BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pala (Myristica fragrans) merupakan tumbuhan berupa pohon yang berasal dari kepulauan Banda, Maluku. Akibat nilainya yang tinggi sebagai rempah-rempah, buah dan biji pala telah menjadi komoditi perdagangan yang penting sejak masa Romawi. Semenjak zaman eksplorasi Eropa pala tersebar luas di daerah tropika lain seperti Mauritius dan Karibia (Grenada). Istilah pala juga dipakai untuk biji pala yang diperdagangkan. Pala dipanen biji, salut bijinya (arillus), dan daging buahnya. Dalam perdagangan, salut biji pala dinamakan fuli, atau dalam bahasa Inggris disebut mace, dalam istilah farmasi disebut myristicae arillus atau macis). Daging buah pala dinamakan myristicae fructus cortex. Panen pertama dilakukan 7 sampai 9 tahun setelah pohonnya ditanam dan mencapai kemampuan produksi maksimum setelah 25 tahun. Tumbuhnya dapat mencapai 20m dan usianya bisa mencapai ratusan tahun. Sebelum dipasarkan, biji dijemur hingga kering setelah dipisah dari fulinya. Pengeringan ini memakan waktu enam sampai delapan minggu. Bagian dalam biji akan menyusut dalam proses ini dan akan terdengar bila biji digoyangkan. Cangkang biji akan pecah dan bagian dalam biji dijual sebagai pala. Biji pala mengandung minyak atsiri 7-14%. Bubuk pala dipakai sebagai penyedap untuk roti atau kue, puding, saus, sayuran, dan minuman penyegar (seperti eggnog). Minyaknya juga dipakai sebagai campuran parfum atau sabun. Pala dikenal sebagai tanaman rempah yang memiliki nilai ekonomis dan multiguna karena setiap bagian tanaman dapat dimanfaatkan dalam berbagai industri. Biji , fuli dan minyak pala merupakan komoditas ekspor dan digunakan dalam berbai industri baik pangan, minuman maupun fashion. Sampai saat ini Indonesia merupakan salah satu pemasok utama biji dan fuli pala ke pasar dunia sekitar 60%. Sebagai komoditas ekspor, pala mempunyai prospek yang baik karena selalu dan akan selalu dibutuhkan sdalam berbagai industri makanan , minuman, obat-obatan dan lain-lain. Indonesia merupakan salah satu pengekspor pala terbesar di dunia yang memiliki pangsa pasar mencapai 60% . Maluku Utara merupakan salah satu produsen pala di Indonesia. Berdasarkan data BPS Maluku Utara tahun 2013 Produksi per tahun 1
pala di Maluku Utara rata-rata mencapai 7.215 ton per tahun dengan luasan lahan 36.691 ha. Kota ternate merupakan salah satu produsen terbesar pala di Indonesia. Produksi pala di kota ternate berasal dari 7 kecamatan penghasil pala yaitu antara lain Pulau ternate, Hiri, batang dua, Moti , Ternate selatan, Ternate utara dan Ternate tengah. Sementara jalur pemasaran yang dilalui yaitu jalur darat maupun jalur antar laut melalui pelabuhan penyebrangan. Pemasaran yang dilakukan antar pulau di Kota Ternate menyebabkan biaya pemasaran cukup tinggi. Petani sering kesulitan dalam membawa hasil pertaniannya untuk di jual ke kota, sehingga para pedagang perantara memiliki peluang bisnis untuk memasarkan hasil pertanian tersebut ke kota. Transportasi laut menggunakan kapal atau speed boat dari satu pulau ke pulau lain melalui pelabuhan penyebrangan. Dalam perkembangan perekonomian sekarang, Pemasaran memegang peranan penting dalam menghubungkan produsen dengan konsumen sehingga memberikan nilai tambah besar dalam kegiatan perekonomian. Menurut Kotler (2009) pemasaran adalah suatu proses social dan manajerial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernialai kepada pihak lain. Manusia harus menemukan kebutuhan terlebih dahulu, sebelum memenuhinya. Usaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat dilakukan dengan cara mengadakan suatu hubungan, dengan demikian pemasaran bisa juga diartikan suatu usaha memuaskan kebutuhan pembeli dan penjual. B. Permasalahan .
Pemasaran biji pala rakyat di Maluku belum tertata dalam satu sistem
pemasaran karena belum ada lembaga yang menangani pemasaran biji pala secara khusus. Petani masih bebas menjual hasil pala pada pedagang kecil di desa atau di kota kecamatan dan pedagang kecil kecamatan menjual di Kabupaten atau di kota Provinsi. Transportasi masih merupakan kendala utama dalam pemasaran hasil biji pala. Umumnya prasarana jalan dan jembatan menghubungkan sentra-sentra produksi pala sebagian besar belum terbangun, sehingga biaya usahatani menjadi tinggi dan harga jual kurang bersaing.
2
Permasalahan yang akan diangkat adalah tentang seberapa besar perbedaan harga di tingkat petani dengan konsumen akhir dilihat dari kegiatan dan fungsi-fungsi pemasraan yang dilakukan petani dan lembaga pemasaran dalam rantai pemasaran pala sehingga diketahui bagian keuntungan yang diterima oleh petani produsen dan lembaga pemasaran, besarnya margin di setiap lembaga pemasaran, kendala yang dihadapi dalam memasarkan dan efisiensi pemasaran pala di kota Ternate. Berdasarkan uraian diatas, masalah yang dikemukakan dalam bentuk pertanyaan penilitian adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana saluran pemasaran biji pala di Kota Ternate? 2. Berapa besar marjin pemasaran biji pala pada setiap lembaga saluran pemasaran biji pala di Kota Ternate? 3. Bagaimana efisiensi pemasaran biji pala di Kota Ternate?
C. Tujuan 1. Mengetahui saluran pemasaran biji pala di Kota Ternate. 2. Menghitung besar marjin pemasaran biji pala pada setiap lembaga saluran pemasaran di Kota Ternate 3. Menghitung efisiensi pemasaran biji pala di Kota Ternate
D. Kegunaan Penilitian 1. Secara khusus bagi peneliti berguna untuk memperluas wawasan dan sebagai persyaratan untuk memperoleh derajat sarjana pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 2. Secara umum bagi pihak lain, hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan sumbangan pemikiran dalam sistem pemasaran pala di provinsi Ternate, Maluku Utara.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Pala dikenal sebagai tanaman rempah yang memiliki nilai ekonomis dan multiguna karena setiap bagian tanaman dapat dimanfaatkan dalam berbagai industri. Biji , fuli dan minyak pala merupakan komoditas ekspor dan digunakan dalam berbai industri baik pangan, minuman maupun fashion. Sampai saat ini Indonesia merupakan salah satu pemasok utama biji dan fuli pala ke pasar dunia sekitar 60%. Sebagai komoditas ekspor, pala mempunyai prospek yang baik karena selalu dan akan selalu dibutuhkan dalam berbagai industri makanan , minuman, obat-obatan dan lain-lain. Sampai saat ini kebutuhan pala dalam negeri pun tergolong tinggi. Pemasaran memegang peranan penting dalam menyalurkan produk pertanian dari petani hingga ke konsumen. Menurut Nurdjannah (2002) Pola pemasaran biji dan fuli pala sama seperti komoditas pertanian lainnya. Distribusi barang dari petani sampai ke tingkat eksportir melalui pedagang perantara (kecil) terlebih dahulu. Dalam dunia pemasaran internasional biji pala dan fuli pala dikenal 2 jalur yaitu: yang pertama, dari produsen ke negara-negara industri dan negara berkembang; sedangkan yang kedua, dari negara industri dan negara pengimpor biji dan fuli pala, untuk tujuan ekspor kembali ke Pala negara- negara industri lainnya. Harga biji pala kering tanpa kulit dan fuli berbeda pada masing-masing tingkatan pemasaran. Harga tersebut sangat ditentukan oleh harga penjualan ekspor. Harga biji dan fuli pala yang saat ini berlaku di tingkat pedagang kecil adalah berturutturut sekitar Rp 35.000 dan Rp 65.000. Selain fuli dan minyak pala, permintaan pasar terhadap produk-produk olahan buah pala seperti manisan pala cukup tinggi. Sebetulnya selain permintaan dari dalam negeri juga ada permintaan dari luar negeriseperti dari Singapura, Kuwait dan Syria. Namun permintaan dari luar negeri ini sampai saat ini belum terealisir. Alasan yang dikemukakanantara lain kurangnya dana dan kapasitas produksi yang masih kecil (BI, 2000). Menurut
Bustaman
(2007)
dalam
penelitiannya
prospek
dan
stategi
pengembangan pala di Maluku menyatakan bahwa pemasaran pala rakyat di Maluku belum tertata dalam satu sistem pemasaran karena belum ada lembaga yang menangani pemasaran pala secara khusus. Petani masih bebas menjual hasil pala pada pedagang
4
kecil di desa atau kota kecamatan dan pedagang kecil kecamatan menjual di kabupaten atau di provinsi. Sistem pemasaran seperti ini menyebabkan harga pala ditingkat petani menjadi rendah. Transportasi masih merupakan kendala utama dalam pemasaran hasil pala. Umumnya prasarana jalan dan jembatan menghubungkan sentra-sentra produksi pala sebagian besar belum terbangun sehingga biaya usahatani menjadi tinggi dan harga jual kurang bersaing. Kondisi ini yang mengakibatkan pemasaran cenderung monopolidan pembelian didominasi sistem ijon yang merugikan petani. Kendala lain pengembangan agribisnis pala di Maluku yakni belum adanya pelabuhan kapal pada titik sentra produksi. Menurut Arinong dan Edi
(2008) dalam penelitiannya analisis saluran
pemasaran dan margin kakao, Saluran pemasaran mempunyai tugas menyalurkan barang dari produsen ke konsumen. Ia mengatasi tiga macam jenjang penting yaitu waktu, ruang dan pemilikan. Menurut Soekartawi (1993), dalam pemasaran komoditi pertanian seringkali panjang, sehingga banyak juga pelaku lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran tersebut. Akibatnya adalah terlalu besarnya keuntungan pemasaran yang diambil oleh para pelaku pemasaran tersebut. Marjin pemasaran sering digunakan sebagai indikator efisiensi pemasaran saluran pemasaran dan aktivitas-aktivitas yang telah dilaksanakan serta keuntungan yang diharapkan oleh lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran. Pada hasil analisis marjin, distribusi marjin, share harga yang diterima petani serta ratio keuntungan dan biaya dalam pemasaran kelapa dalam, Besarnya marjin pemasaran pada berbagai saluran pemasaran dapat berbeda, karena tergantung pada panjang pendeknya saluran pemasaran, semakin panjang saluran pemasaran, semakin besar marjinnya. Oleh karena itu harga di tingkat konsumen akan lebih mahal jika saluran pemasarannya semakin panjang (Jumiati, 2013) Nilai margin yang efisien adalah yang mempunyai nilai lebih rendah dibandingkan dengan saluran pemasaran lainnya. Namun rendahnya nilai margin belum tentu dapat mencerminkan efisiensi yang tinggi. Indikator lain untuk melihat efisiensi pemasaran adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmer’s share) oleh petani terhadap harga yang di bayar konsumen akhir. Farmer’s share yang lebih efisien adalah yang mempunyai nilai lebih tinggi (Murdani, 2008).
5
Menurut hasil penelitian Primasatya (2012) yang bertujuan mengidentifikasi saluran pemasaran jambu merah getas, mengetahui besarnya bagian marjin pemasaran di setiap lembaga pemasaran, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi marjin pemasaran jambu merah getas, dan mengetahui efisiensi pemasaran jambu merah getas di Kecamatan Sukorejo Kabupaten Kendal. Metode deskriptif digunakan dalam penelitian ini, dengan melakukan wawancara kepada 30 sampel petani yang berasal dari 2 desa, yaitu Desa Kalipakis dan Desa Selokaton, serta 22 pedagang yang diambil secara snowball sampling. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi marjin pemasaran, teori Pearson Product Movement untuk menjelaskan hubungan antara harga yang diterima petani dengan harga yang dibayar konsumen, serta model Calkins dan Wang untuk menjelaskan efisiensi pada setiap saluran pemasaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi harga yang kuat antara harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen. Marjin pemasaran dipengaruhi secara signifikan oleh biaya produksi dan rasio harga buah pesaing. Saluran pemasaran panjang mempunyai marjin pemasaran yang lebih besar daripada saluran pemasaran pendek. Indeks efisiensi teknis pada saluran pemasaran panjang lebih efisien daripada saluran pemasaran pendek, tetapi indeks efisiensi ekonomis pada saluran pemasaran pendek lebih efisien daripada saluran pemasaran panjang. B. Landasan Teori 1. Definisi Pemasaran Pemasaran atau marketing pada prinsipnya adalah aliran barang dari produsen ke konsumen (Soekartawi, 1989), atau dalam arti luas pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana masing-masing individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran, pertukaran produk yang bernilai bagi pihak lainnya (Kotler, 2009). Dengan demikian pembeli mendapatkan mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan penjual mendapatkan laba dari penjualan produk yang mereka jual. Jadi, dapat dikatakan bahwa pertukaran merupakan inti dari kegiatan pemasaran dimana seseorang atau suatu kelompok menciptakan suatu produk dan menawarkan kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhan mereka.
