BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masuknya industri musik ke era digital secara signifikan telah merubah wajah dari musik itu sendiri. masyarakat dulu lebih mengenal musik dalam bentuk pringan hitam, kaset, CD, hingga akhirnya nir-wujud dalam format digital. Salah satu wacana yang selalu ditakuti dalam industri musik adalah kemampuan format digital dalam menggeser ketertarikan masyarakat yang akhirnya membuat penjualan album fisik di Indonesia kembang kempis. Evolusi dalam mendengarkan musik yang dimulai dengan menggunakan pita dan berganti dalam bentuk metadata membuat revolusi besar-besaran dalam format musik. Tak sedikit yang terkejut. Dari format kaset berganti menjadi sebuah file dan dapat disimpan dengan berbentuk metadata. Hal ini tentu saja akan menggubah cara seseorang dalam hal mendengarkan musik. Dengan datangnya budaya baru dalam mendengarkan musik tersebut, dan pesatnya pertumbuhan internet, lahirlah situs-situs berbagi data. Dengan makin menjamurnya situs berbagi file tersebar luas di dunia maya. Baik yang legal maupun illegal. Persebaran musik semakin pesat dan cepat. Musik dalam format digital berhasil memunculkan sebuah budaya baru yang tanpa disadari, dalam hal ini sebagai penikmat musik – telah aktif menjadi bagian dari budaya tersebut, budaya berbagi file atau biasa disebut Free File Sharing Culture. Aktivitas berbagi file dapat dilakukan melalui banyak cara seperti mengkopi file CD untuk kemudian dipindahkan ke dalam flash disk atau hard disk hingga – seperti disebutkan diatas -melalui jaringan internet. Melalui internet para penikmat musik dapat memilih beberapa opsi untuk mengunduh lagu, seperti menggunakan aplikasi BitTorrent dengan teknologi peer-to-peernya, berbagi file melalui attachment email, tautan di blog, atau dengan mengandalkan situs penyimpanan file digital seperti 4shared, Mediafire, Rapidshare, Indowebster
dan lain-lain. Semua aktivitas tersebut tidak lepas dari perkembangan teknologi komunikasi yang sangat maju hingga memudahkan terjadinya proses berbagi file. Cikal bakal dari revolusi dalam mendengarkan musik ini sendiri tak lepas dari berkembangnya teknologi. Mulai dari ditemukannya computer, hingga hadirnya internet ditengah-tengah masyarakat seperti sekarang ini. Tidak ada nama yang pasti siapa penemu internet pertama kali. Namun internetlah yang memprovokasi dari hadirnya netlabel itu sendiri. Dengan menggunakan layanan internet, penyebaran musik jadi lebih mudah dan cepat. Netlabel adalah label rekaman yang mendistribusikan rilisannya dalam format digital audio melalui jaringan Internet, rilisan dapat diunduh secara legal baik gratis maupun berbayar. Idenya adalah menyebarkan musik secara bebas dan tanpa batas geografis. Netlabel menjadi alternatif dalam wahana musik mandiri di Indonesia yang saat ini stagnan, dimana jaringan internet belum diantisipasi dengan baik oleh industri musik arus utama.1 Sedikit melihat kebelakang, hadirnya Napster pada musim gugur tahun 1999 merupakan sebuah penemuan terbaru dalam cara untuk mendengarkan musik. Napster yang merupakan masterpiece dari Shawn Fanning adalah salah satu momok terbaru bagi industri musik saat itu. Teknologinya memungkinkan pecinta musik untuk berbagi lagu dalam format MP3 dengan mudah, dan dengan itu menyebabkan pelanggaran hak cipta yang berat. Namun, hadirnya Napster ini bisa dikatakan sebagai cikal bakal dari terbentuknya ide sebuah Netlabet. Perbedaan anatara netlabel dan napster sendiri adalah terdapatnya copyright (hak cipta) legal dalam sebuah netlabel untuk menyebarluaskan musiknya. Dibelakang Napster hadirlah iTunes merupakan sebuah piranti lunak yang mana setiap penggunanya dapat membeli musik secara online dan legal. Rata-rata 15.000 lagu diunduh tiap menit. keberadaan on line store ini sangat membantu pemusik menjual single dan albumnya ditengah maraknya download illegal dan penjualan fisik CD yang terus menurun dari tahun ketahun. Harga yang dipatok 1
1
http://indonetlabelunion.tumblr.com/.html diakses 20 februari 2013
single termasuk murah untuk ukuran kocek orang Amerika yaitu 0.99 sen atau sekitar Rp 9000,- satu kali unduh lagu dan album mulai dari USD 9,9 atau sekitar Rp 90.000,- Kehadiran iTunes ini juga tak jauh dari Pro dan kontra oleh beberapa pihak. Di Indonesia sendiri pada pertengahan 2000an mulai banyak yang tumbuh beberapa netlabel. Lahirnya Netlabel pertama di Indonesia diprakarsai oleh Yesnowave dot com, tepatnya pada tahun 2007.
Setelah kehadiran Yesnowave
banyak tumbuh netlabel – netlabel baru. Masing-masing Netlabel biasanya memiliki suatu ketertarikan tersendiri dalam menentukan jenis musik atau musisi/band yang menjadi ciri khas dalam setiap rilisan yang mereka keluarkan.In My Room Records, misalnya, mengkhususkan labelnya hanya untuk Bedroom Musician sementara Stone Age Records memiliki misi awal mendokumentasikan rilisan skena musik punk/hardcore/metal lokal. Popularitas Netlabel di Indonesia tidak bisa lepas dari dukungan media massa lokal yang lambat laun mulai memberikan perhatian kepada Netlabel sebagai suatu alternatif yang berjalan beriring bersama industri musik yang telah ada. Dengan hadirnya Netlabel-netlabel baru di Indonesia, berdirilah sebuah komunitas yang bernama Netaudio. Netaudio sendiri adalah kegiatan berbasis audio yang bergerak di dunia virtual, bagian dari kehidupan nyata. Netlabel dan radio online telah dikenal oleh para pecinta musik dan aktivitas berbagi musik lepas dari hukum
hak cipta
konvensional yang mengekang kreativitas dan tidak melulu berorientasi pada nilai komersial menjadi hal uang penting untuk dilestarikan. Sebuah praktik gotong – royong, kearifan lokal di era teknologi informasi. Indonesian Netlabel Union (Serikat Netlabel Indonesia) merupakan suatu gerakan kolektif netlabel Indonesia yang ditujukan untuk memulai jaringan antar – netlabel Indonesia dan juga untuk mengenalkan kepada public tentang eksistensi netlabel lokal serta menjadi sebah wadah dalam mengkaji wacana musik di era teknologi informasi. Langkah awal dimulai dengan merilis seri album kompilasi secara serentak pada tanggal 1 Januari 2011. 5 netlabel aktif yang turut serta dalam
komplasi tersebut adalah Hujan! Rekords, Inmyroom Records, Mindblasting, Stone Age Records dan Yes No Wave. Studi tentang Netlabel ini untuk mempresentasikan tentang revolusi industri musik di era digital. Pada umumnya peneliti menekankan studi tentang menagement Netlabel. Dalam penelitian ini peneliti tidak akan bertanya tentang ―apa arti dari sebuah netlabel‖, melainkan peneliti akan menekankan penelitian tentang peranan netlabel dalam menyebarkan dan mengembangkan musik indie di Indonesia. Hal inilah yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya.
