HALAMAN SAMPUL
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .......................................................................................................................................................i DAFTAR ISI ................................................................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................................................1 A.
Latar Belakang..................................................................................................................................................1
B.
Tujuan Kegiatan................................................................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................................................................4 A.
Tinjauan Program Imunisasi .............................................................................................................................4
B.
Tinjauan evaluasi program kesehatan ............................................................................................................10
C.
Deskripsi program buku bantu imunisasi ........................................................................................................13
D.
Deskripsi program strategi komunikasi imunisasi ...........................................................................................14
BAB III METODE EVALUASI .......................................................................................................................................16 A.
Rancangan evaluasi .......................................................................................................................................16
B.
Lokasi penelitian .............................................................................................................................................16
C.
Responden......................................................................................................................................................17
D.
Alat Ukur .........................................................................................................................................................17
E.
Tahapan kegiatan ...........................................................................................................................................17
F.
Analisis Data...................................................................................................................................................17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................................................................18 A.
Perbandingan Cakupan imunisasi dasar dan angka drop out di tingkat Desa/kelurahan dan Puskesmas.....18
B.
Strategi Puskesmas dalam menurunkan angka drop out ...............................................................................26
C.
Evaluasi Strategi Komunikasi dalam Menurunkan Angka Drop Out ...............................................................27
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................................................49 A.
Kesimpulan .....................................................................................................................................................49
B.
Saran ..............................................................................................................................................................50
ii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembinaan kesehatan sejak dini ditujukan untuk melindungi anak dari ancaman kesakitan bahkan kematian sehingga diharapkan akan menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki potensi yang tinggi. Untuk mewujudkan hal tersebut maka pemerintah mewajibkan setiap anak untuk mendapatkan imunisasi dasar terhadap tujuh macam penyakit yaitu penyakit TBC, Difteria, Tetanus, Batuk Rejan (Pertusis), Polio, Campak (Measles, Morbili), Hepatitis B,meningitis dan pneumonia, yang semuanya termasuk dalam Program Pengembangan Imunisasi (PPI) meliputi imunisasi BCG, DPTHBHib, Polio, Campak dan Hepatitis B. Imunisasi lain yang tidak diwajibkan oleh pemerintah tetapi tetap dianjurkan antara lain terhadap penyakit gondongan (mumps), rubella, tifus, Hepatitis A, cacar air (chicken pox, varicella) dan rabies. Penyakit-penyakit yang disebutkan tadi sering di sebut dengan istilah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I)1. Idealnya bayi harus mendapat imunisasi dasar lengkap sebelum berusia satu tahun. Untuk menilai kelengkapan imunisasi dasar bagi bayi, biasanya dilihat dari pencatatan yang terdapat di puskesmas (kordinator imunisasi) atau pencatatan yang ada di posyandu. Kegiatan pencatatan, pelaporan dan pemantauan merupakan komponen penting dalam program imunisasi. Selain berfungsi untuk menunjang pelayanan imunisasi, hasil pencatatan dan pelaporan serta pemantauan menjadi dasar untuk membuat perencanaan dan evaluasi program1. Dalam perkembangannya saat ini pencatatan dan pelaporan mengalami penurunan kinerja yang meliputi ketepatan, kelengkapan dan akurasi data pelaporan. Sering sekali terjadi ketidaksesuaian antara pencatatan imunisasi di puskesmas, posyandu dan KMS yang dimiliki oleh ibu. Pada tahun 2013 CDC, UNICEF bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan mengembangkan suatu format pencatatan dan pelaporan imunisasi di tingkat posyandu. Format tersebut diberi nama buku batu dan poster bantu (Helper Book Helper Chart) yang kemudian disingkat dalam laporan ini sebagai HBHC. Format pencatatan ini diharapkan dapat memudahkan dalam mengidentifikasi bayi yang akan diimunisasi di wilayah posyandu tersebut, sekaligus membantu dalam hal monitoring dan evaluasi program imunisasi. Sehingga harapan kedepannya program ini mampu mendukung dalam hal meningkatkan cakupan imunisasi dan menurunkan angka drop out. 1
Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba menjadi pilot project dalam implementasi program ini4. Program ini kemudian diimplementasikan di dua puskesmas di Makassar yaitu Puskesmas Jongaya dan Puskesmas Pampang. Program ini juga diimplementasikan di empat puskesmas di Kabupaten Bulukumba yaitu Puskesmas Ponre, Ganttarang, Bontotiro dan Batang. Pemilihan lokasi berdasarkan pertimbangan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota pada daerah yang memiliki cakupan imunisasi yang masih rendah. Selain program buku batu di tingkat posyandu, untuk mendorong peningkatan cakupan imunisasi dan menurunkan angka drop out imunisasi maka UNICEF dan kementerian kesehatan mengembangkan program strategi komunikasi yang kemudian dalam laporan ini disingkat dengan strakom. Program ini dilatarbelakangi dari hasil assessment tentang program imunisasi yang menunjukkan bahwa masih kurangnya pengetahuan dan kesadaran orang tua tentang pentingnya imunisasi. Selain itu informasi terkait imunisasi yang beredar masih banyak yang kurang tepat. Petugas kesehatan juga jarang member informasi tentang imunisasi dan kurangnya dukungan dari tokoh masyarakat dan tokoh agama setempat untuk mendukung program imunisasi ini. Dari sekian banyak permasalahan tersebut dibuatlah suatu program strategi komunikasi imunisasi untuk mengatasi masalah-masalah tersebut yang pada akhirnya program ini diharapkan dapat berkontribusi pada target nasional yaitu 90% anak-anak dari 80% target sasaran lokasi diimunisasi lengkap pada usia satu tahun. Program strakom imunisasi ini juga diimplementasikan di Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba masing-masing di 6 puskesmas. Program ini dimulai dengan memberikan pelatihan kepada petugas puskesmas yaitu (Kordinator imunisasi, Kordinator Bidan, dan petugas promosi kesehatan). Pelatihan ini diharapkan memberikan penguatan kepada petugas kesehatan dalam hal memberikan informasi yang baik dan benar terkait imunisasi dengan menggunakan material komunikasi yang efektif. Oleh Karena itu untuk menilai apakah program tersebut berjalan dengan baik, maka perlu dilakukan evaluasi untuk mendapatkan informasi mengenai sejauh mana program ini berjalan dan mendapat masukan dan rekomendasi keberlanjutan program ini. ada tiga aspek yang akan di evaluasi dari program strakom imunisasi ini, yaitu teknik komunikasi petugas kesehatan, penguasaan materi petugas dan penggunaan media strategi komunikasi imunisasi.
2
B. Tujuan Kegiatan Tujuan umum Mengevaluasi intervensi tindak lanjut program imunisasi terkait dengan drop out cakupan imunisasi dasar bayi di tingkat puskesmas
Tujuan Khusus 1. Menganalisis cakupan imunisasi dasar dan angka drop out di tingkat desa dan puskesmas 2. Mengetahui strategi puskesmas dalam meningkatkan strategi puskesmas dalam meningkatkan dan menurunkan angka drop out 3. Mengevaluasi pelaksanaan strakom yang dilakukan oleh staf puskesmas dalam menurunkan angka drop out dari segi : penguasaan materi, cara penggunaan media, teknik komunikasi, dan pesan kunci
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Program Imunisasi
1. Pengertian dan tujuan imunisasi Berdasarkan surat keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1611/Menkes/SK/XI/2005, tentang pelaksanaan program imunisasi, dapat dijelaskan bahwa program imunisasi adalah salah satu upaya preventif untuk mencegah penyakit melalui pemberian kekebalan tubuh yang harus dilaksanakan secara terus menerus, menyeluruh dan dilaksanakan sesuai standar sehingga mampu memberikan perlindungan kesehatan dan memutus mata rantai penularan. Imunisasi dilakukan untuk mencegah dan menurunkan rantai penularan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi1. Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan di atas ambang perlindungan. Imunisasi dasar lengkap pada bayi meliputi : 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis POLIO, 3 dosis Hepatitis b, 1 dosis Campak. Hasil kegiatan imunisasi dasar adalah pencapaian cakupan imunisasi dasar lengkap pada anak umur 0 sampai dengan 11 bulan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil kegiatan imunisasi dasar diantaranya adalah masyarakat, faktor individu petugas, jangkauan pelayanan, sarana dan prasarana. Definisi desa atau kelurahan UCI ialah desa/kelurahan dimana ≥ 90% dari jumlah bayi yang ada di desa tersebut sudah mendapat imunisasi lengkap yaitu DPT, Polio, dan Campak. Secara umum tujuan program imunisasi adalah menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian bayi akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan imunisasi (PD3I) yaitu TB, Polio, Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis dan Campak .
2. Mekanisme Penyelenggaran Program Imunisasi a) Penyusunan Perencanaan Perencanaan merupakan bagian yang sangat penting dalam pengelolaan program imunisasi. Masing masing kegiatan terdiri dari analisis situasi, alternatif pemecahan masalah, alokasi sumber daya (tenaga, dana, sarana dan waktu) secara efisien untuk mencapai tujuan program. 4
1) Menentukan jumlah sasaran Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting karena menjadi dasar dari perencanaan pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program. Sumber resmi antara lain : a) Angka jumlah penduduk, pertambahan pendduduk serta angka kelahiran diperoleh dari hasil sensus penduduk yang dilakukan oleh biro pusat statistik (BPS). b) Unit terkecil dari hasil sensus adalah desa, dan angka ini menjadi pegangan, untuk selanjutnya pengelola program imunisasi melakukan proyeksi untuk mendapatkan jumlah penduduk dan sasaran imunisasi sampai ke tingkat desa. 2) Menentukan target cakupan Menentukan target merupakan bagian yang penting dari perencanaan karena target dipakai sebagai salah satu tolok ukur dalam pelaksanaan, pemantauan, maupun evaluasi. Untuk mengurangi faktor subjektivitas diperlukan analisis situasi yang cermat antara lain: a) Analisis situasi data yang harus di lengkapi (peta wilayah dengan jumlah penduduk/sasaran, data wilayah, jumlah tenaga, jumlah peralatan imunisasi yang ada, data kesakitan dan kematian, hasil analisis PWS (Pemantauan Wilayah Setempat), hasil evaluasi dari data di atas ditetapkan masalah, faktor penyebab serta potensi yang dimiliki. b) Menghitung target aksesibilitas/jangkaaun program (cakupan DPT-1), Kelompokkan wilayah kerja dalam 3 kelompok : (1) Wilayah i, adalah wilayah yang dapat dijangkau pelayanan imunisasi secara teratur, minimal 4 kali dalam setahun. (2) Wilayah ii, adalah wilayah yang dapat dijangkau pelayanan imunisasi namun kurang dari 4 kali dalam setahun atau tidak teratur. (3) Wilayah iii, adalah wilayah yang tidak dapat dijangkau pelayanan imunisasi. Cakupan kontak pertama dapat diperoleh dari : (1) (Jumlah cakupan DPT-i) dari komponen statis, komponen lapangan dan dari praktek swasta pada tahun sebelumnya serta ditambah jumlah target sweeping. (2) Jumlah cakupan dari upaya menjangkau wilayah iii, melalui kegiatan imunisasi tambahan sebelumnya. 5
(3) Tingkat perlindungan program (4) Cakupan DPT-3 /campak. Secara kasar dapat dihitung dari cakupan kontak pertama dikurangi 10%, atau jumlah cakupan DPT-3/campak dari komponen statis, komponen lapangan dan dari praktek swasta tahun sebelumnya dan ditambah jumlah target sweeping. (5) Cakupan Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) Untuk menghitung cakupan imunisasi dasar lengkap (IDL) diperoleh dari jumlah bayi yang mendapatkan imunisasi BCG, DPTHB1-3, Polio 1-4, dan Campak (6) Drop Out Untuk menghitung angka drop out diperoleh dari selisih jumlah bayi yang memperoleh imunisasi campak dengan imunisasi DPTHB/DPTHBHib 1. (7) Cara pencapaian target Setelah melakukan analisis situasi dan menghitung target menentukan pemecahan masalah yang besar daya ungkitnya serta mungkin dilaksanakan untuk tahun yang akan datang. 3) Perencanaan Kebutuhan vaksin Pada dasarnya perhitungan kebutuhan jumlah dosis vaksin berasal dari unit pelayanan imunisasi (puskesmas), cara menghitung berdasarkan: (1) Jumlah imunisasi dasar, (2) Target cakupan yang diharapkan untuk setiap jenis imunisasi, (3) Indek pemakaian vaksin tahun lalu. Untuk menghitung kebutuhan vaksin kita harus menerjemahkan target cakupan secara rinci sampai dengan ke masing-masing kontak antigen. Target cakupan untuk BCG, DPT-1 dan polio-1 biasanya sama yaitu cakupan kontak pertama sedangkan cakupan imunisasi lengkap sama untuk dpt-3, polio-4 dan campak. Untuk kontak kedua DPT dan polio dapat ditentukan dari pengalaman cakupan tahun lalu atau membagi rata angka drop out. Dari perhitungan di atas diperoleh jumlah dosis “bersih” dari masing-masing antigen yang diperlukan untuk mencapai target program memperkenalkan kebijakan untuk membuka vial/ampul baru meskipun sasaran yang datang hanya satu bayi atau membuang sisa vaksin.dengan demikian maka dosis “bersih” harus dibagi dengan faktor 6
IP (indeks pemakaian vaksin) tahun sebelumnya. Perhitungan kebutuhan vaksin untuk unit pelayanan imunisasi swasta disesuaikan dengan jumlah cakupan absolut tahun yang lalu 4) Perencanaan kebutuhan peralatan Cold Chain (Rantai Vaksin) Setiap obat dari bahan biologis harus terlindung dari sinar matahari, vaksin yang sudah dilarutkan tidak dapat disimpan lama karena potensinya akan berkurang, oleh karena itu, untuk vaksin beku kering (BCG, Campak) kemasan harus ditutup. b) Pelaksanaan 1) Persiapan petugas Kegiatan ini meliputi : a. Inventaris Sasaran Kegiatan ini dilakukan di tingkat puskesmas dengan mencatat : i.
