1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu daerah yang memiliki banyak khasanah seni budaya. Seni pupuh merupakan salah satu di antaranya. Pupuh merupakan hasil dari akulturasi budaya Jawa dengan budaya Sunda pada abad ke-17. Berdasarkan Wiraatmaja, S. dalam Yulianti (2003, hlm. 17) dinyatakan bahwa: „Datangnya 17 pupuh dari kerajaan Mataram Islam, ke daerah Sunda dibawa oleh para petinggi Sunda yang waktu itu sering datang ke daerah Jawa untuk membayar upeti”. Adapun menurut Pigeaud dalam Yulianti (2003, hlm. 4) penyebaran pupuh di wilayah Sunda dinyatakan sebagai berikut, It is supposed that these Javanese verse metres, first found in midle Javanese kidung literature, were introduced in the Sundanese area around1650, during the Mataram era, and at the time they were mainly used by noblemen and islamic teacher. Berdasarkan kutipan tersebut, kemungkinan penyebaran pupuh Jawa di wilayah Jawa Barat yang ditemukan dalam kesusastraan kidung Jawa Tengah, yakni sekitar tahun 1650 pada masa kerajaan Mataram Islam, dan pupuh tersebut disebarkan oleh para wali serta para ulama. Demikian juga menurut Rosidi (1966, hlm. 12-16) bahwa masuknya pupuh dalam kesusatraan Sunda diperkirakan sekitar abad 17, dan mencapai puncaknya pada abad 19. Menurut para ahli bentuk pupuh yang dikenal masyarakat saat ini berbeda dibandingkan dengan bentuk pupuh asalnya (pupuh dari kerajaan Mataram Islam). Pupuh yang berkembang pada masyarakat Sunda sudah disesuaikan dengan nilai estetika budaya yang ada di Sunda. Pupuh pada dasarnya merupakan sebuah puisi lama yang memiliki atau terikat dengan aturan-aturan (pakeman) yang terdiri dari guru wilangan (jumlah suku kata/ engang pada setiap barisnya), guru lagu (suara vokal akhir/engang Eli Yulianti, 2014 Pembelajaran Pupuh Sekar Ageung Raehan Berbasis Pendekatan Saintifik Untuk Meningkatkan Kepekaan Laras Di SMA Negeri 8 Cirebon Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2
panungtung pada setiap barisnya), jumlah baris/padalisan, dan watak pupuh. Menurut Soepandi dalam Widorini (1999, hlm. 17) dijelaskan bahwa pengertian pupuh, adalah aturan-aturan atau patokan–patokan puisi zaman lama yang dalam penyusunan rumpakanya sebagai sarana penampilan lagu-lagu tembang”. Pupuh yang dikenal masyarakat Sunda terdiri dari 17 jenis. Ketujuh belas lagu pupuh itu yakni: asmarandana, balakbak, dangdanggula, durma, gambuh, gurisa, juru demung, kinanti, ladrang, lambang, magatru, maskumambang, Mijil, pangkur, Pucung,
Sinom,
dan
Wirangrong.
Menurut
Soepandi
pupuh
tersebut
diklasifikasikan atas dua kelompok yakni pupuh sekar ageung dan pupuh sekar alit. Pupuh sekar ageung antara lain kinanti, sinom, asmarandana, dan dangdanggula atau yang biasa disingkat KSAD. Sedangkan yang termasuk pada kelompok sekar alit antara lain: balakbak, durma, gambuh, gurisa, juru demung, ladrang, lambang, magatru, maskumambang, mijil, pangkur, pucung, dan wirangrong. Cirebon termasuk salah satu daerah di Jawa Barat yang mendapat pengaruh
dari
kerajaan
Mataram
Islam
sekitar
abad
ke-16.
