1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit gigi dan mulut dapat menyebabkan rasa sakit dan kehilangan gigi. Hal ini dapat mempengaruhi penampilan, kualitas hidup, pertumbuhan dan perkembangan pada anak-anak. Penyakit gigi berlubang atau karies dan penyakit periodontal merupakan penyakit yang paling banyak ditemukan pada populasi dan 80% dialami oleh anak-anak usia sekolah di beberapa negara (Kwan et al., 2005). Di Indonesia, keluhan sakit gigi masuk dalam 10 besar penyakit yang banyak dikeluhkan masyarakat (Depkes, 2008). Prevalensi nasional masalah kesehatan gigi dan mulut di Indonesia adalah 23,5%. Sebanyak 19 provinsi mempunyai prevalensi masalah kesehatan gigi dan mulut di atas prevalensi nasional, salah satunya termasuk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Prevalensi karies aktif tertinggi (lebih dari 50%) ditemukan di DIY yaitu 52,3% dan termasuk 1 dari 10 provinsi dengan prevalensi pengalaman karies tertinggi (Depkes, 2007). Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten di Provinsi DIY. Daerah ini lebih banyak mempunyai masalah kesehatan, termasuk masalah kesehatan gigi dan mulut dibandingkan dengan kabupaten yang lain. Di wilayah Kabupaten Sleman, dari hasil pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut terdapat 1.366 kasus karies gigi pada anak-anak usia 10-14 tahun yang menduduki 10 terbesar penyakit rawat jalan puskesmas. Hal ini dapat pula dilihat dari pelayanan kesehatan gigi di Puskesmas Depok III dan Mlati I. Menurut data hasil skrining program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) jumlah murid SD yang perlu mendapat perawatan gigi di wilayah Puskesmas Depok III sebesar 11,57% yaitu 454 murid dari 3.922 murid dan untuk Puskesmas Mlati I sebesar 4,31% yaitu 119 murid dari 2.761 murid. Angka tersebut menunjukkan tingginya masalah kesehatan gigi dan mulut pada 2 wilayah tersebut (Dinkes Kabupaten Sleman, 2011). Lokasi Sekolah Dasar (SD) tersebut berbatasan antara perkotaan dan
2
pedesaan sehingga secara sosio ekonomi, demografis dan karakter siswa dan guru tentunya berbeda dengan Sekolah Dasar yang terletak di perkotaan maupun di pedesaan. Menurut Astoeti (2006), tingginya prevalensi penyakit gigi dan mulut pada umumnya disebabkan karena berbagai faktor, antara lain: faktor pengetahuan, sikap dan perilaku atau tindakan dalam memelihara kesehatan gigi yang masih rendah. Perilaku pelihara diri masyarakat terhadap kesehatan gigi dapat dilihat dari variabel menyikat gigi. Menurut Depkes (2007), untuk umur 10 sampai 14 tahun yang berperilaku benar menggosok gigi, yaitu sesudah makan pagi dan sebelum tidur malam sebesar 6,2% dan yang tidak benar 93,8%. Pembinaan kesehatan anak usia sekolah merupakan langkah strategis dalam rangka menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa depan. Konsep hidup sehat yang tercermin pada perilaku sehat dalam lingkungan sehat, perlu dikenalkan sedini mungkin kepada generasi penerus. Anak sekolah merupakan kelompok yang terorganisir, mudah diintervensi, cepat menerima perubahan dan informasi, serta mempunyai pengaruh yang besar terhadap cakupan berbagai program kesehatan. Namun, anak usia sekolah merupakan kelompok yang rawan, kelompok yang berisiko tinggi terserang penyakit karena berada dalam masa pertumbuhan dan perkembangan (Depkes, 2003). Upaya pencegahan terhadap kerusakan gigi sebaiknya dilakukan sejak usia dini. Penyelenggaraan upaya kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu kegiatan puskesmas yang bersifat menyeluruh, terpadu dan meliputi upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan dan pemulihan. Kegiatan tersebut dapat dilakukan di dalam gedung puskesmas dan di luar gedung puskesmas. Salah satu kegiatan yang dilakukan di luar gedung puskesmas adalah Program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS). UKGS adalah salah satu usaha pokok puskesmas yang termasuk dalam Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Termasuk di dalam program UKGS adalah pelaksanaan pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada murid-murid SD, yaitu meliputi dental health education dan pemeriksaan gigi dan mulut (Depkes, 2000).