B. Pertanyaan Penelitian Berdasar uraian latar belakang tersebut, maka yang menjadi pertanyaan peneliti di sini adalah: ―Bagaimana peranan Netaudio dalam mengembangkan musik Indie di Indonesia?‖
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa tujuan yaitu: 1. Mengetahui proses berkembangnya musik indie melalui media baru. 2. Mengetahui media baru sebagai aktor yang menjanjikan dalam penyebaran musik. 3. Untuk memperluas kajian media baru di bidang komunikasi.
D. Obyek Penelitian Objek penelitian ini adalah Komunitas Netaudio yang merupakan rumah bagi musisi indie indonesia.
E. Kerangka Pemikiran 1. Media baru sebagai media komunikasi massa Ciri utama media massa adalah bahwa media dirancang untuk menjangkau banyak orang. Komunikator seringkali merupakan lembaga atau seorang komunikator profesional seperti presenter, entertainer, produser, dll, yang dipekerjakan oleh lembaga tersebut. Pola komunikasi secara tidak terhindarkan bersifat satu arah, tidak personal dan terdapat jarak sosial dan fisik antara pengirim dan penerima. Sementara itu, konten simbol atau pesan dari komunikasi massa biasanya merupakan hasil yang terstandarisasi (diproduksi untuk kepentingan massif) dan dipergunakan kembali dengan didaur ulang menjadi bentuk yang identik, contohnya seperti iklan. Dimana ide-ide iklan berdasar pada realitas sosial yang dikonstruksi sedemikian rupa menjadi ide iklan. Ahli komunikasi massa Harold D. Laswell dan Charles Wright menyatakan terdapat empat fungsi sosial media massa, yaitu pertama, sebagai social surveillance, adalah upaya penyebaran informasi dan interprestasi seobjektif mungkin mengenai peristiwa yang terjadi. Kedua, sebagai Social Correlation. yakni upaya penyebaran informasi yang dapat menghubungkan satu kelompok sosial dengan kelompok sosial lainnya. Ketiga, fungsi socialization, yakni upaya pewarisan nilai-nilai luhur dari satu generasi ke generasi selanjutnya, atau satu kelompok ke kelompok lainnya dan Keempat, fungsi entertainment, yakni untuk menghibur khalayak ramai. Keempat fungsi di atas menunjukkan bahwa meskipun adanya perubahan teknologi, media dan model komunikasi massa terus bertahan di dalam keseluruhan lembaga media massa seperti lembaga publikasi dan penyiaran. Media massa masih dibutuhkan karena secara tidak langsung dianggap sebagai pemersatu dimana pesan-pesan diproduksi secara massif, sehingga khalayak pun mengetahuinya secara massif. Pengetahuan yang menyebar ini menjadi pokok
utama pembicaraan dalam komunitas yang lebih kecil, seperti sekelompok orang atau bahkan hanya beberapa orang. Hanya saja, di era teknologi komunikasi digital seperti sekarang ini, kehadiran berbagai inovasi produk teknologi informasi dan komunikasi membuat modelmodel baru dalam kegiatan berkomunikasi. Dalam lingkup komunikasi massa, kehadiran berbagai produk media sosial mulai mengaburkan batas-batas antara komunikasi massa dan personal. Hal ini dikarenakan oleh luasnya cakupan komunikasi personal dengan bantuan media massa. Hanya saja yang membedakan ciri-ciri proses komunikasinya masih tetap nampak, seperti tidak adanya konteks kelembagaan atau profesional berupa produksi media massa pada umumnya. Hal ini yang mempengaruhi kondisi apakah pesan yang disampaikan memiliki nilai moral berupa tanggung jawab oleh pengirim atau komunikator pesan. Social media merupakan tempat atau sarana untuk menghubungkan manusia untuk berinteraksi dalam media sosial. Kemunculan internet telah membawa dampak yang signifikan terhadap cara orang mengonsumsi media. Tidak sedikit orang yang menggunakan internet, di Indonesia yang memiliki penduduk 245 juta jiwa, pengguna internet sebanyak 55 juta orang (pada tahun 2011). Angka ini menempatkan Indonesia berada pada urutan ketida pengguna internet terbesar dunia. Pemanfaatan social media dalam proses berkomunikasi semakin populer, saat ini facebook dan twitter membintangi social media karena jumlah penggunanya yang sangat banyak. Berdasarkan data Kominfo April 2012, setidaknya tercatat sebanyak 44,6 juta pengguna Facebook dan sebanyak 19,5 juta pengguna Twitter di Indonesia. Hal ini telah menunjukkan bahwa sosial media merupakan media pilihan yang digemari oleh publik saat ini. Bahkan, sudah banyak ponsel yang menyediakan fitur-fitur yang terhubung dengan internet, sehingga siapapun dapat mengakses sosial medianya dengan cepat dan mudah di manapun berada. Selayaknya media massa, sosial media juga dapat menyebarkan informasi kepada publik secara luas
tanpa diketahui dengan berbagai informasi. Dampaknya, informasi-informasi tersebut hanya mengalir begitu saja tanpa arti. Keterbukaan keran informasi, sebagaimana disebutkan di atas, membuat pola penyebaran informasi berubah, dimana produsen informasi yang tidak terlembagakan bebas menyebarkan berbagai informasi tanpa melalui pintu gerbang media (gateway). Akhirnya ada banyak informasi yang diterima oleh orang-orang, walaupun informasi itu berupa konten sampah yang tidak penting sama sekali. Konten sampah ini kemungkinan memiliki hubungan dengan dorongan (visi) retoris sebagaimana disampaikan di atas, yang mencirikan bahwa seseorang cenderung membebaskan dirinya untuk memberikan komentar, atau menyebarkan informasi tanpa pernah memikirkan apakah informasi tersebut penting untuk diketahui oleh khalayak atau tidak. Selanjutnya, perlu disadari kembali bahwa media massa dan social media memegang kendali yang cukup tinggi untuk mempengaruhi publik karena kekuatannya yang sangat besar untuk mempengaruhi publik yang tidak bisa dilakukan oleh organisasi manapun. Perkawinan antara keduanya menjadikan tekanan informasi media semakin ―dalam‖ dalam mempengaruhi publik. Tak heran bagaimana media sosial digunakan dalam kampanye Barrack Obama yang memiliki peran signifikan dalam usaha memenangkannya. Demikian pula yang terjadi pada kampanye pasangan Jokowi-Ahok yang memanfaatkan kekuatan media sosial seperti twitter untuk mempengaruhi opini publik. Opini publik yang lahir dari konvergensi media massa dan social media ini membentuk suatu gugusan opini yang khas. Seorang bebas memilih informasi mana yang ingin dia konsumsi, walaupun secara tidak sadar ia mengkonsumsi pesan-pesan tak bermutu yang tampil di hadapannya. Hal ini dapat menjadi cerminan masyarakat karena dorongan untuk memilih dan menyampaikan idenya dipengaruhi oleh motivasi dan cara berfikir seseorang.