6
Kotler (1997) mengemukakan definisi pemasaran sebagai berikut: “Pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan pada usaha untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan melalui proses pertukaran.”Kotler berpendapat bahwa mula-mula manusia menemukan kebutuhannya, baru kemudian berusaha untuk memenuhinya dengan cara mengadakan suatu hubungan, dapat pula diartikan bahwa kegiatan pemasaran diciptakan oleh pembeli dan penjual. Kedua belah pihak bersama-sama ingin mencari kepuasan. Kedua macam kepentingan ini dapat dipertemukan dengan cara mengadakan suatu pertukaran yang saling menguntungkan. Dengan demikian pertukaran merupakan titik pusat kegiatan pemasaran dimana seseorang berusaha menawarkan sejumlah nilai kepada orang lain. Pengertian secara khusus mengenai pemasaran pertanian dikemukakan oleh Hadisapoetro (1977), yang mengatakan bahwa pemasaran pertanian adalah rentetan jasa yang dilakukan dalam pemindahan bahan makanan atau bahan mentah hasil pertanian dari produsen ke konsumen akhir. Dalam proses pemasaran barang dari produsen ke konsumen diperlukan berbagai kegiatan fungsional pemasaran yang ditujukan untuk memperlancar proses penyaluran secara efektif dan efisien. Kegiatan-kegiatan fungsional tersebut disebut dengan fungsi-fungsi pemasaran.
2. Fungsi Pemasaran Pemasaran
hasil
pertanian
mempunyai
ciri-ciri
yang
khas.
Menurut
(Hadisapoetra, 1977), ciri khusus pemasaran hasil pertanian adalah :
Sifat khusus dari pertaniannya sendiri yang mempunyai berat yang relatif besar dibandingkan nilainya, tidak dapat disimpan lama, kuantitas dan kualitasnya bervariasi.
Sifat khusus pada konsumen yang menghendaki tersedianya produk secara terusmenerus dengan bentuk dan kualitas sesuai dengan selera.
Usaha pertanian yang diusahakan umumnya tersebar dalam bentuk kecil-kecil di daerah yang sangat luas. Akibat pemasaran hasil pertanian yang mempunyai ciri-ciri yang khusus maka
fungsi pemasaran haruslah membentuk langkah-langkah yang akan dilakukan agar
7
proses pemasaran berjalan dengan lancar. Dalam saluran distribusi terdapat beberapa fungsi pemasaran yaitu (Downey dan Erickson, 1989) :
1) Fungsi pertukaran Fungsi pertukaran melibatkan kegiatan yang menyangkut pengalihan hak kepemilikan dalam sistem pemasaran. Pihak-pihak yang terlibat dalam proses ini antara lain adalah pedagang dan agen yang mendapat komisi karena mempertemukan penjual dan pembeli. Fungsi pertukaran meliputi usaha pembelian dan usaha penjualan.
2) Fungsi fisik Fungsi fisik terdiri dari beberapa hal, diantaranya : a. Pengangkutan Pengangkutan diartikan sebagai proses pemindahan produk atau komoditi dengan tujuan memudahkan dan menjadikan produk atau komoditi tersebut berguna dengan memindahkan mereka dari tempat pemrosesan ke konsumen. b. Penyimpanan Penyimpanan adalah suatu cara untuk mempertahankan ketersediaan hasil pertanian dan menjaga kualitasnya serta menghindari kekurangan stok. Fungsi penyimpanan menambah kegunaan waktu terhadap produk. c. Pemrosesan Produsen utama menambahkan sebagian kegunaan bentuk kepada komoditi yang bergerak melalui saluran pemasaran. Para pemroses mengambil produk bahan baku utama dan mengubahnya ke dalam bentuk yang lebih diinginkan.
3) Fungsi Penunjang atau Fasilitas Fungsi ini berguna untuk menunjang kelancaran dari fungsi pertukaran dan fungsi penyediaan fisik. Fungsi penunjang atau fasilitas ini antara lain:
8
a. Permodalan Permodalan berarti mencari dan mengurus modal uang yang berkaitan dengan transaksi-transaksi dalam arus barang dari sektor produksi sampai sektor konsumsi. b. Penanggungan resiko Fungsi ini merupakan usaha bagaimana mengurangi atau menghindarkan kemungkinan rugi karena barang rusak, hilang, turun harga, dan tingginya biaya. c. Standarisasi Standarisasi merupakan penetapan standar golongan untuk barangbarang. Standar adalah suatu ketentuan mutu yang mempunyai nilai tetap berdasarkan ciri-ciri produk yang dapat berpengaruh pada nilai komersil suatu barang. Ciri-ciri tersebut dapat berupa ukuran, warna, bentuk, rasa, kandungan air, kandungan unsur kimia, dan lain-lain. Grading adalah pemilihan barang untuk dimasukkan ke dalam golongan tertentu yang telah ditetapkan dengan jalan standarisasi. Produk yang dipilih (disortir) mempunyai mutu dan ciri-ciri yang hampir sama. d. Informasi pasar Informasi pasar menduduki tempat penting diantara faktor-faktor yang mendeterminasi apa yang diproduksi, di mana, apabila, bagaimana dan untuk siapa produk dijual dengan keuntungan terbaik.Informasi pasar yang tepat akan mengurangi resiko usaha sehingga memungkinkan pedagang beroperasi pada keadaan marjin pemasaran yang rendah dengan memberikan keuntungan baginya, juga bagi pihak produsen dan konsumen. Masing-masing dari pelaku pemasaran akan melakukan fungsi-fungsi pemasaran ini secara berbeda-beda sesuai dengan kemampuan pembiayaan yang dimiliki.Pelaku pemasaran yang memiliki kemampuan pembiayaan kuat tentu akan melakukan fungsi pemasaran yang lebih baik banyak daripada pelaku pemasaran yang kemampuan pembiayaannya lemah.
9
Seperti umumnya dalam pemasaran komoditas pertanian, pemasaran padi dari tangan produsen ke tangan konsumen akan melalui suatu rantai pemasaran tertentu. Dalam rantai pemasaran tersebut banyak pihak yang terlibat, diantaranya pedagang kecil, pedagang antar daerah, pedagang besar, pedagang kecil dan lainlain. Keterlibatan lembaga pemasaran tersebut dapat pula menyebabkan tingginya biaya pemasaran yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap harga eceran (harga konsumen) dan harga pada tingkat petani (produsen) (Soetiarso, 1997). Oleh karena itu, hal penting yang harus diperhatikan dalam pemasaran adalah harga masing-masing pihak yang terlibat benar-benar menjalankan fungsinya dan menerima imbalan yang adil (Mubyarto, 1979).
3. Lembaga dan Saluran Pemasaran Lembaga pemasaran adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi pemasaran yaitu produsen, pedagang perantara, dan lembaga pemberi jasa (Sadili dkk, 1992). Perantara pemasaran merupakan lembaga atau individu yang menjalankan kegiatan khusus di bidang distribusi. Penyampaian akhir barang dari tingkat produsen sampai ke tingkat konsumen akhir akan melalui beberapa saluran distribusi. Menurut Kotler (1997) lembaga pemasaran adalah pihak yang menjalankan fungsi pemasaran. Lembaga pemasaran dapat terdiri dari perorangan atau kelompok. Masing-masing lembaga pemasaran dapat menjalankan satu atau beberapa tugas sekaligus. Setiap lembaga pemasaran berhak mendapat keuntungan atas kegiatan yang telah dilakukannya. Peranan lembaga pemasaran cukup besar dalam menyalurkan hasil pertanian dari produsen ke konsumen. Urutan-urutan lembaga pemasaran yang harus dilalui oleh produk pertanian dari tempat berproduksi sampai ke konsumen disebut saluran pemasaran. Satu jenis produk dimungkinkan mempunyai lebih dari satu macam saluran pemasaran. Alasan utama penggunaan jasa perantara adalah karena mereka dapat membantu meningkatkan efisiensi pemasaran, membuat produk tersedia secara luas dan mudah diperoleh pasar sasaran. Saluran pemasaran didefinisikan sebagai sekelompok pedagang atau agen perusahaan yang melakukan pemindahan suatu produk untuk menciptakan
10
kegunaan bagi pasar tertentu. Tujuan saluran pemasaran adalah untuk mencapai pasar tertentu, jadi pasar merupakan tujuan akhir dari kegiatan pemasaran (Swasta,1984).
4.
Marjin Pemasaran Marjin pemasaran adalah perbedaan harga yang didapat konsumen dengan
harga yang diterima produsen, yang terdiri dari biaya dan keuntungan pemasaran. Marjin pemasaran pada umumnya dianalisis pada komoditi yang sama, jumlah yang sama dan pada pasar persaingan sempurna. Marjin pemasaran terdiri dari dua komponen yaitu : biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran. Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk penyampaian komoditas mulai dari petani sampai ke konsumen akhir. Sedangkan keuntungan pemasaran adalah perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan biaya yang dikeluarkan (Limbong dan Sitorus, 1987). Menurut Sudiyono (2004), marjin pemasaran terdiri dari komponen yang terdiri dari biaya-biaya yang diperlukan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran dan keuntungan lembaga pemasaran. Secara sistematis marjin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut: Mp= Bp + Kp Keterangan: Mp
: marjin pemasaram
Bp
: biaya pemasaran
Kp
: keuntungan pemasaran Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan
pemasaran. Biaya pemasaran meliputi biaya angkut, biaya pengeringan, penyusutan, retribusi dan lainnya. Besarnya biaya ini berbeda satu sama lain disebabkan karena: macam komoditi, lokasi pemasaran dan macam lembaga pemasaran dan efektivitas pemasaran yang dilakukan. Keuntungan pemasaran didefinisikan sebagai selisih harga yang dibayarkan produsen dan harga yang diberikan oleh konsumen. Masing-masing lembaga ingin mendapatkan keuntungan, maka harga yang dibayarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran juga berbeda. Semakin maju tingkat pengetahuan produsen, lembaga pemasaran dan konsumen
11
terhadap penguasaan informasi pasar, maka semakin merata distribusi marjin pemasaran yang diterima (Soekartawi, 2003). Menurut Azzaino (1982), harga yang harus dibayarkan oleh konsumen terdiri atas dua bagian, yaitu: 1. Harga yang diterima oleh petani sebagai imbalan dari kegiatan usahataninya dalam menghasilkan komoditi yang dijual. Harga ini dikenal sebagai farmer share. 2. Imbalan jasa yang diterima oleh lembaga pemasaran, baik sebagai pedagang kecil maupun sebagai pengolah yang akhirnya didistribusikan oleh pedagang eceran ke konsumen akhir. Yang dihitung dengan rumus: M = Pk – Pprod = ∑ (Cm + πi) Keterangan: M
= marjin Pemasaran
Pk
= harga di tingkat konsumen
Pprod
= harga di tingkat produsen
Cm
= biaya pemasaran m
πi
= keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran i
Marjin pemasaran dipengaruhi oleh (Azzaino, 1982): a. Harga di tingkat produsen, semakin tinggi harga ditingkat produsen akan memperkecil marjin pemasaran. b. Jumlah tahap yang dilalui, jika jumlah tahap pemasaran semakin banyak maka masing-masing lembaga pemasaran akan menentukan keuntungan sehingga memperbesar marjin pemasaran. c. Volume produksi akan mempengaruhi harga di tingkat produsen, jika volume produksi tinggi maka harga yang ditawarkan rendah sehingga memperbesar marjin pemasaran. d. Semakin jauh jarak pasar dengan produsen akan menambah biaya pemasaran sehingga harga yang harus dibayar konsumen semakin tinggi dan memperbesar marjin pemasaran. e. Semakin tinggi harga yang ditawarkan oleh lembaga pemasaran kepada konsumen akhir akan memperbesar marjin pemasaran.
12
5. Farmer share Besarnya
bagian
yang
diterima
petani
dapat
diketahui
dengan
membandingkan antara harga jual di tingkat petani dan harga jual di tingkat konsumen akhir atau sering disebut juga dengan "farmer share". dengan mengetahui bagian yang diterima petani kita dapat melihat keterkaitan antara pemasaran dengan proses produksi. Komoditi yang diproduksi secara tidak efisien maka harus dijual dengan harga perunit yang tinggi pula sehingga bagian yang diterima petani menjadi kecil. Farmer's share merupakan bagian dari harga konsumen yang diterima oleh petani, dan dinyatakan dalam persentase harga konsumen. Hal ini berguna untuk mengetahui porsi harga yang berlaku di tingkat konsumen dinikmati oleh petani
6.
