BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen
merupakan
obat
anti-peradangan
kelompok
nonsteroidal.
Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan berbagai penyakit muskuloskeletal kronis (Sugita dkk.,2010). Ketoprofen memiliki keuntungan yaitu tidak menimbulkan efek sedasi dan berpotensi rendah terhadap ketergantungan (Tsvetkova dan Peikova, 2013). Namun, ketoprofen memiliki nilai pKa yang rendah (± 4,00) yang menyebabkan ketoprofen memiliki kelarutan yang rendah dalam air dan cairan lambung (Tettey-Amlalo, 2005; Ren ҫber dkk., 2009).
Peningkatan
kelarutan
ketoprofen
dapat
dilakukan
dengan
memformulasikan ketoprofen menjadi bentuk nanoemulsi dengan metode SNEDDS. SNEDDS adalah sistem yang terdiri dari campuran minyak, surfaktan, dan ko-surfaktan yang dapat membentuk nanoemulsi secara spontan ketika bertemu fase air melalui agitasi yang ringan dalam lambung (Gupta dkk., 2011). SNEDDS dapat meningkatkan kelarutan obat-obat yang memiliki kelarutan yang rendah dalam air (Zakia dkk., 2013). Obat-obat BCS kelas II seperti ketoprofen yang diformulasikan dalam bentuk SNEDDS diharapkan dapat meningkat kelarutannya dalam cairan lambung sehingga dapat mempercepat onset dan menurunkan tmax obat (Pol dkk., 2013; Ren ҫber dkk., 2009). SNEDDS merupakan sistem penghantaran obat yang memiliki keterbatasan dari segi stabilitasnya. Berdasarkan hal tersebut dikembangkan metode S-SNEDDS (Solid Self-Nanoemulsifying Drug Delivery System) sebagai alternatif baru
1
2
penggunaan per oral. S-SNEDDS merupakan solidifikasi sistem SNEDDS menggunakan solid carrier tertentu. Solidifikasi dilakukan dengan menggunakan aerosil yang merupakan jenis hidrophobic solidifying agent berupa koloid silika yang biasa digunakan karena mampu meningkatkan disolusi partikel obat lewat mekanisme pembasahan partikel dalam matriks bersama dengan koloid silika (Abbaspour dkk., 2014; Oh dkk., 2011). Pada penelitian ini, dilakukan formulasi ketoprofen dengan metode SSNEDDS menggunakan minyak nabati, surfaktan, ko-surfaktan, dan aerosil sebagai solidifying agent. Hasil formulasi tersebut selanjutnya dioptimasi melalui karakterisasi ukuran dan distribusi ukuran tetesan nanoemulsi, kejernihan, emulsification time dalam AGF (artificial gastric fluid) dan AIF (artificial intestinal fluid), stabilitas dalam AGF dan AIF, dan morfologi kristal S-SNEDDS.
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana komposisi minyak, surfaktan, ko-surfaktan, dan ketoprofen formula SNEDDS optimum yang dapat menghasilkan nanoemulsi dengan karakteristik emulsification time dalam AGF (artificial gastric fluid) kurang dari 5 menit, stabilitas dalam AGF > 3 jam dan AIF > 4 jam? 2. Bagaimanakah ukuran dan distribusi ukuran tetesan nanoemulsi yang dihasilkan oleh formula SNEDDS ketoprofen yang optimum? 3. Apakah penggunaan aerosil sebagai solidifying agent dalam pembuatan SSNEDDS dapat menghasilkan nanoemulsi yang jernih?
3
C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui komposisi minyak, surfaktan, ko-surfaktan dan ketoprofen formula SNEDDS optimum yang dapat menghasilkan nanoemulsi dengan karakteristik emulsification time dalam AGF (artificial gastric fluid) kurang dari 5 menit, stabilitas dalam AGF > 3 jam dan AIF > 4 jam. 2. Mengetahui ukuran dan distribusi ukuran tetesan nanoemulsi yang dihasilkan oleh formula SNEDDS ketoprofen yang optimum. 3. Mengetahui apakah penggunaan aerosil sebagai solidifying agent dalam pembuatan S-SNEDDS dapat menghasilkan nanoemulsi yang jernih.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang formulasi nanoemulsi ketoprofen dengan metode S-SNEDDS sehingga dapat menjadi alternatif baru dalam formulasi ketoprofen terutama untuk aplikasi secara oral.
