BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dampak negatif rokok telah banyak diketahui dari serangkaian uji klinis yang menunjukan rokok sebagai sebagai sumber berbagai penyakit. Setidaknya dampak negatif rokok tersebut dapat dilihat dari pesan peringatan bahaya rokok yang menuliskan bahwa rokok menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin. Pesan peringatan bahaya rokok tersebut dapat dilihat diberbagai iklan dan kemasan rokok itu sendiri. Sekarang, pesan peringatan bahaya rokok tersebut telah diganti dengan menempatkan kalimat merokok membunuhmu, yang lebih pendek dari pesan peringatan bahaya rokok sebelumnya. Meskipun dampak negatif rokok bagi kesehatan tersebut telah menjadi acuan atas hadirnya pesan peringatan bahaya merokok, tetapi produksi rokok tetap ada. Dari segi industri, rokok justru menunjukan kontribusi pada pendapatan negara dan kaitannya dengan penyerapan tenaga kerja. Permasalahan rokok kemudian memunculkan penilaian yang kontroversional, antara upaya untuk menekan jumlah perokok dengan sisi keuntungan indutri rokok yang turut menyumbang cukai besar dan menyerap tenaga kerja. Permasalahan rokok juga menunjukan adanya perbedaan pandangan atas upaya ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) guna menekan tingkat bahaya rokok yang disetujui oleh Kementerian Kesehatan. Disisi lain, ratifikasi FCTC tersebut justru dipercaya akan membunuh industri rokok di berbagai daerah di Indonesia. Ratifikasi FCTC menyangkut program pengendalian dampak tembakau secara global yang dicanangkan oleh Badan Kesehatan dunia (WHO). Dipastikan ratifikasi FCTC akan berdampak buruk bagi Industri Hasil Tembakau di Indonesia. FCTC mengatur kandungan produk tembakau, distribusi, menentukan konsumen dan sebagainya. Menyeragamkan produk tembakau secara global beserta kandungan yang ada dalam setiap produk rokok. Klausul FCTC sangat memberatkan Industri Hasil Tembakau lokal dan menyingkirkan produk kretek yang dinilai memiliki kandungan yang berbahaya. Kalangan stakeholder industri hasil tembakau (IHT) di Indonesia yang melakukan penolakan belum sepenuhnya mendapatkan dukungan dari pemerintah. Pemerintah didesak tidak melakukan ratifikasi FCTC dalam rangka melindungi industri rokok dan petani tembakau nasional. Wakil Ketua DPR Abdul Kadir Karding menilai jika hal ini dilakukan maka akan berpengaruh pada kehidupan petani tembakau 1
sekaligus dikhawatirkan akan tumpang tindih dengan Rancangan Undang-undang (RUU) Pertembakauan. Karding mengingatkan jika industri tembakau nasional merupakan sektor industri ekonomi nasional yang telah mapan. Sebab ini terbentuk dari hulu hingga hilir dengan prosentasi penyerapan tenaga kerja kerja yang tinggi, bahan baku mandiri, tata niaga yang telah terbentuk dan merupakan penyumbang penerimaan negara cukai dan pajak yang tidak sedikit.1 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) mencatat penerimaan Cukai per 31 Juli 2013 mencapai Rp 61,22 triliun atau 58,45 persen dari target tahunan Bea Masuk APBN 2013. Jika dilihat secara semesteran, maka angka ini telah melampaui 100,21 dari target proporsional sebesar Rp61,09 triliun. Adapun capaian yang sama periode yang sama yakni Januari-Juni pada 2012 Rp53,43 triliun, terjadi kenaikan sebesar 14,58 persen. Beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian penerimaan Cukai antara lain, komposisi Penerimaan Cukai yakni Cukai Hasil Tembakau (HT) sebesar Rp58,75 triliun atau 95,97 persen, Cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) sebesar Rp2,36 triliun atau 3,86 persen, dan Borang EA sebesar Rp89 miliar atau 0,15 persen dari total penerimaan cukai. Faktor utama yang paling mempengaruhi penerimaan cukai HT adalah volume produksi HT, yang pada 2013 ini diperkirakan akan sangat tinggi yaitu melebihi 340 miliar batang rokok buatan mesin (rokok keretek dan rokok putih–SKM dan SPM) dan sigaret keretek tangan (SKT).2 Perbedaan pandangan dalam menilai rokok dari segi kesehatan dan indutri memang tidak menunjukan adanya titik temu. Pemerintah di satu sisi berkewajiban untuk menanggulangi dampak negatif rokok, tetapi di sisi lain pemerintah juga harus memperhatikan industri rokok yang juga banyak menyerap tenaga kerja dan turut memberikan pemasukan yang besar bagi negara. Penilaian rokok dari segi kesehatan dan indutri memang tidak dapat disejalankan, sehingga pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pun hanya dapat memberikan pesan peringatan sebagai upaya informatif guna lebih memberikan pemahaman akan bahaya rokok tetapi tidak menjadikan pesan tersebut sebagai larangan untuk keberadaan industri rokok. Pesan peringatan bahaya rokok menjadi salah satu cara paling aman yang diambil pemerintah untuk tetap memberikan hak merokok kepada setiap orang. Dalam hal ini, 1
2
Nurmayanti. 2014. Industri Rokok Dinilai Mapan, Pemerintah Diminta Tunda Ratifikasi FCTC. Liputan 6. Dalam situs http://health.detik.com/read/ 2013/12/27/183058/2452768/763/peringat an-rokokmembunuhmu-terpampang-di-jalan-ini-kata-kemenkes, diakses pada 24 Maret 2014. Maesaroh. 2014. Rokok Dongkrak Penerimaan Cukai Negara. Okezone: Economy. Dalam situs http://economy.okezone.com/read/2013/08/13/20/849179/rokok-dongkrak-peneri maan-cukai-negara, diakses pada 22 Maret 2014.