3
Penyuluhan merupakan salah satu upaya promotif dalam pelaksanaan program UKGS di sekolah-sekolah. Upaya promotif yang dilaksanakan di UKGS, lebih diarahkan pada pendekatan pendidikan kesehatan gigi. Upaya ini biasanya dilakukan oleh guru sekolah ataupun guru orkes (olahraga kesehatan) yang sudah dilatih. Mereka dapat menjalankan upaya promotif dengan jalan memasukkan pelajaran tentang kesehatan gigi dan mulut. Tujuan umum UKGS adalah tercapainya derajat kesehatan gigi dan mulut yang optimal, sedangkan tujuan penyuluhan dalam program UKGS agar murid mempunyai pengetahuan, sikap , tindakan dan kebiasaan untuk memelihara kesehatan gigi dan mulut secara baik dan benar (Herijulianti, 2002). Pelaksanaan UKGS melibatkan beberapa tenaga yang dilibatkan seperti pelaksana di Puskesmas yaitu dokter gigi dan perawat gigi, sementara pelaksana di sekolah adalah guru olahraga kesehatan. Sikap guru dalam kegiatan program UKGS sangat berpengaruh pada kelangsungan kegiatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di sekolah dasar. Sikap guru yang baik akan berpengaruh pada perubahan sikap murid terhadap kesehatan gigi dan mulut melalui pendidikan kesehatan gigi, karena guru sekolah sangat besar peranannya (Depkes, 2000). Guru merupakan mediator harus terampil menggunakan pengetahuan tentang cara orang berinteraksi dan berkomunikasi, agar dapat menciptakan kualitas lingkungan yang interaktif edukatif (Usman, 1990). Pada penyuluhan UKGS, alat pendukung edukasi berupa alat peraga yang digunakan di sekolahsekolah masih terbatas dan kurang bervariasi, sehingga perlu adanya alat peraga menarik yang dapat membantu siswa SD untuk memahami dengan jelas suatu uraian atau penjelasan mengenai pengetahuan kesehatan gigi dan mulut. Menurut Hariyani et al. (2008) usaha untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut pada anak usia SD yang dilakukan pemerintah selama ini belum mencapai hasil yang memuaskan, hal ini disebabkan karena metode dan media penyuluhan yang digunakan kurang sesuai dengan psikologi anak yang disuluh sehingga materi yang diberikan kurang dapat menimbulkan ingatan jangka panjang pada anak.
4
Alat peraga yang paling efektif pada pendidikan yaitu alat peraga langsung. Alat peraga langsung yang dianggap paling efektif untuk anak-anak adalah model. Model yaitu alat peraga yang dapat dilihat dan diamati yang dapat berupa alat yang sebenarnya ataupun dibuat meniru aslinya. (Notoatmodjo, 2003). Adapun alat peraga dalam penelitian ini adalah 4 poster dengan tema: proses terjadinya gigi berlubang/karies, cara menyikat gigi yang benar, bentuk gigi dan fungsi gigi, makanan empat sehat lima sempurna dan 10 macam boneka tangan yang terbuat dari kain flannel dengan beraneka ragam bentuk yang lucu dan menarik seperti bakteri/kuman penyebab gigi berlubang/karies, makanan yang bisa menyebabkan karies dan buah-buahan yang bisa dikonsumsi agar gigi tetap sehat, gigi sehat, gigi berlubang, sikat gigi, pasta gigi serta 3 jenis model gigi yang dibuat dari bahan gips stone, campuran resin dan model gigi dari resin acrilic . Model gigi-gigi tersebut menggambarkan jumlah, fungsi, bentuk gigi anak dan dewasa serta model gigi peraga untuk menyikat gigi yang benar. Alat peraga langsung tersebut membantu para guru SD dalam mengartikan atau mempelajari suatu bahan pendidikan sehingga para guru lebih banyak untuk belajar. Pendidikan dapat disampaikan kepada guru SD melalui ceramah interaktif dan demonstrasi langsung menggunakan alat peraga. Sebagai contoh, pendidikan cara menyikat gigi sebaiknya menggunakan model dan dengan teknik yang sederhana, disampaikan dengan cara menarik dan atraktif. Guru merupakan ujung tombak pelaksanaan pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, pengetahuan dan keterampilan guru mengenai kesehatan harus memadai. Kemampuan guru perlu ditingkatkan dengan mengikuti pelatihanpelatihan (Depkes, 2005). Pelatihan program UKGS untuk guru SD, dengan penyuluhan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut selama ini hanya dilaksanakan 1 kali dalam setahun dan kadang tidak dilaksanakan oleh pihak puskesmas setempat, sehingga pengetahuan kesehatan gigi dan mulut serta keterampilan komunikasi verbal dan non verbal guru SD masih kurang dan perlu ditingkatkan. Adapun pengetahuan kesehatan gigi dan mulut meliputi : penyakit karies gigi, bentuk dan fungsi gigi, plak dan akibatnya, pemeliharaaan kesehatan gigi dan mulut serta teknik menyikat gigi. Pada keterampilan komunikasi verbal