Menurut
Sastrasuganda, 2012, hlm. 2 bahwa Bangkitnya sastra di Cirebon dimulai dengan munculnya karya-karya seperti carita Parahiyangan Saking Jawa Kulwan (1676 M) dan Pustaka Nagara Kerta Bumi (1977 M), karya Panembahan Gusti atau Pangeran Wangsa Kerta, kitab tarekat karya Sultan Kanoman I Sultan Badridin. Setelah itu para pangageng Praja lainnya berlomba membuat karya-karya lain. Karya sastra di Cirebon terdiri dari beberapa jenis yakni: kakawen, kidung, gugon tuwon, dan jawokan. Seni pupuh termasuk pada jenis sastra kidung. Seni pupuh memiliki nilai budaya tinggi, antara lain di dalam teksnya tersirat ajaran-ajaran budi pekerti yang difungsikan sebagai sarana pendidikan di sekolah-sekolah, sarana politik dan juga sarana penyebaran agama Islam. Nilainilai ajaran yang terkandung dalam pupuh disampaikan oleh orang tua kepada anaknya, guru kepada muridnya, para pemimpin kepada rakyatnya, maupun para
Eli Yulianti, 2014 Pembelajaran Pupuh Sekar Ageung Raehan Berbasis Pendekatan Saintifik Untuk Meningkatkan Kepekaan Laras Di SMA Negeri 8 Cirebon Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3
ulama
kepada
umatnya.
Besarnya
manfaat
pupuh
berimplikasi
pada
keberlangsungan pupuh yang masih berkembang sampai saat ini. Tujuan masyarakat mengajarkan pupuh kepada generasi muda antara lain untuk mengenalkan budaya Sunda yang syarat pendidikan karakter. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional tentang pendidikan karakter. Menurut Wacik, J (2002, hlm. vi-vii) bahwa pendidikan karakter mencakup 24 kategori yang berfungsi sebagai modal untuk membangun bangsa. Adapun 24 karakter tersebut adalah: Yakin akan empat pilar kebangsaan, bangga sebagai bangsa Indonesia, berpikir positif, pantang menyerah, gotong royong, bertoleransi dan menghargai kemajemukan, cinta damai, kejar prestasi, demokratis, kerja keras, anti diskriminasi, menghargai pendapat orang lain, sopan santun, rendah hati, sportif, lugas, berani bersaing, setia, satunya kata dan perbuatan, bersih (jujur), hormat kepada yang dituakan, rela berkorban, bermoral dan etis, dan saling percaya. Pupuh merupakan karya sastra puisi lama yang terikat dengan aturan dan di dalam teksnya banyak memuat nilai-nilai budi pekerti luhur. Berdasarkan aspek musikalnya pupuh Sunda berbeda dibandingkan dengan pupuh asalnya dari Jawa, yakni memiliki tangganada Sunda meliputi laras salendro, pelog degung, dan madenda. Seni pupuh banyak menginspirasi para seniman untuk di kembangkan menjadi beberapa bentuk kesenian tradisi Sunda lainnya, misalnya tembangtembang Cianjuran, Cigawiran, Ciawian, Wawacan, Gending Karesmen, dan lain-lain. Tembang Sunda Cianjuran atau awalnya disebut seni mamaos, banyak menggunakan pola pupuh sebagai syairnya. Beberapa lagu yang termasuk pada seni mamaos antara lain dedegungan dan rarancagan, sehingga ada asmarandana lagu rajamantri, dangdanggula lagu bayubud, kinanti lagu Ligar, sinom lagu sinom ela-ela. Dalam bentuk Ciawian, syair pupuh digunakan dalam syair lagu antara lain Kinanti Berenuk. Ciawian berasal dari Ciawi Tasikmalaya. Adapun bentuk tembang Cigawiran difungsikan dalam pemberian nasihat yang bernafaskan Islam. Kesenian ini berasal dari Cigawir Malangbong Garut.