2
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) hanya memberikan bentuk peringatan sebagai himbauan informatif akan dampak bahaya rokok yang salah satunya dilakukan melalui penyampaian pesan peringatan bahaya rokok di berbagai media massa. Sekarang ini pemerintah melalui Kemenkes membuat pesan merokok membunuhmu sebagai peringatan bahaya rokok yang baru telah mulai digunakan di berbagai media massa, seperti televisi, koran, majalah, papan reklame, dan lainnya. Pesan peringatan bahaya rokok yang baru tersebut disertai dengan gambar pendukung di sebelahnya yang menggambarkan seorang perokok laki-laki menghembuskan asap di mana terdapat tengkorak dengan pelengkap simbol 18+. Gambar 1.1 Pesan Peringatan Merokok Membunuhmu
Sumber:3 Diberlakukannya pesan peringatan merokok membunuhmu, merupakan bentuk kampanye Kemenkes guna lebih memberikan penjelasan mengenai penerapan kebijakan baru terkait dengan peringatan tentang bahaya merokok pada PP (peraturan pemerintah) No. 109 tahun 2012 yang mengatur tentang pemasangan gambar menyeramkan yang merupakan efek yang ditimbulkan oleh rokok. Pemerintah melalui kementerian Kesehatan sudah mengirimkan master filenya pada beberapa perusahaan rokok untuk dapat mengubah pesan peringatan tersebut pada setiap bungkus produk rokoknya.4 Pesan peringatan bahaya rokok bahkan sejak 24 Juni 2014 telah memasuki babak baru dengan keharusan produk rokok mencantumkan gambar-gambar dampak rokok yang cenderung menyeramkan di bungkus rokoknya. Batas waktu penerapan peringatan bahaya merokok disertai gambar-gambar akibat merokok pada bungkusnya juga merupakan bagian dari PP tembakau no 109 tahun 2012 yang pada 2014 direalisasikan untuk seluruh rokok beredar di Indonesia. Yakni, menyertakan peringatan bergambar
3
PT Djarum. 2014. Peringatan: Merokok Membunuhmu. Djarum. Dalam situs http://www.djarum. com/index.php/en/brands/domestic/1, diakses pada 2 Juni 2014. 4 M Reza Sulaiman. 2014. Peringatan 'Rokok Membunuhmu' Terpampang di Jalan, Ini Kata Kemenkes. Detik Health. Dalam situs http://health.detik.com/read/ 2013/12/27/183058/ 2452768/763/peringatanrokok-membunuhmu-terpampang-di-jalan-ini-kata-kemenkes, diakses pada 24 Maret 2014.
3
tentang bahaya rokok. Menurut Tulus Abadi, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, waktu atau tanggal penerapan peringatan bahasa merokok harus dilaksanakan secara definitif. Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan dan Permenkes No 28 Tahun 2013 Tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan pada Kemasan Produk Tembakau. Penggunaan gambar ini sudah disepakati oleh industri rokok. Sudah diberikan toleransi selama 1 hingga 1,5 tahun.5 Perubahan pesan peringatan bahaya rokok dengan mengganti pesan bahasanya dan ditambah dengan dukungan gambar-gambar yang cenderung menakutkan karena memperlihatkan dampak-dampak rokok sekarang ini telah dilakukan dan dikampanyekan Kemenkes. Pada setiap bungkus rokok Menurut dr Widyastuti Soerojo, MSc selaku Pack Coordinator, Southeast Asia Initiavite on Tobacco Tax (SITT) Indonesia, Kemenkes menyiapkan lima gambar peringatan untuk dipasang di bungkus rokok. Jenis peringatan kesehatan terdiri dari jenis gambar sebagai berikut, gambar kanker mulut, gambar perokok dengan asap yang membentuk tengkorak, gambar kanker tenggorokan, gambar orang merokok dengan anak di dekatnya dan gambar paru-paru menghitam karena kanker. Dengan melihat gambar ini, diharapkan perokok takut dan bisa menekan jumlah perokok di Indonesia yang makin hari semakin meningkat. Setiap industri rokok yang tidak mematuhi peraturan tersebut hingga tenggat waktu 24 Juni 2014 akan dikenakan sanksi secara bertahap. Mulai dari peringatan, pencabutan izin sementara dan pencabutan izin selamanya.6 Gambar 1.2 Pesan Peringatan Bahaya Rokok Pada Bungkus Rokok
5
6
Evieta Fadjar. 2014. Pesan Bergambar Pada Bungkus Rokok, Mulai 24 Juni 2014. Tempo.co. Dalam situs http://www.tempo.co/read/news/ 2014/04/08/060569021/Pesan-Bergambar-Pada-Bungkus-RokokMulai-24-Juni-2014, diakses pada 8 Agustus 2014. Ibid.
4
Sumber:7 Perubahan pesan peringatan tersebut merupakan salah satu langkah baru Kemenkes guna memberikan pesan yang lebih tegas dan memberikan gambaran yang lebih menyeramkan mengenai bahaya rokok. Sebelumnya, pemerintah juga telah menerapkan tindakan melarang iklan rokok di televisi dengan tidak boleh menampilkan rokok secara langsung dan tayang pukul 21.00 keatas. Penggunaan pesan merokok membunuhmu dapat diartikan sebagai langkah lain dari upaya untuk menunjukan tanggung jawab pemerintah dalam menekan jumlah penderita bahaya rokok. Perubahan pesan peringatan bahaya rokok tersebut merupakan sarana Kemenkes untuk menunjukan adanya upaya untuk melakukan perubahan cara pandang dalam menilai bahaya rokok. Perubahan pesan peringatan bahaya rokok tersebut juga menunjukan adanya perubahan konsep pesan yang disampaikan. Pesan bukan hanya disampaikan tetapi perlu adanya upaya untuk membangun pesan sesuai dengan tujuan dengan cara penyampaian yang terkonsep. Pesan perlu dikonsepkan sebagai salah satu cara guna menerapkan pesan sesuai dengan kebutuhan dari tujuan komunikasi yang ingin dicapai. Perubahan konsep pesan yang ditunjukan pada pesan peringatan bahaya rokok terbaru ini juga dapat dipahami sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk menampilkan pesan bahaya rokok melalui cara yang berbeda. Pesan peringatan bahaya rokok yang baru ini pun kemudian dikampanyekan untuk lebih memberikan kesadaran pada masyarakat akan bahaya rokok. Kampanye pesan peringatan
bahaya
rokok
ini
dibawah
komando
Kemenkes
yang
kemudian
dikampanyekan di berbagai daerah-daerah berdasarkan ketentuan Departemen Kesehatan di berbagai Kota dengan ketentuan dari Pemerintah setempat. Kampanye pesan peringatan bahaya rokok pun juga dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta yang bertanggung jawab untuk menkampanyekan pesan peringatan bahaya rokok untuk wilayah Kota Yogyakarta. Penelitian ini pun kemudian dilakukan di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta yang memiliki peran dang tanggungjawab dalam kampanye pesan peringatan bahaya rokok. Kota Yogyakarta ditetapkan sebagai tempat penelitian karena Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia dengan tingkat perokok yang tinggi. Menurut Kepala Bidang Promosi dan Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Dinkes Kota
7
Ibid.