Efisiensi pemasaran Istilah efisiensi pemasaran yang sering digunakan dalam menilai prestasi
kerja proses pemasaran. Hal ini mencerminkan konsensus bahwa pelaksana pemasaran harus berlangsung secara efisien. Teknologi atau prosedur baru hanya boleh diterapkan bila dapat meningkatkan efisiensi proses pemasaran. Efisiensi dapat diartikan sebagai peningkatan rasio ‘keluaran-masukan’ (Downey dan Erickson, 1992). Efisiensi pemasaran umumnya dapat dicapai melalui salah satu dari empat cara berikut (Downey dan Erickson, 1992) : a. Keluaran tetap konstan sedang masukan mengecil b. Keluaran meningkat sedangkan masukan tetap konstan c. Keluaran meningkat dalam kadar yang lebih tinggi ketimbang peningkatan masukan d. Keluaran menurun dalam kadar yang lebih rendah ketimbang penurunan masukan Dua dimensi yang berbeda dari efisiensi pemasaran dapat meningkatkan rasio keluaran masukan. Pertama disebut efisiensi operasional yang mengukur produktivitas jasa pemasaran di dalam perusahaan. Dimensi kedua yang disebut efisiensi penetapan harga, mengukur bagaimana harga pasar mencerminkan biaya
13
produksi dan pemasaran secara memadai pada selurun sistem pemasaran (Downey dan Erickson, 1992). Pengukuran efisiensi pemasaran dapat dilakukan dengan menggunakan angka-angka indeks tertentu untuk mengetahui perbandingan terbaik yang mungkin dapat dicapai. Calkins dan Wang (1978) menyebutkan bahwa indeks efisiensi pemasaran dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut
1. Indeks efisiensi teknis
=
2. Indeks efisiensi ekonomis
=
Total biaya pemasaran 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 Total keuntungan 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑚𝑎𝑠𝑎𝑟𝑎𝑛
Semakin rendah angka indeks efisiensi teknis, semakin tinggi efisiensinya. Sebaliknya semakin tinggi angka indeks efisiensi ekonomisnya, maka semakin tinggi efisiensinya. Efisiensi teknis berarti pengendalian fisik dari produk dan mencakup hal-hal prosedur teknis dan besarnya skala operasi dengan tujuan penghematan fisik, misalnya mengurangi kerusakan, mencegah merosotnya suatu produk dan menghemat tenaga kerja. Efisiensi ekonomis berarti bahwa perusahaan atau industri, dengan teknik, keterampilan dan pengetahuan yang ada dapat bekerja atas dasar biaya rendah dan memperoleh keuntungan (Hanafiah dan Saefudin, 1986).
C. Kerangka Pemikiran Produsen
pala dalam
memasarkan produk palanya menggunakan
berbagai saluran pemasaran. Komponen utama yang terlibat dalam sistem pemasaran adalah produsen, konsumen dan pedagang perantara. Petani sebagai produsen pala akan menjual hasil pertaniannya ke konsumen melalui berbagai aliran pedagang perantara, kecil dan lembaga pertanian, sehingga membentuk saluran pemasaran panjang ataupun pendek tergantung jalur yang dilalui dalam sistem pemasarannya. Perbedaan harga di berbagai tingkat saluran pemasaran dipengaruhi oleh berbagai factor seperti biaya produksi, transportasi yang disebut sebagai biaya pemasaran. Dari berbagai pola pemasaran yang terbentuk dalam pemasaran pala akan terlihat margin pemasaran, sebagai besar
14
margin yang diperoleh maka semakin tidak efisien pemasaran tersebut. Kemudian dapat dilihat saluran pemasaran mana yang paling efisien dalam pemasaran pala di daerah Maluku dan kendala biaya yang dikeluarkan dari berbagai saluran pemasaran tersebut.
Bagan Kerangka pemikiran :
pf petani 2
1
m
Pedagang Besar 2 Pedagang Antar Pulau
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran
Keterangan : M = Margin Pemasaran Pf = harga di tingkat petani/ produsen (Rp) Pr = Harga Beli ditingkat pedagang perantara/kecil (Rp) 1 = saluran pendek 2 = saluran panjang
15
pr
D. Hipotesis 1. Diduga terdapat lebih dari 1 saluran pemasaran biji pala di Ternate. 2. Diduga bahwa marjin saluran pemasaran biji pala yang pendek lebih kecil daripada saluran pemasaran yang panjang. 3. Diduga bahwa pemasaran biji pala pada saluran pendek paling efisien di kota Ternate .
16
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analaitis yaitu penelitian yang memusatkan diri kepada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang, dimana data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan, dan kemudian dianalisis (Surakhmad, 1990). Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey. Menurut Singarimbun dan Effendi (1995) penelitian survey adalah penelitian yang dilakukan dengan mengambil sampel dari suatu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat kecil data.
B. Metode Pengambilan Sampel 1. Sampel Daerah Pengambilan sampel daerah penelitian dilakukan secara purposive yaitu daerah yang diambil dengan tujuan penelitian di daerah penghasil Pala. Penelitian dilakukan di kota Ternate, Maluku utara yang merupakan sentra penghasilan pala di Indonesia. 2. Sampel Petani Pengambilan sampel petani menggunakan metode incidental yaitu sampel yang dipilih berdasarkan siapa saja yang kebetulan bertemu dan cocok sebagai sumber data petani biji pala di daerah/desa penghasil pala di Kota Ternate. 3. Sampel Pedagang Metode pengambilan sampel pedagang dilakukan dengan metode snow ball yaitu sampel yang dipilih berdasarkan dari informasi sampel sebelumnya sampai dengan pedagang terakhir yang menjual langsung komoditas tersebut ke konsumen akhir.
17
C. Teknik Pengambilan Data 1. Teknik Observasi Yaitu dilaksanakan dengan jalan mengadakan pengamatan langsung pada objek yang diteliti guna mengetahui keadaan yang sebenarnya. 2. Teknik Wawancara Yaitu dilaksanakan dengan petani dan pelaku pemasaran (pedagang) dengan menggunakan daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan sebelumnya. 3. Teknik Pencatatan Yaitu dilakukan dengan mencatat dan mengumpulkan data informasi yang diperlukan dari instansi yang terkait sesuai dengan tujuan penelitian. D. Jenis Data 1. Data Primer Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari obyek penelitian. Data ini meliputi identitas sampel petani dan pedagang beserta informasi tentang kegiatan pemasarannya. 2. Data Sekunder Data sekunder yaitu data yang diperoleh dengan mencatat dari pihak lain yang berkaitan dengan penelitian, misalnya data dari Dinas Pertanian, BPS, Kantor Kecamatan, dan Kantor Kelurahan/desa.
E. Asumsi dan Pembatasan Masalah 1. Petani dianggap rasional, yaitu dalam mengelola usaha taninya bertujuan untuk memaksimalkan pendapatannya. 2. Mutu komoditas pala dianggap sama antara yang dibeli pedagang dan konsumen. 3. Tingkat Harga yang berlaku adalah pada saat penelitian dan dianggap konstan.
F. Pembatasan Masalah 1. Penelitian pemasaran pala ini terbatas pada periode tahun 2014/2015. 2. Wilayah pemasaran meliputi Ternate.
18
3. Tingkat harga pada saat penelitian berlangsung dianggap konstan.
G. Definisi dan Pengukuran Variabel 1. Produsen adalah para petani yang membudidayakan tanaman pala dalam usaha taninya. 2. Lembaga pemasaran adalah pihak yang melakukan fungsi-fungsi pemasaran. 3. Konsumen akhir adalah pembeli terakhir
yang mengkonsumsi pala dalam
bentuk bahan olahan untuk bumbu dapur. 4. Saluran pemasaran adalah proses penyaluran barang dari produsen ke konsumen melalui jasa lembaga pemasaran. 5. Volume produksi adalah jumlah produksi komoditas yang dihasilkan oleh petani produsen penghasil pala. 6. Biaya pemasaran adalah segala biaya yang dikeluarkan dalam proses pemasaran meliputi biaya transportasi, packing, penjemuran. 7. Marjin pemasaran adalah selisih harga yang dibayar antara konsumen dan produsen atau lembaga sebelumnya . 8. Harga produsen adalah harga yang ditetapkan oleh penjual. 9. Harga konsumen adalah harga pada saat komoditas akan dijual ke lembaga berikutnya.
H. Metode Analisis Data Untuk mengetahui saluran pemasaran pala di daerah Ternate dan fungsi yang dilakukan oleh lembaga pemasaran yang ada dalam mata rantai pemasaran, serta untuk mengetahui efisiensi pemasaran di masing-masing saluran yang ada, dilakukan dengan cara mengikuti aliran barang dari petani produsen sampai pedagang kecil dan menghitung besarnya margin.
19
Pengujian Hipotesis Hipotesis 1 : Untuk menguji hipotesis pertama diduga bahwa terdapat lebih dari 1 saluran pemasaran pala di Ternate. Hal ini dilakukan dengan observasi lapangan menggunakan metode snow ball dari petani hingga pedagang.
Hipotesis 2 : Hipotesis ke-dua dilakukan apabila hasil dari hipotesis pertama terpadat lebih dari 1 saluran pemasaran, dimana nantinya akan terlihat ada saluran panjang dan saluran pendek. Apabila terdapat lebih dari satu saluran pemasaran maka untuk menguji hipotesi kedua adalah dengan membandingkan besarnya nilai margin pemasaran pada masing-masing
saluran.Besarnya
marjin
pemasaran
dapat
diketahui
dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
M
= Hp – Hb ( Harifuddin,dkk.2011 )
Dimana M
= Margin Pemasaran
Hb
= Harga Pembelian
Hp
= Harga Penjualan
Untuk menguji hipotesis kedua bahwa margin pemasaran pada saluran pemasaran panjang lebih besar daripada saluran pemasaran yang pendek, menggunakan analisis tabel dan uji t perbandingan dua rerata. Tamaschke dan Harrison (1993) merumuskan sebagai berikut: t = √[
x̅1 −x̅2 1 ] [ ] (n1 −1)s1 2 + (n2 −1)s2 2 n1 +n2 −2
ttab = (α%; n1+n2-2)
Keterangan: x̅1
= rata-rata margin sampel pertama
x̅2
= rata-rata margin sampel kedua
s1 2
= varian populasi pertama
20
s2 2
= varian populasi kedua
n1
= sampel pertama
n2
= sampel kedua
Hipotesis yang diuji adalah: jika t hitung ≤ t table atau sig > 0.05 ,maka Ho diterima dan H1 ditolak jika t hitung > t table atau sig < 0.05 ,maka Ho ditolak dan H1 diterima Ho : X1 = X2 Hi : X1 ≠ X2
Hipotesis 3 : A. Farmer share Untuk menguji hipotesis ketiga efisiensi pemasaran pala di kota Ternate digunakan analisis farmer share untuk mengetahuibagian harga yang diterima olehpetani dari harga ditingkat konsumenyang dinyatakan dalam persen. Farmer’s share dirumuskan sebagai berikut: Sm = Pf/Pr x 100 % Dimana: Sm = Share marjin dihitung dalam persen (%) Pf = Harga di tingkat petani/ produsen (Rp) Pr = Harga Beli ditingkat pedagang perantara/kecil (Rp) Share biaya pemasaran dan share keuntungan dapat pula digunakan untuk menganalisis efisiensi pemasaran dengan formulasi sebagai berikut: SKi= (Ki) / (Pr – Pf) x 100 % Sbi = (Bi) / (Pr – Pf) x 100 % keterangan: Ski = share keuntungan lembaga pemasaran ke i; Sbi = share biaya pemasaran ke i. Dengan kriteria sebagai berikut: Apabila perbandingan share keuntungan dari masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran merata, maka sistem pemasarannya dikatakan efisien.