4
E. Tinjauan Pustaka 1.
Ketoprofen
Gambar 1. Struktur ketoprofen Ketoprofen atau asam 2-(3-benzoilfenil) propionat berbentuk kristal putih atau hampir putih tidak berbau dan m emiliki rasa yang tajam . Mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% zat aktif dihitung terhadap berat serbuk keringnya (Worachun, 2010). Ketoprofen merupakan obat anti-peradangan kelompok nonsteroidal lini pertam a yang biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan berbagai penyakit muskuloskeletal kronis (Sugita dkk., 2010). Ketoprofen merupakan kelompok obat-obatan kelas II dalam klasifikasi BCS yang mempunyai kelarutan yang rendah namun permeabilitas yang baik, selain itu ketoprofen juga memiliki bioavailabilitas yang baik yaitu 90%
(Renҫber dkk., 2009). Seperti kebanyakan jenis anti-peradangan nonsteroidal ketoprofen memiliki keuntungan yaitu tidak menimbulkan efek sedasi dan berpotensi rendah terhadap ketergantungan (Tsvetkova dan Peikova L, 2013).Ketoprofen mudah diabsorbsi lewat pemakaian oral dan dapat dikonsumsi bersama dengan m akanan (Patil, 2010).
Ketoprofen praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam etanol, kloroform dan eter. Kelarutan ketoprofen dalam etanol 1 : 5 sedangkan dalam air
5
<1 : 10000. Kelarutan ketoprofen akan meningkat dengan cara menaikkan pH medium diatas pKa ketoprofen (± 4,00) ((Depkes RI, 1995; Tettey-Amlalo, 2005). 2.
SNEDDS (Self-Nanoemulsifying Drug Delivery System) Nanoemulsi adalah tipe emulsi o/w dengan kisaran droplet size kurang dari
100 nm. Nanoemulsi adalah campuran isotropik dari minyak, air, surfaktan dan kosurfaktan yang stabil dan jernih (Thakur dkk., 2013). Sebagai sistem penghantaran obat, nanoemulsi mempunyai beberapa keuntungan yaitu kejernihan, stabilitas yang tinggi, dan mudah dalam preparasinya (Debnath dkk., 2011).
Nanoemulsi dapat menghindari problem klasik emusi yaitu creaming, flokulasi dan sedimentasi yang biasanya dijumpai pada makroemulsi.Bentuk emulsi ini juga dapat diaplikasikan dalam berbagai formulasi yaitu foam, spray, cairan, dan krim untuk rute transdermal karena tidak menimbulkan iritasi pada kulit dan juga tidak toksik. Nanoemulsi untuk rute penggunaan oral juga dapat dipastikan aman karena surfaktan yang digunakan memenuhi standar konsumsi manusia (Shah dkk., 2010). Droplet
size
yang
sangat
kecil
membuat
nanoemulsi
berwujud
cairantransparan yang stabil (Thakur dkk., 2013). Selain itu, ukuran yang kecil ini juga mengakibatkan Gerak Brown yang dim iliki nanoemulsi mencegahnya dari sedimentasi atau creaming sehingga meningkatkan stabilitas emulsi (Fernandez dkk., 2004). SNEDDS adalah sistem yang terdiri dari campuran minyak, surfaktan, dan ko-surfaktan yang dapat membentuk nanoemulsi secara spontan ketika bertemu fase air melalui agitasi yang ringan dalam lambung dengan ukuran tetesan emulsi
6
berkisar nanometer (Mahmoud dkk., 2013). Selain meningkatkan kelarutan dan disolusi, sistem SNEDDS dapat meningkatkan ketersediaan hayati obat di dalam plasma darah (Gupta dkk., 2011). SNEDDS memiliki komponen utama berupa minyak sebagai pembawa obat, surfaktan sebagai pengemulsi minyak ke dalam air melalui pembentukan dan penjagaan stabilitas lapisan film antarmuka, dan ko-surfaktan untuk membantu tugas surfaktan sebagai pengemulsi.Karakteristik formula SNEDDS dipengaruhi oleh rasio minyak dan surfaktan, kepolaran dan muatan tetesan emulsi. Formula SNEDDS juga dipengaruhi oleh sifat fisikokimia dan konsentrasi minyak, surfaktan dan ko-surfaktan, rasio masing-masing komponen, pH dan suhu saat emulsifikasi terjadi, serta sifat fisikokimia obat (Obitte dkk., 2011). Metode SNEDDS lebih dipilih daripada metode nanoemulsi yang mengandung air karena lebih stabil dan lebih kecil volumenya sehingga memungkinkan untuk dijadikan bentuk sediaan hard atau soft gelatin capsule. Metode SNEDDS juga dapat meningkatkan kelarutan obat yang sukar larut dalam air dengan melewati tahapan disolusi obat (Gupta dkk., 2011). Komponen utama SNEDDS adalah sebagai berikut: a.