5
Yogyakarta Tri Mardaya, bagi masyarakat Yogyakarta, tidak bisa dipungkiri bahwa merokok sudah menjadi budaya. Budaya yang melekat seperti ini tidak bisa diubah begitu saja, tetapi harus bertahap. Angka pecandu rokok di kalangan anak-anak pada usia lima hingga sembilan tahun di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengkhawatirkan. mencapai 7,14 persen dan menempati posisi keempat dari 25 provinsi di Indonesia. Banyaknya anak-anak yang telah menjadi pecandu rokok pada usia lima tahun tersebut terjadi karena mereka meniru perilaku orang tuanya yang juga menjadi perokok aktif.8 Selain tingginya angka pecandu rokok di kalangan anak-anak, kecenderungan anak yang mulai merokok pada usia 10-14 tahun juga cukup tinggi mencapai 17,5 persen. Sementara perokok di kalangan remaja usia 15-19 tahun juga meningkat dari 7,1 persen menjadi 43,3 persen. Tri menyebut, upaya yang bisa dilakukan untuk menekan tingginya perokok di kalangan anak-anak hingga remaja adalah dengan meningkatkan sosialisasi dan kampanye bahaya merokok melalui sekolah-sekolah, serta kampanye di masyarakat dengan membentuk rukun warga (RW) bebas asap rokok serta kampanye di lingkungan kerja Pemerintah Kota Yogyakarta. Di Kota Yogyakarta sudah ada 37 rukun warga bebas asap rokok dan diharapkan jumlahnya terus meningkat. Di RW tersebut, warga masih diperbolehkan merokok hanya saja harus di lokasi-lokasi yang sudah ditentukan, seperti di luar rumah dan tidak merokok saat pertemuan warga. Dinas Kesehatan juga menyiapkan klinik berhenti merokok di seluruh puskesmas di Kota Yogyakarta. Dari hasil survei, 85 persen perokok menyatakan ingin berhenti namun 15 persen lainnya sama sekali tidak ingin berhenti merokok.9 Sebagai upaya untuk menekan jumlah perokok, Dinkes Kota Yogyakarta selama ini telah memiliki program kampanye bahaya rokok ketika pesan peringatan masih menggunakan kalimat “menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin.” Kampanye terdahulu yang dilakukan Dinkes Kota Yogyakarta dilakukan langsung di masyarakat dengan mendatangi kampung-kampung, penyuluhan di sekolah-sekolah, dan penggunaan berbagai media kampanye. Kampanye bahaya rokok sebelum adanya pergantian pesan peringatan bahaya rokok yang baru pada dasarnya memiliki benang merah yang sama yakni terkiat upaya menekan jumlah perokok dengan mengedukasi masyarakat akan informasi bahaya rokok yang ada. Kampanye bahaya rokok pun dilakukan setiap tahunnya dengan perbaikan-perbaikan pesan, media, hingga 8
Mohamad Taufik. 2014. Tingkat pecandu rokok di Yogyakarta mengkhawatirkan. Merdeka.com. Dalam situs http://www.merdeka.com/peristiwa/tingkat-pecandu-rokok-di-yogyakarta-mengkha watirkan.html diakses pada 9 Agustus 2014. 9 Ibid.
6
tema-tema kampanye. Kampanye bahaya rokok terdahulu utamanya lebih menunjukan upaya edukatif yang tetap menempatkan Dinkes Kota Yogyakarta sebagai pengingat dan pemberi informasi. Hingga sekarang ini kampanye perubahan pesan peringatan yang baru dilakukan dengan adanya penyesuaian-penyesuaian pesan kampanye yang juga secara bertahap menyeseuaikan juga media dan kegiatan-kegiatan kampanyenya dengan lebih menekankan pada pendekatan-pedekatan yang bersifat kebersamaan. Perubahan pesan bahaya rokok yang baru ini kemudian merubah pesan-pesan kampanye bahaya rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta pun turut menkampanyekan pesan peringatan yang baru dengan strategi kampanye yang baru. Adanya pesan peringatan bahaya rokok yang baru melatarbelakangi adanya pemberuan dalam konsep kampanye yang dilakukan Dinkes Kota Yogyakarta. Melalui Bidang Promosi dan Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan, Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta melakukan kampanye ke sekolah, wilayah-wilayah publik hingga pada tinggkat RW. Kampanye sosial pada pesan peringatan bahaya rokok pun dilakukan untuk lebih dapat mensosialisasikan pesan peringatan bahaya rokok yang baru dan juga terkait dengan penerapan ketentuan Kemenkes. Kampanye sosial Dinkes Kota Yogyakarta dalam menkampanyekan pesan peringatan bahaya rokok ini pun kemudian menarik perhatian peneliti untuk lebih mengetahui upaya-upaya kampanye sosial yang dilakukan. Untuk itu penelitian ini akan memberikan gambaran mengenai kampanye sosial pada perubahan pesan peringatan bahaya rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang sebagaimana diuraikan di atas, maka rumusan masalah penelitian ini yaitu “Bagaimana kampanye sosial tentang perubahan pesan peringatan bahaya rokok oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta?” C. Tujuan Penelitian Penelitian ini utamanya ditujukan untuk mengetahui hal-hal sebagaimana berikut ini: 1. Untuk mengetahui perencanaan kampanye sosial tentang perubahan pesan peringatan bahaya rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui pelaksanaan kampanye sosial tentang perubahan pesan peringatan bahaya rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta.
