1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi menyebabkan perubahan peran dari sistem teknologi informasi dalam membantu operasi organisasi menjadi lebih efisien dan efektif. Sistem informasi merupakan bagian dari sistem organisasi yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dan memecahkan problem yang dihadapi. Secara umum sistem informasi meliputi tiga komponen dasar yang terdiri dari proses bisnis organisasi (bussiness process), manusia (people) dan teknologi informasi (information technology). Jadi didalam suatu sistem informasi terdapat tiga komponen penting yaitu manusia, organisasi dan teknologi dan dimensidimensi pengukuran ketiga komponen tersebut (Yusof et al., 2008). Pentingnya sistem informasi telah menarik minat banyak ahli dan peneliti melakukan penelitian pada bidang ini.
Umumnya para peneliti tujuannya untuk
mengevaluasi keberhasilan dan kegagalan suatu sistem informasi dalam suatu organisasi, yang tidak terlepas dari hubungannya antara manusia, teknologi dan organisasi. Hubungan kesesuaian antara tiga komponen sistem informasi bedampak pada keberhasilan suatu sistem yang saling berkaitan, oleh karena itu sistem informasi dengan menggunakan teknologi informasi memerlukan proses yang panjang dan kompleks, meliputi penentuan kebutuhan informasi dan merancang sistem informasi yang melibatkan partisipasi dan dukungan dari berbagai pihak yang berbeda
kemampuannya
untuk
melaksanakan
sejumlah
tugas-tugas
yang
direncanakan oleh organisasi (Sutarbi, 2005). Pemanfaatan sistem informasi yang terkomputerisasi semakin luas, termasuk pemanfaatannya di instansi-instansi pemerintahan, tidak saja pada kepentingan pencatatan transaksi keuangan tapi juga dalam pelaksanaan kepentingan administrasi, pelayanan maupun fungsi-fungsi lainnya. Penelitian tentang pengukuran sistem informasi terhadap pemanfaatannya di instansi pemerintah sudah banyak dilakukan, 1
2
diantaranya Hussein & Karim (2005) penelitiaan di instansi pemerintahannya yang sudah memanfatkan teknologi informasi di Malaysia, Pattileamonia di tahun 2012 mengevaluasi sistem pengelolaan keuangan daerah di kota Ambon, dan Dahlan (2011) mengevaluasi penerapan komputerisasi sistem informasi manajemen anggaran di Dinas Kesehatan Kabupaten Sinjai. Tidak selalu pemanfaatan sistem informasi bisa berhasil, ada beberapa penelitian yang menilai bahwa sistem tidak berjalan, antara lain penelitian oleh Sutarman (2011), meneliti tentang kesesuaian antara manusia, teknologi dan organisasi dalam sistem informasi manajemen ibu dan anak di Kabupaten Jayapura, terdapat ketidaksesuaian antara manusia (pengguna) dengan teknologi, manusia dengan organisasi dan organisasi dengan teknologi.
Hal ini
disebabkan oleh prilaku tenaga yang tidak positif terhadap teknologi dan komputer yang sering macet dan tidak ada tenaga teknisi, penempatan tenaga pengelola yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya serta tidak adanya komitmen yang kuat dari dinas kesehatan setempat, proses perencanaan pembangunan sistem yang tidak melibatkan tenaga daerah dan software belum terintegrasi serta output tidak dimanfaatkan dalam pengambilan keputusan. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang pengelolaan keuangan negara, reformasi dalam manajemen keuangan negara yang diawali dengan diberlakukannya desentralisasi pengelolaan keuangan daerah, yang mencakup desentralisasi sistem keuangan, memberikan wewenang pada pada pemerintahan daerah untuk mengelola keuangannya sendiri. Selanjutnya Dengan adanya Permendagri No.13 Tahun 2006tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah yang disempurnakan dengan permendagri No. 21 Tahun 2011mensyaratkan tiap instansi pemerintah mempedomani aturan baru tersebut untuk keperluan penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).Penyusunan APBD diawali dengan penyusunan Recana Kegiatan Aggaran (RKA) dan Dokumen Penggunaa Anggaran (DPA). Dalam dokumen tersebut terdapat kode dan klasifikasi serta fungsi berdasarkan urusan pemerintah dan kegiatan, untuk keperluan
3
