BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Pendidikan
merupakan
salah
satu
indikator
penting dalam mengukur pengembangan dan kemajuan suatu Negara. Pemikiran ini sejalan dengan Mulyasa (2012) yang mengatakan bahwa pendidikan merupakan bagian yang penting dari proses pembangunan nasional yang ikut menentukan ekonomi suatu negara serta merupakan investasi dalam pengembangan sumber daya manusia sebagai upaya peningkatan kecakapan dan kemampuan hidup dalam persaingan. Berdasarkan
peraturan
perundang-undangan
sistem pendidikan Negara RI, tercatat bahwa satuan pendidikan yang dikembangkan di Negara ini bukan hanya dalam jalur pendidikan formal (SD, SMP, SMA/ SMK) saja tetapi juga pada jalur pendidikan non formal dan informal yang dikembangkan untuk setiap jenjang pendidikan berdasarkan tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan. Pada setiap jenjang pendidikan memiliki tugas yang sama yaitu memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat sebagai pengguna jasa pendidikan. Seperti yang tercantum dalam Undang –Undang No 20 tahun 1
2003 pasal 26 tentang pendidikan non formal. Dalam pasal ini menjelaskan bahwa pendidikan non-formal merupakan
layanan
diprogramkan
di
luar
pendidikan sistem
alternatif
persekolahan
yang bisa
berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau pelengkap pendidikan formal sistem persekolahan. Sehingga, pendidikan jalur formal sama pentingnya dengan pendidikan jalur non formal dan informal. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan tuntutan kebutuhan pendidikan maka saat ini sasaran pendidikan jalur non formal bukan hanya sebatas/ sekedar melayani masyarakat dalam menjawab kebutuhan pendidikan masyarakat miskin dan buta huruf, putus sekolah, drop out, atau bagi masyarakat yang tidak atau belum tersentuh dengan pendidikan seperti suku terasing, masyarakat daerah pedalaman, daerah perbatasan atau pulau terpencil tetapi sasaran pendidikan non formal terus meluas yaitu
mempersiapkan
anak
didik
dari
berbagai
kalangan dengan bekal pengetahuan dan keterampilan (knowledge
and
skill)
agar
mampu
menghadapi
perkembangan lapangan kerja dan mampu memberi jawaban atas kebutuhan masyarakat setempat. Pendidikan pada jalur non formal saat ini sudah banyak mendapat perhatian dari kalangan swasta, dan 2
masyarakat untuk diterapkan dengan benar-benar memperhatikan sasaran pendidikannya. Misalnya di Kabupaten Jepara, Kampung Cobaan, Desa Bangsari terdapat Komunitas Belajar KPM yang mulai aktif tahun 2006 dengan pengelolanya bernama Arif Hidayat dan jumlah siswa 15 orang. Komunitas belajar ini memiliki visi misi yaitu untuk membantu menyediakan kegiatan pembelajaran murah dan bermutu bagi anakanak
terlantar
dan
miskin,
berupaya
untuk
menciptakan komunitas pembelajar yang tangguh, taat beragama,
memiliki
berkesadaran
global,
dan
berorientasi pada pengembangan komunitasnya. Sistem pendidikan yang diterapkan adalah alternatif, global dan berbasis komunitas. Yang dimaksudkan dengan alternatif sebagai tidak mengikuti sistem
pendidikan
formal, seperti anak-anak tidak mendapat ijazah pada akhir studi. Alasannya adalah belajar merupakan kewajiban
sepanjang
hidup.
Masa
belajar
tidak
mungkin dibatasi dan belajar berlangsung seumur hidup. Tidak memiliki bangunan dan ruang kelas yang megah dalam mendukung proses belajar. Kegiatan pembelajaran terjadi dimana saja dan kapan saja, tidak terikat pada ruangan (the world is our classroom). Sekolah alternatif ini tidak mengikuti kurikulum baku dari pemerintah, anak memiliki hak untuk memilih materi pembelajaran dan guru memberikan kebebasan 3
kepada anak untuk memilih pelajaran yang ingin dipelajari, sesuai keinginan anak. Menyadari
sumber
belajar
bukan
hanya
bersumber dari buku dan juga lingkungan sekitar maka
dalam
komunitas
belajar
ini
mereka
menggunakan sumber dari internet sebagai bagian yang terintegral secara mendunia dalam memperoleh informasi untuk kebutuhan pendidikan. Inilah yang dimaksudkan sebagai sistem pembelajaran global yang diterapkan dalam komunitas berlajar ini. Berbasis komunitas mempunyai arti bahwa lingkungan sekitar merupakan media belajar bagi anak, sehingga anak tidak terpaku pada ruangan kelas. Selain
itu
dalam
komunitas
ini
tidak
menggunakan istilah guru atau kyai bagi tenaga pendidik
tetapi
disebut
sebagai
pendamping.
