1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV dan AIDS merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia yaitu masih tingginya transmisi infeksi, angka kesakitan dan angka kematian. Secara global kasus HIV pada tahun 2011, diperkirakan terdapat 34 juta orang hidup dengan HIV, sebanyak 30,7 juta diantaranya adalah orang dewasa. Sebesar 16,7 juta yang terinfeksi adalah perempuan dan sebanyak 3,3 juta anak-anak dibawah usia 15 tahun. Jumlah orang yang terinfeksi baru dengan HIV sebanyak 2,5 juta, dengan pembagian 2,2 juta usia dewasa dan, 330 ribu adalah anak-anak usia kurang dari 15 tahun. Jumlah kematian akibat AIDS, adalah sebanyak 1,8 juta orang, dengan pembagian 1,5 juta diantaranya adalah orang dewasa dan sebanyak 230 ribu adalah anak-anak kurang dari 15 tahun (WHO, 2011). Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan makrofag komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan
defisiensi
kekebalan
tubuh.
Sedangkan
Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS) menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV telah ditetapkan sebagai penyebab AIDS, tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS (Hoyle, 2006). Infeksi HIV pada anak masih menjadi masalah kesehatan yang sangat besar di dunia, dan berkembang dengan cepat serta sangat berbahaya. Perjalanan alami, beratnya, dan frekuensi penyakit pada anak yang menderita AIDS berbeda dengan anak yang mempunyai sistem imun normal (Setiawan, 2011). Pada tahun 2001 United Nations General Assembly Special Session (UNGASS) mentargetkan penurunan 50% infeksi HIV pada bayi tahun 2010. Sebagian besar kasus infeksi 1
2 HIV pada anak didapatkan melalui penularan dari ibu terinfeksi HIV ke anaknya, yang terjadi pada saat kehamilan, melahirkan atau pada saat menyusui (Muktiarti et al., 2012). Angka penularan vertikal berkisar antara 14-39% dan bahkan risiko penularan pada anak diperkirakan 29-47%. Tanpa intervensi, risiko penularan HIV dari ibu kepada bayinya sejak kehamilan sampai periode menyusui adalah 25-45%, diantaranya risiko selama hamil sebesar 5-10%, selama persalinan sebesar 10-20% dan melalui menyusui 10-15% keseluruhan risiko penularan sekitar 20-40% (Cock et al., 2000). Penularan infeksi HIV dari ibu ke bayi merupakan penyebab utama infeksi HIV pada bayi usia di bawah 15 tahun. Sejak pertama kali dilaporkan oleh Oleske, Rubinstein dan Amman pada tahun 1983 di Amerika Serikat, terus terjadi peningkatan. Seiring dengan meningkatnya jumlah kasus HIV-AIDS pada perempuan yang diperkirakan 50% dari kasus HIV/AIDS (Judarwanto, 2009). Pada tahun 2009, sebanyak 370.000 anak-anak terinfeksi baru HIV di seluruh dunia dan diperkirakan 42.000-60.000 wanita hamil meninggal karena HIV. Kasus HIV pada bayi yang lahir dari ibu pengidap HIV merupakan masalah besar di negara-negara berkembang. Ada sekitar 2 juta anak pengidap HIV di Negaranegara berkembang dan diperkirakan setiap hari terjadi 1.800 infeksi baru pada anak umur kurang dari 15 tahun, sebaliknya di negara berpendapatan tinggi jumlah infeksi HIV baru di kalangan ibu dan anak yang meninggal karena HIV adalah hampir nol. Hal ini dikarenakan perempuan atau anak-anak mereka di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, terlalu sedikit menerima pencegahan HIV dan layanan pengobatan untuk melindungi diri dan hal ini masih merupakan masalah besar (WHO, 2011). Distribusi kasus kasus HIV di Indonesia mayoritas berusia reproduktif aktif usia 15-49 tahun dan sebanyak 28% adalah perempuan. Diperkirakan pada waktu mendatang akan terdapat peningkatan jumlah infeksi baru HIV pada perempuan. Selain itu, risiko penularan dari ibu ke bayi berpotensi meningkat karena terdapat 3.200 ibu rumah tangga pengidap HIV di Indonesia. Ibu rumah tangga tersebut berpeluang hamil dan melahirkan, kemudian ditambah banyak pengidap yang belum ditemukan. Sejalan dengan itu maka diperkirakan jumlah