2. Media baru sebagai budaya baru dalam menyebarkan musik Proses digitalisasi sendiri telah membawa banyak perubahan dalam industri media baik dari sisi produser maupun pengguna. Salah satu dari perubahan itu terkait dengan makna dari medium itu sendiri. Dengan adanya teknologi digital, menjadi sulit bagi pengguna untuk membedakan satu medium dengan medium lainnya karena berbagai media tampak menyatu dan pengguna dapat dengan mudah mengakses jenis informasi dan hiburan yang berbeda hanya dengan satu klik saja (Markman, 1997, h.35). Fenomena konvergen media ini dapat dipahami dengan lebih baik saat kita membaca ilustrasi yang dipaparkan oleh Anne Friedberg bahwa walaupun layar bioskop, televisi dan komputer tetap mempertahankan lokasi fisiknya yang terpisah, tetapi jenis gambar yang pengguna lihat di masing-masing medium telah kehilangan kekhasan karakter mediumnya (Harries, 2002, h.171). Dengan adanya konvergen media, sebuah medium tidak lagi hanya memiliki satu fungsi, tetapi dapat juga memberikan pelayanan lain, yang memungkinkan banyak pengguna untuk mendapatkan engalaman media yang berbeda secara simultan (2002, h.10). Contohnya, saat berselancar didunia maya, orang dapat membaca berita dan melihat video yang memuat berita tersebut di saat yang bersamaan. Dari sisi produser media, media konvergen juga memberikan beberapa tantangan baru. Untuk memuaskan kebutuhan dan selera pengguna yang berbeda, produser media dituntut untuk menjadi lebih kreatif dalam merencanakan penggunaan media platform yang berbeda untuk menyebarkan informasi yang mereka berikan. Selain itu, produser media juga harus mempersiapkan versi yang berbeda dari materi media yang sama. Hal ini menunjukkan sebuah ekologi produksi baru dimana cara-cara lama dalam membuat teks media mulai ditinggalkan (O‘Regan dan Goldsmith, 92, 2002 ). Karena digitalisasi memberikan kemudahan dan fleksibiltas terhadap muatan media, jenis teks media yang berbeda seperti filem, musik, video, permainan komputer, situs Internet, dokumenter televisi dan buku juga dapat saling ditautkan
(crossed referenced) dalam industri media moderen. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pengguna media saat ini cenderung mengenal teks media tertentu melalui asosiasinya terhadap format budaya yang lain (Marshall, 2002, h.68). Hal ini juga dikenal sebagai intertextuality teks media dan dapat ditemukan dengan mudah dalam konsumsi media masyarakat sehari-hari. Contohnya, isu-isu yang ramai dibicarakan di media online seperti Facebook atau Kaskus sering diangkat menjadi agenda berita televisi-televisi nasional dan sebaliknya. Itulah mengapa produser media dalam era digitalisasi ini harus mempersiapkan versi yang berbeda dari teks media yang sama untuk memuaskan permintaan pasar. Faktor penting lainnya yang dapat dianggap sebagai karater khas dari media digital adalah kemampuannya dalam meningkatkan interaksi dan kontrol pengguna. Perlu dicatat bahwa interaksi media dapat dikategorikan menjadi dua macam. Yang pertama adalah interaksi yang memungkinkan pengguna untuk mengambil kendali atas sebuah teks budaya (Marshall, 2004, p .14). Contoh kongkrit dari jenis interaksi ini adalah media DVD karena saat pengguna melihat rekaman DVD pengguna dapat dengan mudah memilih untuk menghentikan, memulai dan bahkan mengulang kembali adegan yang mereka inginkan, sehingga memungkinkan pengguna mendapatkan pengalaman mengkonsumsi materi DVD yang berbeda-beda (Harries, 2001, h.173). Dengan kata lain, interaksi yang dimungkinkan oleh budaya digital telah mengubah pengalaman pengguna dalam mengkonsumsi media karena saat ini mereka dapat terlibat langsung dalam proses produksi teks media tersebut (Marshall, 2004, h.25). Walaupun kemampuan memilih cara mengkonsumsi media tidak hanya ditemukan pada budaya digital, media digital telah mebuat pengalaman interaksi ini menjadi semakin sering dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Kehadiran New Media memunculkan adanya perspektif dari beberapa pakar. Diantaranya adalah McLuhan. Menurut McLuhan, kehadiran New Media dapat
membuat sebuah proses komunikasi menjadi global, sehingga menyebabkan mengapa dunia saat ini disebut dengan Global Village. McLuhan mengatakan bahwa dunia akan menjadi satu desa global (Global Village) dimana produk produk yang ada akan menjadi cita rasa semua orang. Global Village menjelaskan bahwa tidak ada lagi batas waktu dan tempat yang jelas. Informasi dapat berpindah dari satu tempat ke belahan dunia lain dalam waktu yang sangat singkat dengan menggunakan teknologi internet. Global Village adalah konsep mengenai perkembangan teknologi komunikasi di mana dunia dianalogikan menjadi sebuah desa yang sangat besar. McLuhan memperkenalkan konsep ini pada awal tahun 60-an dalam bukunya yang berjudul Understanding Media: Extension of A Man. Konsep ini berangkat dari pemikiran McLuhan bahwa suatu saat nanti informasi akan sangat terbuka dan dapat diakses oleh semua orang. Salah satu fasilitas bagi individu ataupun masyarakat dunia maya dalam bersosialisasi secara online dapat dilakukan melalui media sosial online. Media sosial online merupakan media yang didesain untuk memudahkan interaksi sosial bersifat interaktif dengan berbasis teknologi internet yang mengubah pola penyebaran informasi dari sebelumnya bersifat broadcast media monologue (satu ke banyak audiens) ke social media dialogue (banyak audiens ke banyak audiens). Media sosial online turut mendukung terciptanya demokratisasi informasi dan ilmu pengetahuan yang mengubah perilaku audiens dari yang sebelumnya pengonsumsi konten beralih ke pemroduksi konten. Alternatif komunikasi masyarakat modern saat ini menyebabkan tuntutan manusia terhadap kebutuhan informasi semakin tinggi. Hal itu turut melahirkan kemajuan yang cukup signifikan dalam bidang teknologi. Peningkatan di bidang teknologi, informasi, serta komunikasi mengakibatkan dunia tidak lagi mengenal batas, jarak, ruang, dan waktu. Seseorang dapat dengan mudah mengakses informasi penting tentang fenomena kejadian di belahan dunia lain, tanpa harus berada di tempat tersebut. Padahal untuk mencapai tempat itu memakan waktu
