliputi turunan halobenzen dan analog, benzen heksaklorida, toksafen (Sartono, 2002) 2. Pestisida senyawa kimia organik yang bekerja sebagai inhibitor cholinesterase atau disebut golongan pestisida inhibitor cholinesterase.
3. Pestisida Inhibitor Cholinesterase Pestisida inhibitor cholinesterase umumnya digunakan dalam bidang pertanian, untuk memberantas atau mengendalikan serangga bertubuh lunak yang terdiri dari golongan organofosfat dan golongan karbamat (Sartono, 2002).
a. Golongan Organofosfat Menurut Sartono (2002) golongan organofosfat makin banyak digunakan karena sifat-sifatnya yang menguntungkan.Cara kerja golongan ini selektif, tidak persisten dalam tanah, dan tidak menyebabkan resistensi pada serangga.Bekerja sebagai racun kontak, racun perut, dan juga racun pernafasan.Dengan takaran yang rendah sudah memberi efek yang memuaskan, selain kerjanya cepat dan mudah terurai. Golongan organofosfat bekerja dengan cara menghambat aktivitas enzim cholinesterase, sehingga
7
asetilkolin tidak terhidrolisis. Oleh karena itu, keracunan pestisida golongan
organofosfat
disebabkan
oleh
asetilkolin
yang
berlebihan, mengakibatkan perangsangan terus-menerus saraf muskarinik dan nikotinik.Keracunan dapat terjadi melalui mulut, inhalasi dan kulit. Ada pun gejala klinis keracunan pestisida golongan organofosfat pada: 1. Mata; pupil mengecil dan pengelihatan kabur. 2. Pengeluaran cairan tubuh; pengeluaran keringngat meningkat, lakrimasi, salvias, dan juga sekresi bronchial. 3. Saluran cerna; mual, muntah, diare, dan sakit perut. 4. Saluran napas; batuk, bersin, dan dada sesak. 5. Kardiovaskuler; bradikardia dan hipotensi. 6. Sistem saraf pusat; sakit kepala, bingung. 7. Otot-otot; lemah, fascikulasi, dan kram. 8. Komplikasi yang dapat terjadi, antara lain edema paru, pernapasan berhenti blockade atrioventrikuler, dan konvulsi.
b. Golongan Karbamat Pestisida golongan karbamat merupakan racun kontak, racun perut, dan racun pernapasan.Bekerja seperti golongan organofosfat, yaitu menghambat aktivitas enzim cholinesterase. Jika
terjadi
keracunan
yang
disebabkan
oleh
pestisida
golongankarbamat, gejalanya sama seperti pestisida golonga organofosfat, tetapi lebih mendadak dan tidak lama karena efeknya terhadap enzim cholinesterase tidak persisten. Meskipun gejala keracunan cepat hilang, tetapi karena munculnya mendadak dan menghebat dengan cepat maka dapat berakibat fatal jika tidak segera mendapat pertolonganyang disebabkan oleh depresi pernapasan.Keracunan pada manusia dapat terjadi melalui mulut, inhalasi, dan kulit. Adapun gejala klinisnya adalah : berkeringat,
8
pusing, badan terasa lemah, dada sesak, kejang perut, muntah, dan gejala lain seperti pada keracunan golongan organofosfat (Sartono 2002).
B. Cholinesterase 1. Pengertian Cholinesterase Asetylcholinesterase atau cholinesterase (ChE) adalah enzim yang berfungsi menghidrolisis acetylcholine.Cholinesterase atau disebut enzim asetylcholinesterase adalah suatu enzim yang terdapat di dalam membran sel terminal syaraf kolinergik juga pada membran lainnya, seperti dalam plasma darah, sel plasenta yang berfungsi sebagai katalis untuk menghidrolisis acetylcholine menjadi choline dan asetat.
Gambar 2.1 .Mekanisme Kerja Enzim Asetilkolinesterase
Acetylcholine adalah suatu agen yang terdapat dalam fraksi ujung syaraf dari sistem syaraf yang akan menghambat penyebaran impuls dari neuron ke post ganglionik.Acetylcholine merupakan bahan penghantar rangsang saraf (neurotransmitter) yang disintesis di dalam ujung serabut saraf motorik melalui proses asetilasi kolin ekstrasel dan koenzim A yang memerlukan enzim asetiltransferase. Acetylcholine disimpan
dalam
kantung
atau
gudang
yang
disebut
vesikel.