penggunaan anggaran, prosedur perncairan dana, pelaporan dan pertanggungjawaban dari tingkat instansi ke sekretariat pemerintah daerah. Peralihan mekanisme penyusunan anggaran dan pengelolaan keuangan dari aturan yang lama menuntut kemampuan pengelolaan anggaran yang lebih kompleks, sehingga penerapan komputerisasi sistem pengelolaan anggaran/keuangan diharapkan mampu membenahi sistem pemerintahan yang selama ini dianggap sebagai birokratis yang tidak efisien, lambat dan tidak efektif (Hariyadi, 2010). Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat pada tahun 2008 mengadakan satu sistem informasi pengelolaan anggaran yang terkomputerisasi dan dikenal dengan nama Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) yang kemudian baru efektif penerapannya pada tahun 2010. Sistem informasi pengelolaan keuangan daerah bertujuan untuk mendukung kelancaran proses pengelolaan anggaran keuangan di masing-masing instansi pemerintah, sistem diharapkan menjadi suatu alat yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pemerintah dalam memberikan informasi keuangan sebagai bagian dari sistem manajemen pemerintah daerah sehingga dapat membantu pihak manajemen dalam mengambil keputusan. Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan sistem informasi keuangan
pertama
di
Kabupaten
Lampung
Barat
yang
terkomputerisasi,
pengadaannya melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Implementasi SIKPD untuk RSUD Liwa Kabupaten Lampung Barat, sampai dengan sekarang pelaksanaannya dilakukan di Dinas PPKAD Kabupaten Lampung Barat, hal ini disebabkan karena keterbatasan tenaga teknisi yang ada apabila terjadi kesalahan atau error dan kerusakan pada sistem seperti program tidak bisa difungsikan, penginputan data kadang terlambat, belum tersedianya jaringan internet antar instansi dan sering terjadi pemadaman listrik. Pada pelaksanaanya meskipun sudah ada aplikasi SIPKD tetapi pembuatan laporan masih dilakukan secara manual karena sistem hanya sebatas penginputan anggaran. Keterlambatan pengumpulan surat pertanggung jawaban (SPJ) dari masingmasing kegiatan menghambat pencairan dana selanjutnya. Untuk sumber daya
4
manusia (SDM) masih terkendali dengan tidak adanya Surat Perintah Tugas (SPT) dan insentif kepada operator. Operator diambil dari pegawai rumah sakit yang kemungkinan akan mengalami mutasi kerja atau kenaikan pangkat pegawai. Dari pihak admin, proses transisi sistem pengelolaan keuangan dari sistem manual ke sistem komputerisasi dalam perencanaan kegiatan hanya dilakukan 1 kali pelatihan penggunaan SIPKD kepada operator, serta belum adanya buku pedoman manual dalam pengoperasian SIPKD sehingga terkadang pengguna sistem mengalami kesulitan dalam pengoperasian(Pattileamonia, 2012). Untuk itu evaluasi diperlukan guna melihat sejauh mana sistem tersebut diterima oleh pengguna, selain itu untuk memastikan keefektifan penerapan dan dampak positif yang diberikan oleh suatu sistem. Terkait penerapan SIKPD, sejak pengadaannya di tahun 2008 hingga saat ini belum pernah dilakukan evaluasi baik oleh pihak internal organisasi maupun pihak eksternal, waaupun terbilang baru, evaluasi tetap diiperlukan misalnya dengan evaluasi berkala sehingga akan ditemukan hal-hal terkait keberhasilan atau kegagalan dalam penerapan sistem (Wulandari, 2010).Menurut Winarno (2004) sistem yang baru maupun sistem lama, harus dievaluasi secara berkala untuk menentukan apakah sistem tersebut berfungsi seperti yang diharapkan atau tidak. Apabila sistem dirasakan tidak dapat memenuhi kebutuhan para pemakainya, maka harus segera direvisi untuk perbaikan sistem tersebut. Penerapan sistem SIKPD di RSUD Liwa sudah berjalan namun aplikasi, sumber daya manusia dan organisasi belum berjalan secara optimal sehingga diperlukan evaluasi untuk melihat kesesuaian ketiga komponen tersebut dengan menggunakan model HOT-Fit yang dikembangkan oleh Yusof et al.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumusan permasalahanya sebagai berikut: “Bagaimanakah penerapan SIPKD pada Rumah Sakit Umum Daerah Liwa Kabupaten Lampung Barat?”