berjam-jam, namun hanya dengan seperangkat computer atau yang gadget yang memiliki konektivitas internet, informasi dapat diperoleh dalam hitungan detik. Internet (interconnection networking) merupakan jaringan komputer yang dapat menghubungkan suatu komputer atau jaringan komputer dengan jaringan komputer lain, sehingga dapat berkomunikasi atau berbagi data tanpa melihat jenis komputer itu sendiri. Seperti yang diketahui internet merupakan bentuk 3 konvergensi dari beberapa teknologi penting terdahulu, seperti komputer, televisi, radio, dan telepon (Bungin, 2006 : 135). Perkembangan internet terus berlangsung hingga kini. Di seluruh dunia jumlah pemakai internet tercatat sekitar 3 juta orang pada tahun 1994. Di tahun 1996 tercatat lonjakan drastis, jumlah pemakai internet hingga sebanyak 60 juta pengguna, pada tahun 1998 angka ini meningkat tajam hingga mencapai 100 juta pengguna dan untuk tahun 2005 diprediksi jumlah pengguna internet bakal mencapai 1 milyar pengguna. Tidak dapat dipungkiri bahwa animo masyarakat terhadap penggunaan internet sebagai media komunikasi dan informasi terus meningkat. Kehadiran internet telah membawa revolusi serta inovasi pada cara manusia berkomunikasi dan memperoleh informasi. Internet berhasil mengatasi masalah klasik manusia, karena keterbatasan jarak, ruang, dan waktu tidak lagi menjadi kendala berarti. Internet turut menggubah bentuk masyarakat dunia, dari masyarakat dunia lokal menjadi masyarakat dunia global. Sebuah dunia yang sangat transparan terhadap perkembangan teknologi dan informasi yang begitu cepat dan besar dalam mempengaruhi peradaban umat manusia. Terdapat desa yang besar dengan masyarakatnya saling mengenal serta menyapa satu sama lain, sehingga dunia disebut sebagai the big village. Berdasarkan pernyataan Marshall McLuhan di buku Understanding Media: The Extensions of Man, mengemukakan ide bahwa ―pesan media ya medianya itu sendiri‖ (Marshall, 1999:7). McLuhan menganggap media sebagai perluasan manusia dan media yang berbed-beda mewakili pesan yang berbeda-beda. Media
juga mempengaruhi cakupan serta bentuk dari hubungan-hubungan dan kegiatankegiatan manusia. Pengaruh media telah berkembang dari individu ke masyarakat. Dengan media, setiap bagian dunia dapat dihubungkan menjadi ―global village‖ atau desa global.2 Empat puluh tahun yang lalu, Marshall McLuhan berteori panjang lebar tentang dampak dari media elektronik, seperti televisi dan radio, pada lingkungan dan budaya kita. Saat itu, ia menggambarkan kita sebagai metafora 'ikan' yang menyadari air media yang mengelilingi kita. Tentu saja, setelah berevolusi untuk menjadi sempurna beradaptasi dengan kehidupan di media air, tidak menyadari keberadaannya, air adalah niche ekologi di mana mereka lahir. Dengan cara yang sama, sehingga McLuhan berpendapat, kita dilahirkan dalam ekologi kita sendiri niche. Namun, bukannya dikelilingi oleh air, kita tenggelam dalam media, atau media (jamak), masyarakat kita teknologi ditingkatkan. Untuk Misalnya, dunia sehari-hari jalan-jalan dan rumah-rumah, mobil dan truk, komputer dan telekomunikasi yang kita hadapi adalah sebanyak 'habitat alami' kita sebagai adalah pohon-pohon dan semak-semak yang tampaknya untuk mengisi kekosongan. Seperti ikan di air kita jarang menyadari berapa banyak kita bergantung padanya.3 Dua ide McLuhan yang terkenal "Media adalah pesan" dan "media adalah pijat "(McLuhan dan Fiore, 1967) merupakan upaya untuk membuat kita sadar akan efek media pada persepsi kita dan interaksi dengan dunia di sekitar kita. Itu Kata "pijat" (awalnya kesalahan pencetakan pada sampul buku), khususnya menunjukkan cara di mana organ-organ sensorik tubuh kita subliminally terpengaruh oleh media yang mengelilingi kita. Perkembangan teknologi informasi tidak hanya mampu menciptakan masyarakat dunia global, namun secara materi dapat mengembangkan ruang gerak kehidupan baru bagi masyarakat. Tanpa disadari, komunitas manusia telah 2 3
Marshall McLuhan, Understanding Media, McGraw-Hill, Canada, 1964. O‘Neill Shaleph, Interactive Media The Semiotics of Embodied Interaction, h 32, 2008.
hidup dalam dua dunia kehidupan, yakni kehidupan masyarakat nyata dan masyarakat maya (cybercommunity). Masyarakat nyata ialah sebuah kehidupan masyarakat yang secara indrawi dapat dirasakan sebagai sebuah kehidupan nyata, hubungan-hubungan sosial sesama anggota masyarakat dibangun melalui pengindraan. Dalam masyarakat nyata, kehidupan manusia dapat disaksikan sebagaimana apa adanya. Kehidupan masyarakat maya merupakan suatu kehidupan masyarakat manusia yang tidak dapat secara langsung diindera melalui penginderaan manusia, namun mampu dirasakan serta disaksikan sebagai sebuah realitas. Perubahan apapun pasti membawa konsekuensi tersendiri baik dampak negatif atau positif. Internet adalah penemuan yang sangat revolusioner dan mampu mengubah industri musik dengan cepat. Penjualan konten digital melalui internet tentu jauh lebih murah dan cepat dibandingkan penjualan konvensional. Keuntungan bisa didapat dengan lebih cepat karena konten digital lebih mudah diperbanyak. Namun, internet juga mengancam industri musik. Internet menyediakan kebebasan bagi penggunanya untuk berbagi informasi dan konten digital sekaligus. Hak cipta tentu saja semakin kehilangan kekuatannya. Sebagai konsekuensinya, pembajakan konten di era digital meningkat tajam. Jika Anda mencari judul lagu tertentu di Google, hanya dalam hitungan detik Anda sudah bisa menemukan lagu tersebut. Setelah itu, lagu bisa didownload dengan mudah. Di era internet ini, industri musik dituntut untuk lebih kreatif dalam memproduksi konten digital. Penjualan konten tersebut biasanya menemui banyak kendala karena pengguna internet lebih suka mendapatnya di tempat download file gratis. Meskipun pembajakan meningkat, industri musik masih terus berkembang pesat. Jika tahun 2007, pasar musik melalui layanan seluler sekitar 1,7 miliar dollar AS, akhir tahun ini diprediksi mencapai 3 juta dollar AS. Thaun 2009 mencapai 4,8 miliar dollar AS, tahun 2010 sekitar 6,2 miliar dollar AS, dan pada 2011
tembus 7,3 miliar dollar AS. Warner Musik Group yang menggendeng Nokia agar musik produksinya dapat diakses langsung melalui layanan Nokia's Come With Music. Sebelum dengan Warner Bros, Nokia juga menggandeng label besar lainnya. Berdasarkan laporan ini, komponen yang masuk dalam industri musik di seluler antara lain download ring tone, download track, ringback tone, download videoklip, dan streaming. Nilai penjualan dari ringtone polyphonic dan monophonic yang dibenamkan langsung di ponsel tidak ikut dihitung. Penjualan musik digital melalui layanan online, yang kini dikuasai Apple melalui layanan iTunes, diperkirakan tumbuh dari 1,9 miliar dollar AS pada 2006 menjadi 7,5 miliar dollar AS pada 2011. Kombinasi antara layanan Internet dan seluler akan mencatat pangsa pasar 56 persen dari total pasar musik di seluruh dunia.4 Hal ini tentu saja menekankan bahwa media baru sudah mengambil alih peran gerai atau yang biasa dikenal dengan toko kaset yang ada ditengah-tengah masyarakat saat ini dan perlahan menggeser mereka. Meskipun masih banyak yang membeli album music dalam bentuk fisik, namun hal ini tidak menutup kemungkinan jika suatu saat toko toko kaset konvensional juga membuka layanan dengan menjual album digital seperti yang dilakukan oleh iTunes saat ini.