Pemahamannya bahwa Pendamping adalah seseorang yang dewasa (mental-spiritual), menjadi teman belajar, tidak otoritatif (keinginan menguasai, memerintah, mengatur), tidak harus lebih pintar dalam materi pelajaran, mampu menciptakan suasana yang kondusif untuk belajar. Proses pembelajaran yang terjadi secara demokratis. Artinya, anak didik memilih pelajaran apa dan dengan cara bagaimana anak akan belajar dan ini merupakan hak anak. Sebab bagi mereka setiap anak mempunyai keunikan tersendiri. Adapun hal-hal yang 4
berkaitan
dengan
dimusyawarahkan
kebutuhan
oleh
bersama
anak-anak
bersama
pendamping. Termasuk semua aturan dan sanksi. Sehingga suasana pembalajaran yang terbentuk sangat fun (menyenangkan). Mengembangkan suasana yang menyenangkan dan mendukung kebebasan berekspresi selama itu dilakukan secara bertanggungjawab, tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Komunitas belajar ini memacu anak didik agar mandiri dalam belajar.
Para
pendamping
memberi
kepercayaan
sebesar mungkin pada anak. Karena bagi mereka dengan
kepercayaan
itulah
anak
akan
bebas
berekspresi sepanjang dia tidak merugikan dirinya dan orang lain. Dengan begitu juga dapat membentuk karakter anak menjadi dewasa dan menjadi dirinya sendiri. Prinsip yang berikutnya berkaitan dengan evaluasi yang mereka istilahkan dengan Self-evaluation (evaluasi
diri).
Pendamping
tidak
memberikan
penilaian-penilaian terhadap sejauh mana kemampuan siswa,
tapi
berintrospeksi, kelebihannya,
mendorong
agar
mengidentifikasi lantas
siswa
mampu
kekurangan
memperbaiki
dan
kekurangannya.
Jadi tidak ada ulangan atau tes atau ujian, seperti yang ada
di
sekolah
umumnya
atau
madrasah.
(wordpress.com. 2008).
5
Selain di Kab Jepara, di Dusun Bajulmati desa Gajahrejo Kec. Gendang Malang, juga menerapkan sekolah berbasis komunitas. Komunitas ini didirikan oleh Bpk Izar dan warga dusun Bajulmati. Misi dari komunitas belajar ini adalah mereka dapat membangun jaringan dengan kalangan luas dan juga melalui komunitas ini mereka dapat memberikan manfaat nyata bagi lingkungan dusun tempat mereka tinggal. Prinsip pendidikan yang diterapkan dalam komunitas ini adalah pendamping tidak hanya membekali anakanak
dengan
pengetahuan,
tetapi
juga
memperkenalkan kepada anak-anak potensi yang ada di dalam lingkungan dusun mereka. Bagi pendamping kalau anak-anak secara dini telah sadar dan tahu apa yang harus mereka kerjakan untuk mengoptimalkan anugerah Tuhan kelak anak tidak akan ke kota tetapi tetap di dalam dusun dan mengembangkan dusun. Komunitas belajar ini menumbuhkan rasa kepemilikan antara anak didik dan masyarakat setempat. Dalam pendampingan kepada anak salah satu tugas dari pendamping adalah memperkenalkan potensi alam kepada anak-anak didik seperti prinsip pendidikan mereka
sehingga
dengannya
masyarakat
ikut
memberdayakan diri sebagai media pembelajaran bagi anak.
Beberapa
kebutuhan
dari
komunitas
ini
6
ditanggung
secara
gotongroyong
oleh
masyarakat.
(kompasiana.com). Model pendidikan alternative juga dapat ditemui dalam Sekolah Orang Rimba melalui Butet Manurung. Pola pengajaran yang diterapkan dalam komunitas belajar ini adalah pola pengajaran kontekstual yang mana dilakukan dengan pendekatan kebiasaan dan aturan-aturan budaya yang berlaku di Jambi. Yusak merupakan salah seorang visioner yang membawa pendidikan dalam komunitas ini. Proses belajar dapat berlangsung ketika para visioner dapat berbaur dan hidup dalam komunitas ini. Komunitas ini tidak memiliki sarana prasarana yang memadai seperti layaknya sekolah diperkotaan, tetapi untuk proses pembelajaran, pengajar menggunakan apa saja yang ada
disekitar
mereka
untuk
dijadikan
media
pembelajaran. Misalnya untuk menerangkan tentang abjad
misalnya
huruf
“O”
maka
pengajar
akan
mencontohkan dengan batok kelapa agar memudahkan anak didik mengingat abjad. (Tortooisewaqpoint.com). Di Jawa Tengah, Kota Salatiga juga terdapat pendidikan pada jalur non-formal yaitu pendidikan berbasis Qaryah bernama
masyarakat Thayyibah Bahrudin.
