BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue.[1] Penyakit ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan penderita meninggal dalam waktu yang sangat pendek (beberapa hari). Vektor utama DBD adalah Aedes aegypti, sedangkan vektor potensialnya adalah Aedes albopictus.[1-2] Sampai sekarang DBD masih merupakan masalah kesehatan masyarakat,[2] di Indonesia pada tahun 2010 Incidence Rate (IR) DBD adalah 65,7 per 100.000 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 0,87%. IR DBD mengalami penurunan dibandingkan tahun 2009 dengan IR sebesar 68,22 per 100.000 penduduk. Demikian juga dengan CFR yang mengalami sedikit penurunan, pada tahun 2009 CFR DBD sebesar 0,89%.[3] Berdasarkan data Jawa Tengah 2010 menunjukkan IR DBD pada tahun 2010 adalah 5,89 per 10.000 penduduk dan CFR sebesar 1,29%. IR DBD mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2009 dengan IR sebesar 5,79 per 10.000 penduduk dan CFR yang mengalami sedikit penurunan, pada tahun 2009 CFR DBD sebesar 1,42%[4] dan kasus DBD di Kota Semarang pada tahun 2010 mencapai 5.556 kasus dengan 47 kematian. Jumlah tersebut mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari tahun 2009 yang mencapai 3.883 kasus atau naik 43%.[5] Cara pencegahan/pemberantasan DBD yang dapat dilakukan saat ini ialah dengan memberantas vektor, karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia. Cara yang dianggap paling tepat untuk memberantas vektor dikenal dengan istilah pemberantasan sarang nyamuk DBD (PSN DBD) dilakukan dengan cara biologi, kimia dan fisik.[6]
1
Pengendalian biologi dapat dilakukan dengan cara memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang/tempalo, dan lain-lain). Dapat juga digunakan Bacillus thuringiensis var, Israeliensis (Bti),[6] sedangkan pengendalian kimia digunakan bahan kimia yang berkhasiat membunuh serangga (insektisida) atau hanya untuk menghalau serangga saja (repellent).[2] Pengendalian secara fisik dikenal dengan istilah 3M yang pada dasarnya menghilangkan atau mengurangi tempat-tempat perindukan nyamuk,[6] salah satu contohnya menggunakan ovitrap. Ovitrap adalah perangkap telur nyamuk yang berupa tabung gelas kecil bermulut lebar yang dicat hitam di bagian luarnya. Tabung gelas tersebut dilengkapi dengan tongkat kayu yang dijepit vertikal di bagian kasanya menghadap ke arah dalam. Tabung separuh diisi air dan ditempatkan di lokasi yang diduga menjadi habitat nyamuk, biasanya di dalam atau di sekitar lingkungan rumah.[7] Keberhasilan penerapan metode perangkap telur nyamuk ini bergantung pada jumlah alat yang dipasang, lokasi pemasangan dan daya tariknya bagi nyamuk Aedes aegypti betina sebagai tempat bertelur. Untuk menarik penciuman nyamuk digunakan atraktan. Atraktan adalah sesuatu yang memiliki daya tarik atau dapat mengundang serangga (nyamuk) untuk menghampiri baik secara kimiawi maupun visual (fisik). Atraktan dari bahan kimia dapat berupa senyawa ammonia, CO2, asam laktat, octenol dan asam lemak. Zat atau senyawa tersebut berasal dari bahan organik atau merupakan hasil proses metabolisme makhluk hidup termasuk manusia. Atraktan fisika dapat berupa getaran atau suara dan warna, baik warna tempat atau cahaya. Atraktan dapat digunakan untuk mempengaruhi perilaku, memonitor atau menurunkan populasi nyamuk secara langsung tanpa menyebabkan cedera bagi binatang lain dan manusia serta tidak meninggalkan residu pada makanan atau bahan pangan.[7]
2
Beberapa modifikasi ovitrap dengan menambahkan atraktan telah dilakukan, diantaranya penelitian yang dilakukan di Kamboja yaitu dengan menambahkan air rendaman jerami 10% pada ovitrap terbukti lebih efektif mengundang nyamuk untuk meletakkan telur dibandingkan dengan menggunakan air biasa.[8] Penelitian lain dilakukan dengan memodifikasi berbagai konsentrasi (10%, 30%, 50%, 70% dan 90%) pada air rendaman jerami dan hasilnya menunjukkan bahwa air rendaman jerami pada konsentrasi 90% yang paling efektif dalam mengundang nyamuk, sedangkan pada letak penempatan di dalam dan di luar rumah tidak ada hubungan yang bermakna.[9] Penelitian tentang autocidal ovitrap (lethal ovitrap/LO) yang menggunakan atraktan air rendaman jerami, air rendaman udang windu dan air hujan, hasilnya menunjukkan bahwa air rendaman udang windu yang paling efektif dalam mengundang nyamuk Aedes aegypti untuk meletakkan telur. Dalam penelitian tersebut juga menghasilkan adanya pengaruh letak pemasangan ovitrap, dimana ovitrap yang diletakkan di luar rumah terbukti menghasilkan lebih banyak nyamuk Aedes aegypti yang terperangkap.