3. Media Baru dan penyebaran musik non mainstream Digitalisasi dapat didefinisikan secara sederhana sebagai penyederhanaan materi informasi dalam bentuk kode biner (Marshall, 2004: 17) atau penyatuan teknologi komunikasi dengan logika komputer (Schiller, 2000: xv). Metode baru pengubahan data ini memiliki keunggulan dalam meningkatkan fleksibilitas penanganan, penyimpanan dan pengiriman data dari satu orang ke orang lainnya (Marshall, 2004: 17). Selain itu, fleksibilitas yang ditawarkan oleh proses 4
http://tekno.kompas.com/read/2008/07/04/15342076/Tahun.2011..Musik.Digital.56.Persen.Pasar. Musik.Dunia diakses 11 juni 2013
digitalisasi juga telah mempermudah proses transmisi dan manipulasi materi informasi yang berefek ekonomis bagi suatu jaringan, karena materi informasi dapat disebarluaskan secara lebih efisien di antara para pengguna jaringan tersebut (Schiller, 2000: xv). Proses digitalisasi sendiri telah membawa banyak perubahan dalam industri media baik dari sisi produser maupun pengguna. Salah satu dari perubahan itu terkait dengan makna dari medium itu sendiri. Dengan adanya teknologi digital, menjadi sulit bagi pengguna untuk membedakan satu medium dengan medium lainnya karena berbagai media tampak menyatu dan pengguna dapat dengan mudah mengakses jenis informasi dan hiburan yang berbeda hanya dengan satu klik saja (Markman, 1997: 35). Fenomena konvergen media ini dapat dipahami dengan lebih baik saat kita membaca ilustrasi yang dipaparkan oleh Anne Friedberg bahwa walaupun layar bioskop, televisi dan komputer tetap mempertahankan lokasi fisiknya yang terpisah, tetapi jenis gambar yang pengguna lihat di masing-masing medium telah kehilangan kekhasan karakter mediumnya (Harries, 2002: 171). Dengan adanya konvergen media, sebuah medium tidak lagi hanya memiliki satu fungsi, tetapi dapat juga memberikan pelayanan lain, yang memungkinkan banyak pengguna untuk mendapatkan pengalaman media yang berbeda secara simultan. Contohnya, saat kita berselancar di dunia maya kita dapat membaca berita dan melihat video yang memuat berita tersebut di saat yang bersamaan. Hal ini juga dikenal sebagai intertextuality teks media dan dapat ditemukan dengan mudah dalam konsumsi media masyarakat sehari-hari. Contohnya, isu-isu yang ramai dibicarakan di media online seperti Facebook atau Kaskus sering diangkat menjadi agenda berita televisi-televisi nasional dan sebaliknya. Itulah mengapa produser media dalam era digitalisasi ini harus mempersiapkan versi yang berbeda dari teks media yang sama untuk memuaskan permintaan pasar.
4. Netlabel : Sebuah Free Culture, Passion dan Pengarsipan Digital a. Free Culture Netaudio sangat lekat dengan Internet, yang mana adalah media untuk menyebarluaskan produk intelektual, inilah misi yang diusung oleh generasi free culture5. Internet sebagai media memang seharusnya dibuat untuk mempermudah dan tidak seharusnya dibuat untuk mempersulit, apalagi ditunggangi kepentingan kapitalisme. Free culture bukanlah budaya tanpa kepemilikan. Kebalikan dari free culture adalah permission culture (budaya ijin), budaya dimana pencipta hanya dibolehkan mencipta atas ijin penguasa, atau pencipta di masa lalu. Sekarang, internet telah menjadi sebuah media baru yang merobohkan batasan antara ijin dan tidak ijin, karena teknologi file-sharing akan membuat audiens dapat melakukan apasaja tanpa ijin terlebih dahulu, namun jangan lupa juka Free culture-pun juga tidak menyetujui kegiatan pembajakan. Baik budaya ijin maupun pembajakan itu sendiri, free culture tidak membela keduanya. Wok menambahkan ―Konsep Opensource adalah sebuah konsep yang sangat mulia dan brillian yang dihasilkan manusia diakhir abad 20, berterima kasihlah pada Linux yang pertama kali memperkenalkan khalayak dengan budaya gratis namun legal, ini vebar-benar memberikan kontribusi besar bagi hajat hidup orang banyak, ada kemungkinan besar untuk saling berkolaborasi dan didedikasikan bagi perkembangan ilmu pengetahuan yang open-mind bagi masyarakat dunia‖. Konsep free dalam free music bukanlah gratis, namun bebas, karena memakai interne-pun harus membayar. pemusik saat ini mendapat pemasukan dari sumber yang bervariasi: Merchandise, tiket konser, pentas di televisi, event, atau RBT. Dari situ dapat ditarik kesimpulan bahwa menggratiskan musk tidak berpengaruh besar terhadap penghasilan pemusik.
5
Lawrence Lessig, Budaya Bebas, Yogyakarta, KUNCI Kultural Studies, 335, 2011.
“New media mean here new market paradigms, new production processes, new mindsets and new expressive forms‖ (O‘Regan dan Goldsmith, 2002: 93). Dulu di Indonesia, hanya arus utama musik yang mendapatkan perhatian, pop, jazz, dan rock. Itu saja dan selesai. Akan tetapi derasnya arus informasi yang masuk dari internet sampai MTV memberi sedikit terapi pada sedemikian banyak pemusik di Indonesia dengan banyaknya konsep dan aliran bermusik. Apalagi di era sekarang ini, genre musik semakin ―meriah‖ dengan istilah yang dibuat para jurnalis atau pemusik/band sendiri. Namanama genre itu british pop, metalcore, thrash core, electronic core, alternative pop, hardcore punk, 8bit dan masih banyak lagi subgenre yang terbentuk dari arus musik utama tadi. Di
Indonesia,
sebenarnya,
potensi
musik
sudah
sedemikian
berkembang pesat. Di banyak kota kecil, banyak bermunculan pemusik dan band-band dengan kreativitas yang bagus. Ini dipicu oleh fasilitas, seperti peralatan musik, kemudahan akses seperti internet dan komputer tentunya. Dari sekian banyak aliran musik yang masuk dan mempengaruhi gaya bermusik artis/band di negeri ini, sialnya hanya beberapa saja yang bisa sampai menembus major record label. Itupun dengan berbagai macam prasyarat. Yang jelas musiknya harus layak jual, komersil dan tidak sampai merugikan record label. Akhirnya muncul label label independent yang mewadahi mereka yang tidak masuk dalam kriteria ―layak jual‖ dari major label. Belakangan, malah banyak diantara label independen ini yang memunculkan band band ―ajaib‖ dengan musik berkualitas. Berkualitas juga sebenarnya juga tergantung selera pendengar dan penikmat juga. Akan tetapi, jumlah penjualan album berupa compact disc ataupun kaset tape bisa menjadi bukti maraknya rilisan dari independen label tersebut.
