BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sikap peduli lingkungan merupakan kesatuan pendapat dan keyakinan individu dalam memperhatikan kelestarian lingkungan alam sebagai dasar respon untuk berperilaku ramah lingkungan (Walgito, 1999). Sikap tersebut mengandung penilaian individu terhadap lingkungan sekitar. Sikap terbentuk dari pengalaman seseorang terkait dengan permasalahan lingkungan dalam mengelola sumber daya alam.
Sikap
peduli
lingkungan
mampu
mendorong
seseorang
untuk
memanfaatkan sumber daya alam secara bijaksana dengan memperhatikan akibat dari pemanfaatan tersebut lingkungan
dalam
dan keberlanjutannya. Penanaman sikap peduli
masyarakat
dapat
berkontribusi
dalam
pencapaian
pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Melalui pembangunan berkelanjutan,
manusia
mampu
mengelola
sumber
daya
alam
dengan
memperhatikan keberlanjutan dari kondisi lingkungan alam tersebut untuk masa yang akan datang. Pengelolaan sumber daya alam yang tidak disertai dengan sikap peduli lingkungan memunculkan berbagai permasalahan lingkungan. Permasalahan tersebut muncul sebagai dampak aktivitas antroposentris yang cenderung mengabaikan nilai ekologi dan kelestarian lingkungan. Teori New Ecological Paradigm (NEP) menjelaskan bahwa manusia merupakan bagian dari lingkungan yang saling bergantung dengan spesies lain sehingga setiap tindakan manusia berdampak kepada kondisi lingkungan hidup (Stern, 2000). Aktivitas manusia yang tidak terkendali dalam mengelola lingkungan berdampak pada kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan yang tidak segera diatasi dapat menimbulkan perubahan lingkungan secara global yang membahayakan keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain di bumi. Kerusakan lingkungan dapat terus terjadi jika sikap dan mental manusia tidak arif terhadap lingkungannya. Hasil kajian perilaku masyarakat Indonesia akan kepedulian lingkungan dari Kementerian
Lingkungan
Hidup
menyatakan 1
Indeks
Perubahan
Peduli
2 Lingkungan (IPPL) berdasarkan survei pada akhir tahun 2012 hanya sekitar 0,57. Nilai kepedulian lingkungan masyarakat masih rendah berdasarkan enam kebiasaan perilaku dalam rumah tangga yang ditanyakan kepada 6.048 responden di 12 provinsi (Pratama, 2013). Merujuk pada pernyataan dan fakta tersebut penanaman sikap dan perilaku peduli lingkungan perlu ditanamkan pada generasi muda. Sikap peduli lingkungan dapat berpengaruh terhadap perilaku individu. Perilaku ramah lingkungan muncul sebagai akibat dari kesiapan seseorang untuk bereaksi atau bertindak terhadap lingkungan, sesuai dengan yang dikemukakan oleh Theory of Planned Behavior. Theory of Planned Behavior (Ajzen, 1991) menjelaskan bahwa perilaku ramah lingkungan muncul karena dorongan kesiapan untuk berperilaku/ behavioral intention. Salah satu faktor yang mempengaruhi kesiapan berperilaku adalah sikap/ behavioral attitude, yaitu sikap peduli lingkungan. Penanaman sikap peduli lingkungan dapat dilakukan melalui habituasi atau pembiasaan. Salah satu sarana untuk membiasakan sikap peduli lingkungan adalah melalui pendidikan lingkungan. Pendidikan merupakan sarana yang mampu untuk mengubah persepsi, sikap dan perilaku manusia (Arbuthnott, 2009). Upaya kultural untuk membentuk karakter peduli lingkungan melalui pendidikan telah menjadi perhatian secara global. Upaya tersebut telah dirumuskan dalam Agenda 21 sebagai hasil dari Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro tahun 1992. Pada Bab 36 bagian IV rumusan Agenda 21 tersebut menyebutkan bahwa pendidikan memegang peranan penting dalam pencapaian tujuan bersama mewujudkan pembangunan berkelanjutan melalui pembangunan karakter peduli lingkungan secara kultural. Rumusan tersebut kemudian diwujudkan dalam langkah operasional yang dikenal dengan istilah Education for Sustainable Development/ EfSD. Education for Sustainable Development merupakan suatu paradigma baru dimana pendidikan menjadi suatu sarana yang memberi kesadaran dan kemampuan kepada semua orang utamanya generasi muda untuk berkontribusi secara nyata bagi pembangunan berkelanjutan (sustainable development)