3 kehamilan dengan HIV akan meningkat. Secara nasional, terdapat 1.200 ibu hamil yang dinyatakan positif mengidap HIV. Sehingga, karena lebih banyak perempuan hamil yang terinfeksi, kemungkinan akan menularkan infeksi pada anaknya. Dampaknya adalah bayi tumbuh menjadi anak yang mewarisi HIV positif
akan lebih sering mengalami penyakit infeksi dan sering mengalami
gangguan
tumbuh
kembang
bahkan
sampai
menyebabkan
kematian
(Kemenkes.RI, 2011). Kasus HIV pada anak, berdasarakan laporan Kemenkes.RI (2012), telah terjadi peningkatan kasus HIV pada kelompok umur <4 tahun, dari 390 kasus pada tahun 2011 menjadi 416 kasus tahun 2012. Hal ini disebabkan oleh faktor risiko penularan dari ibu ke anaknya, diperkirakan kasusunya lebih dari 90% kasus anak yang terinfeksi HIV yang ditularkan melalui proses penularan dari ibu ke anak. Faktor risiko HIV yang ditularkan dari ibu ke anak, secara nasional pada tahun 2012 sebesar 2,6%, presentasenya lebih rendah daripada risiko heteroseksual yaitu 57%. Penularan dari ibu ke anak terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, pada tahun 2006 diperkirakan terdapat sekitar 4.360 bayi yang HIV positif, pada tahun 2009 terdapat 3.045 kasus baru HIV pada anak dengan kasus kumulatif 7.546 kasus, sedangkan pada tahun 2014 diperkirakan terdapat 5.775 kasus baru dengan 34.287 kasus kumulatif anak dan angka kumulatif pada tahun 2015 diperkirakan sekitar 38.500 kasus HIV di seluruh Indonesia. Demikian pula dengan kasus AIDS, jumlah kasus AIDS yang ditularkan dari ibu ke anak pada tahun 2011 sebanyak 181 kasus dan pada tahun 2012 sebanyak 126 kasus atau terjadi peningkatan sebesar 1,4% dari tahun sebelumnya. Berdasarkan laporan evaluasi program pemberantasan penyakit menular di Yogyakarta sampai dengan Desember 2012, jumlah kasus penderita HIV sebanyak 1.941 kasus yang terdiri dari 831 kasus AIDS dan sebanyak 1.110 kasus HIV. Distribusi kasus HIV dan AIDS berdasarkan jenis kelamin, laki-laki lebih banyak yaitu 1.231 kasus dibandingkan perempuan 645 kasus dan tidak diketahui 64 kasus. Presentase kasus HIV tertinggi pada kelompok usia produktif yaitu 2029 tahun sebanyak 696 kasus (35%) dan presentase faktor risiko HIV tertinggi,
4 yaitu hubungan sex tidak aman pada kelompok heterosexual sebesar 51,4% dan faktor risiko penularan dari ibu ke anak sebesar 2,9%. Faktor risiko penularan HIV dari ibu ke anak diantaranya, jumlah virus selama hamil, status imunitas ibu hamil, riwayat infeksi pada genetalia ibu, gaya hidup dan faktor perilaku, faktor obstetri seperti cara melahirkan bayi dan proses persalinan bayi, dan pemberian ASI kepada bayi sesudah lahir (Damania et al., 2010). Hasil penelitian Purnaningtyas and Dewantiningrum (2011), menunjukan bahwa pemberian ASI pada bayi berisiko tiga belas kali lipat dibandingkan dengan bayi yang diberikan susu non ASI, hal ini dikarenakan ASI diketahui banyak mengandung HIV dalam jumlah cukup banyak. Kemudian persalinan pervaginam berisiko enam kali lipat dibandingkan dengan persalinan bedah sesar, hal ini dikarenakan selama persalinan bayi dapat tertular darah atau cairan vagina yang mengandung HIV melalui paparan virus yang tertelan pada jalan lahir. Pada ibu yang terinfeksi HIV, ditemukan virus pada cairan vagina dan cairan aspirasi lambung pada bayi yang dilahirkan. Jumlah virus HIV yang tinggi di sekret vagina dan ASI berhubungan dengan konsumsi obat antiretroviral (ARV) yang dikonsumsi oleh ibu hamil. Penularan HIV dari ibu ke anak ini dapat dicegah dengan intervensi Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA). Di negara maju, risiko seorang anak tertular HIV dari ibunya dapat ditekan hingga kurang dari 2% karena tersedianya layanan optimal intervensi PPIA. Namun di negara berkembang atau negara miskin, dengan minimnya