7
3. Untuk mengetahui evaluasi kampanye sosial tentang perubahan pesan peringatan bahaya rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini dapat bermanfaat secara teoritis sebagai sumber pengembangan kajian Ilmu Komunikasi khususnya dalam memanfaatkan kampanye sebagai suatu sarana komunikasi yang dapat dibentuk guna mempersuasi khalayak yang menjadi target kampanyenya. Penelitian ini juga dapat menjadi sumber referensi ilmiah guna memperkaya literatur kajian Ilmu Komunikasi yang berkaitan dengan kampanye sosial, melalui serangkaian perencanaan dan penerapan kampanye yang disesuaikan menurut kebutuhannya. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sumber informasi gambaran bagi Kementerian Kesehatan dalam menilai keberhasilan kampanye perubahan pesan bahaya rokok yang dilakukan oleh oleh Dinas Kesehatan Yogyakarta, sehingga dapat menjadi media evaluasi bagi perbaikan program kampanye di Kota Yogyakarta dan kota lainnya di Indonesia. Penelitian ini juga dapat memberikan gambaran bagi Dinkes Kota Yogyakarta dalam menilai pelaksanaan kampanye perubahan pesan bahaya rokok yang dilakukannya sehingga dapat memberikan masukan bagi kebijakan pelaksanaan kampanye ke depannya. Selain itu, penelitian ini juga dapat memberikan gambaran bagi masyarakat Yogyakarta dalam membantu mensosialisasikan kampanye yang dilakukan Dinkes Kota Yogyakarta. E. Kerangka Pemikiran Manajemen kampanye merupakan bentuk upaya untuk membangun kampanye yang lebih terkoordinasi dengan baik dengan menggabungkan kekuatan manajerial dan komunikasi dalam membangun kampanye yang tersistematis. Manajemen kampanye sebenarnya hanya bentuk pengistilahan dari kegiatan kampanye yang selalu meliputi tahapan perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi, yang sekarang lebih dikenal dengan istilah manajemen kampanye sebagaimana diungkapkan Venus bahwa sejak awal, 8
kegiatan kampanye ini selalu meliputi tahapan perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi. Perbedaannya adalah pada masa kini berbagai tahapan tersebut dibakukan dan diformalkan dengan istilah manajemen kampanye yakni proses pengelolaan kegiatan kampanye secara efektif dan efisien dengan memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.10 Dengan dimasukkannya unsur manajerial dalam pengelolaan kampanye diharapkan peluang keberhasilan pencapaian tujuan kampanye menjadi lebih terbuka lebar. Manajemen kampanye menunjukan adanya serangkaian perencanaan hingga evaluasi yang biasanya dilakukan public relations (PR) sebagai bagian kerja yang sering mendapatkan kewenangan dalam membuat program kampanye dan pelaksanaanya sebagaimana diuraikan sebagai berikut: 1. Perencanaan Kampanye Tahap perencanaan merupakan tahap awal yang harus dilakukan agar kampanye PR mencapai tujuan yang diinginkan. Setidaknya ada beberapa alasan mengapa sebuah perencanaan harus dilakukan dalam kampanye sebagaimana diungkapkan Gregory, antara lain:11 a. Memfokuskan usaha Perencanaan membuat tim kampanye dapat mengidentifikasi dan menyusun tujuan yang akan dicapai dengan benar hingga akhirnya pekerjaan dapat dilakukan secara efektif dan efisien, karena berkonsentrasi pada prioritas dan alur kerja yang jelas. b. Memperbaiki efektivitas Dengan adanya perencanaan maka akan bekerja untuk tujuan yang telah direncanakan sehingga membuat kita memiliki target yang hendak dicapai dan merasa senang ketika target tersebut berhasil dicapai. c. Memacu pandangan jangka-panjang Perencanaan membuat tim kampanye tidak berpikir mengenai efek kampanye dalam jangka waktu yang pendek tapi juga ke masa depan, hingga mendorong dihasilkannya program yang terstruktur dalam menghadapi kebutuhan masa depan. 10
Antar Venus. 2007. Manajemen Kampanye: Panduan Teoritis dan Praktis dalam Mengekfektifkan kampanye Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, Hal. 25 11 Anne Gregory. 2004. Perencanaan dan Manajemen Kampanye Public Relations. Jakarta: Erlangga, Hal. 29
9
d. Mengurangi Kesalahan Perencanaan yang cermat dan teliti akan menghasilkan alur serta tahapan kerja yang jelas, terukur, dan spesifik serta lengkap dengan langkah-langkah alternatif, sehingga bila ada kegagalan bisa langsung diambil alternatif penyelesaian. e. Menyelesaikan konflik Perencanaan yang matang akan mengurangi potensi munculnya konflik, karena sudah ada bentuk tertulis mengenai alur serta prioritas pekerjaan untuk tiap-tiap anggota tim. f. Memfasilitasi tindakan yang proaktif Sebuah rencana yang matang akan memunculkan rasa percaya para pendukung potensial serta media yang akan digunakan sebagai saluran kampanye, hingga pada akhirnya akan terjalin kerjasama yang baik dan lancar. 2. Pelaksanaan Kampanye Pelaksanaan kampanye adalah penerapan dari konstruksi rancangan program yang
telah
ditetapkan
sebelumya.