3 (Priyanto, dkk., 2013). EfSD dapat diwujudkan baik dalam pendidikan formal maupun nonformal. Melalui pendidikan formal, EfSD dapat diterapkan pada siswa sekolah. Melalui EfSD, siswa diharapkan memiliki pengetahuan mengenai lingkungan. Pengetahuan yang dimiliki siswa dapat membiasakan diri untuk memiliki sikap peduli lingkungan yang diwujudkan melalui perilaku ramah lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. Sikap kepedulian lingkungan yang merupakan tujuan dari EfSD dapat diukur menggunakan instrumen skala New Ecological Paradigm (NEP) dari Dunlap, et al. (2000). Skala tersebut sudah diterapkan di berbagai negara untuk mengukur sikap dan kesiapan berperilaku ramah lingkungan. Skala NEP versi revisi mencakup pandangan yang lebih lengkap dan terperinci dalam mengukur sikap kepedulian lingkungan. NEP hasil revisi memaksimalkan nilai validitas konten yang dimiliki dan terbukti konsisten sebagai suatu alat ukur (Dunlap, et al., 2000). NEP didesain untuk mengidentifikasi 5 dimensi dari ekologi meliputi dimensi balance of nature, limit to growth, anti anthropocentrism, antiexemptionalism dan eco-crisis. Lima dimensi ekologi tersebut dijabarkan ke dalam 15 item pernyataan yang diukur menggunakan skala Likert. Semakin tinggi skor dalam skala NEP tersebut, maka semakin tinggi pula tingkat kepedulian terhadap lingkungan. Hasil angket skala NEP yang telah diisi oleh siswa SMP Negeri 1 Banyudono menunjukkan bahwa sikap peduli lingkungan siswa berada pada kategori cukup dengan skor 50,11. Data sikap peduli lingkungan siswa setelah dianalisis pada setiap komponen dimensi ekologi, diketahui bahwa komponen limit to growth (10,05), anti-anthropocentrism (11,03) dan eco-crisis (10,14) berada pada kategori cukup sedangkan komponen balance of nature (9,94) dan anti-exemptionalism (8,95) siswa berada pada kategori rendah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sikap kepedulian siswa masih perlu dibenahi. Hasil angket NEP siswa belum menunjukkan sikap peduli lingkungan. Sikap peduli lingkungan siswa dapat diperbaiki melalui materi pembelajaran siswa di sekolah. Materi mengenai lingkungan dapat dipelajarai melalui bidang studi IPA. Berdasarkan Kompetensi Dasar/ KD bidang studi IPA jenjang SMP,
4 materi yang sesuai digunakan untuk meningkatkan sikap peduli lingkungan siswa adalah pada materi pencemaran dan kerusakan lingkungan. Pembelajaran materi lingkungan mampu memberikan pengalaman kepada siswa untuk menumbuhkan sikap peduli lingkungan. Sesuai dengan teori behavioristik yang dikemukakan oleh Gage dan Berliner, sikap peduli lingkungan sebagai hasil belajar dalam ranah afektif dapat ditanamkan melalui pembelajaran yang memberi pengalaman mengenai lingkungan alam (Suardi, 2015). Pembelajaran mengenai lingkungan memberikan pengetahuan kepada siswa sebagai pengalaman khusus yang menghasilkan pembentukan sikap dan kebiasaan berperilaku (Irham & Wiyani, 2013). Desain pembelajaran yang spesifik sesuai bidang studi akan memaksimalkan kegiatan pembelajaran. Pembelajaran sebagai sarana habituasi akan memunculkan sikap peduli lingkungan yang kemudian menjadi bagian dalam pembelajaran pada materi pencemaran dan kerusakan lingkungan
kepada
siswa-siswa
Sekolah
Menengah
Pertama
(SMP).