bernama
yang Awal
Komunitas
diprakarsai
oleh
terbentuknya
Belajar seorang
komunitas 7
belajar ini untuk menjawab masalah utama masyarakat setempat dalam bidang pendidikan dimana di Desa Kalibening, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga pada tahun 2003 tidak memiliki Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang berkualitas dan murah. Biaya pendidikan yang tidak terjangkau oleh sebagaian besar penduduk Desa
Kalibening
mengakibatkan
terancam
putus
sekolah anak-anak di desa ini. Rata-rata penduduk desa ini berprofesi sebagai petani sehingga secara ekonomi
orang
tua
tidak
sanggup
membiayai
pendidikan anak yang terlalu tinggi. Untuk menjadi lembaga
pendidikan
terjangkau,
sistem
berkualitas pendidikan
dengan
biaya
berbasis
pada
komunitas dan bentuknya adalah kelompok belajar. KBQT ini terintegrasi dengan paguyuban petani yang ada di desa ini. Komunitas ini juga dilengkapi dengan fasilitas jaringan internet dan buku-buku sebagai sarana dan sumber belajar anak-anak didik. Peserta
didik
dalam
komunitas
belajar
berkembang dengan potensi yang mereka miliki dan prestasinya tidak kalah dengan peserta didik dari jenjang pendidikan formal. Melalui observasi awal penulis
menemukan
bahwa
pembelajaran
yang
diterapkan dalam komunitas ini melibatkan siswa untuk menemukan dan menentukan materi yang akan dipelajari.
Biasanya
dihubungkan
dengan
situasi 8
kehidupan nyata dan minat sehingga mendorong siswa nantinya
dapat
menerapkannya
dalam
kehidupan
mereka. Guru mengambil peran sebagai pendamping sehingga anak didik diarahkan untuk mendalami minat belajar mereka sendiri dan diharapkan anak menjadi ahli dengan bidang yang disukainya. Pada awal tahun 2003, sekolah ini berdiri dengan model pendidikan SLTP Alternatif Qaryah Thayyibah dengan total murid 95 anak. Seiring berjalannya waktu, pada tahun 2006 komunitas ini bertukar nama menjadi Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah. Pendidikan yang dijalankan dalam Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah bukan hanya dikenal dikalangan sekitar desa tempat komunitas didirikan. Sejak tahun berdirinya prestasi dari Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah telah dipublikasikan melalui media masa maupun internet. Prestasi dari anak didik di komunitas ini diakui dan diberi penghargaan dari berbagai kalangan yang bergerak di dunia pendidikan. Melalui media harian Kompas, Rabu 23 Maret 2005, diberitakan
bahwa
salah
satu
anak
didik
dari
komunitas belajar Qarryah Thayyibah meraih juara penulisan artikel online Salatiga. Dalam tulisan yang sama dinyatakan juga bahwa nilai rata-rata ulangan murid di komunitas ini jauh lebih baik dari pada nilai 9
rata-rata
sekolah
induknya
terutama
pada
mata
pelajaran matematika dan Bahasa Inggris. Komunitas ini juga tampil mengimbangi sekolah-sekolah negeri lainnya
dalam
mengikuti
lomba
cerdas
cermat
penguasaan materi pelajaran se-Salatiga. Anak didik dari komunitas ini dikirim mewakili Salatiga untuk hadir dalam Konvensi Lingkungan Hidup Pemuda Asia Pasifik di Surabaya. Prestasi lain yang ditulis dalam artikel ini bahwa pada tes kenaikan kelas nilai rata-rata mata pelajaran Bahasa Inggris siswa di Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah mencapai 8,86. Selain itu dalam harian Kompas 13 Maret 2006, salah satu artikel yang bertemakan “beri ruang bagi pendidikan alternatif” ditulis mengisahkan prestasi seorang
anak
didik
komunitas
belajar
Qaryah
Thayyibah yang berhasil mengikuti lomba menulis esai tentang Australia yang diadakan
Kangguru Magazine
edisi Agustus 2005. Dalam mediamasa yang sama Kompas, 24 Mei 2006, artikel dengan judul “mereka tak peduli ujian nasional” juga ditulis mengisahkan tentang anak didik di komunitas Qaryah Thayyibah yang pada saat Ujian Nasional Tahun 2006 dilaksanakan di kota Salatiga, mereka lebih memilih untuk membuat eksperimen ilmu pengetahuan alam dan tidak mengikuti Ujian Nasional. 10
Anak-anak ini melakukan percobaan pembuatan briket dari sampah daun bambu kering. Ide ini muncul ketika seorang anak didik melihat banyak sampah daun bambu yang terbuang sia-sia, dan mereka melakukan
ujicoba
untuk