Sifatnya
yang
demikian
maka
proses
pelaksanaannya harus secara konsisten berpedoman kepada rancangan yang ada tanpa mengabaikan penyesuaian yang perlu dilakukan sesuai dengan kenyataan lapangan yang dihadapi. Beberapa hal yang harus dilakukan dalam tahap pelaksanaan kampanye antara lain:12 a. Realisasi unsur-unsur kampanye Kegiatan ini meliputi: perekrutan dan pelatihan personel kampanye, mengonstruksi pesan, menyeleksi penyampai pesan kampanye dan menyeleksi saluran kampanyenya. b. Menguji coba rencana kampanye Uji coba terhadap suatu rancangan dilakukan untuk menyusun strategi (pesan, media, dan penyampai pesan) yang paling sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. c. Tindakan dan pemantauan kampanye Harus dipahami bahwa tindakan kampanye bukanlah tindakan yang kaku dan parsial, tetapi bersifat adaptif (menyesuaikan), antisipatif (cepat tanggap), integratif (pemersatu), dan berorientasi pemecahan masalah. 12
Antar Venus. 2007. Op.Cit. Hal. 199
10
d. Laporan kemajuan Laporan kemajuan (progress report) merupakan dokumen yang sangat penting, bukan hanya bagi manajer tapi juga pelaksana kampanye secara keseluruhan. 3. Evaluasi Kampanye Evaluasi kampanye diartikan sebagai upaya sistematis untuk menilai berbagai aspek yang berkaitan dengan proses pelaksanaan dan pencapaian tujuan kampanye sebagaimana diungkapkan Venus bahwa evaluasi kampanye tidak hanya dilakukan pada saat kampanye berakhir, namun juga ketika kampanye tersebut masih berlangsung. Penilaian terhadap proses implementasi rancangan kampanye dapat dilakukan dengan menganalisis catatan harian proses pemantauan (monitoring), pengamatan di lapangan dan wawancara yang dilakukan untuk mendapat umpan balik.13 Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa perlu dilakukan evaluasi dalam program kampanye, yaitu:14 a. Memfokuskan usaha Pengukuran yang telah disepakati akan memfokuskan diri pada hal-hal yang penting dan meletakkan hal-hal sekunder dalam pengawasan. b. Menunjukkan keefektifan Jika telah berhasil mencapai apa yang telah ditetapkan, akan menunjukan kredibilitas usaha c. Memastikan efisiensi biaya Gunakan anggaran dan waktu (yang juga berarti uang) untuk hal-hal yang berarti dan memberikan hasil yang maksimal. d. Mendukung manajemen yang baik Manajeman berdasarkan tujuan dengan sasaran yang jelas, akan memberikan ketajaman pada keseluruhan operasi kegiatan kampanye PR. e. Memfasilitasi pertanggungjawaban Menyediakan hasil yang baik adalah tanggung jawab seorang PR Sejalan dengan di atas, Ostergaard pun memiliki konsep yang masih dalam konteks yang sama mengenai tahapan kampanye dengan menyebut tiga aspek di atas melalui penerapan istilah 3A (awareness, attitude, dan action) yang antara lain:15 13 14
Ibid. Hal. 209. Anne Gregory. 2004. Op.Cit. Hal. 140
11
a. Tahap pertama (awareness) diarahkan untuk menciptakan perubahan pada tataran pengetahuan atau kognitif, pengaruh yang diharapkan adalah munculnya kesadaran, berubahnya keyakinan, atau meningkatnya pengetahuan khalayak tentang isu tertentu. b. Tahap kedua (attitude) sasarannya adalah untuk memunculkan simpati, rasa suka, kepedulian, atau keberpihakan khalayak pada isu-isu yang menjadi tema kampanye. c. Tahap ketiga (action) ditujukan untuk mengubah perilaku khalayak secara konkret dan terukur, dapat bersifat sekali saja atau berkelanjutan. F. Kerangka Konsep Kerangka konsep akan memberikan gambaran mengenai peneran dari teori-teori mauapun pemahaman-peahaman yang diuraikan di atas dalam aplikasi alur penelitian. Dimasukkannya unsur manajerial dalam pengelolaan kampanye maka akan membuka peluang keberhasilan pencapaian tujuan kampanye menjadi lebih besar. Manajemen kampanye menunjukan adanya serangkaian proses dari rangkaian penerapan kampanye yang menunjukan adanya bentuk perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi. Ketiga komponen manajemen kampanye tersebut menjadi bagian utama penulis dalam merepresentasikan penelitian mengenai kampanye sosial pada perubahan pesan peringatan bahaya rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta. Ketiga bagian dalam membuat program kampanye dalam menerapkan manajemen kampanye tersebut menjadi bagian utama yang menjadi perhatian penulis dalam memaknai kampanye sosial yang dilakukan Dinkes Kota Yogyakarta dalam menkampanyekan pesan peringatan bahaya rokok. Kegiatan kampanye sosial mengenai perubahan pesan peringatan bahaya rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta tersebut menjadi tanggung jawab Bidang Promosi dan Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan. Jadi berbagai bentuk perencanaan kampanye, pelaksanaan kampanye hingga evaluasi kampanye merupakan tanggung jawab Bidang Promosi dan Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Dinkes Kota Yogyakarta yang tahapan kampanye dijelaskan sebagai berkiut: 1. Perencanaan Kampanye Tahap perencanaan merupakan tahap awal yang harus dilakukan Bidang Promosi dan Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Dinkes Kota Yogyakarta guna mencapai tujuan kampanye yang diinginkan. Bidang promosi merupakan objek
15
Antar Venus. 2007. Op.Cit. Hal. 14
12