Daftar bayi dan ibu hamil/WUS dilakukan oleh kader, dukun terlatih, petugas KB, bidan di desa. Sumber : Kelurahan, form registrasi bayi/ibu hamil, PKK.
ii.
Daftar murid sekolah tingkat dasar melalui kegiatan UKS. Sumber : Kantor Dinas Pendidikan/SD yang bersangkutan.
b. Persiapan vaksin dan peralatan rantai vaksin Sebelum melaksanakan imunisasi di lapangan petugas kesehatan harus mempersiapkan vaksin yang akan dibawa. Jumlah vaksin yang dibawa dihitung berdasarkan jumlah sasaran yang akan diimunisasi dibagi dengan dosis efektif vaksin per vial/ampul. Selain itu juga harus mempersiapkan peralatan rantai dingin yang akan dipergunakan di lapangan seperti termos dan kotak dingin cair. c. Persiapan ADS (Auto Disable Syringe) dan Safety Box Petugas juga hasrus mempersiapkan ADS dan safety box untuk dibawa ke lapangan. Jumlah ADS yang dipersiapkan sesuai dengan jumlah sasaran yang akan diimunisasi. Jumlah safety box yang akan dibawa disesuaikan dengan jumlah ADS yang akan dipergunakan dan kapasitas safety box yang tersedia.
7
2) Persiapan masyarakat Untuk mensukseskan pelayanan imunisasi, persiapan dan penggerakan masyarakat mutlak harus dilakukan. Kegiatan ini dilakukan dengan melakukan kerja sama lintas program, lintas sektoral, organisasi profesi, LSM, dan petugas masyarakat/kader. 3) Persiapan pelayanan imunisasi Kegiatan pelayanan imunisasi terdiri dari kegiatan imunisasi rutin dan tambahan. Dengan semakin mantapnya unit pelayanan imunisasi, maka proporsi kegiatan imunisasi tambahan semakin kecil. a. Pelayanan Imunisasi Rutin Vaksin yang diberikan pada imunisasi rutin pada bayi meliputi :Hepatitis B, BCG, Polio, DPT-HB-Hib (pentavalen), dan Campak. Kemudian pada umur 1,5 bulan diberi kembali Imunisasi lanjutan yaitu DPT-HB-Hib dan pada umur 2 tahun diberi imunisasi campak 2. Imunisasi lanjutan ini diberikan kepada batita yang telah mendapat imunisasi lengkap pada masa bayi. Jika belum lengkap , maka harus dilengkapi sebelum pemberian imunisasi lanjutan, upaya melengkapi bersamaan dengan program bulan vitamin A atau kegiatan lainnya. Jadwal pemberian imunisasi baik pada bayi sebagai berikut.
8
Tabel 1.
Umur
Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Bayi dengan Menggunakan Vaksin DPT dan HB dalam Bentuk Terpisah, Menurut Tempat Lahir Bayi Vaksin Tempat
0 bulan
Hepatitis B (≤ 7 hari)
Rumah/RS/PKM/R.Bidan
1 bulan
BCG, Polio 1
Posyandu/ RS/PKM/R.Bidan
2 bulan
DPT-HB-Hib 1, Polio 2
Posyandu/ RS/PKM/R.Bidan
3 bulan
DPT-HB- Hib 2, Polio 3
Posyandu/ RS/PKM/R.Bidan
4 bulan
DPT-HB- Hib 3, Polio 4
Posyandu/ RS/PKM/R.Bidan
9 bulan
Campak
Posyandu/ RS/PKM/R.Bidan
18 bulan (1,5 thn)
DPT-HB-Hib (booster)
Posyandu/ RS/PKM/R.Bidan
24 bulan (2 thn)
Campak 2
Posyandu/ RS/PKM/R.Bidan
Imunisasi lanjutan
Sumber :Kementerian Kesehatan RI, 2014
3. Pencatatan dan Pelaporan Imunisasi Kegiatan pencatatan, pelaporan dan pemantauan merupakan komponen penting dalam program imunisasi yang diperlukan sebagai bahan evaluasi dan tindak lanjut. Dalam perkembangannya saat ini pencatatan dan pelaporan mengalami penurunan kinerja yang meliputi tingkat ketepatan, kelengkapan dan akurasi data pelaporan. Sedangkan pemantauan berupa PWS (Pemantauan Wilayah Setempat) tidak dilakukan sebagaimana mestinya1. Pencatatan dan pelaporan memegang peranan penting dalam program imunisasi. Selain menunjang pelayanan imunisasi, data hasil pencatatan dan pelaporan harus dianalisis untuk membuat perencanaan dan evaluasi program (Depkes RI, 2005). Pencatatan dan pelaporan harus dilaporkan secara berjenjang, mulai dari Fasilitas pelayanan kesehatan primer (posyandu dan puskesmas), rumah sakit, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, Kementerian Kesehatan hingga ke badan internasional seperti WHO dan UNICEF.
9
Hasil kegiatan imunisasi yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota secara vertikal ke propinsi terdiri atas 3 (tiga) jenis yaitu : 1) Laporan Hasil Cakupan Imunisasi, dibedakan : a) Hasil cakupan menurut puskesmas b) Hasil cakupan menurut kelurahan c) Hasil cakupan menurut kecamatan 2) Laporan Pemakaian Vaksin. 3) Laporan Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Departemen Kesehatan RI (Depkes, RI) menyebutkan syarat-syarat pelaporan yang baik adalah : 1) Lengkap; semua bagian dalam laporan telah lengkap, tidak ada yang kosong dan semua puskesmas telah mengirimkan laporan. 2) Tepat waktu; berdasarkan kesepakatan dalam pertemuan di tingkat propinsi, laporan seharusnya telah diserahkan ke propinsi paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya. 3) Akurat; sebelum mengirim pelaporan, data yang dilaporkan sesuai dengan data sasaran dan jumlah hasil imunisasi berdasarkan pencatatan yang kirimkan oleh puskesmas.
B. Tinjauan evaluasi program kesehatan 1. Pengertian Evaluasi Evaluasi adalah penilaian atas hasil (dalam hal pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang baru atau yang telah ditingkatkan) dan dampak (pada pemecahan atau pengurangan masalah kesehatan dan pada kesehatan masyarakat yang lebih baik) pelatihan dan proses yang melahirkan hasil dan dampak tersebut 5. Evaluasi program, suatu istilah dalam manajemen yang popular beberapa dekade terakhir, bukanlah suatu hal yang baru; secara historis berkembang dan muncul dalam administrasi secara independen. Evaluasi kualitatif sering dianggap agak lunak dan inkonklusif dibandingkan dengan evaluasi kuantitatif yang bersifat teknis dan berorientasi pada pengamat, namun informasi kuantitatif bisa jadi tidak begitu dipahami oleh pembaca. Evaluasi program dapat memenuhi harapan kedua tipe pemerhati6. Melakukan evaluasi adalah membuat penetapan tentang nilai. Ini termasuk kegiatan membandingkan sesuatu dengan lainnya dan kemudian membuat keputusan pilihan tipe evaluasi 10
atau tindakan evaluasi yang ditujukan pada kegiatan yang dilakukan pada fase awal, eksplorasi, fase kebijakan, fase perencanaan program. Evaluasi ditujukan terhadap dua hal: a. Untuk mengukur kemajuan rencana dan program (evaluasi formatif). b. Untuk mengukur hasil pencapaian kegiatan apakah telah sesuai dengan yang direncanakan atau diprogramkan (evaluasi sumatif). Evaluasi terhadap sumber daya (input) yang disediakan untuk pelaksanaannya. Evaluasi program adalah ilmu yang menggambarkan betapa perlunya ilmu dan seni dalam kegiatan evaluasi program dan sekaligus menjawab keluhan dan frustasi para manajer yang menyatakan perlunya evaluasi dilengkapi dengan ilmu pengetahuan yang memadai. Evaluasi program merupakan kebutuhan banyak pihak, menjadi penting dan kompleks. Evaluasi adalah suatu proses penilaian suatu kinerja dari suatu proses kegiatan. Di dalam pengertian tersebut mencakup evaluasi terhadap :input- proses- out put- out come dan impact. Evaluasi program adalah suatu bentuk khusus dari evaluasi. Sesuai namanya evaluasi ini dilakukan terhadap program. Sebagaimana diketahui program adalah suatu rencana yang telah nyata kongkrit, suatu rencana yang telah mencatumkan tujuan, sasaran atau targetnya., penyediaan anggaran, SDM, sarana prasarana dan waktu yang dijadwalkan. Masing-masing elemen tersebut telah ditetapkan atau telah dibuat standar sebelumnya yang dapat diukur dalam perkembangan pelaksanaanya6. 2. Tujuan Evaluasi Program Evaluasi dilakukan dengan berbagai maksud dan tujuan, yaitu : a. Untuk menetapkan penilaian terhadap program yang sedang berjalan dan kecenderungannya, apakah pencapaian target seperti yang ditetapkan dalam rencana program telah berjalan secara efektif dan efisien, hal ini adalah perlu, untuk mencegah timbulnya pemborosan. b. Untuk identifikasi dan estimasi faktor positif dan negatif yang berkaitan dengan kelancaran pelaksanaan program. c. Untuk menilai manfaat program bagi masyarakat sasaran program. d. Untuk keperluan pengambilan keputusan apakah program butuh perbaikan atau perubahan. e. Dapat meningkatkan efektifitas administrasi manajemen program. f.
Untuk mengetahui alokasi sumber daya yang dibutuhkan.
g. Memberikan kontribusi secara substantif dan metodologi pada ilmu pengetahuan6.
11
3. Langkah-Langkah Evaluasi Langkah-langkah dalam evaluasi/penilaian adalah sebagai berikut : a. Menentukan tujuan evaluasi :Tujuan dari evaluasi harus dimengerti, sebab hal ini mempengaruhi bagian apa dari program yang perlu diamati, selanjutnya memengaruhi pula macam informasi yang akan dikumpulkan. b.
Menentukan bagian apa dari program yang akan dievaluasi :Apakah yang dievaluasi masukannya, proses, keluaran, atau dampaknya, atau kombinasi dari bagian-bagian tersebut.
c.