5
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum pada penelitian ini adalah mengevaluasi penerapan SIPKD pada Rumah Sakit Umum Daerah Liwa Kabupaten Lampung Barat. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan kesesuaian antara teknologi dengan manusia pada SIPKD di RSUD Liwa Kabupaten Lampung Barat. b. Mendeskripsikan kesesuaian antara teknologi dengan organisasi pada SIPKD di RSUD Liwa Kabupaten Lampung Barat. c. Mendeskripsikan kesesuaian antara organisasi dengan manusia pada SIPKD di RSUD Liwa Kabupaten Lampung Barat. d. Mengetahui net benefit yang dihasilkan oleh SIPKD di RSUD Liwa Kabupaten Lampung Barat
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pemerintah Daerah Sebagai masukan untuk pemerintah daerah dalam perencanaan pengembangan dan penerapan sistem informasi keuangan di lingkungan Kabupaten Lampung Barat mendatang. 2. Bagi Rumah Sakit Hasil Penelitian dapat memberikan masukan mengenai evaluasi penerapan sistem yang sudah terkomputrisasi yang dapat dikembangkan untuk perbaikan sistem dan sebagai acuan untuk penerapan sistem yang lain. 3. Bagi Peneliti Meningkatkan pengetahuan dan wawasan dalam mengaplikasikan ilmu yang telah di dapatkan dalam mengevaluasi suatu sistem informasi.
6
E. Keaslian Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang pertama kali dilakukan di Kabupaten Lampung Barat, namun penelitian yang pernah dilakukan dalam kaitannya dengan evaluasi sistem informasi adalah: 1. Pattileamonia (2012), Evaluasi Kesuksesan Sistem informasi Pengelolaan Keuangan Daerah Pada Kota Ambon. Metode yang digunakan kualitatif dengan model analisisnya Petter & McLean (2009), pengolahan data menggunakan smartPLS versi 2.0. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kesuksesan SIPKD pada kota Ambon diukur dengan menggunakan kepuasan pengguna, dampak individual dan kemudahan penggunaan persepsian. Kepuasan pengguna dipengaruhi oleh kualitas informasi tapi tidak dipengaruhi secara signifikan oleh kualitas sistem dan kemudahan pengguna. Sedangkan dampak individual dipengaruhi oleh kesesuaian tugas teknologi dan kepuasan pengguna, serta kemudahan pengguna terhadap kesuaian teknologi. 2. Dahlan (2011), Evaluasi Penerapan Komputerisasi Sistem Informasi Manajemen Anggaran di Dinas Kesehatan Kabupaten Sinjai, menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif, hasil yang diperoleh bahwa ketersediaan SDM untuk mendukung penerapan sistem ini dilakukan dengan memberikan pelatihan namun tidak terkait trouble setting. Data yang diolah mencakup fungsi perencanaan sampai pertangungjawaban penggunaan anggaran tapi tidak mengolah gaji. Dalam penerapannya di Kabupaten Sinjai sistem ini memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pengelolaan anggaran namun masih perlu pengembangan untuk mengcover pengelolaan anggaran yang belum termuat dalam aplikasi 3. Sudarianto (2008), Evaluasi Penerapan Sistem Informasi Transaksi Puskesmas di Kabupaten Bantaeng Propinsi Sulawesi Selatan. Jenis penelitian kualitatif yang bersifat ekploratif dengan rancangan studi kasus. Penelitian ini mengevaluasi pengoperasian dan output SITRAPUS dalam menghasilkan laporan tentang penyakit yang pemanfaatannya di puskesmas sebagai dasar untuk menghitung
7
retribusi, dasar penyusunan profil kesehatan, bahan untuk mendeteksi penyakit dan KLB. Namun penerapan SITRAPUS di Kabupaten Bantaeng belum optimal karena proses penerapannya belum berjalan sesuai dengan kaidah siklus pengembangan sistem dan outputnya hanya mengenai informasi penyakit. 4. Nasuha (2009), menganalisis keberhasilan sistem informasi pada salah satu instansi pemerintahan di Kabupaten Karawang Jawa Barat, menggunakan model DeLone dan McLean dengan hasil bahwa kualitas informasi dan kualitas sistem memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesuksesan implementasi sistem informasi keuangan daerah (SIPKD). Dalam penelitian ini variabel penggunaan (use) dihilangkandari model, dengan alasan bahwa dalam beberapa studi empiris variabel penggunaan (use) tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan dengan variabel prediktornya, yaitu kualitas sistem, kualitas informasi dan kepuasan pengguna. Selain itu Seddon (1997) juga melakukan kritik bahwa penggunaan (use) adalah suatu perilaku (behavior) yang harus dikeluarkan dari model kausal.