Neurotransmiter merupakan senyawa kimia pembawa pesan yang
9
meneruskan informasi elektrik dari sebuah neuron ke neuron lain atau sel efektor(Abdilah, 2013) Acetycholine yang dihasilkan oleh ujung saraf (akson) yang telah menerima impuls diteruskan ke sel syaraf lainnya atau ke efektor (misalnya otot) untuk meneruskan impuls syaraf. Akan tetapi, sebelum impuls kedua dapat dipancarkan melalui sinaps, asetilkolin yang dihasilkan
setelah
impuls
pertama
harus
dihidrolisis
oleh
acetylcholinesterase pada sambungan sel syaraf. Produk penguraian acetycholine oleh acetylcholinesteraseadalah asetat dan kolin, dan tidak memiliki aktivitas transmitter (Marselina, 2011).
Gambar 2.2 proses pelepasan neurotransmitter Cholinesterase disintesis didalam hati atau liver, terdapat dalam sinaps, plasma darah dan sel darah merah.Sekurang- kurangnya ada 3 jenis cholinesterase utama, yaitu enzim cholinesterase yang terdapat dalam sinaps, cholinesterase dalam plasma, dan cholinesterase dalam sel darah merah.Cholinesterse sel darah merah merupakan enzim yang ditemukan dalam sistem saraf, sedangkan cholinesterase plasma diproduksi didalam hati.Cholinesterase dalam darah umumnya digunakan sebagai parameter keracunan pestisida, karena cara ini lebih mudah dibandingkan pengukuran cholinesterase dalam sinaps (Abdilah, 2013).
10
2. Jenis-JenisCholinesterase Ada dua jenis cholinesterase didalam tubuh, yaitu cholinesterase I atau cholinesterase sejati serta cholinesterase II atau pseudokolin esterase.Enzim yang kedua ini disebut juga sebagai asilkolin asilhidrolase atau benzoil cholinesterase.Enzim ini terdapat dalam sel darah merah, paru-paru, ujung saraf, lempeng motorik di sambungan saraf otot rangka, limpa, dan substansi kelabu dari otak.Di dalam tubuh, enzim ini dengan cepat sekali memecah asetilkolin menjadi asetat dan kolin. Proses ini sangat penting dalam pengantaran impuls saraf melalui sambungan saraf atau sinaps. Cholinesterase II ditemukan dalam hati, jantung, pancreas, substansi putih dari otak dan serum. Meskipun fungsi enzim ini dalam fisiologi belum diketahui, akan tetapi pengukuran enzim ini secara klinis bermanfaat. Sedikit sulit untuk membedakan kedua jenis cholinesterase ini, oleh karena keduanya sama-sama dapat menghidrolisis substrat sintesis asetilkolin bromida menjadi ion asetat (Sadikin, 2002). Kedua enzim ini juga sama dihambat secara bersaing oleh alkaloid prostigmin dan fisostigmin. Kedua alkaloid, seperti juga asetilkolin, mempunyai amino kuaterner.Selain itu, kedua enzim ini sama-sama memerlukan gugus –OH serin dalam situs katalitiknya agar dapat berfungsi, karena keduanya tergolong ke dalam hidrolase serin. Akibatnya, keduanya dapat dihambat dengan cara fosforilasi gugus ini dengan menggunakan senyawa fosfat organik seperti DPFP (diisopropil fluorofosfat). Selain itu berbagai senyawa penghambat yang sama dapat menghambat aktivitas kedua enzim ini (Sadikin, 2002).