21
Apabila perbandingan share keuntungan dengan biaya pemasaran masingmasing lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran merata dan cukup logis, maka sistem pemasarannya dikatakan efisien. Untuk menguji farmer share pada saluran pemasaran panjang lebih kecil farmer share daripada saluran pemasaran yang pendek, menggunakan analisis tabel dan uji t perbandingan dua rerata. Tamaschke dan Harrison (1993) merumuskan sebagai berikut: t = √[
x̅1 −x̅2 1 ] [ ] 2 2 (n1 −1)s1 + (n2 −1)s2 n1 +n2 −2
ttab = (α%; n1+n2-2)
Keterangan: x̅1
= rata-rata farmer share pertama
x̅2
= rata-rata farmer share kedua
s1 2
= varian populasi pertama
s2 2
= varian populasi kedua
n1
= sampel pertama
n2
= sampel kedua
Hipotesis yang diuji adalah: jika t hitung ≤ t table atau sig > 0.05 ,maka Ho diterima dan H1 ditolak jika t hitung > t table atau sig < 0.05 ,maka Ho ditolak dan H1 diterima Ho : X1 = X2 Hi : X1 ≠ X2 B. Indeks ekonomis dan Indeks Teknis Pengukuran efisiensi pemasaran dapat dilakukan dengan menggunakan angkaangka indeks tertentu untuk mengetahui perbandingan terbaik yang mungkin dapat dicapai. Calkins dan Wang (1978) menyebutkan bahwa indeks efisiensi pemasaran dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut
1. Indeks efisiensi teknis
=
2. Indeks efisiensi ekonomis =
22
Total biaya pemasaran 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 Total keuntungan 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑚𝑎𝑠𝑎𝑟𝑎𝑛
Semakin rendah angka indeks efisiensi teknis, semakin tinggi efisiensinya. Sebaliknya semakin tinggi angka indeks efisiensi ekonomisnya, maka semakin tinggi efisiensinya. Efisiensi teknis berarti pengendalian fisik dari produk dan mencakup hal-hal prosedur teknis dan besarnya skala operasi dengan tujuan penghematan fisik, misalnya mengurangi kerusakan, mencegah merosotnya suatu produk dan menghemat tenaga kerja. Efisiensi ekonomis berarti bahwa perusahaan atau industri, dengan teknik, keterampilan dan pengetahuan yang ada dapat bekerja atas dasar biaya rendah dan memperoleh keuntungan (Hanafiah dan Saefudin, 1986). Untuk menganalisis perbedaan tingkat efisiensi pemasaran bila petani menjual langsung kepada pedagang atau pedagang membeli langsung ke lahan usahatani pada masing-masing saluran pemasaran, dianalisis dengan menggunakan analisis uji beda rata-rata independent sampel test. Data yang dianalisis beda rata-ratanya adalah masingmasing saluran pemasaran dengan tingkat efisiensi masing-masing saluran tersebut. Data diolah dengan menggunakan program SPSS. Hasil dan kesimpulan dari analisis data dapat diketahui dengan kriteria sebagai berikut : Menurut (Ritonga, 2004) maka pengujian hipotesis menggunakan rumus sebagai berikut: t= x1- x2 √ (n1-1)s12 + (n2-1)s22
keterangan : t = Perbedaan efisiensi saluran ke 1 dengan efisiensi saluran ke 2 X1 = rata-rata efisiensi saluran pemasaran ke 1 X2 = rata-rata efisiensi saluran pemasaran ke 2 n1 = jumlah sampel saluran pemasaran ke 1 n2 = jumlah sampel saluran pemasaran ke 2 S12 = varians dari saluran pemasaran ke 1 S22 = varians dari saluran pemasaran ke 2 kriteria uji: jika t hitung ≤ t table atau sig > 0.05 ,maka Ho diterima dan H1 ditolak jika t hitung > t table atau sig < 0.05 ,maka Ho ditolak dan H1 diterima Ho : X1 = X2 Hi : X1 ≠ X2 23
BAB IV PROFIL DAERAH PENELITIAN
A. Keadaan Umum Kota Ternate 1.1 Keadaan Geografis Kawasan timur Indonesia terkenal memiliki kekayaan alam berlimpah termasuk rempah-rempah. Ternate sebagai salah satu kota di wilayah timur Indonesia memiliki kekayaan berupa rempah-rempah yang melimpah. Kondisi kekayaan alam yang dimiliki Ternate tersebut merupakan salah satu daya tarik bangsa asing seperti Portugis dan Belanda untuk melakukan penjajahan di Maluku Utara khususnya Ternate. Letak Kota Ternate yang dikelilingi oleh lautan dan memiliki fasilitas pelabuhan merupakan salah satu faktor pendukung bangsa Asing untuk menjajah wilayah ini. Kota Ternate merupakan wilayah Kepulauan yang dikelilingi oleh laut dengan letak geografisnya berada pada posisi 0° - 2° Lintang Utara dan 126° - 128° Bujur Timur. Luas daratan Kota Ternate sebesar 162,03 km², sementara lautannya 5.547,55 km². Kota Ternate seluruhnya dikelilingi oleh laut dengan delapan buah Pulau, tiga diantaranya tidak berpenghuni,dan mempunyai batas sebagai berikut:
Sebelah Utara dengan Laut Maluku
Sebelah Selatan dengan Laut Maluku
Sebelah Timur dengan Selat Halmahera
Sebelah Barat dengan Laut Maluku
Seperti umumnya daerah kepulauan yang memiliki ciri yaitu Desa/Kelurahannya merupakan wilayah pesisir, begitu pula dengan Kota Ternate. Dari 77 Kelurahan yang ada di wilayah Kota Ternate, 56 Kelurahan berklasifikasi Kelurahan Pantai sedangkan 21 Kelurahan lainnya berklasifikasi kelurahan bukan pantai.
1.2 Iklim Seperti halnya wilayah yang dikelilingi oleh lautan dengan kecendrungan temperatur udara relatif tinggi, Kota Ternate juga memiliki kemiripan ciri tersebut, dimana berdasarkan laporan Stasiun Meteorologi Babullah, rata-rata temperatur udara selama tahun 2013 sekitar 27 0C dengan suhu maksimum sebesar 310C dan suhu
24
minimum sebesar 2 0C. Selama tahun 2013 jumlah hari hujan terbanyak yaitu di bulan Juli yaitu sebanyak 23 hari dengan curah hujan sebesar 478 mm.
1.3 Pembagian administatif Kota ternate memiliki luas total wilayah sebesar 139,98 km2. Banyaknya desa yang terdapat di wilayah Kota Ternate sebanyak 77 desa. Data mengenai luas wilayah dirinci menurut kecamatan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.1 Luas Dan Presentase Wilayah Dirinci Menurut Kecamatan di Kota Ternate (Km2) Tahun 2013 Kecamatan Luas Daratan (km2) Presentase Jumlah Desa Pulau Ternate 37,23 22,98 13 Moti 24,80 15,31 6 Pulau Batang Dua 29,04 17,92 6 Pulau Hiri 6,70 4,14 6 Ternate selatan 16,98 10,48 17 Ternate Tengah 10,85 6,70 15 Ternate Utara 14,38 8,87 14 Jumlah 139,98 100,00 77 Sumber : Kota Ternate Dalam Angka, 2014
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dikethaui luas wilayah Kota Ternate yang dirinci menurut masing-masing kecamatan. Kecamatn pulau batang dua memiliki luas wilyah terbesar dengan presentase 29,04%, sedangkan pulau Hiri memiliki luas terkecil dengan presentase 6,70%.
2. Keadaan Penduduk 2.1 Kepadatan Penduduk Kepadatan penduduk adalah angka yang menunjukkan jumlah penduduk per satuan wilayah. Kepadatan penduduk akan berubah seiring pertambahan penduduk sementara luas wilayah relative tetap. Semakin padat jumlah penduduk suatu wilayah maka semakin sempit kepemilikan lahan penduduk yang dapat berpengaruh pada kesejahteraan penduduk. Kepadatan penduduk kasar atau sering disebut dengan kepadatan penduduk geografi, yaitu perbandingan antara jumlah penduduk di suatu wilayah tersebut,
25
dinyatakan dalam jiwa per km2. Kepadatan penduduk geografis dapat dibedakan menjadi empat kriteria, yaitu : a) Tidak padat
: 0-50 jiwa per km2
b) Kurang padat : 51-250 jiwa per km2 c) Cukup padat : 251-400 jiwa per km2 d) Sangat padat : >400 jiwa per km2 Untuk menetukan kepadatan penduduk geografis dapat menggunakan rumus : 𝑘𝑝𝑘 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑤𝑖𝑙𝑎𝑦𝑎ℎ (𝑗𝑖𝑤𝑎 𝑝𝑒𝑟 𝑘𝑚2) 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑤𝑖𝑙𝑎𝑦𝑎ℎ
Kota Ternate memili luas wilayah 139,98 km2 yang dihuni oleh 202.728 jiwa. Kepadatan penduduk Kota Ternate dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.2 Kepadatan Penduduk Per Km2 di Kota Ternate Tahun 2013 Luas Daratan Kepadatan Penduduk Kecamatan Jumlah penduduk (jiwa) (km2) per km2 Pulau Ternate 37,23 16.039 431 Moti 24,80 4.803 194 Pulau Batang 29,04 2.715 93 Dua Pulau Hiri 6,70 2.986 446 Ternate selatan 16,98 69.589 4.098 Ternate Tengah 10,85 56.844 5.239 Ternate Utara 14,38 49.752 3.460 Jumlah 139,98 202.728 1.448 Sumber : Kota Ternate Dalam Angka, 2014
Berdasarkan tabel 4.2 kepadatan penduduk geografis di Kota Ternate sebesar 1.448 jiwa/km2. Hal ini berarti setiap 1 km2 terdapat 1.448 jiwa yang menetap di Kota Ternate. Dengan demikian dapat diketahui bahwa kepadatan penduduk di kota Ternate tergolong dalam kriteria sangat padat.
2.2 Struktur Penduduk Menurut Jenis Kelamin Struktur penduduk menurut jenis kelamin menunjukkan perbedaan jumlah antara laki-laki dan perempuan di Kota Ternate. Struktur Struktur Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kota Ternate Tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 4.3.
26
Tabel 4.3 Struktur Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kota Ternate Tahun 2013 Jenis kelamin Jumlah (jiwa) Presentase (%) Laki-Laki 103.031 50,82 49,17 Perempuan 99.697 jumlah 202.728 100,00 Sumber : Kota Ternate Dalam Angka, 2014
Berdasarkan tabel 4.3 jumlah penduduk secara keseluruhan terdapat 202.728 jiwa terdiri dari atas laki-laki 103.031 jiwa dan perempuan 99.697 jiwa. Berdasarkan struktur penduduk menurut jenis kelamin, maka dapat dihiutng Rasio Jenis Kelamin (Sex Ratio), dengan rumus: SR = SR = 103,34 Kalau dilihat dari jumlah penduduk menurut jenis kelamin, penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan. Hal ini dapat ditunjukkan oleh sex ratio yang nilainya lebih besar dari 100. Pada tahun 2013 untuk setiap 100 penduduk perempuan terdapat 103 penduduk laki-laki. Hal ini berpengaruh pada ketenagakerjaan yang terdapat pada suatu wilayah berdasarkan jenis kelamin.
2.3Struktur Penduduk Menurut Umur Struktur penduduk berdasarkan umur dapat digunakan untuk memudahkan dalam mengukur banyaknya angkatan kerja dan besarnya angka ketergantungan penduduk. Struktur umur di Kota Ternate dapat dilihat pada tabel 4.4
Tabel 4.4 Struktur Penduduk Menurut Umur di Kota Ternate Tahun 2013 Kelompok Umur (tahun) Jumlah (jiwa) Presentase (%) 0-14 57.170 28,20 15-64 142.754 70,42 >64 2.804 1,38 Jumlah 202.728 100,00 Sumber : Kota Ternate Dalam Angka, 2014
Berdasarkan tabel 4.2 maka diperoleh angka ketergantungan di Kota Ternate tahun 2013 yaitu: Angka Ketergantungan :
27
Jumlah penduduk usia 0−14+Jumlah penduduk usia 60 ke atas
= =
Jumlah penduduk usia 15−59 57.170+2.804 142.754
x 100%
= 42,01%
Angka ketergantungan di Kota Ternate pada tahun 2013 sebesar 42,01%. Hal ini menunjukkan setiap 100 penduduk produktif harus menanggung 42 penduduk non produktif. Makin besar rasio ketergantungan, makin besar beban yang ditanggung oleh kelompok usia produktif dalam memenuhi kebutuhan golongan non produktif.