Pengembangan pembelajaran yang spesifik bidang studi/ Subject Specific Pedagogy (SSP) merupakan salah satu kunci efektivitas pencapaian hasil belajar yang membentuk sikap peduli lingkungan kepada siswa. Subject Spesific Pedagogy merupakan seperangkat pengajaran yang spesifik pada pokok bahasan tertentu. Pembelajaran spesifik bidang studi pada materi yang berhubungan dengan lingkungan merupakan cara yang efektif dalam pembelajaran lingkungan hidup yang mampu menguatkan sikap peduli lingkungan siswa. Pembelajaran yang spesifik pada materi bidang studi merupakan pembelajaran yang berbasis perencanaan pada materi spesifik bidang studi tersebut. Perencanaan materi spesifik bidang studi dikembangkan dengan tujuan spesifik yang diterapkan melalui pendekatan, strategi, model, teknik yang sesuai. Pembelajaran materi spesifik masuk dalam ranah pengembangan dengan produk keluaran berupa silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), buku siswa, lembar kerja siswa (LKS) dan instrumen evaluasinya. Perangkat pembelajaran tersebut kemudian disusun sesuai dengan tujuan pembelajaran dan kondisi perencanaan pembelajaran spesifik.
5 Pembelajaran spesifik mengenai lingkungan perlu untuk dikembangkan melihat kondisi nyata di sekolah yang masih menggunakan seperangkat pengajaran umum. Seperangkat pengajaran yang digunakan disusun tanpa memperhatikan karakteristik materi yang ada dan tidak ada keterkaitan antara indikator dalam silabus dan RPP terhadap materi dalam modul. Konsep dalam modul ada yang tidak sesuai dengan indikator pembelajaran yang diharapkan. Hasil analisis menggunakan matriks dengan lima dimensi ekologi skala NEP juga menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran yang digunakan di sekolah belum menampakkan dimensi ekologi anti-exceptionalism. Penerapan perangkat dalam pembelajaran mengenai lingkungan menjadi kurang maksimal terutama untuk menanamkan sikap peduli lingkungan kepada siswa. Pembelajaran spesifik yang memuat materi pembelajaran lingkungan hidup terdapat pada mata pelajaran IPA di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pengembangan pembelajaran spesifik yang berkaitan dengan lingkungan tersebut dapat dilakukan untuk meningkatkan efektivitas ketercapaian tujuan pembentukan sikap dan perilaku peduli lingkungan. Pengembangan yang dilaksanakan mencakup unsur-unsur dalam SSP yaitu silabus, RPP, buku siswa, LKS dan instrumen evaluasi menurut aturan-aturan dalam pengembangan perangkat pembelajaran yang disesuaikan dengan tujuan (Susilowati, dkk., 2013). Pengembangan pembelajaran spesifik bidang studi dikemas dalam seperangkat pembelajaran utuh, tidak terkecuali model pembelajaran yang digunakan.
Pendidikan
lingkungan
dalam
proses
pembelajaran
dapat
menggunakan beberapa model pembelajaran aktif dan inovatif yang salah satunya adalah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Model pembelajaran PBL merupakan model pembelajaran yang mampu menumbuhkan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Model PBL dipilih untuk menumbuhkan keaktifan siswa yang berdasarkan hasil observasi masih tergolong pasif dalam pembelajaran. Pemilihan model PBL sesuai dengan karakteristik materi pada pencemaran dan kerusakan lingkungan karena berbasis masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari. PBL
merupakan
pembelajaran
yang
memungkinkan
siswa
memperluas
pengetahuan dan keterampilan dalam kehidupan sehari-hari serta dapat
6 memecahkan masalah dalam dunia nyata (Husna, dkk., 2013). Pembelajaran aktif berdasarkan masalah dunia nyata melalui PBL dapat menumbuhkan rasa ingin tahu siswa tentang lingkungan sekitar. Rasa ingin tahu tersebut dapat mendorong siswa untuk menemukan sendiri solusi permasalahan yang ada melalui pengalaman belajar.