3. Aktivitas Cholinesterase di Dalam Serum Aktivitas
cholinesterase
dalam
serum
sering
disebut
pseudokolinesterase (CHS), untuk membedakannya dari asetilkolinesterase (AcCHS) “sejati”, yang ditemukan di eritosit dan ujung saraf. Asetilkolin adalah transmitter yang dibebaskan di endplate neuron motorik oleh
11
impuls listrik yang merambat dari ujung saraf ke arah otot.Asetilkolin berdifusi dari ujung saraf ke otot dan menyebabkan depolarisasi listrik selsel otot, diikuti oleh kontraksi otot. Asetilkolin kemudian dengan cepat diuraikan menjadi asetat dan kolin oleh AcCHS di tempat pascasinaps untuk menghentikan proses. Kegagalan menginaktifkan asetilkolin menyebabkan paralisis otot (Sacher, 2004). Pseudokolinesterase dalam serum
(CHS) disintesis pada
hepatosit.AcCHS dan CHS merupakan enzim yang berbeda, yang dapat diidentifikasi
dalam
laboratorium
berdasarkan
sifat-sifat
katalitiknya.AcCHS memiliki rentang spesifisitas substrat yang sempit, sedangkan CHS mampu bekerja pada beragam ester kolin.Selain itu, AcCHS aktif optimum pada konsentarsi asetilkolin yang rendah dan dihambat oleh konsentrasi yang tinggi, sedangkan CHS aktif pada konsentrasi substrat yang tinggi maupun rendah.Baik AcCHS maupun CHS dihambat oleh senyawa organofosfat seperti insektisida yang biasa digunakan di bidang pertanian (Sacher, 2004). 4. Pemeriksaan Enzim Cholinesterase Pengukuran enzim ini merupakan petunjuk yang peka untuk melihat fungsi hati. Jika terjadi penurunan aktivitas dalam serum (bukan kenaikan), hal ini merupakan petunjuk akan adanya penurunan fungsi hati, terutama fungsi sintesis. Ada beberpa cara atau metode dalam pemeriksaan cholinesterase, yaitu 1. Pemeriksaan cholinesterase dengan tintometer kit Prinsip kerja pengujian adalah darah yang mengandung enzim cholinesterase membebaskan asam asetat dari acetylcholine sehingga akan merubah pH larutan (mixture) darah dan indikator. 2. Pemeriksaancholinesterasedengan fotometer a. Metode Metode
yang
digunakan
dalam
cholinesterase adalah metode fotometrik.
pemeriksaan
enzim
12
b. Prinsip Fotometer Fotometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur tingkat pengabsorpsian energi cahaya oleh suatu sistem kimia sebagai fungsi dari panjang gelombang. Didalam alat terdapat program, panjang gelombang, dan faktor untuk masing-masing jenis pemeriksaan, sehingga alat akan mengukur sampel sesuai dengan jenis pemeriksaan. Sampel yang telah ditambahkan reagen diaspirasikan oleh pipa khusus. Proses pengetesan dilakukan secara semi otomatis dan hasil pembacaannya dikonversikan menjadi hasil akhir tes kuantitatif. c. Prinsip pemeriksaan cholinesterase Cholinesterase
(CHE)
mengkatalisis
hidrolisis
dan
butiriltiocolin menjadi tiokolin menjadi asam butirik.Konsentrasi tiokolin dan asam butirik ditentukan dari pengukuran jumlah heksasianoferat (III) pada panjang gelombang 405 nm. Butiril-tiokolin+H2O
CHE
tiokolin+asam butirik
2 tiokolin+2 OH+2 heksasianoferat (III)
dithiobis
(kolin)+2 heksasianoferat (III)
C. Pengaruh Kadar Cholinesterase Pada Petani Penggunaan
pestisida
secara
berlebihan
dan
tidak
terkendaliseringkalimemberikan risiko keracunan pestisida bagi petani. Risiko keracunan
pestisida
ini
terjadi
karena
penggunaan
pestisida
pada
lahanpertanian khususnya sayuran. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan setiap tahun terjadi 1 – 5 juta kasus keracunan pestisida pada pekerja pertanian dengan tingkat kematian mencapai 220.000 korban jiwa. Sekitar 80% keracunan dilaporkan terjadi di negara-negara sedang berkembang (Raini, 2004). Kususnya untuk pestisida golongan organofosfat berikatan dengan enzim dalam darah yang berfungsi mengatur kerjanya syaraf yaitu
13
cholinesterase. Cholinesterase adalah enzim darah yang diperlukan agar syaraf dapat berfungsi dengan baik. Ketika seseorang keracunan organofosfat, tingkat aktivitas cholinesterase akan turun.Ada dua tipe cholinesterase dalam darah, yaitu yang terdapat dalam sel darah merah dan yang terdapat dalam plasma darah. Apabila cholinesterase terikat, enzim tidak dapat menjalankan tugasnya dalam tubuh terutama meneruskan perintah ke otot-otot tertentu dalam tubuh, sehingga otot-otot senantiasa bergerak tanpa dapat dikendalikan (Raini, 2004). Pajanan pada dosis rendah, tanda, dan gejala umumnya dihubungkan dengan stimulasi reseptor perifer muskarinik. Pada dosis lebih besar juga mempengaruhi reseptor nikotinik dan reseptor sentral muskarinik. Aktivitas ini kemudian akan menurun, dalam 2 – 4 minggu pada plasma dan 4 minggu sampai beberapa bulan untuk eritrosit. Menurut World Health Organization (WHO) penurunan aktivitas cholinesterase sebesar 30% dari normal sudah dinyatakan sebagai keracunan. Sedangkan
negara bagian California
menetapkan penurunan aktivitas cholinesterase dalam butir darah merah sebesar 30% dan plasma 40% sebagai keracunan.