2.4 Struktur Penduduk Menurut Ketenagakerjaan Struktur penduduk menurut mata pencaharian merupakan pengelompokkan penduduk usia 15 tahun keatas berdasarkan pekerjaan utamanya dan jenis kelamin. Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa mayoritas penduduk di Kota Ternate bekerja pada sektor Perdagangan, Rumah Makan, Akomodasi Jasa sebesar 33,84%. Dengan melihat jumlah serapan tenaga kerja, maka dapat diketahui bahwa sektor Perdagangan, Rumah Makan, Akomodasi Jasa merupakan salah satu sektor penyumbang terbesar dalam pembangunan Kota Ternate. Sementara pada sektor pertanian menyerap tenaga kerja sebesar 9,62%, sektor pertanian sendiri masih menjadi pekerjaan sampingan diluar pekerjaan utama masyarakat kota Ternate pada umumnya. Jumlah penduduk usia 15 tahun keatas yang bekerja menurut jenis lapangan pekerjaan utama dan jenis kelamin di Kota Teranate disajikan pada Tabel 4.5
Tabel 4.5 Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Menurut Jenis Lapangan Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin Jumlah Lapangan Pekerjaan Utama Perempuan Laki-Laki Penduduk Pertanian 10,76 7,31 9,62 Industri 1,37 1,35 1,36 Perdagangan, Rumah Makan, 25,48 50,39 33,84 Akomodasi Jasa Jasa 28,74 37,72 31,71 Lainnya 33,65 2,83 23,46 Total 100,00 100,00 100,00 Sumber : Kota Ternate Dalam Angka, 2014
Penduduk Ternate paling banyak bekerja di sektor jasa. Karena banyaknya lapangan usaha yang berada di sektor ini misalnya saja sebagai Pegawai Negeri Sipil
28
(PNS), bengkel, salon, dan sektor jasa lainnya. Sedangkan sektor yang paling sedikit digeluti oleh penduduk Ternate adalah sektor listrik, gas, dan air, karena potensi kota Ternate di sektor ini tidak sebesar sektor lainnya. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup potensial di wilayah Kota Ternate. Meskipun tidak memiliki lahan sawah, tetapi lahan tanaman bahan makanan pokok lainnya seperti ubi kayu dan jagung relatif
luas di wilayah ini. Selain itu tanaman perkebunan pun
banyak diusahakan di Kota Ternate karena sejak zaman kolonial dulu kota Ternate terkenal sebagai penghasil rempah-rempah. Karena potensi pertanian inilah maka pemerintah berusaha untuk melaksanakan berbagai program dan kebijakan agar sektor
ini
terus
berkembang
dan
dapat mensejahterakan masyarakat yang
mengusahakannya.
B. Keadaan Pertanian Kota Ternate 1. Tanaman Pangan Di kota Ternate tanaman pangan yang memiliki luas lahan cukup besar yaitu jagung dan ubi kayu. Kedua jenis tanaman ini diminati oleh masyarakat Kota Ternate sebagai makanan utama selain nasi. Tahun 2013 luas panen jagung adalah 129,350 Ha yang berarti turun 11,79% dari tahun 2012 dengan luas 146,64 Ha. Sedangkan untuk tanaman kacang tanah tahun 2013 memiliki luas panen 28,35 Ha, angka ini turun 24,02% dibandingkan tahun 2012 yang luas panennya 37,31 Ha. Karena kedua komoditi ini memiliki luas panen yang lebih kecil dari tahun 2012 maka produksinya pun menurun dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2013 produksi jagung sebesar 222,23 ton sedangkan pada tahun 2012 sebesar 248,58
ton. Untuk kacang
tanah produksi tahun 2013 sebesar 12,98 ton sedangkan tahun 2012 sebesar 12,64 ton.
29
Tabel 4.6 Luas Tanam dan Produksi Tanaman Pangan di Kota Ternate Tahun 2013 Luas Panen Rata-Rata Produksi Jenis Tanaman (ha) Produksi (ton) (ton) Jagung 129,35 222,23 1,72 Ubi Kayu 321,60 1375,70 4,28 Ubi Jalar 22,14 34,35 1,55 Kacang Tanah 28,35 12,98 0,46 Sumber : Kota Ternate Dalam Angka, 2014
2. Tanaman Perkebunan Tanaman perkebunan yang paling banyak diusahakan oleh masyarakat Kota Ternate adalah Kelapa, cengkih dan Pala. Tanaman perkebunan ini ada yang berumur puluhan tahun, karena sejak zaman penjajahan dahulu kala tanaman perkebunan ini memang sudah diusahakan oleh masyarakat kota Ternate. Pada tahun 2013 produksi perkebunan untuk kelapa adalah 272 ton, cengkih 382 ton dan pala sebesar 1.407 ton.
Tabel 4.7 Luas Tanaman Menghasikan , Luas Tanaman Belum Menghasilkan dan Produksi Tanaman Perkebunan di Kota Ternate Jenis Luas Tanaman Luas Tanaman Belum Tanaman Menghasilkan (ha) Menghasilkan (ha) Produksi (ton) Kelapa 1737 503 272 Coklat 43 4 8 Cengkih 1378 248 382 Pala 657 327 1407 Lada 0 0 0 Kayu Manis 66 3 1 Vanili 0 0 0 Sumber : Kota Ternate Dalam Angka, 2014
3. Tanaman Hortikultura Tanaman hortikultura terdiri dari tanaman sayur-sayuran , buah-buahan , tanaman obat dan tanaman hias. Tanaman hortikultura yang dibudidayakan di Kota Ternate menurut data BPS tahun 2013 terdapat 3 tanaman buah sayur utama yaitu ketimun, terung dan kangkung. Produksi tanaman sayuran yang paling besar adalah ketimun dengan produksi sebesar 62,23 ton diikuti oleh tanaman terung sebesar 29,50 dan tanaman kangkung sebesar 21,68 ton. Gambaran produksi nya dapat dilihat pada tabel 4.8. 30
Tabel 4.8 Produksi Tanaman Sayur di Kota Ternate Tahun 2013 Jenis Tanaman Produksi (ton) Ketimun 62,23 Terung 29,50 Kangkung 21,68 Sumber : Kota Ternate Dalam Angka, 2014
Produksi tanaman buah paling besar di kota Ternate adalah pisang dengan total produksi pada tahun 2013 sebesar 981,39 ton diikuti oleh tanaman nanas sebesar 26,60 ton dan yang paling kecil adalah tanaman alpokat yaitu sebesar 27,40 ton. Gambaran produksi tanaman buah dapat dilihat pada tabel 4.9.
Tabel 4.9 Produksi Tanaman Buah di Kota Ternate Tahun 2013 Jenis Tanaman Produksi (ton) Pisang 981,39 Nanas 26,60 Alpokat 27,40 Sumber : Kota Ternate Dalam Angka, 2014
31
BAB V PROFIL SAMPEL PENELITIAN
A. Identitas Produsen Produsen adalah produsen biji pala yang memproduksi untuk dijual kepada pedagang, baik pedagang besar, agen maupun pedagang kecil. Identitas produsen merupakan latar belakang keadaan produsen yang menentukan tingkat tanggapan produsen terhadap aspek-aspek kehidupan sehari-hari. Identitas produsen meliputi umur produsen, tingkat pendidikan, tempat penjualan, dan cara pembayaran. Dalam hal ini, peneliti mengambil sampel produsen sebanyak 63 orang yang diambil di Kota Ternate.
1.
Identitas Produsen Menurut Umur Identitas menurut usia diperlukan untuk mengetahui usia produktif dan tidak
produktif. Berdasarkan usianya, struktur penduduk digolongkan menjadi: a) Golongan penduduk belum produktif
: 0 -14 tahun
b) Golongan penduduk produktif
: 15-64 tahun
c) Golongan penduduk tidak produktif
:>64 tahun
Identitas produsen biji pala menurut umur dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1 Identitas Produsen Biji pala Menurut Umur di Kota Ternate Tahun 2015 Usia Presentase (%) Jumlah 0-14 0 0 15-64 53 84,13 >64 10 15,87 Jumlah 63 100,00 Sumber : Analisis Data Primer 2015
Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa produsen biji pala di Kota Ternate dalam melakukan usaha produksinya berada dalam usia produktif yaitu sebesar 84,13% dan dalam usia tidak produktif sebesar 15,87% hal ini menunjukkan bahwa kemampuan kerja produsen masih tinggi karena usia berpengaruh terhadap kemampuan kerja. Produsen Pala rata-rata menjalankan usaha secara turun menurun.
32
2.
Identitas Produsen Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan berpengaruh pada cara berpikir dalam mengambil tindakan
dan kemampuan untuk meningkatkan hasil panennya. Semakin tinggi tingkat pendidikannya, semakin tinggi pula pola pikir rasional dan daya nalarnya sehingga kemapuan produsen dalam menerima informasi dan teknologi baru yang menunjang keberhasilan usaha mereka semakin tinggi pula. Distribusi produsen pala menurut tingkat pendidikan di Kota Ternate dapat dilihat pada tabel 5.2
Tabel 5.2 Identitas Produsen Menurut Tingkat Pendidikan di Kota Ternate tahun 2015 Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Presentase (%) Tidak sekolah 2 3,17 SD/sederajat 37 58,73 SMP/Sederajat 11 17,46 SMA/Sederajat 9 14,29 Perguruan Tinggi 4 6,35 Jumlah 63 100,00 Sumber : Analisis Data Primer 2015
Berdasarkan Tabel 5.2 dapat dilihat sebagian besar Produsen Biji pala berpendidikan Sd/sederajat yaitu sebanyak 37 jiwa atau 58,73%. Sementara untuk tingkat pendidikan smp/sederajat sebanyak 11 jiwa atau 17,46%, sma/sederajat sebanyak 9 jiwa atau 14,29%, Perguruan Tinggi sebanyak 4 jiwa atau 6,35% dan tidak sekolah sebnyak 2 jiwa atau 3,17%. Pendidikan formal yang masih rendah dapat dikaitkan dengan teknik budidaya tanaman pala yang masih tradisional dengan teknologi sederhana dan umumnya usaha turun menurun sehingga produsen pala pada umumnya hanya melanjutkan usaha pertaniannya secara turun temurun. Sementara kegiatan budidaya umumnya dilakukan dengan bimbingan dinas setempat yang dibentuk secara formal melalui kelompok tani dan dengan ijin resmi.
3.
Identitas Produsen Menurut Alasan Menjual Hasil Dalam menjual hasil produksi produsen biji pala rata-rata untuk hasil panen
besar yang telah dijemur/dikeringkan dan sebagian produsen menyortir biji pala untuk dijual langsung ke pedagang besar sementara sebagian kecil hasil panen dijual ke pedagang kecil untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti untuk membeli
33
kebutuhan pangan dan biaya pendidikan anaknya, biasanya biji pala dalam keadaan basah atau belum dijemur. Kebiasaan produsen dalam menjual
meliputi tempat
penjualan, alasan penjualan, dan cara penjualan dapat dilihat pada tabel 5.3.
Tabel 5.3 Identitas Produsen Menurut Alasan Menjual Biji pala di Kota Ternate Tahun 2015 Penjualan Jumlah Presentase Tempat Penjualan a. Di tempat penjual 0 0 b. Di tempat pembeli 63 100,00 c. Di pasar 0 0 Jumlah 63 100,00 Alasan Penjualan a.Lokasi dekat
0
0
b.Memenuhi pesanan
0
0
c. Kebutuhan
63
100,00
Jumlah
63
100,00
a.Tunai
63
100,00
b. Bayar di belakang
0
0
Jumlah
63
100,00
Cara Pembayaran
Sumber : Analisis Data Primer 2015
Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa lokasi penjualan dilakukan di tempat pembeli atau pedagang baik besar maupun kecil. Hal ini dikarenakan transportasi yang mudah dan untuk memenuhi kebetuhan mereka, selain itu menyesuaikan dengan hasil panen yang telah siap dijual baik kering maupun basah. Sehingga produsen rata-rata menjual hasilnya secara berkala sekitar 5-7 hari tergantung dari hasil panennya. Cara pembayaran dilakukan secara tunai oleh para pedagang, cara ini lebih aman dari resiko rugi akibat hutang tidak dibayar dan untuk mendapat kepercayaan dari produsen yang menjual langsung untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
34
B. Identitas Pedagang Profil sampel pedagang biji pala adalah identitas pedagang
yang dijadikan
sampel dalam penelitian. Pembagian identitas pedagang didasarkan menurut umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan lama usaha. Pedagang merupakan lembaga tata niaga yang berperan dalam penjualan dari produsen ke konsumen akhir. Penelitian dilakukan terhadap 7 pedagang yang terdiri dari pedagang besar dan pedagang kecil.
1.
Identitas Pedagang Menurut Umur dan Jenis Kelamin Identitas pedagang
meliputi umur dan jenis kelamin dapat dikelompokkan
berdasarkan tabel berikut ini:
Tabel 5.4. Identitas Pedagang Biji pala Menurut Umur dan Jenis Kelamin di Kota Ternate Tahun 2015 Jenis Kelamin Usia (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%) Laki-Laki Perempuan 0-15 0 0 0 0 15-64 4 3 7 100,00 >64 0 0 0 0 Jumlah 4 3 7 100,00 Sumber: Analisis Data Primer 2015
Dari tabel 5.4 dapat terlihat bahwa semua pedagang berada pada usia produkif, hal ini menunjukkan bahwa perdagangan
dapat dijadikan salah satu sumber mata
pencaharian yang dapat diandalkan. Dilihat dari jenis kelamin pedagang komoditas hampir sama jumlahnya antara laki-laki dan perempuan, hal ini menunjukkan bahwa usaha komoditas tidak hanya bisa dilakukan oleh ke keluarga atau biasanya yang berjenis kelamin laki-laki tetapi bisa dilakukan oleh perempuan juga, hal tersebut diakibatkan karena perdagangan komoditas masih menjadi andalan bagi masyarakat di Kota Ternate.
2. Identitas Pedagang Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan pedagang biji pala merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam menjalankan usaha perdagangan terutama kemampuan berpikir
35
pedagang untuk mengembangkan pemasaran biji pala dan pengelolaan dalam penjualannya. Tingkat pendidikan pedagang Pala di Kota Ternate dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut ini :
Tabel 5.5 Identitas Pedagang Biji pala menurut Tingkat Pendidikan di Kota Ternate Tahun 2015 Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Presentase (%) Tidak sekolah 0 0 SD/sederajat 1 14,28 SMP/Sederajat 0 0 SMA/Sederajat 5 71,44 Perguruan Tinggi 1 14,28 Jumlah 7 100,00 Sumber : Analisis Data Primer 2015
Berdasarkan tabel 5.5 diatas dapat dilihat sebagian besar pedagang biji pala memiliki tingkat pendidikan yang baik,sebagian besar berpendidikan Sma/sedarajat yaitu sebanyak 5 orang (71,44%), sementara 1 orang berpendidikan sd/sedarajat dan 1 orang berpendidikan perguruan Tinggi. Tingkat pendidikan berpengaruh dalam kemampuan para pedagang dalam menjalankan usahanya dan meningkatkan pemasaran pala.
3. Identitas Pedagang Menurut Pengalaman Usaha Lama usaha menunjukkan kemampuan pedagang bertahan dalam persaingan pasar. Tabel 5.6. menunjukkan lama usaha sampel pedagang biji pala.
Tabel 5.6 Identitas Pedagang Biji pala Menurut Pengalaman Usaha di Kota Ternate Tahun 2015 Lama Berdagang Jumlah (Orang) Persentase (%) 0-5 2 0,00 5-10 1 25,00 >10 4 75,00 Jumlah 7 100,00 Sumber: Analisis Data Primer 2015
36
Dari tabel 5.6 diatas dapat dilihat bahwa pedagang biji pala telah melakukan usahanya selama lebih dari 10 tahun hal tersebut terlihat bahwa para pedagang melakukan usahanya turun-temurun. Sementara pedagang pala yang baru memiliki pengalaman <10 tahun tertarik karena peluang untuk usaha pala yang mengutungkan karena hampir sepanjang tahun berbuah dengan periode panen besar sebanyak 3 kali dalam setahun. Kendala yang sering dihadapi oleh pedagang biji pala adalah
persaingan
pedagang besar yang terletak dalam satu kecamatan untuk memenuhi kuota pengiriman pala ke pedagang eksportir di luar pulau seperti Surabaya, manado dan bitung. Selain itu untuk menjaga mutu biji pala agar berkualitas baik dari petani harus dilakukan penyortiran secara langsung dikarenakan petani pala yang masih mengushakan lahannya dengan cara sederhana dan tradisional turun temurun.
4. Identitas Pedagang Menurut Sumber Modal Dalam menjalankan usaha dagang, modal merupakan faktor yang memperlancar atau mempengaruhi usaha. Banyak sedikitnya modal yang dimiliki akan menentukan kelancaran serta baik buruknya usaha dagang yang dijalankan. Modal terdiri dari modal pribadi, patungan dengan pihak lain, maupun seluruhnya berasal dari kredit atau pinjaman yang berasal dari Bank, KUD, atau perorangan.
Tabel 5.7. Identitas Pedagang Biji pala Menurut Sumber Modal di Kota Ternate Tahun 2015 Modal Jumlah (orang) Persentase (%) Pribadi 2 28,57 Patungan dengan pihak lain Kredit atau Pinjaman Jumlah Sumber: Analisis Data Primer 2015
0 5 7
0,00 71,43 100,00
Dari tabel 5.7 dapat diketahui bahwa dalam menjalankan usaha dagang biji pala pedagang menggunakan modal pribadi yaitu sebanyak 2 orang atau sebesar 28,57, serta terdapat 5 pedagang atau sebesar 71,43% yang menggunkan kredit dari bank, hal tersebut biasanya dikarenakan usaha dagang pedagang tersebut sudah berskala lebih besar dan membutuhkan modal yang besar juga. Usaha biji pala membutuhkan modal 37
yang cukup besar dikarenakan para pedagang besar melakukan pengiriman antar pulau dan memenuhi pesanan dari ekportir antar pulau tersebut. Sehingga kuota pembelian pala dari petani pun cukup tinggi, dalam setahun pedagang melakukan pengiriman setiap bulannya.
38
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Lembaga Pemasaran Lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang melaksanakan kegiatan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen sampai kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Tugas dari lembaga pemasaran ini adalah menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Lembaga pemasaran Biji pala yang digunakan dalam jalur pemasaran dari produsen ke konsumen adalah:
1. Produsen Produsen biji pala di Kota Ternata rata-rata tidak mengeluarkan biaya usaha tani, hal ini dikarenakan biji pala yang diusahakan merupakan warisan dan seperti tanaman tahunan lainnya biaya usahatani hanya dikeluarkan pada saat penanaman awal. Untuk tanaman biji pala sendiri proses produksi berlangsung lama usia tanam lebih dari 80 tahun. Produsen adalah pengusaha atau pelaku pemasaran yang paling pertama dalam rantai pemasaran biji pala, produsen yang melakukan proses produksi mulai dari tanam hingga panen. Dalam pemasaran biji pala di Kota Ternate, petani menjual hasilnya tergantung dengan kebutuhan dan hasil panennya. Panen besar dilakukan 3 kali dalam setahun yaitu sekitar bulan Februari, Juni dan Oktober sementara tanaman pala tetap berproduksi sepanjang tahun, petani biasanya menjual langsung ke pedagang besar ketika jumlah panen melebihi 1kg dengan kualitas biji pala yang telah dijemur/kering , sementara untuk kebutuhan yang mendadak seperti untuk membeli kebutuhan sehar-hari (beras, gula atau rokok) atau jumlah panen kecil petani lebih memilih menjual ke pedagang kecil di desa biasanya jumlahnya <1kg dan masih dalam keadaan biji pala basah/belum dijemur. Dalam menjual biji pala, produsen bebas memilih saluran pemasaran yang dianggap paling menguntungkan. Cara pembayaran yang diterima oleh produsen pada umumnya secara tunai (nota) dari pedagang.
39
Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh produsen adalah fungsi pertukaran, berupa penjualan, pengadaan fisik berupa pengangkutan produk ke pedagang. Sedangkan ada sebagian yang lain juga melakukan fungsi pengadaan fisik tambahan berupa penjemuran biji pala dan penyortiran.
2. Kelompok Tani Kelompok tani biji pala di kota Ternate sebagian besar adalah kelompok tani pembibitan biji pala yang merupakan pembinaan dari dinas pertanian kota Ternate. Salah satunya adalah kelompok tani usaha bersama yang di ketuai oleh Drs Rajab. Kelompok tani usaha bersama adalah kelompok tani yang didirikan tahun 2005 yang beranggotakan 10 orang petani di desa Moya , kecmatan Ternate Tengah. Selain usaha penjualan Biji pala, kelompok tani ini juga memberikan modal/pinjaman kepada anggotanya yang membutuhkan baik untuk kebutuhan sehari-hari ataupun untuk usaha dalam pertaniannya. Kelompok Tani Usaha Bersama melaksanakan kegiatan pemasaran dari hasil panen anggotanya, kemudian dibeli oleh kelompok tani usaha bersama, biji pala yang masuk ke kelompok tani, kemudian disortir berdasarkan kualitas biji pala tersebut sebelum dijual ke pedagang besar. Biasanya jika kelompok tani menjual hasil biji pala dalam jumlah besar maka harga bisa di negosiasi lebih tinggi sedikit dari harga pasar. Kelompok tani usaha bersama tidak mengikat anggotanya untuk menjual biji pala melalui kelompok tergantung oleh kebutuhan dan hasil panen biji pala anggotanya, jika panen anggotanya dalam jumlah besar maka mereka lebih memilih menjual langsung ke pedagang besar. Fungsi pemasaran yang dilakukan yaitu fungsi pertukaran meliputi pembelian dan penjualan, fungsi fisik meliputi penyimpanan, penjemuran dan penyortiran serta fungsi penyedia sarana (pelancar) meliputi penyediaan informasi pasar, standarisasi dan koordinasi saluran pemasaran.
3. Pedagang Besar Peran pedagang besar dan pedagang kecil dalam saluran pemasaran ini tidaklah berbeda jauh mereka sama-sama menjadi penyalur produk untuk dijual kepada pedagang lain. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan tidak jauh beda, yaitu fungsi
40
pertukaran (pembelian & penjualan) terdapat sedikit perbedaan pada pedagang pedagang dalam saluran ini melakukan fungsi fisik yaitu penyortiran biji pala sesuai dengan standar pedagang eksportir. Pedagang besar memiliki ikatan dengan pedagang antar pulau dalam memasarkan hasil bumi. Biji pala merupakan salah satu hasil bumi utama yang dikirim ke pedagang antar pulau seperti manado, bitung dan Surabaya. Pedagang besar di Kota Ternate melakukan pengiriman menggunakan kapal barang melalui pelabuhan Ahmad Yani , Ternate. Menurut data dari dinas pertanian Pengiriman biasanya dilakukan sebulan sekali dengan jumlah rata-rata >10 ton biji pala
4. Pedagang Kecil Pedagang kecil atau kecil adalah pedagang yang membeli produknya langsung dari produsen untuk dijual kepada pedagang besar yang terdapat di beberapa pasar. Produsen biji pala biasanya menjual dalam jumlah yang kecil , kurang dari 1 kg ke pedagang kecil dan dalam kondisi biji pala yang masih basah atau campur dengan biji kering, kemudian pedagang kecil menyortir kembali biji pala yang akan dijual atau dijemur terlebih dahulu. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang besar yaitu fungsi pertukaran meliputi pembelian dan penjualan, fungsi fisik tertentu meliputi kecilan dan penyimpanan, serta fungsi penyedia sarana (pelancar) meliputi penyediaan informasi pasar dan koordinasi saluran pemasaran.
B. Saluran Pemasaran Biji pala dari produsen untuk sampai ke konsumen akhir melalui beberapa tahapan. Pada pemasaran biji pala dijumpai beberapa macam saluran pemasaran. Saluran pemasaran yang dipakai berbeda antara produsen yang satu dengan produsen yang lain. Setiap produsen bebas menentukan saluran pemasaran yang akan digunakan agar produk mereka bisa sampai ke konsumen. Dalam hal ini biji pala dari produsen menuju konsumen akhir dalam bentuk beras melalui tahapan-tahapan yang melibatkan beberapa lembaga pemasaran. Penyampaian barang dari produsen hingga konsumen akhir ini menggunakan saluran pemasaran yang beragam tergantung dari jumlah pedagang perantara yang terlibat.
41
Dalam penelitian ini terdapat empat saluran pemasaran yang biasa dilalui untuk sampai ke konsumen. Saluran pemasaran biji pala dalam penelitian didapatkan sebagai berikut: I.
Produsen-Pedagang Besar-Pedagang antar pulau
II.
Produsen-Pedagang kecil-Pedagang Besar- Pedagang antar pulau
III.
Produsen-Kelompok Tani-pedagang Besar-Pedagang antar pulau Dalam penelitian, dari 63 sampel produsen biji pala, produsen yang terlibat pada
setiap saluran pemasaran I terdiri dari 44 produsen merupakan saluran pemasaran pendek, saluran pemasaran II terdiri dari 11 produsen merupakan saluran pemasaran panjang, saluran pemasaran III terdiri dari 8 produsen merupakan saluran pemasaran panjang. Persentase produsen pada setiap saluran pemasaran dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 6.1 Jumlah Sampel Produsen yang Terlibat Dalam Setiap Saluran pada Pemasaran Biji pala di Kota Ternate jumlah Produsen Presentase saluran pemasaran I. Produsen-Pedagang Besar-Pedagang antar 44 69,84% pulau II. Produsen-Pedagang kecil-Pedagang Besar11 17,46% Pedagang antar pulau III. Produsen-Kelompok Tani-pedagang Besar8 12,70% Pedagang antar pulau 63 100,00 Jumlah Sumber : Analisis Data Primer 2015 1. Saluran Pemasaran I (pendek) Pada saluran pemasaran yang pertama yaitu Produsen Biji pala-Pedagang BesarPedagang Antar Pulau terdapat 44 orang produsen atau sebesar 69,84% merupakan salah satu saluran yang terbanyak terjadi pada pemasaran biji pala di kota Ternate. Produsen memilih jalur ini dikarenakan sudah lama menggunakan jalur pemasaran ini, transportasi mudah untuk membawa hasil panen ke pasar dan ketika pada panen besar ataupun panen yang jumlahnya lebih dari 1 kg, produsen akan memilih menjual langsung ke pedagang besar. Pada saluran ini produsen biji pala menjual langsung ke pedagang besar di pasar kemudian dari pedagang besar dijual kembali ke ekportir antar pulau di daerah Bitung, Manado dan Surabaya melalui pelabuhan Ahmad Yani, Kota Ternate. Produsen menjual
42
dalam bentuk biji pala kering yang harga jualnya di tentukan oleh pasar dalam hal ini pedagang besar. Sebelum dipasarkan biasanya produsen mengumpulkan hasil panen dalam jumlah besar kemudian dijemur hingga kering dan disortir untuk mendapatkan kondisi biji pala yang baik.