utama dalam perencanaan kampanye sebagaimana juga tugas dan fungsinya dalam hal komunikasi termasuk kampanye sosial mengenai bahaya rokok. 2. Pelaksanaan Kampanye Pelaksanaan kampanye adalah penerapan dari konstruksi rancangan program yang telah ditetapkan Bidang Promosi dan Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Dinkes Kota Yogyakarta. Proses pelaksanaannya konsisten berpedoman kepada rancangan yang ada tanpa mengabaikan penyesuaian yang perlu dilakukan sesuai dengan kenyataan lapangan yang dihadapi. Pelaksanaan kampanye bahaya rokok pun dilakukan oleh bidang Promosi dan Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Dinkes Kota Yogyakarta, untuk itu pemahaman mengenai pelaksanaan ini akan menggamabarkan mengenai kampanye yang dlakukan Bidang Promosi dan Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Dinkes Kota Yogyakarta. 3. Evaluasi Kampanye Evaluasi kampanye diartikan sebagai upaya sistematis untuk menilai berbagai aspek yang berkaitan dengan proses pelaksanaan dan pencapaian tujuan kampanye. Evaluasi kampanye tidak hanya dilakukan pada saat kampanye berakhir, namun juga ketika kampanye tersebut masih berlangsung. Penilaian terhadap proses implementasi rancangan kampanye dapat dilakukan dengan menganalisis proses pemantauan (monitoring), pengamatan di lapangan dan wawancara yang dilakukan untuk mendapat umpan balik sebagaimana juga evaluasi-evaluasi yang dilakukan Bidang Promosi dan Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Dinkes Kota Yogyakarta. F. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena akan memberikan kemampuan bagi penulis untuk dapat menjaga keutuhan latar alamiah para pelaku di dalamnya. Sifat alamiah dari penelitian kualitatif di dapat dari adanya pemahaman bahwa latar dalam penelitian kualitatif harus terjaga, sehingga lebih dapat menggambarkan fenomena penelitian secara lebih utuh. Penelitian kualitatif akan mempelajari fenomena penelitian melalui interaksi perilaku dan bahasa serta berbagai kekhasan para pelaku di dalamnya sebagaimana juga diungkapkan Moleong bahwa penelitian kualitatif didasarkan pada latar alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan (entity). Hal ini dilakukan, mengingat ontologi alamiah yang melihat kenyataan-kenyataan sebagai keutuhan yang tidak dapat dipahami bila dipisahkan dari konteksnya. Ini didasari oleh asumsi-asumsi, 13
bahwa tindakan pengamatan mempengaruhi apa yang dilihat, untuk itu penelitian harus mengambil tempat pada keutuhan-dalam-konteks untuk keperluan pemahaman; konteks sangat menentukan apakah suatu penemuan mempunyai arti bagi konteks lainnya, artinya, bahwa suatu gejala harus diteliti dalam berbagai faktor yang mempengaruhi yang terdapat di lapangan penelitian; dan sebagian struktur nilai kontekstual bersifat determinatif terhadap apa yang akan diteliti.16 Penelitian ini memberikan keterfokusan kajian pada berbagai perilaku orang-orang yang ada dalam fenomena penelitian, khususnya mengenai berbagai perilaku, bahasa, cara dan karakteristik dari subjek-subjek yang penulis pelajari. Sifat alamiah dalam penelitian kualitatif akan memberikan dampak pada penggambaran fenomena penelitian yang lebih utuh sebagaimana keadaan sebenarnya tanpa berusaha untuk membatasinya melalui serangkaian konsep mengikat. Sifat naturalistik penelitian ini akan memberikan pemahaman kepada penulis untuk turut menjaga latar alami penelitian agar esensi dari penggambaran berbagai penerapan kampanye sosial pada perubahan pesan peringatan bahaya rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta. 2. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode studi kasus sebagai sarana penulis untuk dapat memetakan fenomena penelitian dalam kajian permasalahan berdasarkan suatu set kondisi kasus tertentu. Penelitian studi kasus memusatkan diri secara intensif terhadap satu objek tertentu, dengan cara mempelajarinya sebagai suatu kasus secara menyeluruh sebagaimana diungkapkan Maxfield bahwa penelitian studi kasus adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu, yang kemudian, dari sifat-sifat khas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum.17 Studi kasus menjadikan penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu spesifikasi dari kompleksitas permasalahannya. Studi kasus mengacu pada keberadaan kasus tertentu yang secara spesifik dapat mengacu pada keberadaan inividu atau kasus dari individu yang bersangkutan sebagaimana diungkapkan Stake bahwa 16
Lexy J. Moleong. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi (Cet. keduapuluh sembilan). Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hal. 8 17 Moh. Nazir. 2011. Metode Penelitian (cetakan ketujuh). Bogor: Ghalia. Hal. 66
14