Eli Yulianti, 2014 Pembelajaran Pupuh Sekar Ageung Raehan Berbasis Pendekatan Saintifik Untuk Meningkatkan Kepekaan Laras Di SMA Negeri 8 Cirebon Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4
Pengembangan pupuh lainnya yaitu dalam bentuk Wawacan. Wawacan adalah suatu lakon dengan menggunakan pola pupuh
yang disajikan dalam
bentuk nyanyian. Lakon wawacan di antaranya: Lutung Kasarung, Damar Wulan, Panji Wulung, dan sebagainya. Perkembangan terbaru yaitu pupuh kreasi (disebut juga Pupuh raehan) hasil karya dosen Karawitan STSI Bandung H. Yusuf Wiradiredja yang disapa dengan nama Yus Wiradiredja. Pupuh kreasi karya Yus Wiradiredja, mengolah aspek musik pengiringnya sehingga menciptakan nuansa baru tanpa mengubah pupuh aslinya. Pembawaan pupuh kreasi berbeda dibanding dengan Pupuh buhun. Pupuh kreasi menggunakan beberapa alat musik sebagai pengiringnya, di antaranya kecapi, suling, rebab, biola, kendang, gong, dan instrumen lain hasil modifikasi Yus Wiradiredja, sehingga pembawaan pupuh menciptakan suasana yang berbeda dan terkesan sangat khas. Musik iringan pupuh raehan dibuat lebih nge-pop. Ciri khas tersebut ditimbulkan antara lain dari variasi bunyi masing-masing alat musik, sehingga menciptakan warna bunyi yang berbeda. Demikian juga dengan syairnya ada yang disajikan persis sama dengan syair pupuh yang umumnya berkembang di masyarakat dan ada pula yang dibuat baru, walaupun pola syairnya sama seperti pupuh buhun. Pupuh raehan mulai dikenalkan oleh Wiradiredja, Y. sejak tahun 2004. Kata raehan sama dengan kreasi. Menurut Wiradiredja (wawancara: 22 Juli 2014) “pupuh raehan adalah sajian pupuh yang dikreasikan dengan aneka lagu-lagu dan aransemen musik atau gending karya Yus Wiradiredja”. Istilah Pupuh raehan juga secara langsung digunakan untuk menamai produk rekaman karya Yus tersebut. Menurut Uus Karwati, dosen Pascasarjana UPI (wawancara: 1 September 2014) “Pupuh raehan merupakan karya penataan musik, memadukan antara pupuh dengan kreasi gending/musik yang garapannya bersifat kekinian”. Sajian pupuh raehan banyak diminati oleh beberapa kalangan karena terkesan lebih menarik akibat kolaborasi antara irama pop dan lagu-lagu kreasinya yang mudah diikuti. Dengan demikian sajian pupuh bisa lebih dinikmati dan Eli Yulianti, 2014 Pembelajaran Pupuh Sekar Ageung Raehan Berbasis Pendekatan Saintifik Untuk Meningkatkan Kepekaan Laras Di SMA Negeri 8 Cirebon Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5
diapresiasi oleh semua kalangan, terutama anak muda sebagai generasi penerus. Tujuan lain dari penciptaan karya pupuh kreasi menurut Yus Wiradiredja adalah untuk mengimbangi perkembangan zaman, di mana seni tradisi semakin tersisihkan dan tergantikan oleh seni dari luar yang saat ini sedang digemari oleh generasi muda. Seperti yang kita ketahui bersama pada akhir-akhir ini generasi muda di Jawa Barat banyak yang tidak lagi mengenal lagu-lagu pupuh. Hal ini terjadi juga di Cirebon, dimana generasi muda jangankan bisa menyanyikan, mengenal pupuh Cirebon pun tidak. Bahkan sebagian besar tidak tahu adanya pupuh Cirebon, mereka lebih mengenal pupuh Sunda dibandingkan pupuh Cirebon. Setelah di telusuri ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kurang diminatinya pupuh Cirebon di antaranya: 1) Pupuh Cirebon hanya berkembang dikalangan keraton, sehingga tidak memasyarakat di kalangan umum; 2) Para pemegang kebijakan di Cirebon sebagian besar bukan orang Cirebon tetapi orang Sunda, sehingga kurang memahami potensi daerah Cirebon; 3) Bahasa yang