14
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah dengan metode deskriptif dengan rancangan croos sectional yang bertujuan untuk mengetahui gambaran pemeriksaan kadar cholinesterase pada petani sayuran di Kalampangan. Rancangan cross sectional artinya untuk megetahui prevalensi penyakit tertentu dalam suatu populasi dan menguraikan ciri-ciri penderita untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam agar dapat digunakan sebagai dasar untuk mengadakan penelitian yang spesifik (Budiarto, 2004).
B. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Juni 2014 2. Tempat Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Klinik Program Studi Analis Kesehatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Palangka Raya.
C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Populasi adalahkeseluran subjek penelitian atau objek yang diteliti (Machfoedz, 2010). Adapun populasi dalam penelitian ini adalah petani sayur yang menggunakan pestisidadi KelurahanKalampangan. 2. Sampel Teknik pengambilan sampel berupa Purposive Sampling, karena sampel diambil dengan pertimbangan dan kriteria tertentu sebagai responden menggunakan pestisida golongan organofosfat, responden 14
15
merupakan
petani
sayurandi
Kelurahan
Kalampangan
Kota
Palangkaraya.
D. Teknik Pengambilan Data 1. Wawancara Wawancara merupakan teknik pengambilan data dimana peneliti langsung berdialog dengan responden untuk menggali informasi dari responden. 2. Pengukuran Teknik pengumpulan data dengan cara pengukuran aktivitas cholinesterase pada petani sayuran di Kelurahan Kalampangan Kota Palangka Raya.
E. Instrumen Penelitian 1. Angket Angket yang berisi pertanyaan pertanyaan pada petani sayuran di Kalampangan dengan tujuan untuk mengetahui jenis/merek pestisida apa yang digunakan, lama pemakaian jumlah pestisida yang digunakan untuk menggambarkan kadar cholinesterase. 2. Alat Alat yang digunakan adalah : a) Spuit 3cc b) Tourniquet c) Kapas alkohol 70% d) Spidol permanen (etiket) e) Fotometer 5010 V5+ f) Sentrifuge g) Mikropipet1000 µl, 50 µl, 20 µl, 5 µl h) Blue tip, white tip. i) Tabung reaksi 12x75 mm.
16
j) Tissue 3. Reagen Reagen yang digunakan adalah reagencholinesterase (Biosystem) a) Reagen A : pyrophosphate 95 mmol/L, hexacyanoferrate (III) 2,5 mmol/L, pH 7,6 b) Reagen B : butyrylthiocholine 60 mmol/L F. Prosedur Penelitian 1. Pengambilan Sampel a. Pengambilan sampel darah vena 1) Memilih lengan yang banyak melakukan aktivitas dan saat pengambilan sampel posisi lengan pasien harus lurus, jangan membengkokan siku. 2) Meminta pasien untuk mengepalkan tangan. 3) Memasang tourniquet ± 10 cm diatas lipat siku. 4) Memilih vena mediana cubiti atau chepalic. 5) Membersihkan kulit pada bagian yang akan diambil darahnya dengan alkohol 70% dan dibiarkan kering untuk mencegah terjadinya hemolisisi dan rasa terbakar. Kulit yang sudah dibersihkan jangan dipegang lagi. 6) Menusuk bagian vena tadi dengan lubang jarum menghadap ke atas dengan sudut kemiringan antara jarum dan kulit 150 C. Bila jarum berhasil masuk vena, akan terlihat darah masuk dalam spuit. Bila darah tidak keluar, posisi penusukan harus diganti (bila terlalu dalam, ditarik sedikit dan sebaliknya), mengusahakan darah dapat keluar dengan satu kali tusuk. 7) Tourniquet dilepaskan setelah volume darah 2 cc dan meminta pasien untuk membuka kepalan tangannya. 8) Jarum ditarik/dilepaskan dan segera diletakkan kapas alkohol 70% diatas bekas suntikan untuk menekan bagian tersebut selama ± 2 menit, setelah darah berhenti, plester diletakkan pada bagian ini selama ± 15 menit. Jangan menarik jarum sebelum tourniquet dibuka. (sumber: panduan Good Laboratory Practice Depkes RI, 2004)