sebagai sebuah bentuk penelitian, studi kasus ditentukan oleh minat pada kasus-kasus individual… model penelitian ini lebih fokus pada pertanyaan tentang: apa yang dapat dipelajari dari kasus tunggal.18 Studi kasus pada penelitian ini diterapkan dengan mempelajari kampanye an bahaya rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta sebagai suatu kasus yang memiliki kekhasan karakter yang menjadi ciri dasar dari suatu kasus yang dipelari. Kampanye peringatan bahaya rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta menunjukan adanya kekhasan karakter dari para pelakunya, pesan yang disampaikan, media yang digunakan, interaksinya yang terjadi dengan masyarakat dan serangkaian tindakan aplikatif dari kampanye yang penting untuk diketahui untuk menunjukan peran aktif kampanye pada keberhasilan menekan tingkat perokok di masyarakat. Metode studi kasus yang digunakan pada penelitian ini pun akan menjadikan kampanye Dinkes Kota Yogyakarta sebagai sumber informasi yang dapat dijadikan sebagai gambaran, dari pelaksanaan kampanye di lapangan dengan menjadikan sumber-sumber informasi dari Dinkes Kota Yogyakarta dan segalan bentuk kekhasan penerapannya sebagai sumber studi kasus. 3. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif sebagai sifat dasar dari pendekatan kualitatif yang memaparkan fenomena penelitian mengenai pendeskripsian yang mengedepankan kekuatan tulisan. Sifat deskriptif dapat menggambarkan fenomena penelitian dengan lebih tersistematis dan utuh dengan berdasarkan pada berbagai temuan sebenarnya sebagaimana diungkapkan Whitney bahwa deskriptif merupakan pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat yang mempelajari masalah-masalah dan tata cara yang berlaku dalam masyarakat, situasi-situasi, hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandanganpandangan, serta proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.19 Sifat deskriptif ini berusaha memaparkan peristiwa, oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan tidak menguji hipotesis, atau menguji teori dan juga tidak membuat prediksi. Sifat deskriptif lebih menunjukan upaya peneliti untuk dapat menggambarkan fenomena menurut apa yang dilihat dan didengar di lapangan dengan memperlajarinya langsung dari sumber-sumber informasi. Penelitian ini ditujukan untuk dapat memberian 18
Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln. 2010. Handbook of Qualitative Research Dariyanto dkk). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 299 19 Moh. Nazir. 2011. Op.Cit. Hal. 63
(Terjemahan
15
gambaran yang jelas mengenai kampanye sosial pada perubahan pesan peringatan bahaya rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta sebagai suatu kompleksitas permasalahan yang memiliki karakternya sendiri dalam sosialitas yang dapat dipaparkan dengan komprehensif melalui sifat deskriptif sebagaimana dilakukan pada penelitian ini. 4. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian kualitatif merujuk pada pelaku atau orang yang memiliki pengalaman dan pengetahuan dengan fenomena yang tengah dipelajari. Penentuan subjek penelitian merupakan bagian dari upaya penulis dalam memahami permasalahan pada pelaku atau orang yang mengetahui permasalahan dari fenomena yang diteliti. Penentuan mengenai siapa subjek yang dipilih dan berapa jumlah subjek tersebut, dapat ditentukan berdasarkan pada pemahaman-pemahaman penulis dalam menetapkan kriteri yang dapat merepresentasikan tujuan penelitian sebagaimana diungkapkan Nasution (2003: 11) bahwa, “Subjek adalah sumber yang dapat memberikan info, yang dipilih secara purposif bertalian dengan purpose atau tujuan tertentu.20 Penentuan subjek penelitian kualitatif ditentukan berdasarkan cara penulis yang memilihnya berdasarkan tujuan penelitian. Untuk itu subjek dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling. Penulis dapat menentukan jumlah subjek penelitian dengan menggunakan penilaian-penilaian subjektif yang dianggap dapat mewakili pemenuhan informasi mengenai kampanye sosial pada perubahan pesan peringatan bahaya rokok oleh Dinkes Kota Yogyakarta. Berdasarkan pemahaman di atas, penulis kemudian menentukan subjek pada penelitian ini berjumlah 3 orang yang mewakili Dinkes Kota Yogyakarta. Ketiga subjek dalam penelitian ini antara lain: Bapak Tri Mardoyo selaku Kepala Bidang Promosi Dinkes Kota Yogyakarta, Bapak Veri selaku Kepala Seksi Promosi Dinkes Kota Yogyakarta, dan Ibu Lusiana selaku Pelaksana Bidang Promosi Dinkes Kota Yogyakarta. 5. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai sumber data penelitian yang dapat memenuhi kebutuhan informasi penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan tersebut, antara lain: a. Wawancara 20
Nasution. 2003. Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 11
16
Wawancara yang digunakan sebagai sumber data primer yang dijadikan sebagai sumber informasi utama dengan mencari informasi dengan langsung menanyakannya pada para pelaku yang memahami fenomena penelitian sebagaimana diungkapkan Moleong bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.21 Teknik pengumpulan data melalui wawancara digunakan untuk mengetahui fenomena penelitian dan keterlibatan subjek secara langsung sehingga dapat menggambarkan fenomena penelitian secara lebih lengkap. Wawancara pada penelitian ini dilakukan secara berstruktur dengan menggunakan pedoman wawancara yang digunakan untuk membantu penulis untuk tetap mengarahkan pertanyaan wawancara agar agar tetap terfokus. Wawancara berstruktur juga dilakukan sebagai sumber verifikasi dari asumsi-asumsi yang penulis bangun dalam penelitian. b. Observasi non partisipan Observasi memberikan kesempatan pada peneliti untuk lebih memahami fenomena penelitian dengan memahaminya di lapangan. Observasi ini dilakukan sebagai serangkaian tata cara penulis untuk mempelajri tentang perilaku dan berbagai hal mengenai fenomena penelitian di lapangan sebagaimana diungkapkan Marshall bahwa melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut.