digunakan dalam pupuh Cirebon terlalu sulit dimengerti oleh generasi muda Cirebon yang sudah jarang menggunakan bahasa bebasan Cirebon; 4) Kebijakan pemerintah Daerah Jawa Barat melalui Peraturan Daerah (Perda) Jawa Barat No. 5 Tahun 2003 tentang Perlindungan dan Pengembangan Budaya dan Bahasa di Jawa Barat yang mengakui adanya tiga suku asli Jawa Barat yaitu Sunda, Melayu-Betawi dan Cirebon. Akan tetapi pada pelaksanaannya karena beberapa faktor, pengembangan bahasa dan budaya Cirebon masih belum bisa dilaksanakan di daerah Cirebon. Selain persoalan di atas, jiwa anak-anak dan remaja saat ini jauh berbeda dari jiwa anak-anak dan remaja zaman dulu. Jiwa anak-anak dan remaja sekarang ini sudah terpengaruh oleh perkembangan informasi dan teknologi global sehingga mereka lebih dapat mengingat lagu-lagu Peterpan, Ungu, Dewa, The Lucky Laki, J-Rock, dan yang lainnya daripada lagu-lagu pupuh itu sendiri. Fenomena ini tidak dapat dihindari lagi dan para orang tua tidak kuasa melarang atau menjustment anak-anak mereka terhadap kenyataan tersebut. Akibat pengaruh arus globalisasi di bidang musik yang banyak diapresiasi oleh generasi Eli Yulianti, 2014 Pembelajaran Pupuh Sekar Ageung Raehan Berbasis Pendekatan Saintifik Untuk Meningkatkan Kepekaan Laras Di SMA Negeri 8 Cirebon Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6
muda, mereka beranggapan bahwa lagu-lagu tradisional terkesan kuno, dan ketinggalan zaman. Ini merupakan realitas budaya sebagai cerminan dari begitu besarnya pengaruh media elektronik dan kapitalisme terhadap kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya di Jawa Barat. Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran, para generasi muda lamakelamaan tidak lagi mengenal seni pupuh sebagai kebanggaan budayanya. Dalam menghadapi situasi seperti ini, maka kreativitas seniman sangat dibutuhkan.Oleh karena itu perlu kiranya diantisipasi agar seni pupuh sebagai kekayaan budaya bangsa dan nilai-nilainya dapat dikenalkan kepada generasi muda sejak dini. Salah satu upaya untuk mengenalkan kembali pupuh kepada generasi muda melalui pendidikan adalah dengan pembelajaran di sekolah. Tentu saja dengan materi dan strategi yang disesuaikan dengan tingkatan sekolah dan karakteristik perkembangan anak. Baik melalui pendidikan formal, non formal maupun informal. Sebagai materi pembejaran seni budaya, pupuh bisa ditinjau dari berbagai aspek antara lain aspek musikal di antaranya pengenalan nada, tangganada, interval, dan teknik vokal. Aspek kebahasaan misalnya tema syair, ilmu tentang pupuh, dan kesejarahannya. Selama ini pembelajaran pupuh yang dilakukan oleh guru di sekolah cenderung monoton dan kurang bervariasi. Pada umumnya guru hanya mengajarkan lagu untuk ditiru oleh murid melalui metode drill, sehingga anak-anak kurang kreatif dan kurang minat belajar pupuh. Kecenderungan di lapangan pupuh sering diajarkan, tetapi hanya menghapal repertoar lagu-lagu saja, sehingga siswa kurang memahami aspek musikal serta nilai-nilai yang terkandung di dalam lagu pupuh. Padahal apabila kita cermati pupuh dari aspek musikalnya, sangat banyak mengandung unsur musikal yang dapat kita tanamkan kepada siswa, di antaranya aspek laras. Melalui pembelajaran pupuh siswa dapat mengenal laras (tangga nada). Agar pembelajaran lebih menarik maka perlu kiranya diterapkan strategi pembelajaran yang dikembangkan dan diaplikasikan oleh para guru di sekolah. Salah satu alternatifnya penggunaan materi pupuh sebagai media untuk melatih Eli Yulianti, 2014 Pembelajaran Pupuh Sekar Ageung Raehan Berbasis Pendekatan Saintifik Untuk Meningkatkan Kepekaan Laras Di SMA Negeri 8 Cirebon Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