17
b. Pengolahan Serum 1) Darah dibiarkan membeku terlebih dahulu pada suhu kamar selama 20-30 menit, kemudian disentrifus 3000 rpm selama 5-15 menit. 2) Pemeriksaan serum dilakukan dalam waktu 2 jam setelah pengambilan sampel. 3) Serum yang memenuhi syarat harus tidak kelihatan merah (lisis) dan keruh (lipemik). (sumber: panduan Good Laboratory Practice Depkes RI, 2004) 2. Pemeriksaan kadar cholinesterase a. Metode pemeriksaan Metode yang digunakan dalam pemeriksaan enzim cholinesterase adalah metode fotometrik. b. Prinsip Prinsip
Cholinesterase
(CHE)
mengkatalisis
hidrolisis
dan
butiriltiocolin menjadi tiokolin menjadi asam butirik.Konsentrasi tiokolin dan asam butirik ditentukan dari pengukuran jumlah heksasianoferat (III) pada panjang gelombang 405 nm. Butiril-tiokolin+H2O
CHE
tiokolin+asam butirik
2 tiokolin + 2 OH + 2 heksasianoferat (III)
dithiobis
(kolin) + 2 heksasianoferat (III) c. Preparasi reagen Work Reagen (WR) : masukkan reagen B kedalam reagen A, homogenkan 4
ml Reagen A + 1 ml reagen B
d. Skema pipetasi Work Reagen
1,5 ml
Sampel
25 µl
Homogenkan, ukur dengan fotometer dengan panjang gelombang 405 nm dan pada suhu 370 C (leaflet biosystem)
18
e. Interprestasi hasil Laki-laki
4620-11500 U/L
Perempuan
3930-10800 U/L
(leaflet, biosystem) G. Pengolahan dan Analisa Data 1. Pengolahan Data a. Editing data yaitu data yang diperoleh hasil pemeriksaan kadar cholinesterase pada petani sayuran di Kalampangan dilakukan editing data untuk mengecek kebenaran data dan memudahkan proses tabulasi data. b. Tabulasi data yaitu data yang berdasarkan kadar cholinesterase yang dimasukkan dalam tabel. 2. Analisa data Perbandingan hasil pemeriksaan kadarcholinesterase pada petani dengan interprestasi hasil pada leaflet.
19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Profil Tempat Penelitian Kalampangan merupakan ibukota Kecamatan Sebangau yang meliputi 6 (wilayah) kelurahan yaitu Kelurahan Kereng Bangkirai, Sebaru, Kalampangan, Kameloh Baru, Bereng Bengkel, dan Danau Tundai. Batas wilayahnya terdiri dari sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Jekan Raya, Kecamatan Pahandut, Kabupaten Pulang Pisau, sebelah timur dan selatan berbatasan dengan Kabupaten Pulang Pisau, Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Katingan. Luas wilayah Kecamatan Sebangau adalah 583,50 km2atau 22% dari total luas wilayah kota Palangkaraya. Jarak setiap Kelurahan ke ibukota Kecamatan bervariasi karena letak geografis masing-masing Kelurahan. Dari 6 Kelurahan yang berbada di wilayah Kecamatan Sebangau, Kelurahan Sebaru merupakan yang terjauh berada sekitar 7,5 Km dari ibukota Kecamatan tetapi masih bisa ditempuh dengan transportasi darat.Kelurahan Kalampangan mempunyai jumlah Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) yang paling banyak diantara Kelurahan yang lainnya.Jumlah penduduk di Kelurahan Kalampangan
pada
tahun 2012 adalah 3.670. Jumlah pendudukkota Palangka Raya yang bekerja pada sektor pertaniantahun 2012 berjumlah 10.114 (badan pusat statistik kota Palangka Raya, 2013) B. Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kalampangan, dengan jumlah sampel yang telah diperiksa pada penelitian ini sebanyak 18 sampel darah diambil dari petani di Kalampangan yang menggunakan pestisida golongan organofosfat dan dilakukan pemeriksaan cholinesterasedi Laboratorium Klinik Program Studi Analis Kesehatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Palangka Raya.