2. Saluran Pemasaran II (panjang) Pada saluran kedua yaitu Produsen-Pedagang kecil-Pedagang Besar- Pedagang antar pulau terdapat 11 produsen atau sebesar 17,46% yang melalui saluran pemasaran ini. Saluran kedua ini dipilih oleh produsen biji pala pada kondisi tertentu seperti hasil panen rendah, untuk kebutuhan mendadak atau harian, sehingga para produsen dapat menjual langsung hasil produksinya untuk memenuhi kebutuhannya dan tidak diperlukan biaya transportasi karena pedagang kecil berada dalam satu desa dengan produsen biji pala. Pedagang kecil biasanya menampung kembali hasil panen yang dijual oleh produsen biji pala, karena produsen biji pala menjual dalam bentuk biji pala campur yaitu sebagian basah/belum dijemur dan sebagian kering. Pedagang kecil melakukan proses penyortiran dan mengumpulkan hasil panen produsen biji pala karena mereka menjual tidak terlalu banyak dibawah 1 kg serta diperlukan proses penjemuran lagi hingga kering.
3. Saluran Pemasaran III (panjang) Pada saluran ketiga yaitu Produsen-Kelompok Tani-pedagang Besar-Pedagang antar pulau terdapat 8 orang produsen atau sebesar 12,70% yang melalui saluran pemasaran ini. Saluran ini dipilih oleh produsen karena memiliki hubungan antara sesama anggota kelompok tani. Keberadaan kelompok tani dalam memasarkan biji pala merupakan suatu keuntungan karena kelompok tani berguna bagi petani dalam hal meringankan beban petani untuk pemberian pinjaman atau kegiatan kelompok tani lainnya seperti penyuluhan oleh dinas setempat mengenai cara pembibitan tanaman pala. Kebanyakan kelompok tani yang ada di kota Ternate merupakan kelompok tani pembibitan sementara untuk pemasaran hasil dan panen masih dilakukan secara individu oleh anggotanya.
43
Produsen biji pala yang menjual ke kelompok tani adalah anggota tetap dari kelompok tani usaha bersama. Kelompok tani bertugas mengumpulkan dan mendata jumlah penjualan dari masing-masing anggota kelompok tani yang menjual melalui kelompok tani kemudian di jual ke pedagang besar di pasar. Harga biasanya ditentukan oleh pedagang besar tergantung harga pasar yang berlaku, jika jumlah panen yang dijual besar biasanya dilakukan negosiasi harga. C. Margin Pemasaran Marjin pemasaran adalah perbedaan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir untuk suatu produk dengan harga yang diterima produsen untuk produk yang sama. Biaya dan keuntungan tercakup dalam margin pemasaran. Besarnya margin pemasaran dalam setiap saluran berbeda-beda, hal ini disebabkan lembaga pemasaran yang digunakan sebagai perantara juga berbeda, serta biaya dan keuntungan yang diperoleh masing-masing lembaga pemasaran juga berbeda. Pedagang perantara yang terlibat dalam pemasaran biji pala di kota Ternate adalah pedagang besar, pedagang kecil, kelompok tani dan pedagang antar pula (eksportir). Produsen biji pala merupakan lembaga pemasaran yang bukan pedagang perantara, sehingga biaya dan keuntungan pemasaran di tingkat produsen bukan merupakan komponen marjin pemasaran. Margin pemasaran biji pala pada penelitian ini dihitung berdasarkan harga dan biaya pada saat penelitian berlangsung. Margin pemasaran biji pala dihitung dengan menggunakan satuan kg. Margin pemasaran biji pala setiap saluran pemasaran dapat dilihat pada tabel 6.2.
44
Tabel 6.2 Rata-rata Margin Pemasaran Biji Pala di kota Ternate Saluran Pemasaran Lembaga Pemasaran I II Petani Harga jual (Rp/kg) 75.000 31.000 Kelompok Tani Harga beli (Rp/kg) Harga jual (Rp/kg) Margin (Rp/kg) Pedagang Kecil Harga beli (Rp/kg) 35.727,27 Harga jual (Rp/kg) 75.000 Margin (Rp/kg) 39.272,73 Pedagang Besar Harga beli (Rp/kg) 75.000 75.000 Harga jual (Rp/kg) 110.000 110.000 Margin (Rp/kg) 35.000 35.000 Pedagang Antar Pulau Harga beli (Rp/kg) 110.000 110.000 Harga jual (Rp/kg) Margin (Rp/kg) TOTAL MARGIN 35.000 74.272,73 Sumber : Analisis Data Primer 2015
III 72.250 72.250 75.000 2.750
75.000 110.000 35.000 110.000
37.750
Tabel 6.2 menunjukkan bahwa rata-rata marjin pemasaran yang terbesar adalah pada saluran pemasaran II (panjang) yaitu Rp 74.272,73per kg dan yang terkecil adalah pada saluran pemasaran I. Pada saluran pemasaran I (pendek) nilai total margin pemasaran per kg adalah Rp 35.000 Pada saluran pemasaran I (pendek) margin pemasaran sangat kecil dibandingkan saluran yang lain. Hal ini dikarenakan produsen Biji pala mengolah sendiri biji pala nya dan menjual langsung ke pedagang besar di pasar. Produsen biji pala mendapatkan keuntungan lebih banyak ketika menjual biji pala dengan volume besar dan memiliki kualitas yang telah di sortir. sehingga petani bisa melakukan negosiasi dengan pedagang besar. Pada saluran pemasaran II (panjang) merupakan saluran pemasaran panjang yang melibatkan pedagang kecil dan pedagang besar. Sehingga margin total pada saluran pemasaran ini cukup tinggi sekitar Rp 74.272,73 , hal ini dikarenakan pedagang kecil membeli dari petani dengan harga yang rendah dan menjual kembali sesuai dengan
45
harga pasar yang berlaku. Harga jual yang murah ini disebabkan Kualitas dan kondisi biji pala yang dijual oleh pedagang kecil bervariasi, produsen biji pala menjual nya tanpa di jemur ataupun di sortir terlebih dahulu. Saluran pemasaran III (panjang) marjin pemasaran total per kg biji pala adalah Rp 37.750, lebih besar dari saluran pemasaran I, hal dikarenakan produsen menjual melalui kelompok tani terlebih dahulu, kemudian ke pedagang besar. Kelompok tani membantu menyalurkan hasil panen petani ke pedagang sehingga biaya pemasarannya lebih rendah di bandingkan petani menjualnya sendiri. Selain itu kualitas biji pala yang ditawarkan pun lebih baik karena telah disortir sebelum di jual ke pedagang besar. Kondisi biji pala yang baik dan volume penjualan yang besar berpengaruh pada harga jual ke pedagang besar. Pada ketiga saluran pemasaran tersebut pedagang besar sebagai penentu harga biji pala di saluran pemasaran yang ada di Kota Ternate. Keuntungan paling besar juga didapat oleh pedagang besar yang menjual biji pala ke pedagang di luar daerah atau ekportir. Harga penjualan yang tinggi oleh pedagang besar disebabkan karena biaya pemasaran yang tinggi juga seperti biaya transportasi antar pulau, bongkar muat, retribusi, biaya tenaga kerja untuk perawatan, penyortiran dan pendataan biji pala yang masuk. Pedagang antar pulau adalah pedagang yang akan mengekspor biji pala ke luar negeri atau ke konsumen secara langsung. Pedagang besar dan pedagang antar pulau memiliki kesapakatan dalam volume pengiriman sehingga pedagang besar akan membayar lebih mahal atau bernegosiasi dengan lembaga pemasaran lain yang menjual biji pala dengan volume tinggi. Berikut ini adalah hasil pengujian independent test antara margin pada setiap saluran 1, saluran 2 dan saluran 3.
Tabel 6.3 Analisis Independent test Margin Saluran Antar Saluran 1 dan Saluran 2 t-test for Equality of Means margin saluran
t
Sig. (2tailed)
Df
saluran1 (pendek) dan -12.223 11.860 saluran2 (panjang) Sumber : Analisis Data Primer 2015
46
.000
Mean Difference
Std.Error Difference
-22261.96822
1821.35725
Pada tabel 6.3 hasil pengujian independent test margin saluran 1 (pendek) dan saluran 2 (panjang) di dapat nilai signifikansi 0,00 sehingga kedua saluran ini secara signifikan berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil ini menolak hipotesis nihil (H0) dan menerima hipotesis yang menyatakan bahwa margin saluran 1(pendek) tidak sama dengan margin saluran 2 (panjang). Saluran 1 merupakan saluran pendek sehingga harga jual pada petani ke pedagang memiliki selisih yang lebih sedikit daripada saluran 2 yang merupakan saluran pemasaran panjang. Semakin panjang saluran pemasaran maka margin yang dihasilkan pun semakin besar. Perbedaan tingkat harga jual pada masing-masing lembaga pemasaran di sebabkan oleh perbedaan biaya yang dikeluarkan pada masing-masing lembaga pemasaran.
Tabel 6.4 Analisis Independent test Margin SaluranAntar Saluran 1 dan Saluran 3 t-test for Equality of Means Margin Saluran t saluran1 (pendek) dan -20.493 saluran 3(panjang) Sumber : Analisis Data Primer 2015
Df
Sig. (2tailed)
43.000 .000
Mean Difference
Std.Error Difference
-7193.18182
351.00878
Pada tabel 6.4 hasil pengujian independent test margin saluran 1 (pendek) dan saluran 3 (panjang) di dapat nilai signifikansi 0,00 sehingga kedua saluran ini secara signifikan berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil ini menolak hipotesis nihil (H0) dan menerima hipotesis yang menyatakan bahwa margin saluran 1(pendek) tidak sama dengan margin saluran 2 (panjang). Saluran 1 merupakan saluran pendek sehingga harga jual pada petani ke pedagang memiliki selisih yang lebih sedikit daripada saluran 3 yang merupakan saluran pemasaran panjang. Semakin panjang saluran pemasaran maka margin yang dihasilkan pun semakin besar. Perbedaan tingkat harga jual pada masing-masing lembaga pemasaran di sebabkan oleh perbedaan biaya yang dikeluarkan pada masing-masing lembaga pemasaran
47
Tabel 6.5 Analisis Independent test Margin SaluranAntar Saluran 2 dan Saluran 3 t-test for Equality of Means Margin Saluran Sig. (2- Mean Std. Error T Df tailed) Difference Difference saluran2 (panjang) dan 8.431 11.000 .000 15068.78640 1787.21433 saluran3 (panjang) Sumber : Analisis Data Primer 2015 Pada tabel 6.5 hasil pengujian independent test margin saluran 2 (panjang) dan saluran 3 (panjang) di dapat nilai signifikansi 0,00 sehingga kedua saluran ini secara signifikan berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil ini menolak hipotesis nihil (H0) dan menerima hipotesis yang menyatakan bahwa margin saluran 2 (panjang) tidak sama dengan margin saluran 3 (panjang).
D. Efisiensi Saluran Pemasaran a. Farmer share Farmer share adalah Besarnya bagian yang diterima petani dapat diketahui dengan membandingkan antara harga jual di tingkat petani dan harga jual di tingkat konsumen akhir , dengan mengetahui bagian yang diterima petani kita dapat melihat keterkaitan antara pemasaran dengan proses produksi. Dalam penelitian ini farmer share dihitung pada lembaga pemasaran akhir yaitu pedagang antar pulau sebagai perbandingan share yang diterima oleh petani biji pala. Jika share nya terlalu kecil maka tidak akan merangsang produksi biji pala lebih lanjut dalam pemasarannya. Berikut ini tabel 6.3 yang menjelaskan mengenai farmer share pada setiap lembaga pemasaran.