7
kepekaan laras. Agar pupuh dapat diminati diwilayah Cirebon, maka guru juga bisa menggunakan rekaman berupa audio pupuh raehan sebagai media untuk meningkatkan kepekaan laras. Diharapkan guru dapat meciptakan pembelajaran pupuh yang lebih kreatif dan siswa pun dapat berekspresi melalui pembelajaran tersebut. Hal ini sesuai dengan teori pembelajaran seni menurut Jazuli (2008, hlm. 165). Pembelajaran seni adalah suatu preses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan sikap dan tingkah laku sebagai hasil pengalaman berkesenian dan berinteraksi dengan budaya lingkungan untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan berfungsi untuk mengarahkan perubahan sikap dan tingkah laku sebagai hasil belajar seni, sedangkan materi ajar seni untuk dikaji agar berfungsi sebagai pengalaman belajar. Untuk itu pengalaman belajar berkesenian harus mampu menumbuhkembangkan potensi kreatif siswa, sehingga mampu menemukan genius dalam diri siswa. Potensi kreatif siswa dapat berpegang pada tiga prinsip. Pertama, pembelajaran seni di sekolah harus memberikan kebebasan kepada diri siswa untuk mengolah potensi kreatifnya. Kedua, pembelajaran seni harus dapat memperluas pergaulan dan komunikasi siswa dengan lingkungannya. Ketiga, pembelajaran seni di sekolah hendaknya dilakukan dengan cara yang menyenangkan (joyfull learning) dan dalam suasana yang bebas tanpa tekanan. Penggunaan materi pupuh raehan ini pun dapat dimanfaatkan di wilayah Cirebon sebagai salah satu pendekatan atau “jembatan” untuk menarik minat siswa supaya mau mengenal dan mempelajari pupuh. Selain itu juga melatih kepekaan laras, karena dalam pupuh Sunda dan pupuh Cirebon memiliki konsep rasa salendro dan pelog. Kegiatan tersebut merupakan pendekatan awal untuk menguasai dan mempelajari pupuh yang merupakan bagian dari kekayaan masyarakat Cirebon. Adapun pupuh
yang dapat dijadikan sebagai materi di
antaranya adalah pupuh sekar ageung (KSAD) dengan menggunakan media audio pupuh raehan. Media pupuh raehan sebagai sarana berekspresi bagi para siswa hal ini sesuai dengan pendapat Jazuli (2008) yang mengungkapkan bahwa “sarana berekspresi seni harus selalu dicari, digali, disesuaikan dan dianalisis pada setiap saat dan oleh setiap personal agar tetap komunikatif selaras dengan tuntutan
Eli Yulianti, 2014 Pembelajaran Pupuh Sekar Ageung Raehan Berbasis Pendekatan Saintifik Untuk Meningkatkan Kepekaan Laras Di SMA Negeri 8 Cirebon Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8
situasi dan zamannya”. Pernyataan tersebut erat kaitannya dengan pupuh raehan sebagai materi untuk meningkatkan kepekaan laras tersebut. Pembelajaran pupuh sekar ageung dalam pupuh raehan belum pernah di implementasikan oleh para guru dalam pembelajaran seni budaya khususnya di tingkat sekolah menengah atas. Hal tersebut sangat menarik bagi peneliti untuk dapat mengembangkan dalam pembelajaran seni budaya disekolah lebih khusus lagi kaitannya dengan pelaksanaan kurikulum 2013. Berdasarkan kurikulum tersebut dikembangkan pendekatan pembelajaran berdasarkan pendekatan saintifik, yaitu suatu pendekatan ilmiah yang di dalamnya memuat proses pembelajaran dan penilaian autentik (Materi Pelatihan guru 2014, hlm. 4 ). Pendekatan ini untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Penguatan proses pembelajaran dilakukan melalui pendekatan saintifik, yaitu pembelajaran yang mendorong siswa lebih mampu dalam mengamati, menanya, mencoba/mengumpulkan data, mengasosiasi/menalar, dan mengkomunikasikan. Pendekatan tersebut sangat relevan diaplikasikan guna menggali kreativitas dan ekspresi siswa dalam berkarya. Penelitian ini akan dilakukan pada siswa kelas X SMA Negeri 8 kota Cirebon Bertolak dari pemikiran di atas, peneliti berusaha mewujudkan pengembangan pembelajaran dengan melakukan penelitian yang berjudul PEMBELAJARAN PUPUH