akses intervensi, risiko penularan meningkat menjadi 25%–45%. Meskipun berbagai upaya telah dilaksanakan selama beberapa tahun, ternyata cakupan layanan PPIA masih rendah, yaitu 10% di tahun 2004, kemudian meningkat menjadi 35% pada tahun 2007 dan 45% di tahun 2008. Bahkan pada tahun 2010 cakupan layanan PPIA di Indonesia hanya sebesar 6%. Agar penularan HIV dari ibu ke anak dapat ditekan, perlu upaya peningkatan cakupan layanan sejalan dengan peningkatan pelaksanaan program PPIA. Dalam rangka meningkatkan cakupan PPIA perlu adanya kerja sama antara berbagai sektor terkait, organisasi profesi dan organisasi masyarakat sipil
5 termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Kebijakan umum PPIA sejalan dengan kebijakan umum dan layanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan layanan Keluarga Berencana di tiap jenjang pelayanan kesehatan serta kebijakan pengendalian HIV/AIDS di Indonesia. Salah satunya adalah tes HIV merupakan pemeriksaan rutin yang ditawarkan kepada ibu hamil. Pada ibu hamil dengan hasil pemeriksaan HIV reaktif, ditawarkan untuk melakukan pemeriksaan infeksi menular seksual lainnya terutama sifilis. Serta mendapatkan informasi pencegahan penularan HIV selama masa kehamilan dan menyusui (Kemenkes.RI, 2011). Upaya mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu ke anak, dilaksanakan program pencegahan secara komprehensif meliputi empat strategi yaitu pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi, pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan HIV positif, pencegahan penularan HIV dari ibu hamil HIV positif ke bayi yang dikandungnya, pemberian dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu HIV positif beserta anak dan keluarganya (Mofenson, 2010). Program PPIA di Yogyakarta melibatkan peran Rumah Sakit sebagai pemberi layanan Voluntary Conseling and Testing (VCT), akan tetapi ibu hamil dengan HIV yang datang ke Rumah Sakit sering sudah dalam keadaan inpartu maupun hamil aterm, ARV tidak diberikan atau hanya diberikan di masa akhir kehamilan. Pembelian susu formula yang dirasakan mahal menyebabkan seorang ibu dengan HIV lebih memilih memberikan ASI kepada bayinya. Kebanyakan penderita HIV sesudah melahirkan tidak datang untuk kontrol keadaan dirinya maupun bayinya dengan alasan malu diketahui keluarganya. Pemberian konseling yang kurang kepada penderita HIV juga berperan dalam tingginya penggunaan susu formula maupun konsumsi ARV. Berdasarkan laporan rekapitulasi VCT dari Dinas Kesehatan D.I Yogyakarta, jumlah ibu hamil yang positif HIV dan menerima hasil test pada tahun 2012 meningkat empat kali lipat dari tahun sebelumnya, yaitu 33 kasus pada tahun 2010 menjadi 144 kasus pada tahun 2012, dengan jumlah keseluruhan sebanyak 180 kasus. Kemudian ibu hamil yang mengikuti program PPIA
6 sebanyak 144 kasus, dengan demikian meningkatnya kasus ibu hamil dengan HIV positif akan meningkatkan kasus HIV pada anak jika tidak dilakukan upaya pengendalian faktor risiko. Hal ini terlihat jumlah kasus HIV pada pada anak kelompok usia kurang dari 15 tahun sampai dengan 2012 sebanyak 96 kasus meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 77 kasus, oleh karena itu untuk menurunkan angka penularan vertikal maka pengenalan faktor risiko yang paling dominan sangat penting. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : faktor risiko apa saja yang paling dominan yang berhubungan dengan kejadian HIV pada anak usia 2-5 tahun dengan ibu penderita HIV positif di Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor risiko yang paling dominan yang berhubungan dengan kejadian HIV pada anak usia 2-5 tahun dengan ibu penderita HIV positif di Yogyakarta tahun 2012. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi hubungan tingkat pendidikan ibu dengan kejadian HIV pada anak; b. Mengidentifikasi hubungan jenis pekerjaan ibu dengan kejadian HIV pada anak; c. Mengidentifikasi hubungan waktu diagnosis HIV pada ibu dengan kejadian HIV pada anak; d. Mengidentifikasi hubungan jumlah muatan virus pada ibu dengan kejadian HIV pada anak; e. Mengidentifikasi hubungan jumlah sel CD4 pada ibu dengan kejadian HIV pada anak; f. Mengidentifikasi hubungan cara melahirkan dengan kejadian HIV pada anak; g. Mengidentifikasi hubungan berat badan bayi lahir dengan kejadian HIV pada anak;