[10] Penelitian atraktan bumbu dapur yang salah satu bahannya menggunakan cabai merah dengan konsentrasi 10% menghasilkan ratarata 3,50 butir lebih efektif dibandingkan dengan air hujan yang rataratanya 2,83 butir. Cabai merah dapat digunakan sebagai atraktan pada ovitrap karena dapat menghasilkan senyawa ammonia, CO2, asam laktat, octenol dan asam lemak setelah melalui proses perendaman selama 7hari.[11] Ovitrap merupakan salah satu pengendalian vektor yang murah dan mudah karena alat yang digunakan cukup sederhana dan mudah diperoleh. Agar pengendalian vektor menggunakan ovitrap lebih efektif maka akan diteliti mengenai pengaruh konsentrasi air rendaman cabai merah pada ovitrap terhadap jumlah telur nyamuk Aedes aegypti yang terperangkap. Konsentrasi air rendaman cabai merah yang digunakan yaitu 10%, 20%,
3
dan 30% dan akan ditambah kontrol berupa ovitrap yang diisi air biasa sebagai pembanding.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : Adakah pengaruh berbagai konsentrasi air rendaman cabai merah pada ovitrap terhadap jumlah telur nyamuk Aedes aegypti yang terperangkap ?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui potensi atraktan cabai merah dalam berbagai konsentrasi (10%, 20% dan 30%) pada ovitrap terhadap jumlah telur Aedes aegypti yang terperangkap. 2. Tujuan Khusus a. Menghitung jumlah telur Aedes aegypti yang terperangkap dalam berbagai konsentrasi atraktan cabai merah. b. Menganalisis perbedaan jumlah telur nyamuk Aedes aegypti yang terperangkap pada masing-masing konsentrasi atraktan. c. Menentukan konsentrasi atraktan yang paling efektif untuk diterapkan dalam perangkap telur nyamuk.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis Sebagai masukan dan bahan pemikiran kepada masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD dengan menggunakan alat alternatif atau cara yang sederhana, yang mudah dan murah untuk digunakan dalam pengendalian Aedes aegypti.
4
2. Manfaat Teoritis Menambah kepustakaan dan bahan informasi mengenai metode dan alat pengendalian nyamuk Aedes aegypti, yang dapat direkomendasikan untuk diterapkan pada masyarakat, yang selanjutnya dapat dikembangkan oleh peneliti lain.
E. Bidang Ilmu Penelitian ini dalam
lingkup ilmu kesehatan masyarakat,
khususnya bidang ilmu pengendalian vektor penyakit.
F. Keaslian Penelitian Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada variabel bebas di mana pada penelitian yang
menggunakan atraktan
berbagai bumbu dapur salah satu bahannya menggunakan air rendaman cabai merah hanya dengan konsentrasi 10%, sedangkan pada penelitian ini menggunakan atraktan air rendaman cabai merah dengan berbagai konsentrasi yaitu konsentrasi 10%, 20% dan 30%.
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No 1
2
3
Peneliti (th) Yeyen Hendaya ni 2007
Sayono 2008
Hartomo
Judul
Desain studi - Quasi Ekspe riment
Pengaruh Berbagai Konsentrasi Air Rendaman Jerami pada Ovitrap terhadap Jumlah Telur Aedes sp yang Terperangkap Pengaruh Modifikasi Ovitrap Terhadap Jumlah Nyamuk Aedes yang Terperangkap Pengaruh -
Variabel bebas dan terikat a. Berbagai konsentrasi air rendaman jerami pada ovitrap b. Jumlah Aedes sp yang terperangkap
Ekspe rimen semu
a.
Quasi
a.
b.
Modifikasi Ovitrap Jumlah Nyamuk Aedes sp Terperangka p Berbagai
Hasil Ada pengaruh konsentrasi air rendaman jerami terhadap jumlah telur Aedes sp yang terperangkap pada ovitrap
Air rendaman udang windu merupakan atraktan paling menarik diantara air rendaman jerami dan air hujan. Pada ovistrip
5
Lanjutan tabel 1.1 Keaslian Penelitian No
4
5
Peneliti (th) 2008
Joko Santoso
Ira Nurullati f Purnama sari 2010
Judul
Desain studi Berbagai Jenis - Eksperi Bahan Media ment Untuk Bertelur (Ovistrip) Terhadap Jumlah Telur Aedes Aegypti Yang Terperangkap di Lingkungan Rumah Pengaruh Warna - Explan Kasa Penutup atory Autocidal researc Terhadap Jumlah h Jentik Nyamuk Aedes Aegypti yang Terperangkap
Variabel bebas dan terikat Jenis bahan ovistrip b. Jumlah Nyamuk Aedes sp Terperangkap
a. b.
Warna kasa Jumlah Nyamuk Aedes sp Terperangkap
Efektifitas - Quasi a. Berbagai Jenis Eksperi Atraktan Bumbu ment Dapur Terhadap b. Jumlah Telur Aedes Sp Yang Terperangkap c.
Jenis media air sebagai atraktan letak pemasangan ovitrap Jumlah telur nyamuk Aedes sp terperangkap
Hasil kain tetron warna merah yang paling banyak terdapat telur nyamuk
Perbedaan warna kasa penutup autocidal ovitrap tidak memiliki pengaruh dalam mengundang nyamuk dalam meletakkan telur Rata-rata jumlah telur yang terperangkap pada masingmasing atraktan dan berdasarkan letak tidak berbeda secara signifikan.
6