SEKAR AGEUNG RAEHAN BERBASIS
PENDEKATAN SAINTIFIK UNTUK MENINGKATKAN KEPEKAAN LARAS DI SMA NEGERI 8 CIREBON
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Pembelajaran pupuh yang diaplikasikan oleh para guru di sekolah kurang diminati siswa. 2. Pupuh penting untuk dikenalkan kepada siswa karena mengandung nilai-nilai dan falsafah hidup yang dapat membantu pembentukan karakter Eli Yulianti, 2014 Pembelajaran Pupuh Sekar Ageung Raehan Berbasis Pendekatan Saintifik Untuk Meningkatkan Kepekaan Laras Di SMA Negeri 8 Cirebon Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
9
3. Pupuh mengandung aspek-aspek musikal yang dapat membantu untuk meningkatkan kepekaan musikal dan mendukung kemampuan berekspresi siswa. 4. Pengembangan berbagai strategi dan pendekatan pembelajaran yang diaplikasikan di sekolah khususnya di tingkat sekolah menengah atas dapat menarik minat para siswa. 5. Perlu di kemas sebuah pembelajaran pupuh yang mampu meningkatkan kepekaan musikal bagi para siswa. 6. Pendekatan saintifik dapat diterapkan dalam pembelajaran seni budaya, dengan tujuan untuk menarik minat siswa, sehingga pembelajaran dapat lebih kreatif dan melatih kepekaan musikal siswa.
C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Berdasarakan identifikasi tersebut maka dirumuskan permasalahannya sebagai berikut: Bagaimanakah pembelajaran pupuh sekar ageung raehan berbasis pendekatan saintifik untuk meningkatkan kepekaan laras? Agar penelitian ini lebih terfokus, maka rumusan masalah dibatasi dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana desain pembelajaran pupuh sekar ageung raehan berbasis pendekatan santifik untuk meningkatkan kepekaan laras pada siswa kelas X SMA Negeri 8 Cirebon? 2. Bagaimana implementasi pembelajaran pupuh sekar ageung raehan berbasis pendekatan saintifik untuk meningkatkan kepekaan laras pada siswa kelas X SMA Negeri 8 Cirebon? 3. Bagaimana hasil implementasi pembelajaran pupuh sekar ageung raehan berbasis pendekatan saintifik untuk meningkatkan kepekaan laras pada siswa kelas X SMA Negeri 8 Cirebon?
D. Tujuan Penelitian Eli Yulianti, 2014 Pembelajaran Pupuh Sekar Ageung Raehan Berbasis Pendekatan Saintifik Untuk Meningkatkan Kepekaan Laras Di SMA Negeri 8 Cirebon Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
10
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengimplementasikan penelitian tindakan (action research) dalam pembelajaran pupuh sekar ageung raehan berbasis pendekatan saintifik untuk meningkatkan kepekaan laras. Tujuan khusus dari Tindakan penelitian ini yaitu untuk: 1. Mewujudkan konsep pembelajaran pupuh sekar ageung raehan berbasis pendekatan saintifik untuk meningkatkan kepekaan laras pada siswa kelas X SMA Negeri 8 Cirebon. 2. Mengimplementasi pembelajaran pupuh sekar ageung raehan berbasis pendekatan santifik untuk meningkatkan kepekaan laras pada siswa kelas X SMA Negeri 8 Cirebon. 3. Mengetahui hasil pembelajaran pupuh sekar ageung raehan berbasis pendekatan santifik untuk meningkatkan kepekaan laras pada siswa kelas X SMA Negeri 8 Cirebon.
E. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu sumber informasi, baik bagi peneliti, guru, murid, maupun lembaga terkait, tentang proses pembelajaran Pupuh Sekar Ageung Raehan. Bagi peneliti diharapkan hasil penelitian pembelajaran pupuh raehan ini, dapat memberikan manfaat dan kontribusi positif untuk dijadikan sebagai salah satu strategi dalam pembelajaran Seni Budaya. 1. Manfaat bagi Siswa Siswa akan memperoleh pengalaman belajar pupuh yang dapat meningkatkan kepekaan musikal terhadap laras yang ada pada karawitan. 2. Peneliti dan Guru a. Bagi peneliti, penelitian yang dilakukan merupakan sebuah pengalaman berharga, dan merupakan upaya untuk memberikan konstribusi yang bermanfaat bagi khasanah pendidikan seni musik.
Eli Yulianti, 2014 Pembelajaran Pupuh Sekar Ageung Raehan Berbasis Pendekatan Saintifik Untuk Meningkatkan Kepekaan Laras Di SMA Negeri 8 Cirebon Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
11
b. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi guru tentang gambaran bagaimana pembelajaran musik yang menggunakan materi tradisional untuk meningkatkan kepekaan musikal siswa. c. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan alternatif bagi guru tentang pembelajaran yang dapat digunakan untuk menggali dan menumbuh kembangkan kepekaan musikal. d. Bagi lembaga pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, hasil penelitian ini dapat memperkaya reportoar pustaka Sekolah Pascasarjana program studi pendidikan seni. e. Bagi institusi pendidikan SMA Negeri 8 Cirebon, hasil penelitian ini dapat dijadikan
rujukan
dan
bahan
masukan
dalam
rangka
perbaikan
penyelenggaraan kurikulum mata pelajaran seni budaya khususnya seni musik.
F. Sistematika Penulisan Tesis Bab I. Pendahuluan A. Larat Belakang Masalah B. Identifikasi Masalah C. Rumusan Masalah Penelitian D. Tujuan Penelitian E. Metode Penelitian F. Manfaat Penelitian G. Struktur Organisasi Tesis Bab II. Landasan Teoretis A. Kajian Pustaka B. Penelitian Terdahulu Bab III. Metode Penelitian A. Lokasi dan Subyek B. Desain Penelitian C. Definisi Operasional Eli Yulianti, 2014 Pembelajaran Pupuh Sekar Ageung Raehan Berbasis Pendekatan Saintifik Untuk Meningkatkan Kepekaan Laras Di SMA Negeri 8 Cirebon Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
12
D. Insrumen Penelitian E. Pengembangan Instrumen F. Teknik Pengumpulan Data G. Analisis Data Bab IV. Hasil dan Pembahasan IV.A. Hasil 1. Desain Pembelajaran Pupuh Sekar Ageung Raehan Berbasis Saintifik Untuk Meningkatkan Kepekaan Laras di SMA Negeri 8 Cirebon. 2. Implementasi Pembelajaran Pupuh Sekar Ageung Raehan Berbasis Saintifik Untuk Meningkatkan Kepekaan Laras di SMA Negeri 8 Cirebon. 3. Hasil Implementasi Pembelajaran Pupuh Sekar Ageung Raehan Berbasis Saintifik Untuk Meningkatkan Kepekaan Laras di SMA Negeri 8 Cirebon. IV.B. Pembahasan 1. Desain Pembelajaran Pupuh Sekar Ageung Raehan Berbasis Saintifik Untuk Meningkatkan Kepekaan Laras di SMA Negeri 8 Cirebon. 2. Temuan Bab V. Simpulan dan Saran Daftar Pustaka Lampiran-lampiran
Eli Yulianti, 2014 Pembelajaran Pupuh Sekar Ageung Raehan Berbasis Pendekatan Saintifik Untuk Meningkatkan Kepekaan Laras Di SMA Negeri 8 Cirebon Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu