BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang M anusia terlahir dengan dibekali cipta, rasa, karsa, dan karya. Cipta yakni pikiran atau akal, rasa adalah perasaan, karsa adalah niat atau kemauan dan karya adalah perbuatan yang membuahkan hasil. Berbekal keempat hal itulah maka manusia menjadi makhluk paling sempurna diantara makhluk lain di dunia. Kesempurnaan manusia tidak serta merta menjadikan manusia sosok tanpa kekurangan dan hambatan, manusia senantiasa menemukan hambatan dan masalah dalam kehidupan yang harus dilalui dan dipecahkan. M aka bebekal cipta, rasa, karsa, dan karya tersebut manusia menemukan banyak hal dalam perjalanan kehidupannya, hingga saat ini. Penemuan seperti kapak batu oleh manusia pada jaman purba, hingga penemuan rumah, lampu, telefon, listr ik, komputer, alat transportasi bermotor dan banyak penemuan lain yang mendukung kehidupan manusia. Penemuan-penemuan tersebut berfungsi meringankan beban manusia dalam menghadapi hambatan dan masalah yang ditemui dalam hidupnya. Salah satu penemuan manusia yang hingga kini masih dipakai dan banyak mengalami perkembangan adalah alat transportasi. Berbagai macam alat transportasi mewarnai perjalanan dari evolusi manusia. Bagaimana manusia menjinakkan hewan liar seperti Kuda, kemudian menemukan kereta kuda, p erahu, sepeda, dan masih banyak lagi. Perkembangan alat transportasi mencapai babak baru ketika ditemukannya mesin, maka lahirlah kapal uap, mobil, juga sepeda motor. Dewasa ini, alat transportasi telah mencapai pada perkembangan kecepatan dan teknologi ya ng luar biasa, khususnya sepeda motor. Adalah G ottlieb Daimler, lahir di Schorndorf 17 M aret 1834, seorang ahli mesin berkebangsaan Jerman yang pertama kali berinovasi merakit sepeda motor pada tahun 1885 di negaranya Jerman. Sejarah perotomotifan mencatatnya sebagai Bapak Sepeda M otor. Awal mula penciptaan karyanya ini, dia mendesain sebuah sepeda kayu dengan empat roda, dimana terdapat dua tambahan roda dibelalakangnya, yang kalo kita lihat seperti roda pada sepeda anak-anak, kemudian dipasang sebuah mesin dengan
1
pembakaran sempurna. Dengan kecepatan 10 km per jam dan 700 - 900 putaran permenit, hasil ujinya ini ia perkenalkan dan kemudian test ride pada 10 Nopember 1885 dengan menunjuk putranya sebagai rider. Disinilah titik awal sejarah sepeda motor dim ulai.
1
M uncul kemudian hadir Harley Davidson di
Amerika, Triumph di Eropa dan berbagai merk pabrikan lain. Perkembangan sepeda motor di Eropa, juga dipicu oleh adanya Perang Dunia II (1939 -1945), di mana kemudian sepeda m otor dibuat untuk keperluan militer . Seusai Perang Dunia II, sekitar tahun 1946, desainer Italia, Piaggio, memperkenalkan skuter Vespa dan langsung menarik perhatian dunia. Vespa terlahir di tengah -tengah krisis ekonomi yang sedang melanda Italia, sebagai alternatif alat transportasi murah dan simple, adalah Enrico Piaggio anak dari Rinaldo Piaggio pemilik bengkel P iaggio yang menjadi penggagas Vespa bersama D‟ascanio seorang designer insinyur penerbangan. Di Indonesia, sepeda motor juga memiliki sejarah yang cukup panjang. Sepeda motor pertama masuk di indonesia berawal pada masa penjajahan Belanda, sekitar tahun 1893. Alih-alih dibawa oleh orang Belanda, sepeda motor pertama justru dim iliki oleh orang Inggris yang bekerja sebagai masinis di pabrik gula
Oemboel Probolinggo, Jawa
timur.
Dalam
buku Krèta
Sètan (de
duivelswagen) dikisahkan bagaimana John C. Potter memesan sendiri sepeda motor itu ke pabriknya, H ildebrand und Wolfmüller, di M uenchen, Jerman. Kemudian membawanya ke Indonesia setahun lebih awal dari mobil pertama yang ada di Indonesia. Baru di tahun-tahun berikutnya alat transportasi bermotor memasuki Indonesia, hanya saja pemiliknya dari gologngan orang -orang Belanda dan Inggris serta bangsawan-bangsawan pribumi. Sekitar tahun 1900an sampe 1950an muncul berbagai pabrikan sepeda motor yang mendistribusikan produk sepeda motornya ke Indonesia, seperti Harley Davidson, Norton, BSA, dan BM W. Baru kemudian di tahun 1960an muncul pula vespa di Indonesia. Keberadaan Vespa merambah di nusantara, sekitar tahun 1963 berkat hadirnya Vespa C ongo. Vespa Congo merupakan vespa hadiah bagi tentara
1
http://sejarah.kom pasiana.com /2010/11/20/mo tor-tokoh-sejarah-perkembangannya320023.htm l. diakses pada 12 November 2014 pukul 22.25
2
Garuda Indonesia yang telah berjasa membantu menjaga perdamaian di negara Congo, yakni Kontingen Garuda (KON GA) I dan II. Kehadiran Vespa Congo sendiri menjadikan vespa begitu terkenal di Indonesia, ves pa menjadi identik dengan tentara, karena pemakai vespa pada saat itu hanya tentara dan hanya segelintir orang yang bisa mengimpornya dari luar negeri. Vespa mengalami eksklusivitas pada saat itu, karena keberadaannya yang masih jarang dan hanya dipakai orang-orang tertentu. Beberapa tahun setelahnya berdirilah dealer resmi vespa di Indonesia sebagai tanggapan atas minat tinggi pada vespa kala itu. Bahkan sekitar tahun 1970an, vespa mengalami masa jaya dengan berhasil menjual mencapai 500 unit vespa perharinya. Bersamaan dengan menanjakknya popularitas vespa di Indonesia, muncullah produsen-produsen sepeda motor dari Jepang yang memasukkan produk sepeda motornya, dan berupaya menggeser pasar alat transportasi Eropa. Usaha mereka berhasil dengan menggeser pos isi Vespa yang pada saat itu cukup mendominasi pasar. A lat transportasi asal jepang dinilai lebih irit dan terjangkau secara ekonomi, menyebabkan vespa mengalami surut dan nyaris bangkrut. M asa kejayaan alat transportasi Jepang bahkan berlangsung sampai sekarang, tidak hanya pada sepeda motor, namun juga pada mobil bahkan berbagai barang temuan lainnya. Di era baru, Vespa kembali hadir dengan model terbarunya yang semakin modern dengan sistem mesin automatic tanpa perseneling, namun tanpa meninggalkan bentuk klasik ciri khas dengan pantat semok membulatnya. Berbagai varian baru vespa bahkan masih memakai nama -nama jenis klasik vespa yang dirubah ke bentuk modern. Vespa kembali bersaing dengan alat transportasi alat transportasi modern pabrikan Jepang yang sempat menggeser popularitasnya dulu. A lih-alih bersaing dengan alat transportasi Jepang dengan harga terjangkau, Vespa kini tetap teguh dengan produknya yang eksklusif, dengan mengincar konsumen kelas menengah ke atas, Vespa tetap kukuh dengan identitasnya sebagai kendaran berkelas. Vespa modern di indonesia dijual dengan kisaran 2
harga termurah 19 juta rupiah sampai dengan harga 200 jutaan , jika berbanding harga dengan sepeda motor matic pabrikan Jepang yang harga tertingginya bahkan tidak mencapai harga termurah Vespa, maka Vespa merupakan skuter 2
http://www.piaggio-vespa.com / diakses pada 3 November 2014
3
matic mahal. M eskipun dibandrol dengan harga tinggi, tidak berarti penjualan Vespa kemudian sulit, banyak penggemar alat transportasi Eropa khususnya vespa tetap rela merogoh sakunya dalam -dalam demi menebus alat transportasi Eropa ini. Pada awal kemunculannya saja, Vespa sudah mendapat pesanan ribuan unit untuk dikirim ke berbagai daerah di Indonesia. Berbanding terbalik dengan upaya vespa kini dengan model barunya untuk kembali merebut pasar dari pabrikan Jepang, minat terhadap Vespa klasik justru semakin meningkat di Indonesia. Kehadiran Vespa dengan model terbarunya tidak kemudian membuat penggemarnya lantas melupakan edisi klasik Vespa. Terbukti dari semakin banyaknya vespa klasik diiklankan di situs-situs penjualan online saat ini, seperti berniaga.com, olx.com, kaskus., dan berbagai forum jual beli lainnya. Hal itu memperlihatkan bagaimana Vespa klasik masih memiliki cukup banyak peminat karena seperti prinsip ekonomi ada ada penawaran maka ada permintaan dan ada permintaan maka ada penawaran, maka kalau ada banyak ikan menawarkan Vespa klasik berarti ada banyak permintaan akan vespa klasik pula. Pun jika kita melihat langsung ke jalanan, kini semakin banyak vespa klasik yang bisa dijumpai berseliweran di tengah-tengah riuhnya alat transportasi modern, tetap elegan dengan bentuknya yang khas. Tak sesuai dengan umurnya, Vespa klasik kini justru banyak digemari oleh generasi muda yang suianya mungkin setengah dari Vespa yang dia kendarai. Bahkan kini, kebanyakan peminatnya adalah kaw ula muda yang mungkin sama sekali tidak merasakan kejayaan Vespa yang dia kendarai itu secara langsung, sekedar mendengar dari cerita atau membaca dari berita tentang Vespa. Anak muda identik dengan inovasi dan terobosan baru, adalah sebuah pilihan unik memilih Vespa sebagai alat transportasi di tengah-tengah kontestansi berkendara di jalanan Indonesia saat ini. Diantara geng-geng „motor gede‟ yang memamerkan kegagahannya, remaja-remaja itu justru memilih Vespa yang jauh dari kesan sangar dan gagah. Bersama dengan image Vespa klasik yang kini dianggap jadul dan kuno oleh banyak orang, remaja-remaja itu justru membawa kembali romantisme dari masa lalu ke masa kini, berupaya mengembalikan kejayaan Vespa seperti dulu lagi.
4
Sejarah Vespa sebagai salah satu skuter terlaris pada masanya nampaknya cukup menarik m inat remaja untuk kemudian menggunakannya sebagai alat transportasi. Sejarah Vespa di Eropa dulu yang cukup identik dengan anak muda dan pergerakan serta identitasnya, agaknya cukup b erpengaruh pada remaja Indonesia saat ini. Vespa saat ini tak lagi hanya sebagai alat transportasi belaka, namun menjadi sebuah media bagi anak-anak muda, bukan sekedar berfungsi secara alaminya, namun juga berfungsi secara simbolik. Di inggris tahun 1960 -an ketika era-era dimana kemodernan diagung-agungkan, muncul sekelompok anak muda yang menggunakan skuter Italia sebagai kendarannya menjadi sebuah fenomena subculture yang kemudian meluas mendunia. Semangat –semangat perlawanan khas anak muda itulah yang kemudian menjadi salah satu pemicu remaja di Indonesia kini agaknya berupaya mengembalikan kejayaan Vespa, disamping banyak faktor lain pula yang bisa mendorong minat pada Vespa. Kecintaan pada Vespa klasik ternyata tidak hanya dim onopoli oleh remaja laki-laki saja, banyak juga dari remaja perempuan yang juga menaruh minatnya pada Vespa klasik. Pencitraan Vespa sebagai kendaraan kuno, ribet dan rewel seolah-olah tidak lagi berlaku pada perempuan-perempuan istimewa tersebut. Diantara
banyaknya
perempuan yang berlomba
dengan
kemewahan dan
kesombongan akan perhiasan dan kekayaan, perempuan -perempuan tersebut justru sebaliknya. Berlawanan dengan stigma „cewek matre‟ yang melekat pada perempuan masa kini, perempuan pengejar harta dan kekayaan, perempuan perempuan istimewa itu justru jauh dari kemewahan, mandiri bersama Vespa tua tunggangannya sendiri. Berbeda dengan perempuan biasa yang sibuk ke salon berdandan dan mengeluhkan asap jalanan, mereka justru sibuk bersama oli mesin, bertarung melahap aspal dan asap-asap kendaraan di jalanan. Agaknya tidak relevan untuk masa kini ketika kita mengatakan pilihan mereka sebagai sebuah tindakan rasional bermotif ekonomi. Alasan vespa tua berharga murah tidak lagi bisa dijadikan acuan atas motif mereka menggunakan Vespa sebagai alat transportasi. D isamping alat transportasi kini yang tidak lagi dilihat sebagai fungsi secara fisik sebagai alat bantu manusia, alat transportasi kini sudah berubah nilai tidak sekedar bernilai fungsional, namun meningkat ke nilai
5
simboliknya. Ada ungkapan di masyarakat, kepribadian seseorang dinilai dari kendaraan yang dinaikinya, orang dilihat sebagai orang berstrata tinggi ketika dia menaiki mobil mewah, motor gede, sedangkan orang dengan motor tua dan usang, identik dengan orang berstrata rendah karena ketidakmampuannya memiliki kendaraan mahal. Alat transportasi kini menjadi media ekspresi dan identitas diri sang pengendara, bukan lagi sekedar benda mati bernilai fungsi. Yogyakarta yang terkenal dengan seni dan budayanya memberi ruang lebih atas ekpresi dan kreativitas individu di dalamnya. Vespa sebagai alat transportasi menjadi salah satu media pilihan individu untuk „nyeleneh‟ dan berbeda dengan individu lain. Banyaknya populasi pecinta vespa di Yogyakarta menunjukkan betapa vespa menjadi pilihan atas media eksistensi individunya. Keberagaman pecintanya, tua muda, laki-laki perempuan, tak pelak menjadikan kajian akan vespa menjadi semakin menarik untuk ditelusuri. Khususnya dalam penelitian ini, fokus penelitian adalah pada perempuan pengendara vespa, tidak terlepas dari berbagai macam modifikasi atas vespa tersebut. M enarik dikaji alasan dan perjalanan di balik pilihan perempuan itu memilih Vespa sebagai alat transportasi, diantara begitu banyak pilihan m oda transportasi yang telah ada saat ini. Bukan sekedar motif ekonomi, tapi ada misi terkandung di dalamnya. Lebih jauh lagi adalah menariknya tujuan perempuan-prempuan itu memilih vespa, juga mengenai identitas-identitas yang mereka ciptakan melalui pilihan transportasi tersebut. B. Rumusan Masalah Berangkat dari latar belakang ketertarikan atas fenomena perempuan pengendara vespa di Yogyakarta yang kian lama kian meningkat, penyusun merumuskan masalah
penelitian
sebagai berikut: “Bagaimana
perempuan
pengendara Vespa klasik menciptakan identita s dirinya?”
6
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian guna menjawab rumusan masalah yang ada di atas adalah: 1. M engetahui modal-modal dalam habitus dari perempuan pengendara vespa klasik dalam pilihannya terhadap vespa 2. M engetahui identitas yang diciptakan perempuan pengendara vespa klasik.
D. Tinjauan Pustaka
1. Dinamika Identitas pada vespa rembol Penelitian skripsi berjudul “Dinam ika Identitas Vespa Rem bol” (2014) oleh Taufiq Imawan mahasiswa Sosiologi UGM ini bercerita tentang pembentukan identitas pada individu pemakai vespa rembol dalam komunitas JOKRES (Jogja Kreatif Scooter). Penelitian ini berbentuk sebuah skripsi dilakukan secara kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Lokasi penelitian berada di Yogyakarta dengan melibatkan 13 informan. Informan ini terdiri dari 7 anggota komunitas JOKRES dan 6 dari masyarakat atau orang - orang terdekat yang mengetahui keberadaan vespa rembol. Dalam penelitian ini, didapat beberapa aspek pembentuk identitas dari vespa rembol yang berpengaruh juga bagi indvi du pemakainya. Diantaranya dari definisi nama dan kategorisasi yang dibentuk secara kolektif, pandangan masyarakat, serta maksud dari diri individu pengguna vespa rembol. Pada proses pembentukan ini terdapat juga dinamika yang dimunculkan dari beberapa aspek tersebut, sebab dari masing - masing aspek dihasilkan identitas yang berbeda. Dalam penelitian Taufiq dapat dilihat bahwa dalam pembentukan identitas peran dari agen dan struktur sangat berpengaruh. Agen secara kolektif membentuk identitas vespa rembol yaitu sekumpulan orang yang menganggap diri mereka kere melalui bentuk dan tampilan vespanya. Keberadaan struktur seperti pandangan masyarakat juga menghasilkan identitas diantaranya unik, bebas, dan kumuh. Pandangan dari masyarakat ini pun tidak menyurutkan bagi para individu
7
itu sendiri untuk mengonstruksi citra dari vespa rembol yan g mereka pakai seperti ingin menunjukan kesan seni, sederhana, kebebasan, dan kesederhanaan. Dari hal inilah kemudian terjadi sebuah dinamika pada pembentukan identitas vespa rembol. Penelitian Taufiq membantu penyusun pada gambaran tentang identitas pada scooterist atau pengendara vespa pada vespa rembol untuk kemudian dijadikan acuan pada penelitian tentang identitas ke”vespa”an pada perempuan pengendara vespa. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang disusun selain pada objek penelitiannya yakni perempuan juga pada titik fokus penelitiannya. Dalam penelitian dinamika identitas vespa rembol lebih fokus pada pembentukan identitasnya saja, namun pada penelitian perempuan pengendara vespa ini juga melihat pada faktor-faktor pembentuk pilihan terhadap vespa yang kemudian berpengaruh pada peciptaan identitasnya. 2. Gaya Hidup K omunitas Penggemar Vespa Gembel Sebagai Subkultur (Studi Kasus di Bangkalan, M adura) Penelitian berjudul “Gaya H idup Komunitas Penggemar Vespa Gem bel Sebagai Subkulture (Study K asus d i Bangkalan , Madura) ini”, bercerita tentang budaya kom unitas penggemar vespa gembel yang tumbuh berkembang di bangkalan sebagai gambaran tentang sebuah pertentangan budaya yakni budaya agamis islami madura dengan kebebasan yang dianut oleh penggemar ves pa gembel. Disusun dalam bentuk tesis oleh Teguh Hidayatul Rachmad mahasiswa S2 Kajian Budaya dan M edia UGM pada 2014. Etnografi Spradley sebagai teknik analisis data untuk mecari, dan mengumpulkan informasi dari narasumber yang kemudian dikorelasikan dengan kerangka konseptual. Hasil dari tesis ini memaparkan bentuk kontestasi antara penggemar komunitas vespa gembel sebagai subkultur dengan budaya M adura yang agamis islami di arena kekuasaan dengan mempertaruhkan modal yang dimiliki sesuai dengan ranah, me nampilkan berbagai strategi untuk mempertahankan (budaya M adura agamis islami) ataupun mempersoalkan otoritas budaya dominan (kom unitas vespa).
8
Budaya kom unitas penggemar vespa gembel di Bangkalan, tumbuh dan berkembang sebagai akibat dari kuatnya legitima si budaya dominan M adura yang tekenal dengan budaya islami. Kondisi dan situasi budaya yang ada di Bangkalan menjadi kajian yang menarik untuk diproblematisasikan ditengah -tengah budaya dominan. Pondok pesantren, masjid dan ritual budaya yang agamis menjad i salah satu penyebab agen keluar sejenak dari struktur ke -maduraan untuk berpindah ke komunitas penggemar vespa gembel yang anti struktur dengan budaya yang menjunjung tinggi kebebasan dan kebersamaan. Secara lanjut kemudian, penelitian
ini membahas
bagaimana
komunitas vespa
gembel kemudian
mempertahankan identitasnya di tengah-tengah identitas keagamaan lingkungan yang begitu kuat. M eskipun sama-sama mengambil tema tentang vespa, akan tetapi ada perbedaan antara penelitian yang disusun ini dengan penelitian Teguh. Penelitian yang disusun lebih melihat pada pembentukan identitas pada perempuan pengendara vespa dan faktor-faktor yang berkaitan, sedangkan pada penelitian Teguh membahas tentang pasca pembentukan identitas, yakni pada perbenturan vespa sebagai subkultur dengan budaya dom inan yang ada. Penelitian Teguh berperan pada gambaran identitas vespa gembel sebagai contoh gambaran identitas yang diciptakan scooterist lewat Vespa yang dikendarainya. 3. M akna Style Transportasi pada Komunitas Vespa Gembel (St udi pada M ataram Scooter Club (M SC) di Yogyakarta) Penelitian tentang “M akna Style T ransportasi pada Komunitas Vespa Gembel (Studi pada M ataram Scooter Club (MSC) di Yogyakarta ” ini disusun oleh Badruzzaman Pranata Agung mahasiswa U niversitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Penelitan Badruzzaman ini berisi tentang fenomena berkendara yang terlihat di masa kini, yakni bagaimana transportasi sudah menjadi style dan fashion bukan sekedar sebagai fungsi aslinya. Berangkat dari kegelisahan akan fenomena kontestansi kemewahan tranportasi, dan hadirnya vespa gembel dengan kegembelannya, penelitian ini memiliki dua tujuan. Tujuan yang pertama mengetahui penyebab dan alasan munculnya vespa gembel, karena tidak mungkin mereka
hadir
secara
tiba-tiba.
Kedua
ada lah
mengetahui
makna
yang
9
dikom unikasikan komunitas vespa gembel melalui simbol fashion dan style transportasi yang melekat pada penampilan mereka. Pada intinya adalah tujuan dari penelitian Badruzzaman ini berusaha mencari makna
gembel yang
dikom unikasikan oleh komunitas penggemar vespa gembel, khususnya yang ada di Yogyakarta. Badruzzaman menggunakan metode kualitatif dengan cara wawancara dan observasi
serta
dokumentasi
dalam
penelitiannya.
M engambil
lokasi
di
Yogyakarta dengan informan dari komunitas M ataram Scooter Club (M SC) dengan alasan komunitas tersebut merupakan wadah b agi komunitas-komunitas vespa yang ada di Yogyakarta. Vespa gembel berdasar penelitian Badruzzaman, muncul sebagai akibat kegelisahan atas realita kontemporer saat ini yang dipenuhi oleh hasrat pertunjukan kemewahan dan kehedonisan. Vespa gembel muncul sebagai w ujud etos kemerdekaan kelas pekerja dan anak -anak muda kelas menengah ke bawah, atas dominasi fashion dan style transportasi kelas atas. Vespa gembel menjadi subkultur dari budaya besar pertransportasian, yang melakukan perlawanan atas dominasi yang ada. Berbeda dengan penelitian Badruzzaman, penelitian yang disusun ini tidak menjurus pada style transportasi tertentu, namun lebih ke si pengendaranya, dalam hal ini perempuan, meskipun juga ada perempuan pengendara vespa gembel. Persamaannya adalah dalam penelitian yang disusun ini, juga berupaya mencari sebab dan alasan perempuan pengendara Vespa
memilih vespa sebagai alat
transportasinya dan juga berupaya mengetahui tujuan serta identitas yang dibentuk dari vespa yang mereka kendarai. E. Kerangka Teoritik 1. Habitus Dalam bahasa Latin, habitus berarti kebiasaan (habitual), penampilan diri (apperance), atau bisa pula merujuk pada tata pembawaan yang terkait dengan kondisi typikal tubuh. Selain itu, habitus bisa jadi merupakan fenomena kolektif, dia memungkinkan orang untuk memahami dunia sosial, namun keberadaan
10
berbagai habitus berarti bahwa dunia sosial dan strukturnya tidak menancapkan dirinya secara seragam pada setiap aktor. Habitus menurut Bourdieu adalah struktur mental kognitif yang diinternalkan (internalized),
yang
melaluinya
individu
memahami
kehidupan
sosial.
(Ritzer.2004) dalam konsepnya, Bourdieu memandang habitus sebagai strukur mental kognitif yang digunakan aktor untuk menghadapi kehidupan sosial. Aktor dibekali serangkaian skema atau pola ya ng diinternalisasikan, yang mereka gunakan untuk merasakan, memahami, menyadari dan menilai dunia sosialnya. Dalam kata lain, habitus merupakan kebiasaan yang digunakan individu dalam bertindak menyikapi lingkungannya. Seperti pembiasaan makan dengan tanga n kanan, mengetuk pintu kala bertamu dan sebagainya. Kebiasaan individu sendiri diperoleh melalui pengalaman hidupnya masing masing dan mempunyai fungsi tertentu dalam sejarah dunia sosial dimana kebiasaan itu terjadi.
Habitus yang ada pada waktu tertentu merupakan hasil
ciptaan kehidupan kolektif yang berlangsung selama periode historis yang relatif panjang. Habitus merupakan produk historis, menciptakan tindakan individu dan kolektif dan karenanya sesuai dengan pola yang ditimbulkan oleh sejarah (Bourdieu.1977:82) Jadi kebiasaan seperti makan dengan tangan kanan tidak serta-merta muncul dari individu secara tiba -tiba, tapi berdasar pembelajaran dari lingkungan yakni keluarga dan nenek moyang, dalam kurun waktu lama. Kemudian cara berpakaian, bahkan cara bersikap pun merupakan produk pembelajaran historis dari lingkungan terdekat individu itu sendiri. M asih menurut Bourdieu, habitus adalah suatu sistem disposisi yang berlangsung lama dan berubah-ubah (durable, transposable, disposition) yang berfungsi seba gai basis generatif bagi praktik-praktik yang terstruktur dan terpadu secara objektif.
3
Bourdieu juga menghubungkan selera dengan habitus. Jadi selera dibentuk oleh habitus yang berlangsung lama, bukan sekedar dari opini dangkal dan retoris. Selera berpakaian, selera berpenampilan, selera bersosialisasi senantiasa berkaitan dengan habitus. Dalam penelitian ini, habitus berpengaruh pada selera perempuan 3
Harker, Richard. Mahar, Chleer. W ilker, Chris. 2009. (Habitus X Modal) + Ranah = Praktik; Pengantar Paling Kom prehensif Kepada Pemikiran Pierre Bourdieu. Yogyakarta : Jalasutra.
11
memilih vespa klasik sebagai kendaraan pribadi mereka. Kebiasaan -kebiasaan, nilai-nilai yang ditanamkan padanya dalam waktu yang lama menjadi faktor utama dalam menentukan pilihannya kepada vespa. Pola pilihan mereka merupakan warisan dari cara memilihnya sedari dulu, bahkan bisa saja warisan dari orang-orang sebelum yang ada di lingkungannya M enggunakan konsep Habitus, Bourdieu lebih leluasa untuk menunjukkan adanya tindakan-tindakan yang tidak dipandu secara rasional, melainkan dipandu 4
oleh kategori sisa-sisa dari pengalaman masa lalu. Bisa diartikan bahwa tidak semua hal yang dilakukan oleh individu itu mempunyai alasan yang rasional, terkadang ada hal-hal yang bertentangan dengan rasionalitas dan tak bisa dijelaskan lewat teori pilihan rasional. Tindakan individu tidak melulu dimaknai sebagai rasionalitas, namun juga bisa sebagai perw ujudan dari pengalaman pengalaman yang dilalui oleh si individu itu sendiri. Dalam penelitian ini, pilihan atas vespa oleh perempuan dianggap sebagai sesuatu hal di luar rasionalitas, atau tidak rasional secara umum. Namun apa yang perempuan pilih itu bisa menjadi „rasional‟ ketika kita juga menilik ke belakang atau menilik ke pengalaman hidupnya yang berkaitan dengan vespa tersebut. Ranah atau Arena Konsumsi telah menuju ke tingkatan yang lebih tinggi, barang tidak lagi dinilai sekedar dari fungsi realitasnya, namun juga simboliknya. Kebanyakan penganut konsumsi jenis ini adalah dari golongan anak muda, yang sedang dalam masa-masa pencarian jati diri. Praktik konsumsi pada kaum muda bukan semata mata tindakan rasional berdasarkan common sense saja, akan tetapi terkait juga dengan ranah atau arena dimana kaum muda tersebut bernaung. Seperti dikatakan Bourdieu dalam Damsar, Habitus yang mantab hanya terbentuk, hanya berfungsi dan hanya sah dalam sebuah ranah, dalam hubungannya dengan suatu ranah.
5
Yakni bahwa kebiasaan individu benar-benar akan terbentuk ketika dia berada di arena atau ranah yang sesuai dengan kebiasaa nnya. Bila kita berbicara tetang
4
Takwin, Bagus. 2006. Habitus ; Perlengkapan dan Kerangka Panduan Gaya Hidup Dalam Resistensi Gaya Hidup : Teori dan Realitas (Editor A fathri Adlin). Yogyakarta : Jalasutra. 5 Dam sar.2009.Pengantar Sosiologi Ekonomi. Jakarta : Kencana
12
perempuan pengendara vespa, maka agar habitusnya benar -benar tercapai salah satunya adalah dia harus tetap berada di lingkungan pengendara vespa pula. Arena menurut Bourdieu merupakan arena kekuatan. Di dalamnya terdapat usaha perjuangan sumber daya (modal) dan juga upaya memperebutkan akses terhadap kekuasaan. Perebutan tersebut dalam rangka memperoleh posisi dalam arena. Posisi agen dalam arena tergantung dari jumlah kepemilikan (volume) modal yang dimiliki, komposisi modal dan perubahan volume dan komposisinya 6
dalam waktu. Dalam penelitian mengenai perempuan pengendara vespa ini, arena merupakan lingkup komunitas dan lingkup pertemanan si perempuan yang berkaitan dengan ke-vespa-an mereka. Tempat dimana perempuan pengenda ra vespa tersebut beraktivitas dan menjalankan kebiasaan bervespanya. Komunitas maupun lingkaran pertemanan mereka merupakan sebuah panggung catwalk bagi mereka, tempat mereka berkompetisi selayaknya di depan juri. M odal Dalam lingkungan pergaulan (Arena) kaum muda menyesuaikan diri dan bertahan dengan jalan memiliki modal. M odal inilah yang kemudian menjadi sarana kaum muda untuk memperkuat posisi dalam lingkungan pergaulannya. M odal sendiri dibagi menjadi empat, yakni modal ekonomi, modal sosial, modal budaya, dan modal sim bolik. M odal ekonomi dimengerti sebagai alat-alat produksi (mesin, tanah, tenaga kerja), materi (pendapatan dan benda), dan uang. M odal sosial merupakan hubungan dan jaringan hubungan yang merupakan sumber daya yang berguna dalam kedudukan-kedudukan sosial. M odal budaya ialah keseluruhan kualifikasi intelektual yang diproduksi secara formal maupun warisan keluarga. Sedangkan modal simbolik (symbolic capital) dimengerti tidak lepas
dari
kekuasaan
simbolik
dan
dominan,
yakni
kekuasaan
yang
memungkinkan untuk mendapatkan setara dengan apa yang diperoleh melalui kekuasaan fisik dan ekonomi, berkat akibat khusus suatu mobilisasi. Seperti yang dikatakan Bourdieu dalam symbolic capital, bahwa yang termasuk dalam modal simbolik adalah harga diri, martabat dan atensi, Namun 6
Mutakhir, Arizal.2011.Intelektual Kreatif Pierre Bourdieu.Yogyakarta : Kreasi W acana.
13
sebagaimana yang diingatkan oleh Bourdieu kepada kita dengan konsepnya tentang capital simbolik, tanda-tanda
kecenderungan dalam
skema-skema
klasifikasi yang menampakkan asal-usul seseorang serta jalan kehidupannya juga terwujud dalam bentuk tubuh, ukuran, berat, cara berdiri, berjalan, bertingkah laku, tekanan suara, gaya bicara, rasa senang dan tidak senang terhadap diri 7
seseorang dan seterusnya. M enurut pengertian Bourdieu dalam M ahar (2003), definisi modal ini sangat luas dan mencakup hal-hal M ateriil (yang dapat memiliki nilai simbolik) dan berbagai atribut
„yang tak tersentuh‟, namun
memiliki siginiikansi secara kultural, misalnya prestise, status dan otoritas (yang ditunjuk sebagai modal simbolik), serta modal budaya (yang didefinisikan sebagai selera bernilai budaya dan pola-pola konsum si). M aka perempuan dalam konteks penelitian perempuan pengendara vespa ini, mereka memilih vespa sebagai sebuah selera bukan sebagai sebuah keterpaksaan karena ekonomi maupun rasionalitas lain. Secara rumus, Bourdieu menyebutkan rumus Habitus sebagai : (Habitus X M odal) + Arena = Praktik.
8
Diartikan bahwa Habitus atau kebiasaan dikali modal ditambah arena memunculkan adanya praktik, praktiknya adalah praktik dari habitus itu sendiri. Ketika hal itu saling mempengaruhi dan harus ada untuk mencapai adanya praktik. Berkurang satu unsur saja tidak akan membuat tercapainya praktik dari habitus itu sendiri. Bourdieu juga menghubungkan Habitus dengan selera. Selera dibentuk oleh habitus yang berlangsung lama, bukan oleh opini dangkal dan retorika (Ritzer.2004). M aka dari habitus itulah kemudian perempuan pengendara vespa klasik itu menemukan selera mereka terhadap vespa dan penciptaan identitasnya.
7
Featherstone, Mike.2008.Postm odernisme dan Budaya Konsumen.Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Bourdieu.1984.Distinction; A social Critique of the Judgement of Taste; Translated by Richard Nice, Routledge & Keegan Paul Ltd, UK. Hlm. 101 8
14
2. Identitas Setiap
individu
memiliki
identitasnya
masing-masing
yang
bisa
membedakannya dari individu yang lain sekalipun berada dalam lingkungan sosial yang sama. Identitas adalah sesuatu yang dapat dimaknai melalui tanda selera, kepercayaan, sikap, dan gaya hidup (Barker,2011:170). Sikap, gaya hi dup, dan selera yang dimiliki oleh indivdu akan menjadi identitas yang selalu melekat pada individu pemilik identitas tersebut. Dengan adanya kepemilikan atas identitas maka seorang individu itu akan mudah dikenali diantara individu individu lain yang berada di sekitarnya. Identitas tidak begitu saja terbentuk, melainkan melalui proses, dan akan terus berkembang. Identitas tidak serta merta dibawa manusia ketika dia lahir, identitas bukan merupakan pemberian semata mata, namun oleh proses panjang berulang dan bisa saja berubah sesuai kondisi individu yang memilikinya. Identitas bagi seseorang bukan layaknya sifat yang merupakan bawaan individu sedari lahir dan tidak dapat dirubah, identitas terbentuk melalui proses panjang dari internalisasi seorang individu . Pembentukan identitas bukanlah persoalan sederhana, ia tidak pernah bergerak secara otonom atau berjalan atas insiatif sendiri, tapi dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang beroperasi bersama -sama. Faktor-faktor tersebut bisa diidentifikasi sebagai kreatifitas bahwa semua orang diwajibkan untuk kreatif supaya tampak berbeda dan dianggap berbeda pula. Kemudian ada faktor pengaruh ideologi kelom pok dan tekanan teman sebaya. Faktor -faktor lainya adalah status sosial, bombardier, iklan-iklan media serta unsur-unsur kesenangan (pleasure dan fun). Secara khusus, dalam konsep identitas Giddens dipakailah istilah agen dan proyek. G iddens berpendapat bahwa Individu berusaha mengonstruksi suatu narasi identitas koheren dimana diri membentuk suatu lintasan perkem bangan dari masa lalu sampai masa depan yang dapat diperkirakan (Giddens, 1991:75) Identitas dalam kajiannya digambarkan seperti sebuah narasi yang dibangun oleh diri individu dengan maksud untuk melanggengkan dirinya. Individu disini berusaha membuat penggambaran, sesuatu yang dapat “mewakili”, serta membuat ciri khas tentang dirinya yang ingin dipertahankan keberadaannya oleh individu