Mengumpulkan data awal (base line data):Data ini dapat dipergunakan sebagai pembanding, antara sebelum diadakan suatu kegiatan dengan situasi sesudah diadakan kegiatan. Data awal yang diperlukan bergantung pada apa yang akan dinilai dan maksud penilaian.
d.
Mempelajari tujuan programTujuan program merupakan syarat penting sutau program, agar penilaian dapat dilakukan dengan baik. Tujuan harus dapat dikur dan jelas. Tujuan dapat dirumuskan menjadi tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Tujuan jangka pendek adalah tujuan yang ingin dicapai dalam waktu dekat, merupakan loncatan untuk bisa sampai pada tujuan jangka menengah. Tujuan jangka menengah untuk bisa sampai pada tujuan yang harus dicapai dulu, untuk bisa mencapai tujuan jangka panjang. Tujuan jangka panjang merupakan tujuan akhir dari sebuah program.
e. Menentukan tolok ukur (indikator) :Perlu ditetapkan patokan apa yang akan digunakan sebagai dasar pengukuran. Dengan kata lain, harus ditentukan apa yang akan diukur. Contoh, jika tujuannya adalah meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya olahraga, harus ditentukan dahulu apa yang akan dipakai untuk mengukur kesadaran masyarakat. Misalkan untuk mengukur berapa persen masyarakat yang berolahraga pada pagi hari, maka mereka yang membiasakan olahraga pada pagi hari adalah tolak ukurnya. Hal ini harus dibandingkan antara sebelum dan sesudah kegiatan. f.
Menentukan cara menilai, alat penilaian, dan sumber datanya
g. Mengumpulkan data h. Mengolah dan menyimpulkan data yang didapat. i.
Feedback (umpan balik) dan saran-saran kepada program yang akan dinilai7.
12
4. Evaluasi data imunisasi a. Survei cakupan (coverage cakupan); tujuannya untuk mengetahui tingkat cakupan imunisasi, distribusi umur saat diimunisasi, mutu pencatatan dan pelaporan, sebab kegagalan imunisasi dan tempat memperoleh imunisasi b. Survei dampak; tujuannya untuk menilai keberhasilan program imunisasi terhadap penurunan morbiditas penyakit seperti tetanus neonatorum, polio dan campak, diperolehnya gambaran epidemiologis PD3I seperti distriubsi penyakit menurut umur, tempat tinggal dan faktor-faktor risiko. c. Uji Potensi Vaksin; tujuannya adalah diketahuinya potensi dan keamanan vaksin dan kualitas pengelolaan vaksin8.
C. Deskripsi program buku bantu imunisasi Program buku bantu imunisasi dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba pada tahun 2013. Program ini dilakukan atas inisiasi Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan bekerjasama dengan UNICEF dan CDC. Program ini dilaksanakan karena melihat masih lemahnya sistem pencatatan dan pelaporan terkait imunisasi di tingkat posyandu dan puskesmas. Buku bantu dan poster bantu ini diharapkan bisa membantu dan memberi penguatan terhadap system pencatatan dan pelaporan imunisasi di puskesmas4. Program ini diawali dengan melakukan sosialisasi dan training penggunaan buku dan poster kepada kader posyandu. Kegiatan sosialisasi dilaksanakan pada bulan Februari – Maret 2013. Sosialisasi ini dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba kepada kader-kader posyandu di setiap puskesmas yang menjadi pilot project program ini.
Gambar 1. Kegiatan sosialisasi buku dan poster bantu imunisasi
13
Puskesmas yang menjadi pilot project program ini di Kota Makassar adalah Puskesmas Pampang dan Jongaya, di Kabupaten Bulukumba adalah puskesmas Ganttareng, Ponre, Batang dan Bontotiro. Tujuan sosialisasi adalah memberikan petunjuk pentingnya program ini dan penjelan teknis cara penggunaan buku bantu dan poster bantu tersebut. Kegiatan sosialisasi ini cukup terlambat dari jadwal yang seharusnya dilaksanakan di Awal Januari 2013. Setelah kegiatan sosialisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Kota bersama tim dari FKM Univeristas Hasanuddin, UNICEF dan CDC melakukan assessment pada bulan Mei 2013 untuk menilai kesiapan kader posyandu dan bidan dalam mengimplementasikan program ini4. D. Deskripsi program strategi komunikasi imunisasi Program strategi komunikasi imunisasi lahir dari hasil assessment tentang program imunisasi yang menunjukkan bahwa masih kurangnya pengetahuan dan kesadaran orang tua tentang pentingnya imunisasi. Selain itu informasi terkait imunisasi yang beredar masih banyak yang kurang tepat. Petugas kesehatan juga jarang memberi informasi tentang imunisasi dan kurangnya dukungan dari tokoh masyarakat dan tokoh agama setempat untuk mendukung program imunisasi ini. Dari sekian banyak permasalahan tersebut dibuatlah suatu program strategi komunikasi imunisasi untuk mengatasi masalah-masalah tersebut yang pada akhirnya program ini diharapkan dapat berkontribusi pada target nasional yaitu 90% anak-anak dari 80% target sasaran lokasi diimunisasi lengkap pada usia satu tahun. Imunisasi dianggap penting karena berdasarkan tujuan MDG’s adalah untuk menurunkan angka kematian bayi. Salah satu instrumen untuk mendukung cakupan imunisasi ini melalui saluran Komunikasi Informasi dan Edukasi. Karena penting untuk mendukung manfaat dan risiko imunisasi yang disampaikan secara empati dan menggunakan istilah yang sederhana dengan media bantu dan metode komunikais yang efektif. Proses Pelatihan selama 2 (dua) hari memberikan manfaat dan memberikan inspirasi bagi peningkatan kapasitas petugas Puskesmas. Topik Pelatihan meliputi Kebijakan Strategis bidang Imunisasi dan Dukungan Media Komunikasi untuk pencapaian imunisasi rutin yang optimum melalui presentasi dan diskusi. Kemudian dilanjutkan dengan tayangan video komunikasi, simulasi dan praktek dengan lembar balik (KIE) dan audio visual. Dari Pelatihan ini telah terdesiminasi Paket media imunisasi yaitu : Video instruksional komunikasi efektif,Kartu konseling/flash card,Panduan komunikasi bagi kader,Panduan komunikasi bagi tenaga kesehatan, Brosur/leaflet dukungan tokoh masyarakat dan tokoh agama, Panduan pengggunaan video instruksional, Jingle imunisasi. 14
Pada materi khusus tentang Pandangan ulama tentang Imunisasi, unsur babi yang selama ini menjadi polemik dalam vaksin imunisasi, ternyata setelah diadakan penelitian dengan regenerasi vaksin, unsur babinya tidak ada. Selain itu telah ada fatwa MUI yang menyatakan bahwa vaksin itu halal untuk disuntikkan pada bayi dan hampir semua negara–negara di Arab, dewasa ini sudah menggunakan vaksin imunisasi pada bayi agar dapat menjaga kesehatan anak. Ulasan penggunaan media dengan contoh visual dan media teknik komunikasi dipaparkan secara bergantian kemudian langsung dipraktekkan. Point utama dari strategi komunikasi adalah kemampuan teknik dalam penyampaian komunikasi meliputi pengusaan materi, cara penggunaan media, perkenalan diri, tujuan dan manfaat yang ingin disampaikan, lalu menggali Imformasi terhadap audiens, buat kesimpulan, serta tinggalkan pesan yg bisa diingat oleh audiens.
15
BAB III METODOLOGI KEGIATAN
A. Rancangan evaluasi Evaluasi ini menggunakan jenis penelitian observasional dengan rancangan Mixed Methodology, yaitu dengan menggabungkan dua desain penelitian yakni kuantitatif dan kualitatif dengan less dominant lebih pada kuantitatif dan kualitatif sebagai data pelengkap penelitian ini. Metode kuantitatif digunakan untuk mengevaluasi pengumpulan data imunisasi dasar dilakukan dengan menggunakan lembar data rekapitulasi berdasarkan observasi buku bantu di posyandu
dan buku register di
puskesmas. Selain itu metode kuantitatif juga digunakan untuk mengevaluasi Strategi Komunikasi imunisasi Staf Puskesmas yang menjalankan program ini. Sedangkan evaluasi kualitatif digunakan untuk mengetahui strategi puskesmas dalam meningkatkan cakupan imunisasi dan menurunkan angka drop out.
B. Lokasi penelitian Kegiatan ini dilaksanakan di dua daerah yaitu Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba. Untuk mengevaluasi pengumpulan data imunisasi dasar dan mengetahui strategi puskesmas dalam meningkatkan cakupan imunisasi dan menurunkan angka drop out. dilakukan di dua puskesmas di Makassar yaitu puskesmas Jongaya dan Pampang. Untuk Kabupaten Bulukumba dilakukan di Puskesmas Bontotiro dan Batang. Lokasi ini ditentukan berdasarkan lokasi penerapan buku bantu imunisasi di dua Kabupaen/Kota tersebut. Sedangkan untuk mengevaluasi strategi komunikasi imunisasi, pemilihan lokasinya berdasarkan puskesmas yang ditunjuk sebagai pilot project kegiatan strakom imunisasi. Untuk Kota Makassar yaitu Puskesmas Pampang, Jongaya, Pertiwi, Tamalanrea, Sudiang dan Sudiang Raya. Sedangkan di Kabupaten Bulukumba yaitu Puskesmas Bonto Tiro, Batang, Ponre, Ganttareng, Bonto Nyeleng dan Caile .
16
C. Responden Responden pada evaluasi ini adalah kordinator imunisasi, kordinator bidan dan petugas promosi kesehatan di masing-masing puskesmas yang menjadi pilot project kegiatan ini. D. Alat Ukur Alat ukur yang digunakan adalah lembar observasi data, kuesioner wawancara dan pedoman wawancara mendalam (terlampir) E. Tahapan kegiatan 1.
Evaluasi pengumpulan data imunisasi dasar dilakukan dengan menggunakan lembar data rekapitulasi berdasarkan observasi buku bantu dan buku register di puskesmas, subjek evaluasi adalah 2 puskesmas dari masing-masing Kabupaten Bulukumba dan Kota Makassar dengan kriteria memiliki pencatatan imunisasi dasar lengkap dengan pembagian data berdasarkan desa. Pemilihan desa/kelurahan dilakukan secara acak dan dengan mempertimbangkan bahwa di desa/keluarahan tersebut di setiap posyandu masih memiliki buku bantu.Data di setiap posyandu di desa tersebut kemudian di rekap. Data yang ada di puskesmas kemudian dibandingan dengan data yang tercatat di tingkat desa/kelurahan. Untuk menilai cakupan imunisasi dengan melihat hasil pencatatan di puskesmas jumlah bayi yang diimunisasi lengkap dibandingkan dengan sasaran. Untuk menilai Drop out imunisasi dasar dilihat dari selisih cakupan imunisasi DPT1 dikurangi cakupan imunisasi campak.
2. Evaluasi kualitatif dilakukan untuk menilai strategi puskesmas dalam meningkatkan cakupan imunisasi dan menurunkan angka drop out, subjek evaluasi ini adalah 1 orang petugas imunisasi di setiap puskesmas; 3. Evaluasi strategi komunikasi imunisasi staf puskesmas, subjek evaluasi adalah Kordinator imunisasi, kordinator bidan dan staff uskesmas. Masing-masing 3 disetiap puskesmas. Kegiatan dilakukan dengan wawancara dengan kuesioner. F. Analisis Data Analisis data dilakukan dengan cara deskriptif untuk masing-masing variabel evaluasi atau penelitian dan selanjutnya disajikan dalam bentuk narasi, tabel, dan grafik 17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Perbandingan Cakupan imunisasi dasar dan angka drop out di tingkat Desa/kelurahan dan Puskesmas 1. Bulukumba Untuk mengetahui apakah program buku bantu yang diimplementasikan tahun 2013 berjalan dengan baik maka salah satu caranya adalah dengan membandingkan pencatatan yang dilakukan di posyandu dengan buku bantu dengan pencatatan yang ada di puskesmas. Daerah implementasi di Kabupaten Bulukumba yaitu Puskesmas Bontotiro dan puskesmas Batang. Dari hasil observasi data ditemukan bahwa hanya ada dua desa baik di wilayah kerja puskesmas Batang dan Bontotiro yang menerapkan pencatatan buku bantu imunisasi dengan baik di semua posyandu di desa tersebut. Sebagian besar posyandu tidak lagi melakukan pencatatan di buku bantu, karena tidak adanya buku bantu yang disediakan puskesmas untuk setiap posyandu di tahun 2014 dan tahun 2015 dengan alasan tidak adanya anggaran untuk pengadaan buku bantu tersebut. Sementara yang masih menjalankan mengambil insiatif untuk mencatat dibuku bantu yang lama dengan cara menghapus catatan bayi yang diimunisasi tahun sebelumnya, atau mengisi nama bayi dikolom kosong dibuku yang lama. Berikut gambar hasil perbandingan data yang ada di puskesmas dengan yang ada di tingkat desa yang dicatat di posyandu.