Lalu muncul netlabel —label berbasis internet sekaligus baru dari proses promosi dan distribusi musik. Netlabel ini sebenarnya bentuk perlawanan dari kapitalisasi musik. Orang membuat band, membuat musik dengan semangat yang berbeda, keinginan menyebarluaskan karya musik dengan membebaskan orang mengunduh dan membagikannya secara gratis dan legal. Netlabel sebenarnya sebagai salah satu sarana untuk menyebarluaskan karya musik ke publik yang lebih luas. Karena fungsi netlabel adalah bagian dari promosi dan distribusi. Dan ini menjadi bagian yang serius. Karena promosi dan distribusi merupakan sesuatu yang luas cakupannya. Internet sekarang memang sudah menjadi bagian sehari-hari dari kehidupan masyarakat. Akan tetapi, masih ada daerah-daerah yang masih belum terjangkau oleh fasilitas ini. Sekarang bagaimana caranya agar karya band band dan pemusik ―pinggiran‖ ini bisa didapat dan didengarkan di tempat lain? Dari sini akhirnya netlabel bergerak. Niatan untuk memperkenalkan dan mendistribusikan karya musik sehingga bisa dinikmati kalangan yang lebih luas karena karya musik, seperti juga halnya karya seni yang lain sama sama memiliki hak untuk diperkenalkan, disebarluaskan seluruh informasi tentangnya. Dari sini saja, sudah tambah banyak lagi subgenre yang dibangun hingga semakin sulit untuk mengklasifikasikan jenis musik. Keterbukaan untuk menerima, mempromosikan dan mendistribusikan musik, adalah sebuah kewajiban dan sedikit banyak merupakan tanggung jawab moral dari netlabel, khususnya untuk mendukung distribusi musik secara legal. Malahan, pewartaan gerakan netlabel dan distribusi musik secara legal ini juga harus lebih gencar didorong melalui event online dan offline, promosi social media dan sebagainya. Ini bertujuan agar gerakan ini bisa dikenal semakin luas dan band/musisi/artis, serta pendengar dan penikmat musik tidak canggung lagi dengan istilah netlabel.
Munculnya situs sosial media di era Web 2.0 memberi kesempatan untuk masuk menjadi bagian dari musik itu sendiri, seperti menjadi penyanyi, kritikus, produser, bahkan hanya sebagai pendengar. Saat ini siapa yang tidak tahu Youtube, situs berbagi musik dalam format video berevolusi menjadi radio masakini yang sangat diidolakan. Justin Bieber adalah salah satu dari sebagian banyak orang yang beruntung terkenal karena Youtube. Tanpa Youtube tentu saja talenta Bieber tak tercium oleh seorang pencari bakat yang bernama Scooter Braun yang kemudian memperkenalkannya kepada Usher dan mengantar Bieber mendunia seperti saat ini. Hal ini tentu saja salah satu pengaruh dari lahirnya Web 2.0. Web 2.0, adalah sebuah istilah yang dicetuskan pertama kali oleh O'Reilly Media pada tahun 2003, dan dipopulerkan pada konferensi web 2.0 pertama pada tahun 2004, merujuk pada generasi yang dirasakan sebagai generasi kedua layanan berbasis web—seperti situs jaringan sosial, wiki, perangkat komunikasi, dan folksonomi—yang menekankan pada kolaborasi online dan berbagi antar pengguna. O'Reilly Media, dengan kolaborasinya bersama MediaLive International, menggunakan istilah ini sebagai judul untuk sejumlah seri konferensi, dan sejak 2004 beberapa pengembang dan pemasar telah mengadopsi ungkapan ini. Walaupun kelihatannya istilah ini menunjukkan versi baru daripada web, istilah ini tidak mengacu kepada pembaruan kepada spesifikasi teknis World Wide Web, tetapi lebih kepada bagaimana cara si-pengembang sistem di dalam menggunakan platform web. Mengacu pada Tim Oreilly, istilah Web 2.0 didefinisikan sebagai berikut: "Web 2.0 adalah sebuah revolusi bisnis di dalam industri komputer yang terjadi akibat pergerakan ke internet sebagai platform, dan suatu usaha untuk mengerti aturan-aturan agar sukses di platform tersebut‖6
6
http://id.wikipedia.org/wiki/Web_2.0 diakses 25 juli 2013
Kehadiran netlabel pun memberi angin segar bagi para pemusik karena sangat membantu mereka yang tidak memiliki cukup budget guna merilis karyanya dalam bentuk fisik. Dan tak dapat dipungkiri inilah era digital, dengan hadirnya Netlabel bisa membantu para pemusik yang misalnya mau merilis rilisannya dalam bentuk fisik namun budget-nya belum memadai, yang tentunya disertai bundle .pdf, .jpeg, dll yang didalamnya terdapat artwork, lirik+penjelasan, credit title, dan lain sebagainya. Mengenai alternatif-alternatif cara yang ada dalam menyebarluaskan karya. Selain itu, sebagai media promosi, netlabel pun bisa dikatakan cukup efektif dalam membantu menyebarkan karya-karya dari sang musisi. Karena biasanya, tiap kali merilis album netlabel selalu mengoptimalkan penggunaan soc-med yang sedang onfire saat ini seperti Facebook, Twitter, ataupun Google Plus sebagai lahan promosinya. Netlabel memang memaksimalkan dunia Internet agar rilisannya dapat segera diketahui untuk kemudian diunduh orang lain. Netlabel jadi wadah promosi yang efektif khususnya band indie lokal dengan kualitas super. Informasi jadi cepat tersebar. Kalau musiknya bagus makin banyak orang tau makin berkembang dan bervariatif referensi musik mereka. Secara langsung ataupun tidak, netlabel telah turut menjadi satu dalam raga perkembangan dunia musik tanah air khususnya dalam pergerakan Indie/Underground scene. Cukup dengan menghubungi salah satu netlabel (atau lebih) yang diinginkan dan mengirim file mp3, dan karya siap didengar oleh ribuan bahkan lebih banyak lagi orang diluar sana. Tak usah lagi pusing memikirkan penggandaan cd/tape, cetak cover, dan promosi. Kini netlabel hadir sebagai alternatif bagi para pemusik dalam hal distribusi karyakaryanya. Internet membuat penyebaran konten menjadi lebih efisien. Efisiensi ini adalah kelebihan desain Internet. Namun dari sudut pandang industri konten, fitur ini adalah ―hama‖. Penyebaran konten yang efisien akan lebih menyulitkan distributor konten dalam mengontrol pendistribusian konten
tersebut. Salah satu reaksi nyata dari industri konten ialah menjadikan Internet lebih tidak efisien. Menurut respon
yang demikian, jika Internet
memungkinkan ―pembajakan‖, maka Internet harus dilemahkan. Pertarungan yang mengawali perang ini dimulai dari musik. Jadi, tidaklah adil untuk mengakhiri buku ini tanpa mengangkat isu, yang bagi kebanyakan orang, lebih genting—yakni, musik. Tidak ada isu kebijakan lain yang lebih memberi hikmah pelajaran dari buku ini, selain pertarungan dalam aktivitas berbagi musik. Daya tarik berbagi file musik adalah candu dari pertumbuhan Internet. Ia mendorong permintaan akses Internet menjadi lebih kuat dari aplikasi manapun. Ia menjadi aplikasi pembunuh (killer apps.) di Internet— dengan dua pengertian dari kata ini. Tidak diragukan lagi, aplikasi tersebut yang mendorong permintaan lebar pita (bandwidth). Ia juga yang mendorong permintaan terhadap regulasi, yang pada akhirnya membunuh inovasi dalam jaringan.Tujuan hak cipta, terkait dengan konten secara umum dan musik secara khusus, adalah menciptakan insentif bagi musik untuk digubah, dipentaskan, dan yang paling penting, disebarkan. Hukum melakukan hal ini dengan memberikan hak eksklusif bagi komposer untuk mengontrol pertunjukan publik atas karyanya, dan hak ekslusif pada artis penampil untuk mengontrol kopian dari pertunjukannya. Creative Commons adalah sebuah korporasi nirlaba yang didirikan di Massachusetts, namun berasal dari Universitas Stanford. Tujuannya adalah untuk membangun lapisan hak cipta yang masuk akal di atas ekstrem-ekstrem yang sekarang mendominasi. Cara yang ditempuhnya adalah memudahkan orang membangun di atas karya orang lain, dengan cara memudahkan para pencipta untuk membebaskan orang lain mengambil dan membangun di atas karya-karya mereka. Kode-kode sederhana yang disertai dengan penjelasan yang mudah dibaca manusia dan terikat pada lisensi yang tahan peluru membuat usaha ini mungkin dilakukan. Sederhanaberarti tanpa perantara, atau tanpa pengacara. Dengan mengembangkan seperangkat lisensi bebas yang
dapat dilampirkan orang ke konten mereka, Creative Commons bermaksud untuk menandai sejumlah konten yang dapat dibangun kembali dengan mudah dan terpercaya. Tanda-tanda ini kemudian dihubungkan ke lisensi dalam versi yang dapat dibaca oleh mesin. Hal ini memudahkan komputer untuk mengidentifikasi konten yang boleh dibagi. Tiga faktor ini, - lisensi legal, penjelasan yang mudah terbaca manusia, dan tanda yang mudah dibaca mesin, melahirkan apa yang disebut lisensi Creative Commons. Lisensi Creative Commons mendasari berlakunya kebebasan bagi siapapun yang mengakses lisensi ini, dan yang lebih penting lagi, adalah sebuah perwujudan dari idealisme bahwa pengguna lisensi ini memercayai sesuatu yang berbeda dari kutub-kutub ekstrem ―Semua‖ atau ―Tidak sama sekali‖. Konten ditandai dengan tanda CC, yang artinya adalah bukan hak ciptanya ditiadakan, melainkan kebebasan tertentu tengah diberikan. Kebebasan-kebebasan ini melampaui apa yang dijanjikan oleh prinsip fair use. Kadar cakupannya bergantung pada pilihan-pilihan yang diambil para pencipta. Para pecipta ini dapat memilih sebuah lisensi yang membolehkan penggunaan macam apapun, selama tetap disertakan atribusi. Ia dapat memilih lisensi yang hanya mengijinkan penggunaan nonkomersial saja. Ia dapat memilih lisensi yang membebaskan karyanya digunakan dengan cara apapun selama selama kebebasan yang sama juga diberikan kepada pengguna lain (―share and share alike‖). Atau membebaskan penggunaan dengan cara apapun selama tidak digunakan sebagai derivatif. Atau membebaskan cara penggunaan apapun selama itu berlangsung di negara-negara berkembang. Atau membebaskan penggunaan sampling, selama tidak membuat kopi lengkap. Atau yang terakhir, membebaskan penggunaan untuk kepentingan pendidikan. Sebagai katup yang akan menjadi katalis pembebasan ide ini, netlabel yang mengusung ideologi free culture dapat menjadi poros utama pengembangan sebuah budaya tanding (counter-culture) yang dapat
mendompleng konsep komodifikasi musik yang telah menjadi norma. Konsep bahwa seni adalah barang komodifikasi sudah menjadi sebuah paradigma yang diterima secara luas, bahwa ide adalah sebuah barang dagangan yang patut dihargai secara nominal. Bukan menentang seni sebagai mata pencaharian, tetapi terkadang konsep tersebut dijadikan sebuah alasan dominasi budaya dari seseorang atau sebuah kolektif untuk dapat berteriak ―pencuri!‖ terhadap siapapun yang ―kebetulan‖ menggunakan beberapa nada dalam beberapa birama yang sama dengan orang/kolektif yang lebih atau bahkan
sama
termahsyurnya.
Intinya,
adalah
bahwa
pematenan
mengkangkangi perkembangan kreativitas dari produksi karya. Dengan terbukanya katup tersebut, maka informasi akan – dengan baik buruknya – lebih luwes berkembang. Remix culture yang sangat didukung oleh konsep free culture Lessig yang sebenarnya telah ada sejak awal kemunculan hip hop adalah media kreatif bagi produsen karya untuk dapat menciptakan sesuatu yang baru dari ide-ide/konsep-konsep yang sudah tersedia sebelumnya namun dijadikan sebuah kontroversi dalam hal pelanggaran paten/hak cipta. Dalam dokumenter Steal This Film karya The League of Noble Peers, konsep unduh, bagi, dan modifikasi karya/konten yang dipatenkan menjadi fokus utama. Kekhawatiran utama mereka adalah kontrol konten di daring (internet) yang dicetuskan serta dilaksanakan oleh kepanjangan tangan kepentingan industri. Apabila netlabel lokal dapat mengadopsi sikap ini, tidak sekedar menjadi tempat menimbun musik gratis, maka pembentukan INU ini akan jauh dari sia-sia. Bukan hanya sekedar kolektif kurator tetapi juga media kemerdekaan seni dan teknologi. Hal yang terjadi dengan netlabel lokal justru adalah, apa yang dikhawatirkan sebelumnya, tempat penimbunan musik gratis. Terlebih adalah pandangan konsumen bahwa netlabel hanya sebagai tempat mengunduh tanpa mengerti konsep utama dari netlabel tersebut. Pada dasarnya tanpa kesadaran tersebut tidak bedanya antara pembajak dengan
pengunduh legal, kesadaran yang mereka pegang adalah bahwa musik tersebut bebas untuk diunduh. Bebas dalam artian tidak ada pengaturan/sanksi yang tegas terhadap aksi tersebut.