15
tersebut. Sehingga nantinya melalui penggambaran dan ciri khas yang dimiliki tersebut, orang lain akan mengenalnya sebagai individu tersendiri berbeda dengan individu lain. Di sinilah dalam konsep identitas, Giddens memiliki istilah yang disebut dengan agen. Agen digambarkan sebagai individu yang memiliki hak sendiri (otonomi) untuk membentuk identitasnya sendiri. Selain itu Giddens juga menyebutkan identitas adalah sebagai proyek. M aksudnya adalah identitas merupakan sesuatu yang kita ciptakan, sesuatu yang selalu dalam proses suatu gerak berangkat ketim bang kedatangan. Proyek identitas membentuk apa yang kita pikir tentang diri kita saat ini dari sudut situasi masa lalu dan masa kini kita, bersama dengan apa yang kita pikir kita inginkan, lintasan kita depan (G iddens dalam Barker.2011:175). Identitas disebutkan terbentuk berdasarkan pemikiran atau rancangan dari agen atau individu, atas diri dan rencana atas identitas kedepannya nanti. Giddens menjelaskan bahwa identitas selalu terkait dengan adanya agen dan proyek. Agen sebagai individu atau pembentuk identitas, sedangkan proyek merupakan identitas itu sendiri. Agen dapat melakukan proyek bagi dirinya sendiri maupun obyek yang lain. Agen memiliki hak dan kewenangan sendiri dalam membentuk identitasnya seperti yang diinginkan. Identitas yang terbentuk kemudian merupakan perwujudan dari agen maupun obyek lain tersebut, juga dapat menunjukkan tujuan dan keinginan dari diciptakannya identitas tersebut. Giddens dalam melihat identitas juga mencoba untuk menghubungkan dengan teori strukturasinya. Teori strukturasi terpusat pada cara agen memproduksi dan mereproduksi struktur sosial melalui tindakan mereka sendiri (Giddens dalam Barker, 2011:189). Jadi identitas yang terbentuk dari seorang individu kemudian bisa membentuk sebuah kelompok baru dari kemiripan identitas di tengah -tengah kelompok lama yang dominan. Sehubungan dengan penelitian ini, maka munculnya identitas kevespaan dari perempuan pengendara vespa tidaklah terjadi begitu saja setelah mereka memakai vespa, identitas mereka terbentuk oleh pengalaman panjang bahkan sedari masa kecil mereka sampai pada pilihan mereka atas vespa sebagai alat transportasi, dan
16
juga oleh berbagai faktor baik internal maupun ekternal yang juga berpengaruh pada pembentukan identitas mereka. F. METODE PENELITIAN M etode peneltian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. M enurut Bogdan dan Taylor, penelitian kualitatif memiliki pengertian sebagai sebuah penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata -kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang -orang yang diteliti (Bagong dkk, 2007 : 166). Selain itu, alasan m etode yang digunakan adalah metode kualitatif karena metode ini lebih peka dan dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola -pola nilai yang dihadapi (M oleong, 1989:5). Dengan kata lain metode ini dapat mencakup luas dari objek yang akan kita teliti. M eskipun begitu, peneliti hendaknya juga harus memberikan batasan agar dapat terfokus pada hal yang ingin diteliti. Cara -cara dalam metode ini pun bisa dikatakan sangat fleksibel, karena peneliti tidak terpaku pada satu cara tertentu dan dapat disesuaikan pada kondisi di lapangan. M etode ini dapat menggambarkan dan menjelaskan secara detail dan jelas mengenai fokus penelitian, karena disampaikan dalam bentuk narasi. Selain itu peneliti dapat melakukan pegemban gan data berdasarkan pada kebutuhan penelitian dan kondisi kenyataannya ( Salim, 2006 : 4). Terkait dengan penelitian yang dilakukan oleh penyusun, jenis penelitian yang dilakukan adalah deksriptif analitik, yaitu berupa kata -kata
tertulis dari
wawancara dan perilaku dari perempuan pengendara vespa, yang selanjutnya dianalisis dengan teori habitus B ourdieu dan Identitas dari G iddens. Kemudian alasan penyusun menggunakan metode kualitatif adalah fenomena perempuan pengendara vespa yang diteliti bersifat dinamis dan kompleks, sehingga tidak memungkinkan menggunakan data numerik atau angka untuk menjelaskan fenomena sosial yang sedang terjadi ini. G. Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian tentang fenomena Perempuan pengendara vespa ini dilakukan dalam lingkup Daerah Istimewa Yogjakarta. A lasan pemilihan
17