19
20
Hasil penelitian tentang gambaran pemeriksaan aktivitas cholinesterase epada petani sayuran di Kelurahan Kalampangan Kota Palangka Raya dapat dilihat pada tabel dibawah ini Tabel 4.1 klasifikasi sampel penelitian Jenis Kelamin
Jumlah Sampel
Laki-laki
9 orang
Perempuan
9 orang
Total
18 orang
Sumber : data penelitian, 2014 Dari tabel 4.1 klasifikasi sampel yang berjenis kelamin laki-laki jumlah 9 orang, jenis kelamin perempuan 9 orang dari total sampel keseluruhan adalah 18 orang. Tabel 4.2 klasifikasi sampel berdasarkan usia Usia Laki-laki
Perempuan
30-40 tahun
3 orang
5 orang
40-50 tahun
3 orang
2 orang
50-60 tahun
3 orang
2 orang
9 orang
9 orang
Total Sumber : data penelitian, 2014
Dari tabel 4.2 klasifikasi sampel berdasarkan usia, mulai dari 30-40 tahun ada 3 orang berjenis kelamin laki-laki dan 5 orang berjenis kelamin perempuan. 40-50 tahun 3 orang berjenis kelamin laki-laki, 2 oramg berjenis kelamin perempuan.50-60 tahun 3 orang berjenis kelamin laki-laki, 2 orang berjenis kelamin perempuan. Tabel 4.3 klasifikasi sampel berdasarkan jenis/merek pestisida Jenis/merk bahan aktif Jumlah Curacron Profenofos 7 orang Dursban Klorpirifos 11 orang Total Sumber : data penelitian, 2014
18 orang
21
Pada tabel 4.3 ada 2 merek atau jenis pestisida yang digunakan oleh petani, merek Curacron dengan bahan aktif profenofos ada 7 orang yang menggunakan pestisida ini, merek dursban dengan aktif klopirifos ada 11 orang yang menggunakan pestisida jenis ini dari dari total keseluran berjumlah 18 orang. Tabel 4.4 distribusi faktor lama kontak dengan pestisida Lama pajanan Jumlah Lama bekerja >10 tahun 11 <10 tahun 7 Lama pajanan kontak dengan pestisida selama penyemprotan >2 jam <2 jam
8 10
Waktu terakhir menyemprot >7 hari yang lalu <7 hari yang lalu Penggunaan APD Menggunakan Tidak menggunakan Sumber : data penelitian, 2014
6 12 2 16
Tabel 4.4 klasifikasi berdasarkan lama bekerja, lama kontak dengan pestisida, waktu terakhir menyemprot dan penggunaan APD. Tabel 4.5 hasil pemeriksaan kadarcholinesterase pada petani sayuran di Kalampangan No Nama Hasil Keterangan 1
Ny. A
8536 U/L
Normal
2
Tn. B
6306 U/L
Normal
3
Tn. D
6155 U/L
Normal
4
Tn. E
7118 U/L
Normal
5
Ny. F
7580 U/L
Normal
6
Tn. G
6553 U/L
Normal
22
7
Tn. H
7658 U/L
Normal
8
Tn. I
8411 U/L
Normal
9
Tn. J
8383 U/L
Normal
10
Ny. K
7185 U/L
Normal
11
Tn. L
7025 U/L
Normal
2
Ny. M
9028 U/L
Normal
13
Ny. N
8396 U/L
Normal
14
Ny. O
9711 U/L
Normal
15
Ny. P
8992 U/L
Normal
16
Ny. Q
8876 U/L
Normal
`17
Ny. R
9544 U/L
Normal
18
Tn. S
8566 U/L
Normal
Sumber : hasil uji laboratorium 2014
C. Pembahasan Cholinesterase adalah suatu enzim, suatu bentuk dari katalis biologik, yang didalam jaringan tubuh berperan untuk menjaga agar otot-otot, kelenjarkelenjar dan sel-sel saraf bekerja secara terorganisir dan harmonis. Jika aktivitas cholinesterase
turun secara drastis maka akan timbul gejala berupa kejang-
kejang, tremor yang diikuti dengan kehilangan kesadaran (Prasetya dkk, 2010) Dalam penelitan gambaran pemeriksaan aktivitascholinesterase
pada
petani sayuran di Kelurahan Kalampangan Kota Palangka Raya dengan jumlah sampel 18 orang diperoleh hasil 100% normal. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kadar cholinesterase yaitu :
23
1. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dari 18 responden 2 diantaranya