b. Netlabel dan Budaya Gotong royong Beberapa artis yang menggunakan model crowdfunding untuk pendanaan proses produksi karya musik nya adalah: Navicula dan Efek Rumah Kaca. Mereka langsung berhubungan dengan fans mereka untuk meminta dukungan pendanaan atas projek yang akan dibuat. Ada pula yang memanfaatkan situs seperti wujudkan.com seperti rapper Kojek dengan proyek Si Kecil Untuk Bangsa Yang Besar. Bukan hanya merilis album musik tetapi untuk menerbitkan buku dengan tema musikal serta pertunjukan seni pun dilakukan dengan cara crowdfunding. Contoh adalah proyek Tanda Hati 9 Lukisan Kata dan Nada yang bisa didukung lewat link ini tinyurl.com/tandahati. Ini adalah proyek album musik puisi yang diangkat dari puisi-puisi karya 9 penyair dengan latar belakang yang berbeda-beda. Miguel De Braganca seorang peneliti dari Berklee College of Music melihat kehadiran crowdfunding dapat merusak tatanan yang telah terbangun di industri musik dan memberikan harapan baru. Ia dengan jelas menyatakan bahwa investasi yang dikeluarkan untuk mengembangkan bakat untuk menjadi terkenal itu tidaklah sedikit. Apalagi dengan kenyataan model pareto di industri musikdimana 8 dari 10 artis yang dirilis kepasaran berpotensi tidak laku. Label musik akan mencari jalan aman untuk investasi musiknya dengan melibatkan fans musik.7 Kehadiran model crowdfunding ini dapat memungkinkan untuk membantu label merilis apa yang tepat diinginkan oleh fans musik. Dengan
7
http://www.thembj.org/2013/05/record-labels-and-the-jobs-act/ Diakses 21 juli 2013
mengalokasikan investasi dari posting produk ke posting marketing dan promosi, artinya akan memberi keleluasaan untuk mengenalkan single ini ke pasaran. Jika fans musik suka, maka mereka dilibatkan dalam proses dukungan untuk si artis dapat merilis full-album. Tiap fans yang ‗menyumbang‘ akan diberikan ‗royalti‘ dari tiap album yang berhasil dipasarkan. Fans musik menjadi terlibat dalam keseluruhan proses dari sebuah masterpiece tercipta. Secara garis besar, crowdfunding berhubungan dengan konsep directto-fans atau direct-to-consumer. Artinya harus memiliki fans atau consumer yang potensil dengan jumlah signifikan untuk dapat mendanai proyek. Band baru
dengan
personil
wajah-wajah
baru
tentunya
akan
sulit
mendapatkan funds dengan jumlah yang diharapkan dalam waktu singkat. Bilapun bisa, mereka harus melalui proses public relations yang cukup panjang
untuk
meyakinkan
publik
menyumbangkan
dananya.
Dan
kebanyakan artis disini pengennya instan, langsung menodong orang untuk menyumbang atau membeli CD. Crowdfunding mungkin bisa jadi sebuah kampanye untuk menghargai musik itu sendiri dengan mengembalikan musik kepada khalayak luas. Semua orang menjadi merasa punya peranan dari tiap musik yang telah dirilis.
Massolution mendefinisikan crowdfunding kedalam empat tipe:
Equity-based crowdfunding, ini adalah model yang paling besar meraup uang dan biasanya digunakan pada produk-prouk digital. Disini para donatur akan mendapatkan saham atas projek yang akan dijalankan berdasarkan perjanjian bagi hasil yang telah disepakati.
Lending-based
crowdfunding, model
ini
para
menerima bagi hasil dalam jangka waktu tertentu.
donatur
akan
Reward-based crowdfunding, donatur akan mendapatkan reward yang berupa non-uang atas donasi nya.
Donation-based
crowdfunding, donatur
tidak
mengharapkan
kompensasi apapun atas dukungannya terhadap proyek tersebut.
Selama ini produksi musik sangat bergantung pada pemodal yang berada di korporasi label rekaman. Gelombang kemandirian atau independen membuka jalan baru sumber pembiayaan dengan memasukan peranan fans musik untuk ikut andil dalam memproduseri dengan memberikan sumbangan finansial pada proses pembuatan album rekaman.
F. Metode Penelitian Penelitian ini akan menggunakan metode studi kasus yaitu jenis penelitian yang memberikan gambaran yang detail mengenai latar belakang dan sifat suatu peristiwa. Pada umumnya, studi kasus dihubungkan dengan sebuah lokasi. ―Kasusnya‖ mungkin sebuah organisasi, komunitas, peristiwa, proses, isu, maupun kampanye. Tujuan yang ingin dicapai dengan metode penelitian studi kasus adalah untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan suatu unit sosial, individu, kelompok, lembaga atau masyarakat. Menurut Yin, penelitian studi kasus dapat dibedakan menjadi menjadi tiga tipe, yaitu penelitian studi kasus yang bersifat eksplanatoris, eksploitoris dan deskriptif.8 Tipe yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi kasus deskriptif. Jenis penelitian studi kasus deskriptif menurut M. Hariwijaya bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu.9
8
9
Robert K Yin, Studi kasus : desain dan metode, Jakarta : RajaGrafindo Persada, Hal 1, 2003.
M. Hariwijaya dan Triton, ―Pedoman Penulis Ilmiah Proposal dan Skripsi‖, Penerbit ORYZA, Yogyakarta, 2007.
1. Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan cara menjadi observasi partisipan. Cara ini dilakukan karena peneliti ingin mengenal lebih dalam tentang objek penelitian yang akan ditelitinya. Di sini peniliti ikut terjun langsung dalam pelaksanaan pendampingan itu. Proses ini dilakukan untuk memperoleh
gambaran
riil
tentang
bagaimana
komunitas
netaudio
mengembangkan musik dengan menggunakan media baru. Selain itu peneliti juga terjun ke lapangan ketika untuk melakukan wawancara dengan netlabelnetlabel tersebut. Observasi ini dilakukan dalam waktu kurang lebih tiga bulan. Cara lain yang dilakukan selain menjadi observasi partisipan, dengan cara melakukan indepth interview atau wawancara yang mendalam untuk mendapatkan tambahan data tentang berbagai hal yang dipaparkan di atas. Wawancara ini dapat membantu untuk memahami konteks yang ada di lapangan.
2. Metode Analisis Data Dalam metode studi kasus ini, proses analisa dimulai dengan mengumpulkan data dan kemudian mengelompokkan data-data tersebut berdasarkan jenisnya. Masing-masing data tersebut diinterpretasikan dan dihubungkan dengan kerangka pemikiran. Setelah melakukan penelusuran kepustakaan, langkah terakhir dari proses ini adalah penyajian keseluruhan data dalam bentuk narasi. Strategi umum penelitian ini adalah preposisi teoritis. Dalam strategi ini tujuan dan desain studi kasus ditentukan berdasar pada proposisi yang mencerminkan pertanyaan penelitian, tinjauan pustaka dan pemahaman-
pemahaman
baru.
Proposisi-proposisi
tersebut
membentuk
rencana
pengumpulan data dan karenanya memberi prioritas pada strategi analisis yang relevan. Selain itu penelitian ini menggunakan bentuk analisis dominan penjodohan pola (pattern-matching) yaitu dengan melakukan perbandingan antara data yang diperoleh dengan pola yang telah dibuat berdasarkan teoriteori. Penjodohan pola pada studi kasus deskriptif akan relevan dengan pola variabel-variabel spesifik yang diprediksi dan ditentukan sebelum pengumpulan data.10
10
Robert K Yin, Studi kasus : desain dan metode, Jakarta : RajaGrafindo Persada, Hal 140, 2003.