18
a. Puskesmas Batang Hasil perbandingan data puskesmas Batang dengan Desa Batang 30 25 20 15 Desa Batang 10 Puskesmas Batang 5 0
Gambar 2. Perbandingan data puskesmas Batang dengan Desa Batang
Dari hasil perbandingan pencatatan di desa dengan puskesmas batang terlihat bahwa ada cukup banyak indikator yang pencatatannya tidak sama, seperti jumlah bayi yang tercatat di puskesmas untuk wilayah desa Batang sebanyak 24 bayi sementara yang tercatat di posyandu di desa tersebut sebanyak 23 bayi. Selain itu jumlah bayi yang mendapat imunisasi dasar lengkap berdasarkan catatan di puskesmas untuk wilayah desa Batang sebanyak 18 bayi (78,2%) sementara yang tercatat di posyandu di desa tersebut sebanyak 14 bayi (58,3%). Selain itu jumlah bayi yang drop out (DO) berdasarkan catatan di puskesmas untuk wilayah desa Batang sebanyak 5 bayi (21,7%) sementara yang tercatat di posyandu di desa tersebut sebanyak 9 bayi (37,5%). Beberapa pencatatan di puskesmas dan posyandu juga tidak menunjukkan angka yang sama.
19
Hasil perbandingan data puskesmas Batang dengan Desa Bonto Tanga 40 35 30 25 20 Desa Bonto Tanga
15
Puskesmas Batang
10 5 0
Gambar 3. Perbandingan data puskesmas Batang dengan Desa bonto Tanga
Dari hasil perbandingan pencatatan di desa Bonto tanga dengan puskesmas Batang terlihat bahwa ada cukup banyak indikato juga yang memiliki pencatatan yang tidak sama, seperti jumlah bayi yang tercatat di puskesmas untuk wilayah desa Bonto Tanga sebanyak 25 bayi sementara yang tercatat di posyandu di desa tersebut lebih banyak yaitu sebanyak 34 bayi. Selain itu jumlah bayi yang mendapat imunisasi dasar lengkap berdasarkan catatan di puskesmas untuk wilayah desa Bonto Tanga sebanyak 19 bayi (76,0%) sementara yang tercatat di posyandu di desa tersebut sebanyak 21 bayi (61.0%). Selain itu jumlah bayi yang drop out (DO) berdasarkan catatan di puskesmas untuk wilayah desa Bonto Tanga sebanyak 3 bayi (12.0%) sementara yang tercatat di posyandu di desa tersebut sebanyak 7 bayi (20,5%). Beberapa pencatatan indicator setiap antigen di puskesmas dan posyandu juga tidak menunjukkan angka yang sama. Bahkan pencatatan di desa ini lebih banyak dibandingkan pencatatan di puskesmas.
20
b. Puskesmas Bontotiro Hasil perbandingan data puskesmas Bontotiro dengan Desa Tritiro 30 25 20 15 Desa Tritiro
10
Puskesmas Bontotiro
5 0
Gambar . Perbandingan data puskesmas Bontotiro dengan Desa Tritiro
Dari hasil perbandingan pencatatan di desa Tritiro dengan puskesmas Bontotiro terlihat bahwa ada cukup banyak indikator juga yang memiliki pencatatan yang tidak sama, seperti jumlah bayi yang tercatat di puskesmas untuk wilayah desa Tritiro sebanyak 25 bayi sementara yang tercatat di posyandu di desa tersebut lebih sedikit yaitu sebanyak 22 bayi. Selain itu jumlah bayi yang mendapat imunisasi dasar lengkap berdasarkan catatan di puskesmas untuk wilayah desa Tritiro sebanyak 10 bayi (40.0%) sementara yang tercatat di posyandu di desa tersebut sebanyak 8 bayi (36.3%). Selain itu jumlah bayi yang drop out (DO) berdasarkan catatan di puskesmas untuk wilayah desa Tritiro sebanyak 9 bayi (36.0%) sementara yang tercatat di posyandu di desa tersebut sebanyak 11 bayi (50.0%). Beberapa pencatatan indikator setiap antigen di puskesmas dan posyandu sudah menunjukkan angka yang sama (DPTHB1, DPTHB2 dan Polio 4). Sedangkan antigen yang lain tidak menunjukkan angka yang sama. Dari grafik diatas menunjukkan bahwa pencatatan di puskesmas jauh lebih banyak dibandingkan pencatatan di desa/posyandu.
21
Hasil perbandingan data puskesmas Bontotiro dengan Desa Lamanda 10 9 8 7 6 5 4
Desa Lamanda
3
Puskesmas Bontotiro
2 1 0
Gambar 5. Perbandingan data puskesmas Bontotiro dengan Desa Lamanda
Dari hasil perbandingan pencatatan di desa Lamanda dengan puskesmas Bontotiro terlihat bahwa ada cukup banyak indikator juga yang memiliki pencatatan yang tidak sama, seperti jumlah bayi yang tercatat di puskesmas untuk wilayah desa Lamanda lebih banyak yaitu sebanyak 9 bayi sementara yang tercatat di posyandu di desa tersebut lebih sedikit yaitu sebanyak 7 bayi. Selain itu jumlah bayi yang mendapat imunisasi dasar lengkap berdasarkan catatan di puskesmas untuk wilayah desa Lamanda sebanyak 4 bayi (16.0%) sementara yang tercatat di posyandu tidak ada bayi yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Selain itu jumlah bayi yang drop out (DO) berdasarkan catatan di puskesmas untuk wilayah desa Lamanda sebanyak 5 bayi (20.0%) sementara yang tercatat di posyandu di desa tersebut sebanyak 5 bayi (20.0%). Beberapa pencatatan indikator setiap antigen di puskesmas dan posyandu juga tidak menunjukkan angka yang sama. Pencatatan di puskesmas lebih banyak dibandingkan pencatatan di desa/posyandu.
22
2. Kota Makassar Program buku bantu yang diinisiasi UNICEF dan Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2013 di Kota Makassar tidak berjalan dengan baik. Hasil evaluasi kami menunjukkan sebagian besar posyandu di Puskesmas Jongaya dan Pampang sudah tidak lagi melakukan pencatatan di buku bantu tersebut. Hanya ada beberapa posyandu yang masih menjalankan buku bantu tersebut. Sehingga kami tidak bisa membandingkan data imunisasi yang diperoleh di tingkat kelurahan dengan data yang tercatat di puskesmas. Karena pencatatannya tidak berjalan. Buku bantu yang tersedia hanya pencatatan di tahun 2013 pada saat program ini pertama kali berjalan, namun setelah itu di tahun 2014 dan 2015 pencatatan buku bantu di tingkat posyandu tidak berjalan lagi. Kendala yang dihadapi di Puskesmas Jongaya dan Pampang adalah tidak tersedianya sumber dana untuk membiayai pengadaan buku bantu untuk menindaklanjuti program tersebut ditahun-tahun berikutnya. Pengadaan ditahun 2013 sepenuhnya ditanggung oleh UNICEF, namun setelah itu Dinas Kesehatan Kota Makassar dan Puskesmas tidak lagi membuat penganggaran untuk pengadaan buku bantu tersebut, akhirnya program ini tidak berlanjut. Padahal jika Dinas Kesehatan dan puskesmas menganggap program ini penting dan baik dalam mendukung peningkatan cakupan imunisasi, anggaran yang dibutuhkan tidaklah terlalu besar dengan estimasi 20-40 posyandu setiap puskesmas maka anggaran yang dibutuhkan hanya Rp. 100.000-200.000 setiap puskesmas untuk penggadaan buku bantu yang bisa dipakai dalam jangka waktu satu tahun. Selain kendala dana, kendala keaktifan kader posyandu untuk melakukan pencacatan. Masih banyak kader yang malas mencatat imunisasi di buku bantu. Bahkan di beberapa posyandu pencatatan buku bantu imunisasi diambil alih oleh korim/bidan desa. Permasalahan yang lain adalah kurangnya insentif kader menjadi masalah yang klasik yang membuat kader kurang bekerja secara maksimal. Pengetahuan dan perhatian kader terhadap pentingnya buku bantu yang masih kurang membuat kader malas mencatat di buku bantu, selain itu beberapa kader mengalami kesulitan dalam melakukan pencatatan buku bantu karena beban pencatatan yang dilakukan di posyandu cukup banyak. Buku bantu pada prinsipnya bertujuan untuk memudahkan dalam mengidentifikasi bayi yang akan diimunisasi di wilayah posyandu tersebut, sekaligus membantu dalam hal monitoring dan evaluasi program imunisasi. Harapan utamanya adalah program ini mampu mendorong peningkatan cakupan imunisasi dan menurunkan angka drop out imunisasi.
23
24
3. Cakupan Imunisasi Kota Makassar dan Kab. Bulukumba 120
Cakupan Imunisasi (%)
100 80 60
2012 2013
40
2014
20 0 Jongaya
Pampang
Bontotiro
Batang
Puskesmas
Gambar 6. Grafik cakupan Imunisasi dasar lengkap Tahun 2012-2014
Salah satu cara untuk melihat keefektifan suatu program imunisasi dilihat dari angka cakupan imunisasi dasar lengkap (IDL). Cakupan imunisasi dasar lengkap di empat puskesmas yang menjadi daerah intervensi buku bantu sudah menunjukkan angka diatas 80%. Grafik diatas juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara cakupan imunisasi tahun 2012, 2013 dan 2014. Hanya puskesmas Batang yang memiliki kenaikan setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa program buku bantu belum banyak memberikan kontribusi terhadap peningkatan cakupan. Selain itu program buku bantu juga tidak berjalan dengan baik di tahun 2013 dan 2014 karena tidak tersedianya buku bantu untuk tahun 2013 dan 2014. Selain program buku bantu banyak hal yang mempengaruhi peningkatan cakupan imunisasi di masing-masing daerah seperti partipasi masyarakat, partisipasi ibu, promosi kesehatan dan kinerja kader posyandu.
25
B. Strategi Puskesmas dalam menurunkan angka drop out Kami juga mewawancarai kordinator imunisasi untuk memperoleh informasi mengenai strategi atau program apa saja yang telah dilakukan untuk meningkatkan cakupan imunisasi dan menurunkan angka drop out. Dari hasil wawancara mendalam diperoleh informasi bahwa semua kordinator imunisasi mengatakan bahwa untuk meningkatkan cakupan imunisasi di puskesmas yang dilakukan adalah program sweeping bayi, ada puskesmas yang melakukan setiap 3 bulan sekali, ada puskesmas yang melakukan setiap 6 bulan sekali, dan ada juga yang melakukan sekali dalam setahun. Sweeping bayi di puskesmas dilakukan pada desa atau kelurahan yang memiliki cakupan imunisasi yang rendah. Sweeping dilakukan dengan bantuan kader posyandu untuk mencari anak yang belum lengkap imunisasinya. Sweeping imunisasi sebenarnya merupakan cara terakhir yang ditempuh oleh puskesmas dalam meningkatkan cakupan imunisasi. Kegiatan ini tidak perlu dilakukan jika kordinator imunisadi dan kader posyandu aktif mencari sasaran dan mengajak ibu-ibu untuk membawa anaknya diimunisasi. Pendekatan awal yang mesti dilakukan adalah dengan pendekatan promosi kesehatan kepada masyarakat, peningkatan kapasitas kader dengan komunikasi efektif kepada ibu-ibu yang memiliki bayi, agar para ibu mau membawa anaknya untuk diimunisasi. Selain itu Pemantauan bayi yang lahir setiap bulan dan pencatatan yang baik mampu melacak sasaran lebih cepat. Selain Sweeping beberapa ide kreatif yang dilakukan untuk menarik bayi dan orang tua bayi untuk membawa anaknya ke posyandu adalah dengan menyediakan balon untuk menarik anak-anak datang ke posyandu. Selain itu di Bulukumba ada rencana program untuk menerbitkan piagam imunisasi yang nantinya akan bekerjasama dengan dinas pendidikan. Kerjasama ini diharapkan melahirkan kebijakan aturan bahwa seorang anak yang ingin memasuki Sekolah Dasar wajib memiliki piagam imunisasi tersebut. Sehingga harapannya kebijakan ini mampu mendorong ibu-ibu untuk membawa anaknya untuk imunisasi ke posyandu.