menghasilkan
energi
alternatif. Hasil dari eksperimen ini belum berhasil tetapi hal itu tidak membuat mereka putus asa. Mereka kembali membuat eksperimen bio-urine sebagai pengganti pupuk urea, dan berhasil. Pada tahun 2013, komunitas belajar Qaryah Thayyibah berhasil masuk dalam salah satu acara televisi yaitu “kick andy” yang menayangkan profil sekolah
ini
dan
menghadirkan
Bapak
Baharudin
sebagai pendiri komunitas ini untuk memberikan penggambarannya tentang komunitas belajar ini. Selain prestasi yang telah dipaparkan melalui media masa, prestasi lain anak didik KBQT juga hadir dalam
bentuk
tulisan
yang
membuat
mereka
mendapatkan penghargaan Kak Seto dalam anugerah anak Kreatif 2006 melalui karya buku berjudul “lebih asik tanpa UAN”. Ada juga karya artikel yang ditulis melalui media online, buku novel yang diterbitkan oleh penerbit seperti gramedia, matapena dll. Karya tulis dari anak-anak komunitas ini kemudian di bukukan dan dijual di toko-toko buku seluruh Indonesia. Karya 11
yang lain juga berupa Film pendek dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, lagu dan video klip salah satunya yang berjudul “Kumpulan Tembang Dolanan Jawa Tempo Dulu Kidang Talung”. Ada juga salah satu karya cipta lagu dari pendamping komunitas yang dinyanyikan, dibuat videoclip-nya oleh anak didik yang kemudian
mendapatkan
pengakuan
nasional
dan
dijadikan sebagai mars dan himne dalam pendidikan kesetaraan. Meningkatnya persaingan antar jenjang dan jalur pendidikan tidak membuat Komunitas Belajar Qaryah Tayyibah yang dirintis pada tahun 2003 mandek, tetapi komunitas ini masih tetap bertahan dengan segala prestasinya. Untuk dapat bertahan didunia pendidikan yang semakin kompetitif tentunya Komunitas Belajar Qaryah
Tayyibah
ini
memiliki
sistem
pengelolaan
pendidikan yang baik dibarengi dengan penerapan model pembelajaran yang tepat sehingga berefek pada prestesi anak didik. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengkaji pengelolaan kurikulum yang diterapkan dalam komunitas belajar ini. B. Rumusan Masalah Bagaimana manajemen kurikulum di Komunitas Belajar
Qaryah
Thayyibah
berdasarkan
ruang
12
lingkup manajemen kurikulum yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi ? C. Tujuan Penelitian Mendeskripsikan
manajeman
kurikulum
di
Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah berdasarkan ruang
lingkup
perencanaan,
manajemen aspek
kurikulum
aspek
pengorganisasian,
aspek
pelaksanaan, dan aspek evaluasi. D. Manfaat Penelitian a. Secara teoritis Secara teoritis dapat menambah kajian ilmiah dan
temuan
fakultas
ilmiah
keguruan
Universitas
Kristen
mahasiswa/mahasiswi
dan
ilmu
Satya
pendidikan
Wacana
di
tentang
pendidikan non formal khususnya pendidikan berbasis masyarakat. b. Secara praktek Bagi
Komunitas
Belajar
Qaryyah
Thayyibah,
dapat dipakai sebagai bahan masukan dan bahan pertimbangan pelaksanaan kurikulum dimasa mendatang
agar
bisa
mendapatkan
hasil
pembelajaran yang maksimal dan bagi komunitas belajar
yang
lain
dapat
menjadi
bahan
pertimbangan dalam pelaksanaan kurikulum. E. Sistematika Penulisan
13
Secara garis besar, penulisan tesis ini mengikuti sistematika sebagai berikut: Bab I merupakan bab pendahuluan yang meliputi penggambaran
latar
belakang
masalah,
rumusan
masalah, dan sistematika penulisan. Bab II merupakan bab tinjauan pustaka. Berisi tentang paparan teori yang berfungsi sebagai landasan berpikir dalam proses penulisan
ini.
Pustaka
dalam
bab
ini
meliputi
pembahasan mengenai manajemen kurikulum, konsep community dalam pendidikan berbasis masyarakat, kurikulum pendidikan berbasis masyarakat dan modelmodel pembelajaran. Bab III merupakan bab metode penelitian yang meliputi tempat penelitian dan waktu penelitian,
bentuk
dan
data
penelitian,
teknik
pengumpulan data, validitas data, analisis data dan prosedur penelitian. Bab IV adalah bab hasil dan pembahasan
penelitian
yang
mencakup
gambaran
sekolah deskripsi hasil penelitian yang meliputi aspek perencanaan, organisasi kurikulum, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum. Bab V merupakan bagian penutup yang berisikan kesimpulan dan saran-saran dari tesis ini.
14