22
Observasi ini dapat dilakukan melalui observasi non partisipan
sebagaimana diungkapkan Soehartono bahwa pengamat berada diluar subjek yang diamati dan tidak ikut dalam kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan. Dengan demikian, pengamat akan lebih mudah mengamati kemunculan tingkah laku yang diharapkan.23 Observasi non partisipan dapat dilakukan karena penulis tidak terlibat secara langsung dalam kehidupan keseharian subjek dan penulis bukan bagian dari objek penelitian. Informasi yang di dapatkan berdasarkan pemahaman dan pengalaman informan sebagai sumber informasi yang dianggap mengetahui atau pun terlibat langsung dalam fenomena yang tengah dipelajari. Penulis menjadikan informasi dan pengalaman subjek sebagai sarana observasi dan secara terpisah melakukan 21
Lexy J. Moleong. 2011. Op.Cit. Hal. 186 Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (cetakan ketujuh belas). Bandung: Alfabeta. Hal. 70 23 Soehartono, Irawan. 2011. Metode Penelitian Sosial: Suatu teknik Penelitian Bidang kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya (cetakan kedelapan). Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hal. 70 22
17
pengamatan pada informasi lainnya. Observasi non partisipan pun dapat menjaga keutuhan alami permasalahan penelitian karena penulis tidak melakukan kegiatankegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan latar penelitian. c. Tinjauan Kepustakaan Tinjauan kepustakaan dapat menjadi sumber informasi yang mendukung pemahaman permasalahan penelitian dengan mempelajarinya dari berbagai literatur yang relevan dengan penelitian yang tengah dilakukan sebagaimana diungkapkan Rakhmat bahwa mengungkapkan teori atau penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian anda inilah yang disebut tinjauan kepustakaan... Masukkanlah dalam tinjauan kepustakaan itu artikel, kutipan, makalah, laporan penelitian, buku.24 Studi kepustakaan pada penelitian ini dijadikan sebagai sumber data pendukung (sekunder) yang dapat memperkaya pemahaman peneliti mengenai fenomena penelitian dan perkembangannya sebagaimana diungkapkan Nazir bahwa studi literatur, selain dari mencari data sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan guna mengetahui sampai kemana ilmu yang yang berhubungan dengan penelitian telah berkembang, sampai kemana terdapat kedimpulan dan degeneralisasi yang pernah dibuat, sehingga situasi yang diperlukan dapat diperoleh.25 Tinjauan kepustakaan dalam penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan buku, sumber online, dan berbagai dokumen terkait penunjang lainnya. Tinjauan kepustakaan dapat memberikan keragaman informasi dengan berdasarkan pada berbagai literatur yang telah ada dan menambah besarnya pemahaman peneliti dalam menilai fenomena yang tengah diamati. 6. Teknik Analisis Data Teknik analisis data proses pencarian dan pengaturan data hingga dapat ditampilkan sebagai hasil penelitian sebagaimana diungkapkan Sugiyono bahwa analisis data adalah proses pencaian dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.26 Analisis data kualitatif memungkinkan mengelompokan data yang berasal dari beragam data yang variatif sehingga memungkikan variasi data yang tinggi. Variasi 24
Rakhmat, Jalaluddin. 2012. Metode Penelitian Komunikasi: Dilengkapi Contoh Analisis Statistik (cetakan kelima belas). Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hal. 107 25 Moh. Nazir. 2011. Op.Cit. Hal. 79 26 Sugiyono. 2013. Op.Cit. Hal. 334
18
data yang beragam dalam penelitian kualitatif dan terus dihasilkan penulis ketika penelitian berlangsung dapat dikelompokan melalui teknik analisis data model interaktif sebagaimana diungkapkan Miles dan Huberman bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secarfa terus menerus sampai tuntas, hingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.27 Gambar 1.3 Komponen Analisis Data Interactive Model
Data Collection
Data Display
Data Reduction
Conclusions: drawing/ verifying
Sumber:28 Ada tiga komponen utama yang diterapkan dalam model analisis data interaktif karena data yang terkumpul tidak menjadi bagian di dalamnya karena teknik analisis data berawal dari keberadaan data yang telah ada tersebut. Berikut merupakan pemahaman dari masing-masing langkah dalam teknik analisis data model interaktif, yaitu:29 a. Data Reduction (Reduksi data) Diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data yang muncul dari catatan-catatan peneliti dilapangan. Selama pengumpulan data berlangsung, terjadi tahapan reduksi selanjutnya membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi, dan penyempitan ringkasan data lainnya. Reduksi data/proses transformasi ini berlanjut terus sesudah penelitian lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun. b. Data Display (Penyajian data)
27
Ibid. Hal. 337 Ibid. Hal. 338 29 Ibid. 28
19
Digambarkan melalui rangkaian kalimat yang disusun secara logis dan sistematis agar mudah dipahami. Penyajian data ini merupakan serangkaian upaya peneliti dalam menyampaikan hasil-hasil temuan di lapangan yang telah melalui tahap reduksi data. Penyajian data ini merupakan upaya peneliti dalam menampilkan hasil penelitian sebagaimana pemahamannya dalam menkonsepkan jawaban-jawaban penelitian. c. Conclusion Drawing/verification Merupakan hasil akhir yang ingin disampaikan peneliti mengenai hal-hal yang menjadi perhatian peneliti. Verifikasi merupakan tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan dengan peninjauan kembali berbagai upaya penyusunan data melalui berbagai penyeleksian data yang di dapat agar memenuhi unsur keseluruhan kebutuhan hasil penelitian. 7. Uji Keabsahan Data Keabsahan data kualitatif dapat dilakukan dengan melalukan pengecekan pada datadata yang telah ada. Proses pengecekan keseluruhan data dengan membandingkannya tersebut merupakan salah satu bagian dari teknik triangulasi. Triangulasi diartikan sebagai teknik yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data.30 Teknik triangulasi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan triangulasi sumber
yang
menunjukan
adanya
penggabungan
beberapa
sumber
penelitian
sebagaimana diungkapkan Sugiyono bahwa triangulasi sumber berarti, mendapatkan dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama. 31 Sejalan dengan penjelasan tersebut, teknik triangulasi sumber sebagaimana dijelaskan Sugiyono juga diungkapkan Moleong bahwa triangulasi sumber, bisa dilakukan dengan: (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara; (2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi; (3) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu; (4) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai 30 31
Ibid. Hal. 330 Ibid.
20
pendapat dan pandangan orang; (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.32 Triangulasi sumber digunakan dengan membandingkan sumber-sumber data penelitian yang digunakan untuk melakukan pengecekan silang pada sumber data yang ditemukan untuk menilai keterpercayaan informasi yang di dapat dari satu sumber dengan sumber lainnya. Triangulasi sumber pun menjadi alat verifikasi antar sumber data yang dapat diaplikasikan dengan melakukan perbandingan data dari wawacara dengan observasi, observasi dengan tinjauan kepustakaan, wawancara informan satu dengan informan lainnya, dan bentuk silang data lainnya. Triangulasi sumber dinilai relevan untuk menunjang ekabsahan data dalam penelitian ini karena danya beberapa sumber data yang penulis gunakan. 8. Lokasi dan Waktu Penelitian a. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Dinkes Kota Yogyakarta yang beralamat di jalan Kenari No. 56 Yogyakarta 55165. Telp/Fax (0274) 515868, 515869. b. Waktu Penelitian Penelitian ini terhitung dari bulan April-November 2014 yang dilakukan secara bertahap hingga penyusunan laporan penelitian.
32
Lexy J. Moleong. 2011. Op.Cit. Hal. 330
21