7 h. Mengidentifikasi hubungan prematuritas pada bayi dengan kejadian HIV pada anak; i. Mengidentifikasi hubungan pemberian ASI pada bayi dengan kejadian HIV pada anak; j. Mengidentifikasi hubungan terapi ARV pada ibu dengan kejadian HIV pada anak; k. Mengidentifikasi hubungan pemberian ARV profilaksis pada bayi dengan kejadian HIV pada anak; D. Manfaat Penelitian 1. Secara keilmuan hasil penelitian ini dapat menambah informasi dan pengetahuan tentang hubungan antara faktor risiko dengan kejadian HIV pada anak usia 2-5 tahun di Yogyakarta; 2. Secara praktis hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengambil kebijakan di
Yogyakarta tentang penganggulangan HIV/AIDS khususnya pada anak. E. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian Penelitian Peneliti
Judul Penelitian
(Purnaningtyas and Dewantiningru m, 2011)
Persalinan Pervaginam dan Menyusui sebagai Faktor Risiko Kejadian HIV pada Bayi
(Kurniati et al., 2006)
Incidence of HIVInfected Infant Born to HIVInfected Mother with Prophylactic Therapy: Preliminary Report of Hospital Birth Cohort Study
Persamaan
Perbedaan
Desain : Kasus Kontrol Subjek : Ibu hamil HIV positif, yang melahirkan bayi hidup Variabel : pemberian ASI, Cara persalinan pervaginam, Nilai CD4, pemberian ARV Subjek : Semua bayi yang lahir dengan HIV Positif Variabel : VL, Jumlah CD4 pada ibu hamil, Pemberian ARV Selama Kehamilan, Cara Persalinan, ASI
Lokasi penelitan : di RS dr. Kariadi Semarang Variabel: Pendidikan, pekerjaan, VL,status BBLR, status prematuritas bayi,waktu diagnosis HIV ibu. Desain : kohort Variabel : waktu diagnosis HIV ibu, faktor risiko pasangan Penasun
8
Peneliti
Judul Penelitian
Persamaan
Perbedaan
(Muktiarti et al., 2012)
Outcomes of prevention of HIV mother-to-child transmission in Cipto Mangunkusumo Hospital
Variabel : cara melahirkan, pemberian ARV Subjek : Semua bayi yang lahir dengan yang terpapar HIV yang dilahirkan dari ibu yang HIV positif
Desain : Kohort restrospektif Variabel : waktu daignosis HIV ibu, Faktor risiko, status infeksi dan kesakitan, perilaku berisiko orang tua, gender
(Tessa et al, 2008)
Vertical transmission of HIV in Belgium : a retrospective analysis 1986-2001
Desain : kasus kontrol Variabel : perilaku berisiko, Etnik, paritas, umur kehamilan, , tipe dan durasi pemberian paduan ART, episiotomi, dan waktu antara pecahnya ketuban,
(Turchi, 2007)
Mother-to-child transmission of HIV: risk factors and missed opportunities for prevention among pregnant women attending health services in Goiânia, Goiás State, Brazil
Subjek : Semua bayi yang lahir pada tahun 1986-2001 Variabel : Data Rekam Medis Ibu : Viral load, jumlah sel CD4. Data Obstetri: cara persalinan. Data bayi baru lahir : berat lahir dan diagnosis infeks HIV, pemberian minum bayi, waktu diagnosis HIV ibu Desain : kasus kontrol Subjek : Ibu hamil HIV positif, yang melahirkan bayi hidup antara tahun 1995-2001 di semua palayanan kesehatan Goiânia, Goiás State,Brazil Variabel : 1. Karakteristik kehamilan jumlah viral load, jumlah sel CD4, pemberian ASI 2. Karakteristik pelayanan, penggunaan ARV selama kehamilan, pemberian ARV prophylaksis
Subjek : kasus adalah anak <15 tahun HIV positif dan kontrol : anak dengan HIV negatif dilahirkan dari ibu yang HIV positif Variabel : Perilaku berisiko, injeksi AZT saat melahirkan, AZT sirup untuk bayi, waktu daignosis HIV ibu.