Minyak Karakteristik fisikokimia fase minyak seperti kepolaran dan viskositas
sangat mempengaruhi formula SNEDDS dalam beberapa hal yaitu kemampuan untuk membentuk nanoemulsi secara spontan, ukuran tetesan nanoemulsi, dan kelarutan obat dalam sistem.Lipofilisitas dan konsentrasi fase minyak dalam SNEDDS proporsional terhadap ukuran tetesan nanoemulsi yang didapat.
7
Penggunaan satu jenis fase minyak jarang memberikan respon emulsifikasi dan penghantaran obat yang optimum (Makadia dkk., 2013). Oleh karena itu, dalam formulasi dapat juga digunakan campuran minyak dan trigliserida rantai medium (6-12 karbon) untuk mendapatkan emulsifikasi dan drug loading yang bagus. Trigliserida rantai medium ini mempunyai solvent capacity yang tinggi dan resisten terhadap oksidasi (Debnath dkk., 2011). Sehinggacampuran minyak dan trigliserida akan menghasilkan karakteristik fase minyak yang dibutuhkan dalam sistem SNEDDS (Makadia dkk., 2013). Umumnya, minyak dengan rantai trigliserida yang panjang (13-21 karbon) yang
mempunyai
berbagai
derajat
saturasi
digunakan
untuk
formulasi
SNEDDS.Trigliserida rantai panjang memiliki keunggulan berupa kemampuan meningkatkan transpor obat melalui limfatik sehingga mengurangi metabolisme lintas pertama, sementara trigliserida, digliserida ataupun monogliserida rantai medium memiliki kemampuan solubilisasi obat hidrofobik yang lebih baik.Namun, trigliserida rantai panjang sulit untuk teremulsifikasi dibandingkan dengan trigliserida rantai menengah, digliserida atau ester asam lemak. (Sapra dkk., 2012)
Selain menggunakan campuran, minyak nabati juga banyak dipilih dalam formulasi karena lebih mudah didegradasi oleh mikroorganisme sehingga lebih ramah lingkungan. Minyak nabati yang umum digunakan dalam formulasi SNEDDS yaitu olive oil, corn oil, soya bean oil, dan virgin coconut oil (VC O) (Patel dkk., 2010).
8
1). Virgin Coconut Oil (VCO) VCO memiliki komposisi yang terdiri dari asam lemak, trigliserida, dan senyawa fenolik.Asam lemak utama dalam VCO adalah asam laurat sebanyak 4353%. Asam laurat (C 12 H 24 O 2 ) merupakan suatu asam lemak jenuh dengan 12 rantai karbonnyang memiliki efek antimikroba khususnya terhadap Listeriamonocytogenes. Struktur asam laurat adalah sebagai berikut: O
OH
Gambar 2. Stuktur asam laurat Kandungan fenolik dalam VC O berupa asam protokatekuat, asam vanilat, asam kafeat, asam siringat, asam ferulat, dan asam p-kumarat. Asam-asam tersebut merupakan komponen yang bermanfaat sebagai antioksidan (Mansor dkk., 2012).
b.