26
C. Evaluasi Strategi Komunikasi dalam Menurunkan Angka Drop Out Salah satu program yang mendukung peningkatan cakupan imunisasi adalah dengan program strategi komunikasi imunisasi, program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas petugas kesehatan dalam menyampaikan informasi, edukasi dan promosi kesehatan terkait imunisasi. Program ini diawali dengan memberikan pelatihan kepada 3 orang staff masing-masing puskesmas yang terdiri dari Kordinator Bidan, Kordinator imunisasi dan petugas promosi kesehatan. Lokasi evaluasi berdasarkan puskesmas yang ditunjuk sebagai pilot project kegiatan strakom imunisasi. Untuk Kota Makassar yaitu Puskesmas Pampang, Jongaya, Pertiwi, Tamalanrea, Sudiang dan Sudiang Raya. Sedangkan di Kabupaten Bulukumba yaitu Puskesmas Bonto Tiro, Batang, Ponre, Ganttareng, Bonto Nyeleng dan Caile .Ada tiga aspek yang dievaluasi dalam program strategi komunikasi yaitu mengenai teknik komunikasi, penguasan materi dan media komunikasi. Berikut hasil evaluasi strategi komunikasi imunisasi. 1. Kota Makassar a. Karakteristik Responden Tabel 1. Karakteristik Responden di Kota Makassar Karakteristik Responden Puskesmas Pertiwi Pampang Tamalanrea Jongaya Sudiang Sudiang Raya Usia responden ≤ 30 tahun > 30 tahun Lama bekerja di puskesmas ≤ 5 tahun > 5 tahun Posisi di puskesmas Promosi Kesehatan Petugas Imunisasi Bidan Pernah mengikuti pelatihan STRAKOM Ya Tidak
n
%
3 3 3 3 3 3
16,7 16,7 16,7 16,7 16,7 16,7
2 16
11,1 88,9
8 10
44,4 55,6
6 6 6
33,3 33,3 33,3
18 0
100,0 0 27
Survei dilaksanakan pada enam puskesmas di Kota Makassar dengan memilih responden berdasarkan hasil pelatihan Strategi Komunikasi (STRAKOM) yang telah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. Puskesmas tersebut adalah Puskemas Pertiwi, Pampang, Tamalanrea, Jongaya, Sudiang, dan Sudiang Raya. Setiap puskesmas dikirim tiga petugas untuk dilatih strategi komunikasi dengan materi imunisasi. Usia responden terbanyak adalah diatas 30 tahun sebanyak 16 orang (88,9%) dengan posisi di puskesmas sebagai petugas promosi kesehatan, petugas imunisasi, dan bidan. Seluruh responden yang diwawancarai adalah peserta yang mengikuti pelatihan strategi komunikasi imunisasi. b. Teknik Komunikasi Tabel 2. Teknik Komunikasi Responden di Kota Makassar Teknik Komunikasi Setelah pelatihan melaksanakan STRAKOM Ya Tidak Frekuensi penyuluhan telah melaksanakan kegiatan STRAKOM a. Setelah Pelatihan – Sekarang ≤ 10 kali > 10 kali b. Sebulan terakhir ≤ 10 kali > 10 kali Jumlah posyandu yang dikunjungi sebulan terakhir ≤ 10 posyandu > 10 posyandu Petugas terlibat dalam kegiatan STRAKOM Petugas kesehatan Petugas kelurahan Petugas TOGA/TOMA Kader dilibatkan dalam STRAKOM Ya Tidak Jumlah Kader dilibatkan dalam STRAKOM ≤ 10 orang > 10 orang
n
%
11 7
61,1 38,9
2 9
18,2 81,8
5 6
45,5 54,5
4 6
40,0 60,0
10 5 6
90,9 45,5 54,5
10 1
90,9 9,1
4 6
40,0 60,0 28
Setelah pelatihan melaksanakan strategi komunikasi sebanyak 11 orang (61,1%). Frekuensi penyuluhan dibagi menjadi dua durasi yaitu setelah pelatihan hingga sekarang dengan pelaksanaan kegiatan >10 kali sebanyak 9 (81,8%) dan sebulan terakhir dengan pelaksanaan kegiatan >10 kali sebanyak 6 (54,5%). Jumlah posyandu yang telah dikunjungi untuk pelaksanaan strakom sebulan terakhir >10 posyandu yaitu 6 (60,0%). Petugas yang terlibat dalam kegiatan strakom berdasarkan jawaban responden terbanyak yaitu melibatkan petugas kesehatan sebanyak 10 (90,9%). Menurut responden yang diwawancarai, petugas kesehatan yang banyak terlibat selain petugas puskesmas yang ada dalam wilayah kerja, ada juga petugas PLKB yang membantu mengumpulkan ibu-ibu WUS (wanita usia subur). Dalam kegiatan STRAKOM kader juga dilibatkan yaitu 10 (90,9%) dengan jumlah kader >10 orang yaitu 6 (60%). Tabel 2. Teknik Komunikasi Responden di Kota Makassar Teknik Komunikasi Media yang digunakan saat STRAKOM Kartu konseling/Flash card Video Instruksional Jingle Imunisasi Leaflet TOGA/TOMA Pelaksanaan Kegiatan STRAKOM Perkenalan diri Tujuan kegiatan Manfaat kegiatan Durasi kegiatan Menggali Pengetahuan Warga Ya Tidak Pernahkah ada kendala saat memberikan STRAKOM Ya Tidak Memberikan kesempatan warga untuk bertanya Ya Tidak Bagian akhir STRAKOM memberikan kesimpulan dan pesan Ya Tidak
n
%
10 0 1 6
90,9 0 9,1 54,5
5 5 9 2
45,5 45,5 81,8 18,2
10 1
90,9 9,1
5 6
45,5 54,5
11 0
100,0 0
11 0
100,0 0
29
Media yang paling banyak digunakan adalah kartu konseling/flash card sebanyak 10 orang (90,9%). Saat pelatihan STRAKOM ditekankan tetang tahapan komunikasi yang dilakukan sebelum memberikan materi kepada masyarakat yaitu tahap perkenalan diri 5 (45,5%), tahapan memberikan penjelasan tujuan kegiatan STRAKOM 5 (45,5%), tahapan menjelaskan manfaat kegiatan 9 (81,8%), dan tahapan durasi kegiatan 2 (18,2). Petugas
kesehatan
yang
melaksanakan
kegiatan
STRAKOM
mendahulukan
menjelaskan tentang manfaat mereka bersedia mendengarkan materi imunisasi dikarenakan sifat masyarakat perkotaan yang individualistik sehingga petugas kesehatan menjelaskan hal tersebut di bagian awal kegiatan pemberian materi imunisasi. Saat memberikan materi STRAKOM, petugas kesehatan puskesmas menggali pengetahuan warga 10 (90,9%). Memberikan kesempatan kepada warga untuk bertanya dilakukan oleh petugas STRAKOM 11 (100%). Terakhir, memberikan kesimpulan dan pesan pada bagian akhir kegiatan juga dilaksanakan 11 (100%). Selama melaksanakan kegiatan STRAKOM, petugas kesehatan yang menemui kendala dalam pelaksanaannya sebanyak 5 (45,5%). Tabel 3. Pesan kunci untuk bagian Teknik Komunikasi Responden di Kota Makassar Pesan Kunci Imunisasi dapat menyelamatkan hidup anak Anda Imunisasi dapat menyelamatkan anak Anda dari kecacatan 5 kali kunjungan ke pelayanan kesehatan untuk mendapatkan vaksin lengkap Demam ringan setelah imunisasi adalah normal dan tidak perlu khawatir Aman bagi anak Anda jika diimunisasi ketika demam ringan atau diare Hib adalah vaksin baru untuk meningkatkan perlindungan anak Anda
n
%
5
45,5
7
63,6
3
16,7
6
54,5
5
27,8
2
18,2
Dari 11 orang petugas puskesmas yang telah melaksanakan kegiatan STRAKOM diminta untuk menyebutkan pesan kunci saat memberikan materi imunisasi kepada warga. Pesan kunci pertama imunisasi dapat menyelamatkan hidup anak Anda 5 (45,5%), pesan kunci kedua imunisasi dapat menyelamatkan anak Anda dari kecacatan 30
7 (63,6%), pesan kunci ketiga 5 kali kunjungan ke pelayanan kesehatan untuk mendapatkan vaksin lengkap 3 (16,7%), pesan kunci keempat demam ringan setelah imunisasi adalah normal dan tidak perlu khawatir 6 (54,5%), pesan kunci kelima aman bagi anak Anda jika diimunisasi ketika demam ringan atau diare 5 (27,8%), dan terakhir pesan kunci keenam Hib adalah vaksin baru untuk meningkatkan perlindungan anak Anda 2 (18,2%).
c. Penguasaan Materi Tabel 4. Penguasaan Materi pelaksanaan STRAKOM di Kota Makassar Penguasaan Materi Tahu pengertian imunisasi Ya Tidak Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi Hepatitis B Tuberculosis / TBC Polio Difteri Tetanus Pneumonia/Radang paru Menigitis/Radang selaput otak Campak Imunisasi lanjutan batita diberikan 2 kali Benar Salah
n
%
18 0
100,0 0
15 17 17 17 16 6 14 17
83,3 94,4 94,4 94,4 88,9 33,3 77,8 94,4
16 2
88,9 11,1
Saat diwawancarai terkait pengetahuan tentang pengertian imunisasi, semua petugas puskesmas di Kota Makassar tahu pengertian imunisasi. Selanjutnya, ditanyakan tentang penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi petugas memberikan jawaban sebagai berikut: penyakit hepatitis B 15 (83,3%), Tuberculosisi/TBC 17 (94,4%), Polio 17 (94,4%), Difteri 17 (94,4%), Tetanus 16 (88,9%), Pneumonia/Radang Paru 6 (33,3%), Meningitis/Radang Selaput Otak 14 (77,8%), dan campak 17 (94,4%). Petugas puskesmas yang menjawab benar terkait imunisasi lanjutan batita diberikan 2 kali sebanyak 16 petugas (88,9%).