yang menggunakan APD, 16
responden lainnya
tidak
menggunakan APD. Penggunaan APD secara lengkap mempunyai pengaruh secara bermakna terhadap kadarcholinesterase darah responden. Salah satu factor yang sering dilupakan petani , apalagi bila ada kelainan pada kulit dan atau bersama keringat, penyerapan pestisida melalui kulit akan lebih efektif. Keracunan karena partikel pestisida atau butiran semprot terhisap melalui hidung merupakan kasus terbanyak nomor dua setelah kontaminasi kulit, tangan, pernafasan dan mata. 2. Lama tiap kali penyemprotan Lama penyemprotan adalah lama waktu yang digunakan untuk menyemprot tanamanmenggunakan pestisida organofosfat dalam satuan jam setiap harinya. Jika lama penyemprotan petani masih dalam batas aman 1-3 jam maka keracunan akibat pestisida bisa diminimalisir. Gejala keracunan pestisida bisa timbul setelah 4 jam kontak,tetapi bisa timbul setelah 12 jam. Lama petani kontak dengan pestisida maka akan semakin besar kemungkinan petani
mengalami
keracunan
apalagi
jika
diiringi
dengan
waktu
penyemprotan. Dari hasil penelitian yang telah lakukan ditinjau dari lama paparan terhadap pestisida golongan organofosfat tiap kali menyemprot tanaman atau sayurankurang dari 4 jam sehingga keracunan masih bisa terhindari. 3. Pengelolaan pestisida Pengelolaan pestisida adalah tindakan yang dilakukan responden sebelum, selama dan sesudah penyemprotan yang meliputi percikan, penyemprotan pestisida, perlakuan terhadap pestisida, kelengkapan APD, penyimpanan pestisida, dan pembuangan kemasan pestisida.Biasanya petani cendrung menganggap ringan bahaya pestisida sehingga tidak mematuhi syarat-syarat keselamatan dalam penggunaan pestisida.
24
Dari hasil penelitian yang telah lakukan dengan bertanya langsung dengan responden penyimpanan pestisida di sekitar kebun, tidak didalam rumah sehingga tidak terpapar langsung dengan keluarga petani. Petani di Kalampangan yang menjadi responden rata-rata melakukan penyemprotan 1 minggu sekali. Waktu terakhir pemakaian atau kontak dengan pestisida ketika melakukan penelitian rata-rata terakhir kontak dengan pestisida 1 minggu yang lalu sekitar tanggal 26 Mei 2014 dan ada juga beberapa yang lebih dari 1 minggu. Untuk keracunan ringan dengan istirahat minimal 1 minggu dapat meningkatkan aktivitas menaikan cholinesterase menjadi normal, sedangkan untuk keracunan yang sedang memerlukan waktu istirahat yang lebih lama untuk mencapai aktivitas cholinesterase normal (Raini, dkk 2004).
25
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pada penelitian tentang gambaran pemeriksaan aktivitas cholinesterase pada petani sayuran di Kelurahan Kalampangan Kota Palangka Raya pada bulan Juni 2014 dapat disimpulkan berdasarkan hasil pemeriksaan cholinesterase pada petani sayuran di Kelurahan Kalampangan dari sampel diperoleh hasilnya 100% normal. B. Saran 1. Bagi masyarakat atau petani hendaknya ketika melakukan penyemprotan agar menggunakan APD dan dos pemakain sesuai dengan yang dianjurkan. 2. Bagi mahasiswa Analis Kesehatan, penelitian ini dapat menjadi sebagai masukan untukpenelitian selanjutnya yang lebih mendalam dengan sampel yang lebih banyak lagi dengan sampel yang sudah diskrining 3. Pemakain pestisida ketika melakukan penyemprotan sebisa mungkin kurang dari 4 jam.
25