5
meliputi : penguasaan materi, sistematika penyampaian materi, penggunaan alat peraga, sedangkan untuk keterampilan komunikasi non verbal meliputi : kejelasan suara, tata bahasa, kaidah dan ketentuan, kesadaran atau perhatian pada pendengar serta sikap atau bahasa tubuh. Berbagai metode dapat digunakan dalam pelatihan untuk menyampaikan pesan yang tujuannya adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Salah satunya adalah metode demonstrasi, yaitu memperagakan materi pendidikan secara visual, sehingga dapat memberikan keterangan lebih jelas. Keunggulan metode demonstrasi adalah dapat membuat proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan lebih konkret, dapat menghindari verbalisme, lebih mudah memahami sesuatu, lebih menarik, peserta didik dirangsang untuk mengamati dan menerapkan teori dengan kenyataan serta dapat dilakukan sendiri. Keberhasilan dari suatu intervensi pendidikan dipengaruhi oleh sarana, pembelajaran hand out, variasi media atau alat peraga pembelajaran yang digunakan, metode pelatihan dan kemampuan fasilitator (Hutchinson, 1999). Selain metode demonstrasi, digunakan pula metode ceramah interaktif. Adapun metode ceramah interaktif merupakan salah satu metode mengajar yang sampai saat ini masih digunakan dalam dunia pendidikan untuk menyampaikan informasi, keterangan, uraian suatu persoalan atau masalah secara lisan. Ceramah melibatkan peserta didik dalam jumlah yang besar dan materi disampaikan secara lisan (Machfoedz & Suryani, 2008). Penyakit gigi dan mulut banyak dialami siswa SD, namun sampai saat ini penanganan yang bersifat pencegahan dan bertujuan agar dapat mengurangi risiko terjadinya penyakit gigi dan mulut masih kurang maksimal dilakukan. Guru SD, selain harus memberi teladan yang baik, juga harus mampu memberikan motivasi kepada para siswa untuk mengerti cara menyikat gigi yang benar, memilih sikat gigi yang benar, menggunakan pasta gigi pada saat menyikat gigi, memilih makanan yang sehat dan tidak merusak gigi. Faktor lain yang cukup penting adalah kurangnya penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan alat pendukung berupa alat peraga yang masih terbatas dan kurang bervariasi, sehingga kurang menarik dan menyebabkan kurangnya pengetahuan dan wawasan baik guru SD
6
maupun siswa SD. Penyampaian informasi pendidikan kesehatan melalui pelatihan dengan metode ceramah interaktif dan demonstrasi menggunakan alat peraga sebagai tindak lanjut dari program UKGS yang diadakan puskesmas kepada guru SD, diharapkan mampu meningkatkan wawasan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut maupun keterampilan komunikasi verbal dan non verbal guru SD dalam penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dengan berbagai macam variasi alat peraga. Dengan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut serta keterampilan komunikasi verbal dan non verbal yang memadai, guru SD diharapkan dapat menjadi fasilitator bagi siswa SD. B. Perumusan Masalah Permasalahan kesehatan gigi dan mulut sering dihadapi anak usia sekolah dasar yang biasanya berkaitan dengan perilaku hidup bersih dan sehat dalam menjaga kebersihan dan kesehatan gigi dan mulut. Peran guru sebagai ujung tombak pendidikan diharapkan berfungsi sebagai fasilitator yang mampu menggerakkan dan meningkatkan kualitas kesehatan gigi dan mulut siswa didik di sekolah. Untuk itu guru harus dibekali dengan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut serta keterampilan komunikasi verbal dan non verbal melalui pelatihan dengan metode ceramah interaktif dan demonstrasi menggunakan alat peraga yang memadai dan bervariasi. Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah promosi kesehatan dengan metode ceramah interaktif dan metode demonstrasi menggunakan alat peraga berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut serta keterampilan komunikasi verbal dan non verbal pada guru SD sebagai fasilitator?“.