31
Lanjutan Tabel 4. Penguasaan Materi pelaksanaan STRAKOM di Kota Makassar Penguasaan Materi Imunisasi lanjutan anak sekolah diberikan 3 kali Benar Salah Tahu tentang pesan kunci imunisasi Ya Tidak Jumlah pesan kunci imunisasi sebanyak 6 pesan Benar Salah
n
%
4 7
36,4 63,6
15 3
83,3 16,7
6 9
40,0 60,0
Saat ditanyakan tentang imunisasi lanjutan yang diberikan kepada anak sekolah sebanyak 3 kali yang menjawab benar 4 (36,4%). Selanjutnya, petugas kesehatan yang menyatakan tahu tentang pesan kunci sebanyak 15 (83,3%). Namun, yang menjawab dengan benar jumlah pesan kunci sebanyak 6 pesan sebanyak 6 (40%). Tabel 5. Pesan kunci untuk bagian penguasaan materi di Kota Makassar Pesan Kunci Imunisasi dapat menyelamatkan hidup anak Anda Imunisasi dapat menyelamatkan anak Anda dari kecacatan 5 kali kunjungan ke pelayanan kesehatan untuk mendapatkan vaksin lengkap Demam ringan setelah imunisasi adalah normal dan tidak perlu khawatir Aman bagi anak Anda dan jika diimunisasi ketika demam ringan atau diare Hib adalah vaksin baru untuk meningkatkan perlindungan anak Anda
n
%
9
50,0
8
57,1
3
16,7
10
66,7
8
53,3
5
33,3
Dari 11 orang petugas puskesmas yang telah melaksanakan kegiatan STRAKOM diminta untuk menyebutkan pesan kunci yang dihafal pada saat materi diberikan dalam pelatihan tersebut. Pesan kunci pertama imunisasi dapat menyelamatkan hidup anak Anda 9 (50,0%), pesan kunci kedua imunisasi dapat menyelamatkan anak Anda dari kecacatan 8 (57,1%), pesan kunci ketiga 5 kali 32
kunjungan ke pelayanan kesehatan untuk mendapatkan vaksin lengkap 3 (16,7%), pesan kunci keempat demam ringan setelah imunisasi adalah normal dan tidak perlu khawatir 10 (66,7%), pesan kunci kelima aman bagi anak Anda jika diimunisasi ketika demam ringan atau diare 8 (53,3%), dan terakhir pesan kunci keenam Hib adalah vaksin baru untuk meningkatkan perlindungan anak Anda 5 (33,3%). d. Media Strategi Komunikasi 1) Kartu Konseling / Flash Card Tabel 6. Penggunaan Media Kartu Konseling Kegiatan STRAKOM di Kota Makassar Media Kartu Konseling / Flash Card n % Pernah menggunakan Ya 15 83,3 Tidak 3 16,7 Bahasa yang digunakan dalam media mudah dimengeri dan dijelaskan Ya 14 93,3 Tidak 1 6,7 Membaca tulisan dan keterangan di belakang media Ya 7 46,7 Tidak 8 53,3 Dalam media, adakah bagian yang sulit dijelaskan Ya 0 0 Tidak 12 100 Kartu konseling mudah dibawa-bawa Ya 12 80,0 Tidak 3 20,0 Kartu konseling memenuhi kebutuhan posyandu di puskesmas Ya 5 33,3 Tidak 10 66,7 Jumlah kartu konseling memenuhi kebutuhan posyandu di puskesmas ≤ 2 set/puskesmas 4 26,7 > 2 set/puskesmas 11 73,3 Dari 18 petugas puskesmas yang telah mengikuti kegiatan STRAKOM, yang pernah menggunakan media kartu konseling sebanyak 15 (83,3%), yang mengaku bahwa bahasa yang digunakan dalam media mudah dimengerti dan dijelaskan sebanyak 14 (93,3%), petugas yang membeca tulisan dan keterangan di belakang 33
media sebanyak 7 (46,7%), dan kartu konseling/flash card dianggap mudah dibawabawa 12 (80%). Menurut petugas puskesmas tidak ada kendala yang mereka temui saat menggunakan media kartu konseling. Kartu konseling/flash card yang dibagikan untuk setiap puskesmas dianggap belum memenuhi sebanyak 10 (66,7%). Petugas puskesmas yang melaksanakan STRAKOM mengajurkan penambahan jumlah kartu konseling >2 set/puskesmas sebanyak 11 (73,3%). 2) Video Instruksional Komunikasi Efektif Tabel 7. Penggunaan Media Video Instruksional Komunikasi Efektif di Kota Makassar Media Video Instruksional Komunikasi Efektif Jumlah kader aktif di wilayah kerja puskesmas ≤ 100 orang > 100 orang Pernah menggunakan video instruksional Ya Tidak Ada pertanyaan dari kader Ya Tidak
n
%
7 11
38,9 61,1
1 17
5,6 94,4
1 0
100,0 0
Berdasarkan informasi petugas kesehatan yang melaksanakan STRAKOM bahwa jumlah kader dalam wilayah kerja puskesmas >100 orang sebanyak 11 (61,1%). Hanya saja, yang pernah menggunakan video instruksional hanya 1 petugas yang telah melaksanakannya. Selanjutnya, ketika ditanyakan kendala mengapa video instruksional belum dilaksanakan karena media seperti LCD, pengeras suara, dan laptop yang tidak tersedia, sulitnya mengumpulkan kader dalam suatu waktu dan ditempat yang sama menjadi kendala yang sering disebutkan oleh petugas puskesmas yang melaksanakan STRAKOM. Hambatan lain sebelum pelaksanaan STRAKOM video instruksional adalah CD yang dibagikan pada saat pelatihan hilang dan rusak. Sedangkan kendala untuk menyampaikan video isntruksional kepada kader adalah tidak adanya honor pengganti transpor jika mengumpulkan kader.
34
3) Panduan Komunikasi bagi Kader Tabel 8. Penggunaan Media Panduan Komunikasi bagi Kader di Kota Makassar Media Panduan Komunikasi bagi Kader Buku panduan diberikan setelah pelatihan STRAKOM Ya Tidak Buku panduan komunikasi telah diberikan kepada kader posyandu Ya Tidak Cara menjelaskan buku panduan komunikasi Memberikan buku tersebut untuk dibaca Pernah melakukan evaluasi pengetahuan kader Ya Tidak
n
%
9 9
50,0 50,0
1 8
11,1 88,9
1
100,0
0 1
0 100
Berdasarkan pengakuan kader buku panduan hanya diberikan satu buku untuk satu puskesmas saja, buku panduan yang telah diberikan kepada 9 petuga (50%). Selanjutnya untuk diberikan kepada kader hanya 1 petugas (11,1%) yang memberikan buku panduan tersebut dengan cara hanya memberikan buku tersebut untuk dibaca sendiri oleh kader kemudia bergiliran untuk dibaca oleh kader tersebut. Terakhir, setelah diberikan buku tersebut, tidak perah dilakukan evaluasi pengetahuan kepada kader. Hampir semua petugas kesehatan yang telah menerima materi STRAKOM sulit untuk memberikan materi ini karena kader di wilayah kerja menganggap bahwa penyuluhan tentang imunisasi pihak puskesmaslah yang harus melaksanakannya.
35
4) Brosur / Leaflet Dukungan Tokoh Masyarakat Tabel 9. Penggunaan Media Brosur / Leaflet Dukungan Tokoh Masyarakat di Kota Makassar Media Brosur / Leaflet Dukungan Tokoh Masyarakat Jumlah tokoh agama/tokoh masyarakat yang mendukung imunisasi a. Tokoh masyarakat ≤ 50 orang > 50 orang b. Tokoh agama ≤ 50 orang > 50 orang c. Tidak tahu Memiliki leaflet dukungan tokoh masyarakat dan tokoh agama Ya Tidak Telah bertemu dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama Sudah Belum Frekuensi pertemuan dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama ≤ 3 kali > 3 kali Leaflet sudah diperlihatkan kepada tokoh masyarakat dan tokoh agama Sudah Belum Leaflet sudah dibagikan kepada tokoh masyarakat dan tokoh agama Ya Tidak
n
%
11 1
91,7 8,3
10 3 3
76,9 23,1 16,7
13 5
72,2 27,8
6 8
42,9 57,1
4 2
66,7 33,3
4 2
66,7 33,7
0 6
0 100,0
Jumlah tokoh masyarakat dan tokoh agama dalam wilayah kerja puskesmas di Kota Makassar rata-rata ≤50 orang masing-masing yaitu 11 (91,7%) dan 10 (76,9%). Selanjutnya, petugas puskesmas yang telah menerima pelatihan strategi komunikasi memiliki leafleat dukungan tokoh masyarakat dan tokoh agama sebanyak 13 (72,2%). Setelah memperoleh leaflet tersebut, petugas kesehatan puskesmas yang telah bertemu dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat 36
sebanyak 6 (42,9%) dengan frekuensi pertemuan ≤ 3 kali sebanyak 4 (66,7%). Terakhir, leaflet tersebut telah dipelihatkan kepada tokoh agama dan tokoh masyarakat sebanyak 4 (66,7). Namun, untuk dibagikan kepada mereka belum pernah dilaksanakan. Kendala pelaksanaan STRAKOM ini adalah media brosur yang masih terbatas untuk diberikan, petugas puskesmaspun belum bisa menguasai komponen utama yang ada dalam brosur tersebut, sehingga agak sulit untuk menyampaikannya kepada tokoh masyarakat dan tokoh agama, sulitnya juga mengumpulkan tokoh agama dan tokoh masyarakat tersebut menjadi hal yang menghambat pelaksanaan STRAKOM untuk mendukung partisipasi imunisasi anak di masyarakat. 5) Jingle Imunisasi Tabel 10. Penggunaan Media Jingle Imunisasi di Kota Makassar Media Jingle Imunisasi Telah diperkenalkan kepada anak-anak saat posyandu Sudah Belum Media bantu yang digunakan Menyanyi Laptop Handphone Pesan Jingle Imunisasi Anak sehat, anak hebat, anak kuat Cara pemberian imunisasi Demam sedikit tidak mengapa/efek Imunisasi mencegah penyakit
n
%
2 16
11,1 88,9
1 1 0
50,0 50,0 0
5 0 2 4
33,3 0 13,3 26,7
Petugas puskesmas yang telah memperkenalkan Jingle Imunisasi kepada anak-anak saat posyandu hanya 2 petugas (11,1%). Dari kedua petugas tersebut yang menggunakan media bantu laptop dan dengan cara menyanyikan sendiri jingle imunisasi tersebut masing-masing hanya 1 petugas yang melaksanakannya dari 18 petugas puskesmas yang telah menerima pelatihan strategi komunikasi. Kemudian, petugas puskesmas diminta untuk menyebutkan pesan dari jingle imuniasi, mereka menjawab pesan pertama anak sehat anak hebat anak kuat sebanyak 5 petugas (33,3%), pesan kedua demam sedikit tidak mengapa/efek samping imunisasi sebanyak 2 petugas (13,3%), dan pesan terakhir imunisasi mencegah penyakit 4 37
petugas (26,7%). Teakhir, petugas ditanyakan tentang kendala menyampaikan jingle imunisasi, mereka menjawab tidak hafal dengan jingle imunisasi, tidak ada video yang bisa dibawa-bawa untuk diperdengarkan, pengeras suara tidak ada diposyandu, hingga petugas kesehatan puskesmas memiliki beban kerja ganda selain melaksanakan tugas utamanya. 2. Kabupaten Bulukumba a. Karakteristik Responden Tabel 11. Penggunaan Media Jingle Imunisasi di Kabupaten Bulukumba Karakteristik Responden Puskesmas Gattareng Ponre Bonto Nyeleng Bonto Tiro Batang Caile Usia responden ≤ 30 tahun > 30 tahun Lama bekerja di puskesmas ≤ 5 tahun > 5 tahun Posisi di puskesmas Promosi Kesehatan Petugas Imunisasi Bidan Pernah mengikuti pelatihan STRAKOM Ya Tidak
n
%
3 3 3 3 3 3
16,7 16,7 16,7 16,7 16,7 16,7
6 12
33,3 66,7
12 6
66,7 33,3
6 6 6
33,3 33,3 33,3
16 2
88,9 11,1
Survei dilaksanakan pada enam puskesmas di Kabupaten Bulukumba dengan memilih responden berdasarkan hasil pelatihan Strategi Komunikasi (STRAKOM) yang telah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. Puskesmas tersebut adalah Puskesmas Gattareng, Ponre, Bonto Nyeleng, Bonto Tiro, Batang, dan Caile. Setiap puskesmas dikirim tiga petugas untuk dilatih strategi komunikasi dengan materi imunisasi. Usia responden terbanyak adalah diatas 30 tahun sebanyak 12 orang (66,7%) dengan posisi di puskesmas sebagai petugas promosi kesehatan, petugas imunisasi, dan bidan. Dari 18 petugas puskesmas yang di wawancarai hanya 16 petugas 38
(88,9%) yang pernah mengikuti pelatihan STRAKOM, sedangkan 2 petugas lainnya (11,1%) tidak mengikuti pelatihan karena sakit dan telah dipindahtugaskan di puskesmas lain Kabupaten Bulukumba. b. Teknik Komunikasi Tabel 12. Teknik Komunikasi STRAKOM Imunisasi di Kabupaten Bulukumba Teknik Komunikasi Setelah pelatihan melaksanakan STRAKOM Ya Tidak Frekuensi penyuluhan telah melaksanakan kegiatan STRAKOM a. Setelah Pelatihan – Sekarang ≤ 10 kali > 10 kali b. Sebulan terakhir ≤ 10 kali > 10 kali Jumlah posyandu yang dikunjungi sebulan terakhir ≤ 10 posyandu > 10 posyandu Petugas terlibat dalam kegiatan STRAKOM Petugas kesehatan Petugas kelurahan Petugas TOGA/TOMA Kader dilibatkan dalam STRAKOM Ya Tidak Jumlah Kader dilibatkan dalam STRAKOM ≤ 10 orang > 10 orang