Yogjakarta sebagai lokasi penelitian selain karena kedekatan secara geografis dengan penyusun dan merupakan kesesuain lokasi dengan keberadaan fenomena perempuan pengendara vespa yang dilihat penyusun, juga d ikarenakan komunitas sooter/ vespa yang ada di Yogjakarta termasuk salah satu yang terbesar di Indonesia. Yogjakarta memiliki jumlah pengendara scooter vespa yang banyak dan beragam, mulai dari jenis scooter vespa, pengendara, juga kom unitasnya. Selain itu, juga karena penyusun melihat saat ini terjadi peningkatan perempuan pengendara vespa klasik yang ada di Yogyakarta, meski hanya dari kuantitas pengendara yang terlihat di jalanan. Sedangkan untuk lingkup awal penelitian adalah perempuan pengendara vespa yang ada di salah satu komunitas vespa terbesar di Yogyakarta, yakni M ataram Scooter Club (M SC). Seperti disebutkan sebelum nya, pemilihan komunitas ini karena komunitas ini merupakan salah satu yang terbesar di Yogyakarta, juga salah satu komunitas vespa tertua. Sehingga data yang diperoleh dari wawancara anggotanya bisa menjadi acuan. H. Teknik Penentuan Informan Dalam penelitian kualitatif, penentuan informan adalah penting untuk mengetahui lingkup dari subyek penelitian sebagai sumber atau tempat memperoleh keterangan (fakta). Keputusan tentang penentuan informan, besarnya dan strategi sampling pada dasarnya bergantung pada penetapan satuan kajian. Satuan kajian dalam penelitian ini bersifat perorangan (individu). Teknik penentuan informan yang dipilih adalah snowball sampling, yakni suatu metode berupa cara pengumpulan subjek berdasar hubungan pertemanan atau perkenalan dari satu subjek, kemudian merekomendasikan teman atau kenalan yang kemudian menjadi subjek berikutnya dan demikian seterusnya. Hal ini bertujuan untuk menjaring informan sebanyak mungkin dari berbagai sumber. Penentuan awal informan dalam penelitian ini adalah pengendara vespa bergender perem puan yang ada di Yogyakarta, berawal dari anggota komunitas M ataram Scooter Club. Pemilihan informan awal dari M ataram Scooter club karena informan merupakan perempuan pengendara vespa yang aktif dalam
18
kegiatan
kevespaan di Y ogyakarta, bukan sekedar pengen dara
temporer
(musiman) yang mengikuti tren. Penentuan informan dalam penelitian ini pada perempuan yang telah atau sudah lebih dari satu tahun menggunakan vespa sebagai kendaraannya. Penentuan informan tidak menggunakan batasan usia, informan juga tidak m embatasi pada profesi tertentu si pengendara tersebut. Adapun jum lah informan dari penelitian ini adalah lima orang perempuan pengendara vespa klasik berdasar kriteria di atas, dua orang pengendara vespa laki-laki dan empat orang masyarakat umum yang menge tahui tentang adanya fenomena perempuan pengendara vespa klasik di Yogyakarta. I. Teknik Pengumpulan Data M etode yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: a. W awancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Untuk wawancara, penulis mendatangi satu orang yang merupakan informan perempuan pengendara vespa dan melakukan wawancara mendalam sehingga data yang didapat maksimal. Dari orang tersebut, penulis kemudian meminta rekomendasi untuk mencari informan berikutnya. Wawancara ya ng dilakukan bersifat in depth interview yaitu wawancara secara mendalam. Wawancara adalah kegiatan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada informan yang berdasarkan pada interview guide yang sudah dibuat oleh penulis. Wawancara dalam penelitain ini bersifat terbuka, jadi memungkinkan penulis untuk bertanya diluar interview guide jika seandainya hal ini diperlukan sehingga intervier guide tidak kaku, lebih fleksibel dan dapat berkembang sesuai keb utuhan. Wawancara ini difokuskan pada modal-modal yang dmiliki perempuan pengendara vespa berupa ekonomi budaya dan sosial. M elalui penelitian kualitatif, penulis dimungkinkan memperoleh informasiinformasi yang dicari lebih banyak daripada menggunakan metode kuantitif. Kemungkinan ini dapat terjadi karena peneliti dapat melakukan pendekatan yang bersifat personal dengan informan sehingga informan dapat lebih terbuka dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh penulis.
19
Dalam penelitian ini wawancara dilakukan kepada salah satu perempuan pengendara vespa klasik hingga data yang diperoleh cukup. Kemudian berlanjut kepada perempuan pengendara vespa lain berdasar rujukan informasi dari informan sebelumnya, hingga akhirnya ditemukan jawaban yang relatif sama berulang pada beberapa informan, kemudian berhenti w awancara di informan perempuan pengendara vespa yang ke lima. b. Observasi Observasi merpakan pengamatan dan pencataan dengan sistemik fenomena fenomena yang diteliti. D ilakukan sejak awal memulai penelitian hingga akhir laporan
penelitian.
Observasi
disini
terkait
penampilan
fisik
perempuan
pengendara vespa dan pilihan tempat bergaul mereka. c. Jenis Data Untuk mendapatkan data yang diperlukan,penulis menggunakan teknik yaitu wawancara mendalam (in depth interview). Selain itu penulis mengumpulkan informasi melalui data primer dan data sekunder. 1. Data Primer Sumber data utama dalam penelitain kualitatif ialah kata -kata, dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain -lain. Sumber data primer diperoleh dari kata -kata dan tindakan para informan Perempuan pengendara vespa berupa catatan dan rekaman wawancara. 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh diluar kegiatan penelitian (observasi dan wawancara). Data ini dapat diperoleh melalui sumber sumber tertulis seperti artikel, interne t yang berhubungan dengan perempuan pengendara vespa. J. Teknik Pengolahan dan Analisis D ata M enurut Bogdan dan Biklen (1982) bahwa analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistensiskannya, mencari,
20
dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan pada orang lain (M oleong dkk, 2008: 248). Data yang diperoleh dari wawancara dengan perempuan pengendara vespa dikum pulkan, dilihat, dan dipilih sesuai dengan modal dalam habitus, kemudian dianalisis dengan teori habitus Bourdieu. A dapun tahapan proses analisis ini sendiri yaitu reduksi data, penyajian data, serta penarikan kesimpulan dan verifikasi (Salim, 2006: 22). Proses reduksi data merupakan proses pemilihan hal - hal dari data. Data yang telah diambil dari informan perempuan pengendara vespa lewat wawancara, kemudian dipilah berdasarkan modal-modal dalam habitus. Dalam hal inilah fungsi interview guide yaitu untuk mendapatkan data – data yang terfokus pada inti peneli tian sehingga tidak melebar ke arah lain. Setelah data terkumpul langkah selanjutnya yaitu menganalisis dengan teori habitus Bourdieu dan teori Identitas G iddens untuk melihat fenomena perempuan pengendara vespa. .
21