Surfaktan Selain minyak, surfaktan juga merupakan komponen vital dalam formulasi
SNEDDS (Makadia dkk., 2013). Surfaktan yang berasal dari alam lebih aman dalam penggunaannya dibanding surfaktan sintetis. Namun, surfaktan alami mempunyai kemampuan self-emulsification yang lebih rendah sehingga jarang digunakan untuk formulasi SNEDDS (Singh dkk., 2009). Komposisi surfaktan dalam formulasi SNEDDS tidak boleh terlalu banyak karena dapat mengakibatkan iritasi saluran cerna. Surfaktan yang bersifat amfifilik dapat melarutkan dalam jumlah banyak jenis obat hidrofobik (Sapra dkk., 2012). Surfaktan dengan nilai HLB < 10 bersifat hidrofobik (ex. sorbitan monoester) dan dapat membentuk nanoemulsi air dalam minyak (w/o). Sedangkan
9
surfaktan dengan nilai HLB > 10 bersifat hidrofilik (ex. polisorbat 80) dan dapat membentuk nanoemulsi minyak dalam air (o/w). Dalam beberapa formulasi, dapat digunakan campuran surfaktan hidrofobik dan hidrofilik untuk membentuk nanoemulsi dengan karakteristik yang diinginkan (Debnath dkk., 2011). Kemampuan emulsifikasi surfaktan menentukan kemampuan SNEDDS terdispersi secara cepat dalam kondisi pengadukan ringan. Surfaktan juga meningkatkan kemampuan minyak dalam melarutkan obat (Patel dkk., 2010). Surfaktan nonionik yang larut air (ex. polioksietilen-20-sorbitan monooleat) banyak digunakan dalam formulasi SNEDDS. Surfaktan jenis ini juga lebih aman, biokompatibel dan tidak terpengaruh oleh pH jika dibandingkan dengan jenis surfaktan ionik (Singh dkk., 2009). Konsentrasi surfaktan berperan dalam pembentukan tetesan berukuran nanoemeter.Banyaknya jumlah obat hidrofobik yang ingin dilarutkan dalam sistem SNEDDS membutuhkan surfaktan dalam konsentrasi yang besar juga. Oleh karena itu, konsentrasi surfaktan dalam sistem SNEDDS harus disesuaikan agar tidak terlalu besar dan menimbulkan efek yang tidak baik pada kulit dan saluran cerna (Singh dkk., 2009). 1). Polioksietilen-20-sorbitan monooleat (Tween 80) Struktur rantai alkil surfaktan memiliki efek dalam penetrasi minyak ke lapisan surfaktan yang memungkinkan pembentukan nanoemulsi seperti yang dimiliki oleh Tween, suatu turunan polioksi sorbitol dan asam oleat.
10
O O O
w O
OH O
x HO
OH O
O
z
y w+x+y=20
Gambar 3. Struktur kimia Tween 80 Tween 80 atau polyoxyethylene 20 sorbitan monooleate (C 64 H 124 O 26 ) memiliki
HLB
15
dan
dikategorikan
sebagai
generally
regarded
as
nontoxicandnonirritant dengan LD 50 pemberian secara oral bagi tikus sebesar 25 g/kg BB(Rowe dkk., 2006; Zhao dkk., 2009). c.
Ko-surfaktan Molekul rantai pendek atau ko-surfaktan dapat membantu menurunkan
tegangan antar muka sehingga dapat mengecilkan ukuran partikel nanoemulsi (Debnath dkk., 2011). Alkohol rantai pendek yang biasa digunakan sebagai kosurfaktan tidak hanya mampu menurunkan tegangan muka antara air dan minyak saja, namun juga dapat meningkatkan mobilitas ekor hidrokarbon surfaktan sehingga lebih mudah terlarut dalam minyak (Debnath dkk., 2011; Thakur dkk., 2013). Ko-surfaktan
dalam
formulasi
SNEDDS
juga
berfungsi
untuk
meningkatkan drug loading dalam sistem SNEDDS. Ko-surfaktan mempengaruhi emulsification time dan ukuran tetesan nanoemulsi sistem (Makadia dkk., 2013).Namun, ko-surfaktan alkohol memiliki keterbatasan yaitu dapat menguap keluar
11
darishell dalam sediaan soft gelatin capsule sehingga menyebabkan presipitasi obat (Singh dkk., 2009). Ko-surfaktan yang umum digunakan adalah solven organik dan alkohol rantai pendek (etanol sampai butanol), propilen glikol, alkohol rantai medium, dan amida (Patel dkk., 2010). Ko-surfaktan berupa senyawa amfifilik seperti propilen glikol, polietilen glikol, dan glikol ester memiliki afinitas terhadap fase air dan minyak (Makadia, dkk., 2013). 1). Polietilen Glikol 400 (PEG 400) PEG 400 berupa cairan kental, tidak berwarna dan transparan. Struktur PEG 400 adalah sebagai berikut :
O H
H
n
O
Gambar 4. Struktur kimia PEG 400 PEG dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan dan disolusi obat yang memiliki kelarutan yang rendah dalam air. PEG tergolong dalam nontoxic andnonirritant materials (Rowe dkk., 2006). 3.