n
%
15 1
93,8 6,2
7 8
46,7 53,3
12 3
80,0 20,0
12 3
80,0 20,0
14 2 13
93,3 13,3 86,7
15 0
100 0
4 11
26,7 73,3
Setelah pelatihan petugas yang telah melaksanakan strategi komunikasi sebanyak 15 orang (93,8%). Frekuensi penyuluhan dibagi menjadi dua durasi yaitu setelah pelatihan hingga sekarang dengan pelaksanaan kegiatan >10 kali sebanyak 8 (53,3%) dan sebulan terakhir dengan pelaksanaan kegiatan ≤10 kali sebanyak 12 (80,0%). Jumlah posyandu yang telah dikunjungi untuk pelaksanaan strakom sebulan terakhir ≤10 posyandu yaitu 12 (80,0%). Petugas yang terlibat dalam kegiatan strakom 39
berdasarkan jawaban responden terbanyak yaitu melibatkan petugas kesehatan sebanyak 14 (93,3%). Menurut responden yang diwawancarai, petugas kesehatan yang banyak terlibat selain petugas puskesmas yang ada dalam wilayah kerja dokter PTT yang ditugaskan di beberapa kecamatan di Kabupaten Bulukumba. Dalam kegiatan STRAKOM semua kader di Kabupaten Bulukmba. Tabel 13. Teknik Komunikasi STRAKOM Imunisasi di Kabupaten Bulukumba Teknik Komunikasi Media yang digunakan saat STRAKOM Kartu konseling/Flash card Video Instruksional Jingle Imunisasi Leaflet TOGA/TOMA Pelaksanaan Kegiatan STRAKOM Perkenalan diri Tujuan kegiatan Manfaat kegiatan Durasi kegiatan Menggali Pengetahuan Warga Ya Tidak Pernahkah ada kendala saat memberikan STRAKOM Ya Tidak Memberikan kesempatan warga untuk bertanya Ya Tidak Bagian akhir STRAKOM memberikan kesimpulan dan pesan Ya Tidak
n
%
15 0 1 1
83,3 0 6,7 6,7
9 10 7 0
60,0 66,7 46,7 0
11 4
73,3 26,7
9 6
60,0 40,0
15 0
100,0 0
10 5
66,7 33,3
Media yang paling banyak digunakan adalah kartu konseling/flash card sebanyak 15 orang (83,3%) dibandingkan dengan jingle imunisasi dan leaflet tokoh agama dan tokoh masyarakat masing-masing yang telah melaksanakan hanya 1 (6,7%) petugas puskesmas. Saat pelatihan STRAKOM ditekankan tetang tahapan komunikasi yang dilakukan sebelum memberikan materi kepada masyarakat yaitu tahap perkenalan diri 9 (60,0%), tahapan memberikan penjelasan tujuan kegiatan STRAKOM 10 (66,7%), tahapan menjelaskan manfaat kegiatan 7 (46,7%), dan tahapan durasi kegiatan tidak ada 40
petugas yang menjelaskan. Petugas kesehatan yang melaksanakan kegiatan STRAKOM mendahulukan menjelaskan tentang tujuan mereka memberikan materi imunisasi dikarenakan masyarakat perdesaan jarang yang ingin tahu tentang materi imunisasi agar anak mereka sehat. Saat memberikan materi STRAKOM, petugas kesehatan puskesmas menggali pengetahuan warga 11 (73,3%). Memberikan kesempatan kepada warga untuk bertanya dilakukan oleh petugas STRAKOM 9 (60%). Terakhir, memberikan kesimpulan dan pesan pada bagian akhir kegiatan juga dilaksanakan 10 (66,7%).
Tabel 14. Pesan Kunci pada Bagian Teknik Komuniasi di Kabupaten Bulukumba Pesan Kunci Imunisasi dapat menyelamatkan hidup anak Anda Imunisasi dapat menyelamatkan anak Anda dari kecacatan 5 kali kunjungan ke pelayanan kesehatan untuk mendapatkan vaksin lengkap Demam ringan setelah imunisasi adalah normal dan tidak perlu khawatir Aman bagi anak Anda dan jika diimunisasi ketika demam ringan atau diare Hib adalah vaksin baru untuk meningkatkan perlindungan anak Anda
n
%
3
20,0
6
40,0
7
46,7
7
46,7
6
33,3
1
5,6
Dari 15 orang petugas puskesmas yang telah melaksanakan kegiatan STRAKOM diminta untuk menyebutkan pesan kunci saat memberikan materi imunisasi kepada warga. Pesan kunci pertama imunisasi dapat menyelamatkan hidup anak Anda 3 (20,0%), pesan kunci kedua imunisasi dapat menyelamatkan anak Anda dari kecacatan 6 (40,0%), pesan kunci ketiga 5 kali kunjungan ke pelayanan kesehatan untuk mendapatkan vaksin lengkap 7 (46,7%), pesan kunci keempat demam ringan setelah imunisasi adalah normal dan tidak perlu khawatir 7 (46,7%), pesan kunci kelima aman bagi anak Anda jika diimunisasi ketika demam ringan atau diare 6 (33,3%), dan terakhir pesan kunci keenam Hib adalah vaksin baru untuk meningkatkan perlindungan anak Anda 1 (5,6%).
41
c. Penguasaan Materi Tabel 15. Penguasaan Materi Imunisasi di Kabupaten Bulukumba Penguasaan Materi Tahu pengertian imunisasi Ya Tidak Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi Hepatitis B Tuberculosis / TBC Polio Difteri Tetanus Pneumonia/Radang paru Menigitis/Radang selaput otak Campak Imunisasi lanjutan batita diberikan 2 kali Benar Salah Imunisasi lanjutan anak sekolah diberikan 3 kali Benar Salah Tahu tentang pesan kunci imunisasi Ya Tidak Jumlah pesan kunci imunisasi sebanyak 6 pesan Benar Salah
n
%
16 0
100 0
13 12 14 12 12 7 10 14
81,3 75,0 87,5 75,0 75,0 43,8 62,5 87,5
15 1
93,8 6,2
9 7
56,2 43,8
10 6
62,5 37,5
4 6
40,0 60,0
Saat diwawancarai terkait pengetahuan tentang pengertian imunisasi, semua petugas puskesmas di Kota Makassar tahu pengertian imunisasi. Selanjutnya, ditanyakan tentang penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi petugas memberikan jawaban sebagai berikut: penyakit hepatitis B 13 (81,3%), Tuberculosisi/TBC 12 (75%), Polio 14 (87,5%), Difteri 12 (75%), Tetanus 12 (75%), Pneumonia/Radang Paru 7 (43,8%), Meningitis/Radang Selaput Otak 10 (62,5%), dan campak 14 (87,5%). Petugas puskesmas yang menjawab benar terkait imunisasi lanjutan batita diberikan 2 kali sebanyak 15 petugas (93,8%). Saat ditanyakan tentang imunisasi lanjutan yang diberikan kepada anak sekolah sebanyak 3 kali yang menjawab benar 4 (36,4%). Selanjutnya, 42
petugas kesehatan yang menyatakan tahu tentang pesan kunci sebanyak 15 (83,3%). Namun, yang menjawab dengan benar jumlah pesan kunci sebanyak 6 pesan sebanyak 6 (40%).
Tabel 16. Pesan Kunci pada Bagian Penguasaan materi di Kabupaten Bulukumba Pesan Kunci Imunisasi dapat menyelamatkan hidup anak Anda Imunisasi dapat menyelamatkan anak Anda dari kecacatan 5 kali kunjungan ke pelayanan kesehatan untuk mendapatkan vaksin lengkap Demam ringan setelah imunisasi adalah normal dan tidak perlu khawatir Aman bagi anak Anda dan jika diimunisasi ketika demam ringan atau diare Hib adalah vaksin baru untuk meningkatkan perlindungan anak Anda
n
%
7
70,0
6
60,0
7
70,0
7
70,0
5
50,0
3
30,0
Dari 15 orang petugas puskesmas yang telah melaksanakan kegiatan STRAKOM diminta untuk menyebutkan pesan kunci yang dihafal pada saat materi diberikan dalam pelatihan tersebut. Pesan kunci pertama imunisasi dapat menyelamatkan hidup anak Anda 7 (70,0%), pesan kunci kedua imunisasi dapat menyelamatkan anak Anda dari kecacatan 6 (60,0%), pesan kunci ketiga 5 kali kunjungan ke pelayanan kesehatan untuk mendapatkan vaksin lengkap 7 (70%), pesan kunci keempat demam ringan setelah imunisasi adalah normal dan tidak perlu khawatir 7 (70%), pesan kunci kelima aman bagi anak Anda jika diimunisasi ketika demam ringan atau diare 5 (50%), dan terakhir pesan kunci keenam Hib adalah vaksin baru untuk meningkatkan perlindungan anak Anda 3 (30%). d. Media Strategi Komunikasi 1) Kartu Konseling / Flash Card Tabel 17. Media Kartu Konseling/ Flash Card di Kabupaten Bulukumba Media Kartu Konseling / Flash Card Pernah menggunakan Ya Tidak
n
%
15 1
93,8 6,3 43
Bahasa yang digunakan dalam media mudah dimengeri dan dijelaskan Ya Tidak Membaca tulisan dan dan keterangan di belakang media Ya Tidak Dalam media, adakah bagian yang sulit dijelaskan Ya Tidak Kartu konseling mudah dibawa-bawa Ya Tidak Kartu konseling memenuhi kebutuhan posyandu di puskesmas Ya Tidak Jumlah kartu konseling memenuhi kebutuhan posyandu di puskesmas ≤ 2 set/puskesmas > 2 set/puskesmas
15 1
93,8 6,3
4 12
25,0 75,0
0 16
0 100,0
11 5
68,8 31,2
3 13
18,8 81,3
2 14
12,5 87,5
Dari 18 petugas puskesmas yang telah mengikuti kegiatan STRAKOM, yang pernah menggunakan media kartu konseling sebanyak 15 (93,8%), yang mengaku bahwa bahasa yang digunakan dalam media mudah dimengerti dan dijelaskan sebanyak 15 (93,8%), petugas yang membaca tulisan dan keterangan di belakang media sebanyak 4 (25%), dan kartu konseling/flash card dianggap mudah dibawabawa 11 (68,8%). Menurut petugas puskesmas tidak ada kendala yang mereka temui saat menggunakan media kartu konseling. Kartu konseling/flash card yang dibagikan untuk setiap puskesmas dianggap belum memenuhi sebanyak 13 (81,3%). Petugas puskesmas yang melaksanakan STRAKOM mengajurkan penambahan jumlah kartu konseling >2 set/puskesmas sebanyak 14 (87,5%). Untuk bahasa yang digunakan dalam media ini mudah untuk dimengerti oleh petugas puskesmas, hanya saja ketika disampaikan kepada masyarakat setempat agak susah karena harus menggunakan bahasa daerah di Kabupaten Bulukumba. Dengan adanya waktu jeda saat menerjemahkan juga membuat warga yang datang pada saat posyandu menjadi kurang fokus mendengarkan penjelasan materi. 44
2) Video Instruksional Komunikasi Efektif Tabel 18. Media Video Instuksional Komunikasi Efektif di Kabupaten Bulukumba Media Video Instruksional Komunikasi Efektif Jumlah kader aktif di wilayah kerja puskesmas ≤ 100 orang > 100 orang Pernah menggunakan video instruksional Ya Tidak Ada pertanyaan dari kader Ya Tidak
n
%
4 12
25,0 75,0
1 15
6,3 93,7
1 0
100 0
Berdasarkan informasi petugas kesehatan yang melaksanakan STRAKOM bahwa jumlah kader dalam wilayah kerja puskesmas >100 orang sebanyak 12 (75%). Hanya saja, yang pernah menggunakan video instruksional hanya 1 petugas (6,3%) yang telah melaksanakannya. Selanjutnya, ketika ditanyakan kendala mengapa video instruksional belum dilaksanakan karena media seperti LCD, pengeras suara, laptop yang tidak tersedia, tidak adanya aliran listrik di posyandu, kader juga sibuk dengan program lain yaitu kelas bumil sehingga kurang fokus jika diberikan materi komunikasi efektif. Selain itu, hambatannya mengumpulkan kader dalam satu tempat dalam waktu yang sama akan membuat anggapan bahwa kader posyandu mempunyai beban kerja yang hampir sama dengan petugas puskesmas, padahal kader menurut responden mereka menjadi kader karena suka rela. 3) Panduan Komunikasi bagi Kader Tabel 19. Media Panduan Komunikasi bagi Kader di Kabupaten Bulukumba Media Panduan Komunikasi bagi Kader Buku panduan diberikan setelah pelatihan STRAKOM Ya Tidak Buku panduan komunikasi telah diberikan kepada kader posyandu Ya
n
%
7 9
43,8 56,2
2
28,6 45
Tidak
5
71,4
2
100,0
0 2
0 100,0
Cara menjelaskan buku panduan komunikasi Menjelaskan saja Pernah melakukan evaluasi pengetahuan kader Ya Tidak
Berdasarkan pengakuan kader buku panduan hanya diberikan satu buku untuk satu puskesmas saja, buku panduan yang telah diberikan kepada 7 petugas (43,8%). Selanjutnya untuk diberikan kepada kader hanya 2 petugas (28,6%) yang memberikan buku panduan tersebut dengan cara hanya menjelaskan saja kepada kader. Terakhir, setelah diberikan buku tersebut, tidak perah dilakukan evaluasi pengetahuan kepada kader. Hampir semua petugas kesehatan yang telah menerima materi STRAKOM sulit untuk memberikan materi ini. Kendala menyampaikan materi STRAKOM ini adalah durasi video yang terlalu panjang, tidak adanya sarana dan prasarana yaitu listrik, laptop, dan pengeras suara.
4) Brosur / Leaflet Dukungan Tokoh Masyarakat Tabel 20. Media Brosur/Leaflet Dukungan Tokoh Masyarakat di Kabupaten Bulukumba Media Brosur / Leaflet Dukungan Tokoh Masyarakat Jumlah tokoh agama/tokoh masyarakat yang mendukung imunisasi a. Tokoh masyarakat ≤ 50 orang > 50 orang b. Tokoh agama ≤ 50 orang > 50 orang c. Tidak tahu Memiliki leaflet dukungan tokoh masyarakat dan tokoh agama
n
%
7 1
87,5 12,5
12 0 8
100,0 0 80,0
46
Ya Tidak Telah bertemu dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama Sudah Belum Frekuensi pertemuan dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama ≤ 3 kali > 3 kali Leaflet sudah diperlihatkan kepada tokoh masyarakat dan tokoh agama Sudah Belum Leaflet sudah dibagikan kepada tokoh masyarakat dan tokoh agama Ya Tidak
6 10
37,5 62,5
5 8
38,5 61,5
4 1
80,0 20,0
1 4
20,0 80,0
1 0
100 0
Jumlah tokoh masyarakat dan tokoh agama dalam wilayah kerja puskesmas di Kabupaten Bulukumba rata-rata ≤50 orang masing-masing yaitu 7 (87,5%) dan 12 (100%). Selanjutnya, petugas puskesmas yang telah menerima pelatihan strategi komunikasi memiliki leafleat dukungan tokoh masyarakat dan tokoh agama sebanyak 6 (37,5%). Setelah memperoleh leaflet tersebut, petugas kesehatan puskesmas yang telah bertemu dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat sebanyak 5 (38,5%) dengan frekuensi pertemuan ≤ 3 kali sebanyak 4 (80%). Terakhir, leaflet tersebut telah dipelihatkan kepada tokoh agama dan tokoh masyarakat sebanyak 1 (20%). Untuk dibagikan kepada tokoh agama dan tokoh masyarakat hanya 1 petugas (100%) yang telah membagikannya. Kendala pelaksanaan STRAKOM ini adalah masyarakat masih menganggap bahwa imunisasi haram, imunisasi tidak penting untuk diberikan kepada anak. Tokoh agama dan tokoh masyarakat yang telah diberi leaflet tersebut juga tidak membaca isi dari leafletnya sehingga untuk menyebarluarkannya kepada masyarakat masih sulit dilakukan. 5) Jingle Imunisasi Media Jingle Imunisasi Telah diperkenalkan kepada anak-anak saat posyandu
n
%
47
Sudah Belum Media bantu yang digunakan Menyanyi Laptop Handphone Pesan Jingle Imunisasi Anak sehat, anak hebat, anak kuat Cara pemberian imunisasi Demam sedikit tidak mengapa/efek Imunisasi mencegah penyakit
3 13
18,8 81,2
0 1 2
0 33,3 66,7
4 4 4 5
25,0 25,0 25,0 31,3
Petugas puskesmas yang telah memperkenalkan Jingle Imunisasi kepada anak-anak saat posyandu hanya 3 petugas (18,8%). Dari ketiga petugas tersebut yang menggunakan media bantu laptop 1 petugas (33,3%) dan menggunakan media handphone sebanyak 2 petugas (66,7%) untuk memainkan jingle imunisasi tersebut. Kemudian, petugas puskesmas diminta untuk menyebutkan pesan dari jingle imuniasi, mereka menjawab pesan pertama anak sehat anak hebat anak kuat sebanyak 4 petugas (25%), pesan kedua cara pemberian imunisasi sebanyak 4 petugas (25%), pesan ketiga demam sedikit tidak mengapa/efek samping imunisasi sebanyak 4 petugas (25%), dan pesan terakhir imunisasi mencegah penyakit 5 petugas (31,3%). Teakhir, petugas ditanyakan tentang kendala menyampaikan jingle imunisasi, mereka menjawab tidak hafal dengan jingle imunisasi, file jingle imunisasi hilang, tidak ada video yang bisa dibawa-bawa untuk diperdengarkan, pengeras suara tidak ada di posyandu.
48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
1. Terdapat perbedaan pencatatan imunisasi di tingkat desa/posyandu dengan pencatatan di puskesmas untuk Kabupaten Bulukumba dan Sebagian besar pencatatan buku bantu di Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba tidak berjalan dengan baik, sehingga sulit membandingkan data pencatatan imunisasi di tingkat desa/posyandu dengan pencatatan di puskesmas. 2. Sweeping bayi yang belum diimunisasi, program ini ada yang melakukan sekali setahun, 2-3 kali dalam setahun. 3. Setelah pelatihan strategi komunikasi dilaksanakan oleh pihak Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan dan UNICEF, para petugas puskesmas telah melaksanakan kegiatan strategi komunikasi di Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba. Evaluasi pelaksanaan strategi komunikasi untuk menurunkan angka drop out dinilai dari segi a. Penguasaan materi Saat melakukan evaluasi pengetahuan kepada petugas puskesmas yang melaksanakan strategi komunikasi, pengetahuan mereka bagus ketika ditanyakan tentang pengertian imunisasi, fungsi setiap vaksin imunisasi, imunisasi lanjutan, dan imunisasi lanjutan anak sekolah. b. Cara penggunaan media Satu kit media yang diberikan saat pelatihan strategi komunikasi yaitu Kartu Konseling/ Flash Card, Video instruksional komunikasi efektif, Panduan komunikasi kader, Brosur / Leaflet dukungan tokoh masyarakat, dan jingle imunisasi. Hanya saja, saat dilakukan evaluasi, media yang paling banyak digunakan adalah kartu konseling/ Flash card karena dianggap mudah dibawa dan disampaikan kepada masyarakat dibandingkan media lainya yang membutuhkan media bantuan lain saat melaksanakannya. c. Teknik komunikasi Penekanan utama pelaksanan teknik komunikasi strategi komunikasi adalah bagaimana petugas puskesmas membawakan materi imunisasi dengan urutan pelaksanaan perkenalan diri, tujuan, manfaat, dan durasi pelaksanaan kegiatan. Para petugas kesehatan yang
49
melaksanakan kegiatan strategi komunikasi lebih menekankan pada bagian tujuan dan manfaat masyarakat mau mendengar materi tentang imunisasi tersebut. d. Pesan kunci Pesan kunci imunisasi ada sebanyak enam kalimat. Rata-rata jawaban petugas kesehatan yang telah melaksanakan strategi komunikasi tidak dapat menyebutkan keenam kunci tersebut dengan lengkap.
B. Saran
1. Perlu dukungan anggaran dari Dinas Kesehatan dan puskesmas untuk pengadaan buku bantu dan poster bantu agar program ini tetap berjalan secara berkelanjutan 2. Perlu dibangun system monitoring dalam hal validasi data dan pelaporan buku bantu agar pencatatan yang dilakukan di posyandu dan koordinator imunisasi sesuai 3. Meningkatkan peran serta kader, promosi kesehatan kepada masyarakat untuk mendukung strategi puskesmas dalam meningkatkan cakupan imunisasi. 4. Untuk pihak Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, diharapkan pemberian Kartu Konseling/ Falsh Card tambahan untuk setiap puskesmas karena media ini yang sering digunakan. 5. Untuk pihak puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba, diharapkan memperkenalkan kepada kader tentang video instruksional komunikasi efektif agar kader posyandu lebih aktif mengajak masyrakat untuk memberikan imunisasi kepada anaknya. 6. Untuk pihak puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba, diharapkan melakukan interaksi dengan tokoh agama dan tokoh masyrakat untuk memperkenalkan brosur/leaflet dukungan agar tidak ada lagi masyrakat yang mempertanyakan tentang halal dan haram imunisasi.
50
REFERENSI 1.
Depkes RI. Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta: 2005.
2.
Dinkes Provinsi SS. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan 2012. Makassar: Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, 2012.
3.
Depkes RI. Pedoman Supervisi Supportif Program Imunisasi. Jakarta: Subdit Imunisasi Direktorat Sepim – Kesma Ditjen PP dan PL, 2006.
4.
Depkes RI. Pedoman Pengelolaan Cold Chain Petugas Imunisasi. Jakarta: Dirjen PP dan PL, 2013
5.
Sidik D, Dwinata I. Assesment Buku Bantu dan Poster Bantu Imunisasi di Kota Makassar dan Kabupaten Bulukumba. Makassar: FKM Universitas Hasanuddin, 2013.
6.
McMahon. Manajemen pelayanan Kesehatan primer. Jakarta: EGC; 1999.
7.
Wijono D. Manajemen Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. Surabaya: Duta Prima Airlangga; 2010.
8.
Notoatmodjo S. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta; 1997.
9.
Rakhmawaty L. Pengembangan Sistem Informasi Geografi untuk Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Program Imunisasi di Kota Palangkaraya. Yogyakarta: Gadjah Mada; 2008.
10. Juliani A. Evaluasi Program Imunisasi di Puskesmas Kota Makassar. Makassar: Universitas Hasanuddin; 2013.
51
Lampiran Dokumentasi Kegiatan
Gambar 1. Training enumerator evaluasi DOFU, FKM UNHAS 3 Juli 2015
Gambar 2. Wawancara dengan Kordinator Imunisasi Puskesmas Bonto Nyeleng Kab. Bulukumba
52
Gambar 3. Wawancara dengan Kordinator Imunisasi Puskesmas Pertiwi Kota Makassar
Gambar 4. Pelaksanaan Strakom imunisasi di Posyandu Puskesmas Jongaya Makassar
53