Tabel 6.6 Farmer share Pada Setiap Saluran Pemasaran Biji pala di Kota Ternate Farmer Saluran Pemasaran share (%) I. Produsen-Pedagang Besar-Pedagang antar pulau 68,18 II. Produsen-Pedagang kecil-Pedagang Besar- Pedagang antar pulau 28,82 III. Produsen-Kelompok Tani-pedagang Besar-Pedagang antar pulau 65,82 Sumber : Analisis Data Primer 2015
Pada tabel 6.6 diatas, hasil farmer share pada saluran I (pendek) yaitu saluran Produsen-Pedagang Besar-Pedagang antar pulau memiliki share paling tinggi yaiutu
48
68,18% karena petani menjual langsung ke pedagang besar. Pada saluran II (panjang) yaitu Produsen-Pedagang kecil-Pedagang Besar- Pedagang antar pulau memiliki farmer share paling kecil dari saluran I (pendek) dan saluran III (panjang) yaitu 28,82% karena produsen menjual biji pala tidak diolah terlebih dahulu dan dalam kondisi biji pala campur sehingga harganya jauh lebih murah. Sementara pada saluran III (panjang) Produsen-Kelompok Tani-pedagang Besar-Pedagang antar pulau memiliki farmer share sebesar 65,82%. Dari rata-rata farmer share pada saluran I (pendek) dan saluran III (panjang) pemasaran biji pala di Kota Ternate dikatakan tinggi karena share antara kedua saluran cukup merata hal ini akan merangsang peningkatan produksi biji pala lebih lanjut. Sementara pada saluran II (panjang) farmer share yang didapatkan petani biji pala cukup rendah jika petani menjual pala melalui pedagang kecil. Petani yang menjual dengan kondisi tersebut maka tidak akan merangsang peningkatan produksi biji pala lebih lanjut. Terlihat pada hasil pengujian independent testmasing-masing saluran pada tabel berikut ini.
Tabel 6.7 Analisis Independent test Farmer share Antar Saluran 2 dan Saluran 3 t-test for Equality of Means Farmer Share Sig. (2Mean Std. Error t Df tailed) Difference Difference saluran1 (pendek) dan saluran2 22.663 10.000 .000 .39917 .01761 (panjang) Sumber : Analisis Data Primer 2015 Pada tabel 6.7 hasil pengujian independent testfarmer share saluran 1 (pendek) dan saluran 2 (panjang) di dapat nilai signifikansi 0,00 sehingga kedua saluran ini secara signifikan berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil ini menolak hipotesis nihil (H0) dan menerima hipotesis yang menyatakan bahwa farmer share saluran 1(pendek) tidak sama dengan farmer share saluran 2 (panjang). Harga di tingkat petani lebih tinggi jika petani menjual langsung ke pedagang besar seperti pada saluran 1 (pendek) sehingga lebih merangsang produksi lebih lanjut.
49
Tabel 6.8 Analisis Independent testFarmer share Antar Saluran 1 dan Saluran 3 t-test for Equality of Means Farmer Share Sig. (2Mean Std. Error t df tailed) Difference Difference saluran1 (pendek) dan saluran 56.570 45.736 .000 .02182 .00000 3(panjang) Sumber : Analisis Data Primer 2015 Pada tabel 6.8 hasil pengujian independent test farmer share saluran 1 (pendek) dan saluran 3 (panjang) di dapat nilai signifikansi 0,00 sehingga kedua saluran ini secara signifikan berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil ini menolak hipotesis nihil (H0) dan menerima hipotesis yang menyatakan bahwa farmer share saluran 1(pendek) tidak sama dengan farmer share saluran 3 (panjang).
Tabel 6.9 Analisis Independent testFarmer share Antar Saluran 2 dan Saluran 3 t-test for Equality of Means Farmer Share Sig. (2Mean Std. Error T df tailed) Difference Difference saluran2 (panjang) dan -21.425 10.000 .000 -.37736 .01761 saluran3 (panjang) Sumber : Analisis Data Primer 2015 Pada tabel 6.8 hasil pengujian independent test farmer share saluran 2 (panjang) dan saluran 3 (panjang) di dapat nilai signifikansi 0,00 sehingga kedua saluran ini secara signifikan berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil ini menolak hipotesis nihil (H0) dan menerima hipotesis yang menyatakan bahwa farmer share saluran 2 (panjang) tidak sama dengan farmer share saluran 3 (panjang).
b. Indeks Pemasaran Teknis dan Indeks Pemasaran ekonomis Efisiensi pemasaran terdiri atas efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknis berarti pengendalian fisik dari produk dan mencakup hal-hal prosedur teknis dan besarnya skala operasi dengan tujuan penghematan fisik yang menyebabkan pengurangan ongkos atau biaya pemasaran. Efisiensi ekonomis berarti bahwa
50
perusahaan atau industri dengan teknik, keterampilan, dan pengetahuan yang ada dapat bekerja atas dasar biaya rendah dan memperoleh profit atau keuntungan (Hanafiah dan Saefuddin, 1986). Efisiensi teknis merupakan perbandingan total biaya pemasaran dengan jarak pasar. Efisiensi ekonomis merupakan perbandingan antara total keuntungan dengan total biaya pemasaran. Semakin rendah nilai efisiensi teknis maka semakin tinggi tingkat efisiensinya, semakin tinggi nilai efisiensi ekonomisnya maka semakin tinggi efisiensinya. Efisiensi teknis dari masing-masing saluran pemasaran biji pala dapat dilihat pada tabel 6.4.
Tabel 7.0 Efisiensi Teknis Pada Masing-Masing Saluran Pemasaran Biji Pala di Kota Ternate Tahun 2015 Jarak Pasar Total Biaya Saluran Pemasaran Efisiensi Teknis (Km) Pemasaran I. Produsen-Pedagang Besar3415 31947,55 9,355065886 Pedagang antar pulau II. Produsen-Pedagang kecilPedagang Besar- Pedagang antar 3415 45833,33 13,42118009 pulau III. Produsen-Kelompok Tanipedagang Besar-Pedagang antar 3415 38166,66 11,17618155 pulau Sumber : Analisis Data Primer 2015
Dari tabel 7.0 dapat diketahui bahwa indeks efisiensi teknis terbesar terpadat pada saluran II (panjang) yaitu 13,42 menyatakan bahwa setiap jarak tempuh 1 km ke pedagang antar pulau (manado, bitung dan Surabaya) membutuhkan biaya pemasaran sebesar Rp 13.42/kg. hal ini disebabkan karena total biaya pemasasaran yang dikeluarkan serta jarak pasarnya berada diluar pulau. Sedangkan pada saluran I (pendek) dan II memiliki nilai indeks teknis lebih kecil karena lembaga pemasran yang dilalui lebih pendek. Pada saluran I (pendek) petani menjual langsung ke pedagang besar kemudian dari pedagang besar di kirim keluar daerah sehingga indeksnya sebesar 9,35 artinya setiap 1 km membutuhkan biaya pemasaran sebesar Rp 9,53/ kg. sementara pada saluran III (panjang) melalui kelompok tani mempunyai indeks 11.17 artinya setiap 1 km membutuhkan biaya sebesar Rp 11, 18/kg. pada saluran II (panjang) indeks teknis lebih besar dari saluran satu dikarenakan kelompok tani mengeluarkan biaya pemasaran
51
lebih besar daripada saluran I (pendek) dimana petani menjual langsung ke pedagang besar.
Tabel 7.1 Efisiensi Ekonomis Pada Masing-Masing Saluran Pemasaran Biji Pala di Kota Ternate tahun 2015 Saluran Pemasaran
Total Keuntungan Pemasaran
Total Biaya Pemasaran
Efisiensi Ekonomis
I. Produsen-Pedagang BesarPedagang antar pulau
184.989,91
31.947,55
5,8
II.Produsen-Pedagang kecilPedagang Besar- Pedagang antar pulau
186.250
45.833,33
4,06
187.000
38.166,66
4,90
III. Produsen-Kelompok Tanipedagang Besar-Pedagang antar pulau Sumber : Analisis Data Primer 2015
Dari tabel 7.1 dapat diketahui bahwa indeks efisiensi ekonomis pada saluran pemasaran I lebih besar dibandingkan pada saluran pemasaran II dan III yaitu 5,8 yang berarti bahwa keuntungan yang diperoleh pedagang sebesar 5,8 kali dari setiap rupiah biaya pemasaran yang dikeluarkan, pada saluran III (panjang) biaya pemasaran yang dikeluarkan berbanding 4,90 yang berarti bahwa keuntungan yang diperoleh pedagang 4,90 kali dari setiap rupiah biaya pemasaran yang dikeluarkan dan pada saluran III (panjang) indeks ekonomis paling rendah yaitu biaya pemasaran yang dikeluarkan berbanding 4,06 yang berarti bahwa keuntungan yang diperoleh pedagang 4,06 kali dari setiap rupiah biaya pemasaran yang dikeluarkan . Hal ini disebabkan karena total biaya pemasaran yang dikeluarkan pada saluran pemasaran II lebih besar dibandingkan saluran pemasaran I dan III. Berikut ini adalah hasil uji independent t-test antara saluran 1 (pendek) , saluran 2 (panjang) dan saluran 3 (panjang) :
52
Tabel 7.2 Analisis Independent test Indeks Efisiensi Ekonomis Antar Saluran 1 (Pendek) dan Saluran 2 (Panjang) t-test for Equality of Means Indeks Ekonomis Sig. (2Mean Std. Error T df tailed) Difference Difference saluran1 (pendek) dan saluran2 7.99 20.977 0.000 13.29091 1.66343 (panjang) Sumber : Analisi Data Primer 2015
Pada tabel 7.2 hasil pengujian indepentend test saluran 1 (pendek) dan saluran 2 (panjang) didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,000 sehingga kedua saluran ini secara statistic berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 99%. Hasil ini menolak hipotesis nihil (Ho) dan menerima hipotesis yang menyatakan bahwa saluran 1 (pendek) tidak sama dengansaluran 2 (panjang) .Saluran 1 (pendek) memiliki rantai pemasaran pendek, biaya yang dikeluarkan dari produsen ke pedagang besar tidak begitu besar, rata-rata petani hanya mengeluarkan biaya pemasaran berupa transportasi. Sementara pada saluran 2 (panjang) memiliki saluran lebih panjang dari produsen-pedagang kecil – pedagang besar- pedagang antar pulau sehingga biaya yang dikeluarkan lebih besar. Pada pedagang kecil memiliki volume penjualan yang lebih besar selain itu biaya transportasi , pedagang juga mengeluarkan biaya pemasaran lain seperti penjemuran , penyortiran dan biaya penyimpanan sebelum dijual ke pedagang besar.
Tabel 7.3Analisis Independent testIndeks Efisiensi Ekonomis Antar Saluran 1 (Pendek) dan Saluran 3 (Panjang) t-test for Equality of Means Indeks Ekonomis Sig. (2Mean Std. Error T df tailed) Difference Difference saluran1 (pendek) dan saluran 6.146 18.82 0.000 9.09508 1.47995 3(panjang) Sumber : Analisis Data Primer 2015
Pada tabel 7.3 hasil pengujian indepentend test saluran 1 (pendek) dan saluran 3 (panjang) didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,000 sehingga kedua saluran ini secara statistic berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 99%. Hasil ini menolak hipotesis nihil (Ho) dan menerima hipotesis yang menyatakan bahwa saluran 1 (pendek) tidak sama
53
dengansaluran 3 (panjang) .Saluran 1 (pendek) memiliki rantai pemasaran lebih rendah, biaya yang dikeluarkan lebih rendah dan keuntungan yang didapat lebih besar dari saluran 3 (panjang) . Saluran 3 (panjang) melalui kelompok tani terlebih dahulu , pada kelompok tani mengeluarkan biaya berupa penyortiran, transportasi, penjemuran dan penyimpanan. Sehingga biaya yang dikeluarkan lebih besar karena volume penjualan yang dilakukan juga lebih tinggi daripada produsen yang menjual langsung ke pedagang besar.
Tabel 7.4 Analisis Independent test Indeks Efisiensi Ekonomis Antar saluran 2 (panjang) dan saluran 3 (panjang) t-test for Equality of Means Indeks Ekonomis Sig. (2Mean Std. Error t df tailed) Difference Difference saluran2 (panjang) dan saluran3 -2.293 18.996 0.033 -4.19583 1.82948 (panjang) Sumber : Analisis Data Primer 2015
Pada tabel 7.4 hasil pengujian indepentend test saluran 2 (panjang) dan saluran 3 (panjang) didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,033 sehingga kedua saluran ini secara statistic berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil ini menolak hipotesis nihil (Ho) dan menerima hipotesis yang menyatakan bahwa saluran 2 (panjangt) tidak sama dengansaluran 3 (panjang) .Saluran 2 (panjang) dan saluran 3 (panjang) merupakan saluran panjang, pada saluran 3 (panjang) melalui kelompok tani sehingga biaya yang dikeluarkan lebih rendah dari saluran 2 (panjang) yang melalui pedagang kecil, hal ini dikarenakan pada kelompok tani koordinasi antara kelompok dalam memasarkan hasil panen secara bersama-sama sehingga biaya pemasaran yang dikeluarkan lebih rendah.
54