7
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menguji pengaruh promosi kesehatan dengan metode ceramah interaktif dan metode demonstrasi menggunakan alat peraga pada guru SD sebagai fasilitator terhadap peningkatan pengetahuan guru tentang kesehatan gigi dan mulut. 2. Menguji pengaruh promosi kesehatan dengan metode ceramah interaktif dan metode demonstrasi yang menggunakan alat peraga pada guru SD sebagai fasilitator terhadap peningkatan keterampilan komunikasi verbal dan non verbal guru tentang kesehatan gigi dan mulut. 3. Menguji perbedaan kelompok perlakuan dengan pelatihan menggunakan metode ceramah interaktif dan metode demonstrasi menggunakan alat peraga dengan kelompok kontrol dalam peningkatan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut serta keterampilan komunikasi verbal dan non verbal guru SD sebagai fasilitator. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi
Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Sleman
sebagai
masukan
untuk
menggunakan metode belajar yang lebih bervariasi dan media ajar berupa alat peraga yang lebih menarik guna mendukung program UKGS yang mencakup pendidikan kesehatan gigi dan mulut pada guru sebagai alat bantu atau media dalam promosi kesehatan. 2. Bagi para guru SD yang mengikuti pelatihan, dapat menambah pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan khususnya tentang kesehatan gigi dan mulut yang sangat bermanfaat bagi diri sendiri, sekolah maupun siswanya. 3. Bagi peneliti, dapat meningkatkan wawasan dan ilmu pengetahuan.
8
E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian sejenis yang pernah dilakukan antara lain adalah: 1.
Erawan (2002), melakukan penelitian tentang peranan promosi kesehatan sekolah pada guru olahraga terhadap pencegahan dini skoliosis pada murid sekolah dasar. Hasilnya adalah penggunaan media komunikasi visual yang dilengkapi dengan modul dan demonstrasi memberi dampak yang signifikan terhadap pemahaman guru olahraga tentang kesehatan sekolah. Perbedaan dengan penelitian ini adalah topik penelitian, lokasi penelitian, media (alat peraga). Persamaannya pada subyek penelitian yaitu guru dan metode demonstrasi dan modul.
2.
Savitri (2008), melakukan penelitian tentang pelatihan dengan metode demonstrasi pada guru tentang kesehatan reproduksi remaja di kabupaten Pontianak. Hasilnya adalah pelatihan dengan menggunakan metode demonstrasi tentang kesehatan reproduksi remaja, dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan secara bermakna pada guru SMAN sebagai fasilitator. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah topik penelitian, lokasi penelitian, jumlah kelompok intervensi, media (alat peraga). Persamaannya pada subjek penelitian, yaitu guru dan metode demonstrasi.
3.
Metekohy (2003), melakukan penelitian tentang peranan promosi kesehatan pada guru dalam upaya pencegahan gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) di kalangan murid sekolah dasar di Maluku Tengah. Hasilnya adalah terdapat peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku guru tentang GAKY setelah diberi intervensi ceramah, demonstrasi dan audiovisual. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah topik penelitian, lokasi penelitian, jumlah kelompok intervensi, metode diskusi kelompok, media (alat peraga). Persamaannya pada subjek penelitian yaitu guru, intervensi dengan metode ceramah dan demonstrasi.
4.
Elkadi (2004), melakukan penelitian tentang pendidikan kesehatan melalui metode demonstrasi dan modul untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan bidan puskesmas tentang universal precaution HIV/AIDS di
9
kota Medan. Hasilnya adalah terdapat peningkatan pengetahuan dan keterampilan bidan puskesmas tentang universal precaution HIV/AIDS setelah diberi intervensi demonstrasi dan modul. Perbedaan dengan penelitian ini adalah dilakukan adalah topik penelitian, subjek penelitian, lokasi penelitian, jumlah kelompok intervensi, metode diskusi kelompok, media (alat peraga). Persamaannya adalah intervensi dengan metode demonstrasi dan modul.