S-SNEDDS (Solid Self-Nanoemulsifying Drug Delivery System) Metode S-SNEDDS dikembangkan sebagai m odifikasi dari sistem
SNEDDS untuk meningkatkan stabilitas SNEDDS dan juga sebagai alternatif baru untuk aplikasi per oral. S-SNEDDS menggabungkan keuntungan sistem SNEDDS dan sediaan padat (Abbaspour dkk., 2014; Singh dkk., 2009; Sudheer dkk., 2012). Sistem SNEDDS yang konvensional memiliki keunggulan dapat meningkatkan kelarutan obat-obat yang tidak larut dalam air. Sementara sediaan padat memberi
12
keuntungan dari segi stabilitas dan dapat meningkatkan kepatuhan pasien (Oh dkk., 2011). Beberapa teknik solidifikasi yang dapat diterapkan untuk mengubah SNEDDS
menjadi
S-SNEDDS
diantaranya
adalah
spray
dring,
melt
granulation,melt extrusion, rotary evaporator, freeze dry, dan adsorption to solid carrier (Mohanrao dkk., 2011). Solidifying agent yang biasa digunakan ada yang bersifat hidrofobik berupa koloid silika seperti aerosil, ada juga yang bersifat hidrofilik berupa polimer glukosa seperti dextran. Aerosil merupakan solidifying agent yang banyak digunakan karena dapat meningkatkan disolusi obat lewat mekanisme pembasahan partikel obat dalam matriks bersama koloid silika (Oh dkk., 2011). S-SNEDDS menghasilkan nanoemulsi minyak dalam air (o/w) secara spontan ketika bertemu dengan cairan lambung dengan ukuran tetesan < 100 nm (Shanmugam dkk., 2011). Ukuran partikel yang kecil ini memiliki keuntungan yaitu dapat membentuk obat dalam bentuk terlarut dengan luas permukaan antarmuka yang luas untuk penyerapan obat dan menghasilkan bioavailabilitas yang reprodusibel (Oh dkk., 2011).
F. Landasan Teori Ketoprofen merupakan obat kelas II dalam klasifikasi BCS yang memiliki kelarutan yang rendah dalam air dan cairan lambung.ҫber (Ren dkk., 2009). Nilai pKa ketoprofen yang rendah (± 4,00) menjelaskan bahwa ketoprofen sukar terlarut dalam cairan lambung (Tettey-Am lalo, 2005). Mahalaxmi dkk. (2011)
13
memformulasikan ketoprofen dalam bentuk m ikropartikel untuk meningkatkan kelarutan dan disolusi ketoprofen. Nanoemulsi adalah tipe emulsi o/w dengan kisaran droplet size kurang dari 100 nm. Nanoemulsi adalah campuran isotropik dari minyak, air, surfaktan dan ko-surfaktan yang stabil dan jernih (Thakur dkk., 2013). Nanoemulsi dapat menghindari problem klasik emusi yaitu creaming, flokulasi dan sedimentasi yang biasanya dijumpai pada makroemulsi. Nanoemulsi untuk rute penggunaan oral juga dapat dipastikan aman karena surfaktan yang digunakan memenuhi standar konsumsi manusia (Shah dkk., 2010). SNEDDS adalah sistem yang terdiri dari campuran minyak, surfaktan, dan ko-surfaktan yang dapat membentuk nanoemulsi secara spontan ketika bertemu fase air melalui agitasi yang ringan dalam lambung dengan ukuran tetesan emulsi berkisar nanometer (Mahmoud dkk., 2013). Selain meningkatkan kelarutan dan disolusi, sistem SNEDDS dapat meningkatkan ketersediaan hayati obat di dalam plasma darah (Gupta dkk., 2011). Minyak merupakan komponen yang penting dalam formulasi karena mempengaruhi kemampuan untuk membentuk nanoemulsi secara spontan, ukuran tetesan nanoemulsi, dan kelarutan obat dalam sistem (Makadia dkk., 2013). Selain menggunakan campuran, minyak nabati juga banyak dipilih dalam formulasi karena lebih mudah didegradasi oleh mikroorganisme sehingga lebih ramah lingkungan. Minyak nabati yang umum digunakan dalam formulasi SNEDDS yaitu olive oil, corn oil, soya bean oil, dan virgin coconut oil (VC O) (Patel dkk., 2010).