Pengalaman nyata berkaitan dengan permasalahan
lingkungan sekitar akan mampu membentuk sikap positif siswa terhadap lingkungan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka dirumuskan masalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana karakteristik perangkat Subject Spesific Pedagogy berbasis Problem Based Learning yang dikembangkan pada materi pencemaran dan kerusakan lingkungan kelas VII SMP Negeri 1 Banyudono?
2.
Bagaimana kelayakan perangkat Subject Spesific Pedagogy berbasis Problem Based Learning yang dikembangkan pada materi pencemaran dan kerusakan lingkungan kelas VII SMP Negeri 1 Banyudono?
3.
Bagaimana efektivitas perangkat Subject Spesific Pedagogy berbasis Problem Based Learning yang dikembangkan pada materi pencemaran dan kerusakan lingkungan kelas VII SMP Negeri 1 Banyudono? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian adalah
1.
Mengetahui karakteristik perangkat Subject Spesific Pedagogy berbasis Problem Based Learning yang dikembangkan pada materi pencemaran dan kerusakan lingkungan kelas VII SMP Negeri 1 Banyudono.
2.
Mengetahui kelayakan perangkat Subject Spesific Pedagogy berbasis Problem Based Learning yang dikembangkan pada materi pencemaran dan kerusakan lingkungan kelas VII SMP Negeri 1 Banyudono.
3.
Mengetahui efektivitas perangkat Subject Spesific Pedagogy berbasis Problem Based Learning yang dikembangkan pada materi pencemaran dan kerusakan lingkungan kelas VII SMP Negeri 1 Banyudono.
7 D. Spesifikasi Produk yang Diharapkan Subject Spesific Pedagogy merupakan perangkat pembelajaran yang di dalamnya memuat silabus, RPP, modul dan evaluasi. Karakteristik SSP dalam penyajiannya dikhususkan untuk meningkatkan hasil belajar afektif (sikap peduli lingkungan) sehingga tercapai pemahaman materi yang lebih mendalam untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Produk yang dihasilkan berupa perangkat SSP mata pelajaran IPA pada materi pencemaran dan kerusakan lingkungan yang mampu menguatkan sikap peduli lingkungan siswa. E. Manfaat Penelitian Pengembangan SSP ini diharapkan berguna antara lain: 1.
Bagi guru, dapat menjadi perangkat bantu dan alternatif dalam pembelajaran IPA siswa kelas VII SMP pada materi pencemaran dan kerusakan lingkungan.
2.
Bagi instansi sekolah, dapat dijadikan referensi untuk pembuatan perangkat SSP pada mata pelajaran lain.
3.
Bagi siswa, dapat mempermudah pemahaman mengenai mata pelajaran IPA khususnya pada materi yang berhubungan dengan lingkungan sekaligus dapat meningkatkan sikap peduli lingkungan.
4.
Bagi peneliti lanjut dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk penelitian sejenis, yaitu pengembangan SSP. F. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan Beberapa hal yang dapat dijadikan asumsi dalam penelitian adalah sebagai
berikut: 1.
Sikap peduli lingkungan akan berpengaruh terhadap kesiapan berperilaku ramah lingkungan.
2.
Skala NEP mampu mengukur sikap peduli lingkungan dan kesiapan siswa berperilaku ramah lingkungan.
3.
Produk SSP pada mata pelajaran IPA materi pencemaran dan kerusakan lingkungan mampu menguatkan sikap peduli lingkungan.
8 Keterbatasan/ ruang lingkup pada penelitian pengembangan adalah sebagai berikut: 1.
Produk yang dikembangkan berupa SSP berbasis PBL pada materi pencemaran dan kerusakan lingkungan kelas VII di SMP Negeri 1 Banyudono.
2.
Pengembangan SSP kelas VII pada mata pelajaran IPA materi Penelitian pengembangan dibatasi sampai tahap develop (pengembangan) berdasarkan model penelitian 4-D Thiagarajan.
3.
Sikap lingkungan diukur menggunakan angket skala NEP yang berjumlah 15 butir pernyataan.