14
Selain minyak, surfaktan juga merupakan komponen vital dalam formulasi SNEDDS (Makadia dkk., 2013). Surfaktan juga m eningkatkan kemampuan minyak dalam melarutkan obat (Patel dkk., 2010). Surfaktan nonionik yang larut air (ex. polioksietilen-20-sorbitan monooleat) banyak digunakan dalam formulasi SNEDDS. Surfaktan jenis ini juga lebih aman, biokompatibel dan tidak terpengaruh oleh pH jika dibandingkan dengan jenis surfaktan ionik (Singh dkk., 2009). Molekul rantai pendek atau ko-surfaktan dapat membantu menurunkan tegangan antar muka sehingga dapat mengecilkan ukuran partikel nanoemulsi.Kosurfaktan dalam formulasi SNEDDS juga bekerja untuk m eningkatkan drugloading dalam sistem SNEDDS.Ko-surfaktan mempengaruhi emulsification time dan ukuran tetesan nanoemulsi sistem. Surfaktan nonionik yang relatif tidak toksik dapat dikombinasikan dengan penambahan ko-surfaktan dan bekerja secara sinergis untuk mendispersikan minyak menjadi tetesan nanoemulsi (Debnath dkk., 2011).
Metode S-SNEDDS dikembangkan sebagai m odifikasi dari sistem SNEDDS untuk meningkatkan stabilitas metode SNEDDS dan juga sebagai alternatif baru untuk penggunaan per oral. S-SNEDDS menggabungkan keuntungan sistem SNEDDS dan sediaan padat (Abbaspour dkk., 2013; Singh dkk., 2009; Sudheer dkk., 2012). Metode spray drying banyak digunakan untuk solidifikasi. Penggunaan metode spray drying memerlukan optimasi terkait dengan banyaknya hal yang mempengaruhi karakteristik serbuk yang dihasilkan (Guterres dkk., 2008). Adaptasi fluid bed granulator merupakan metode yang paling sederhana. Adsorbsi ketoprofen oleh aerosil dihasilkan dari proses mixing yang sederhana antara
15
SNEDDS dengan solidifying agent (Sudheer dkk., 2012). Chavda dkk.(2013) menggunakan mortar dan stamper sebagai pengganti fluid bed granulator untuk memformulasikan S-SNEDDS. Keberhasilan pembentukan nanoemulsi dapat diamati dari parameter ukuran
dan
distribusi
ukuran
tetesan
nanoemulsi.Ukuran
tetesan
yang
dikategorikan sebagai nanoemulsi bernilai <100 nm.Distribusi ukuran partikel yang sempit menunjukkan keseragaman tetesan nanoemulsi yang terbentuk dan reliabilitas metode pembuatan.Kecepatan SNEDDS membentuk nanoemulsi dikarakterisasi melalui uji emulsification time. SNEDDS yang baik akan cepat mendispersikan fase minyaknya di dalam air. Sebagai indikator kemampuan nanoemulsi bertahan dalam ukuran nanometer diperlukan pengamatan stabilitas dalam AGF dan AIF. Keberhasilan pembentukan S-SNEDDS dikarakterisasi melalui kecepatan pembentukan nanoemulsi atau emulsification time, drug content, dan morfologi kristal yang diamati dengan SEM.
G. Hipotesis Hipotesis pada penelitian ini berupa: 1. Formulasi SNEDDS optimum dengan minyak, surfaktan, ko-surfaktan, dan ketoprofen dapat menghasilkan nanoemulsi dengan karakteristik emulsification time dalam AGF (artificial gastric fluid) kurang dari limamenit serta stabilitas dalam AGF > 3 jam dan AIF > 4 jam. 2. Distribusi ukuran tetesan nanoemulsi yang dihasilkan oleh formula SNEDDS ketoprofen yang optimum bernilai kurang dari 100 nm.
16
3. Penggunaan aerosil sebagai solidifying agent dalam pembuatan SSNEDDS dapat menghasilkan nanoemulsi dengan nilai transmitan > 90%.