BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) kualitas air minum merupakan penentu lingkungan yang sehat. Manajemen mutu air minum telah menjadi pilar utama pencegahan selama lebih dari satu setengah abad dan terus menjadi dasar untuk pencegahan dan pengendalian penyakit yang ditularkan melalui air. Air sangat penting bagi kehidupan, tetapi dapat menjadi sumber penularan penyakit di di seluruh benua baik bagi masyarakat paling miskin bahkan masyarakat yang paling kaya sekalipun. Penyakit yang paling dominan ditularkan melalui air adalah diare, yang memiliki kejadian tahunan diperkirakan sebesar 4,6 miliar dan menyebabkan 2,2 juta kematian setiap tahun (WHO, 2011). Kelestarian lingkungan antara lain dapat diindikasikan oleh adanya akses berkelanjutan terhadap sumber air minum dan fasilitas sanitasi dasar yang layak di perkotaan dan perdesaan. Akses rumah tangga terhadap sumber air minum yang layak di perkotaan dan perdesaan terus meningkat, namun disparitas antarprovinsi cukup nyata. Data Survei Kesehatan Nasional (Susenas) menunjukkan akses terhadap sumber air minum layak meningkat dari 37,73% pada tahun 1993 menjadi 42,76% pada tahun 2011, namun mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2009 yaitu 47,7%. Akses terhadap sumber air minum layak di perkotaan menurun dari 49,82% pada tahun 2009 menjadi 40,52% pada tahun 2011, sedangkan di perdesaan dari 45,72% pada tahun 2009 menjadi 44,96% pada tahun 2011 (Bappenas, 2012). Kecenderungan penurunan ini disebabkan karena meningkatnya penggunaan air kemasan dan air isi ulang sebagai sumber air minum yaitu dari 10,35% pada tahun 2009 menjadi 19,37% pada tahun 2010. Sementara itu, air kemasan dan air isi ulang tidak termasuk sebagai sumber air minum layak. Peningkatan penggunaan air kemasan dan air isi ulang menjadi salah satu penyebab turunnya akses terhadap sumber air minum layak pada tahun 2011. Hal ini karena pendataan yang dilakukan saat ini hanya memotret akses terhadap sumber air yang
1
2
dipergunakan untuk minum belum memperhatikan kondisi ketika rumah tangga memiliki lebih dari satu sumber air yang layak untuk diminum. Rumah tangga di Indonesia khususnya di perkotaan, menggunakan air kemasan dan air isi ulang sebagai sumber air minum karena mudah didapatkan, praktis dan tidak perlu dimasak. Sementara itu, untuk keperluan masak, mandi, cuci dan kakus (MCK) umumnya masyarakat menggunakan air yang bersumber dari ledeng (perpipaan), sumur bor/pompa, atau sumur dangkal. Hal ini menyebabkan belum utuhnya potret yang dihasilkan dalam mengukur upaya yang telah dilakukan dalam meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber air minum layak terutama melalui penyediaan air ledeng (perpipaan) dan sumber air minum terlindungi lainnya (Bappenas, 2012). Pada tahun 2007 angka kematian bayi di Indonesia masih tergolong tinggi, yaitu mencapai 34 kasus per 1.000 kelahiran, jumlah tersebut masih di bawah target pencapaian Millenium Development Goals (MDGs), yakni 25 kasus per 1.000 kelahiran. Salah satu penyakit infeksi yang mengakibatkan kematian bayi adalah diare, penyakit yang paling mematikan nomor dua setelah infeksi saluran pernapasan akut, penyebab utamanya dikarenakan buruknya akses terhadap air bersih serta sanitasi. Dari hal ini kita bisa tahu bahwa kesadaran masyarakat Indonesia terhadap lingkungan tempat tinggal masih begitu rendah. Berdasarkan hasil studi WHO tahun 2007 dibuktikan bahwa kejadian diare menurun 32% dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi dasar, 45% dengan perilaku mencuci tangan pakai sabun, dan 39% perilaku pengelolaan air minum yang aman di rumah tangga, sedangkan dengan menggabungkan ketiga perilaku intervensi tersebut kejadian diare menurun sebesar 94% (Kemenkes, 2012). Jika didalam 100 ml air minum terdapat 500 bakteri coli, memungkinkan terjadinya penyakit gastroenteritis yang segera diikuti oleh demam tifus. Escherichia coli pada keadaan tertentu dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh sehingga dapat tinggal didalam bladder (cystitis) dan pelvis (pyelitis), ginjal dan hati (Rahayu dkk., 2013). Air minum yang tidak memenuhi syarat akan menyebabkan berbagai macam penyakit, dimana mikroorganisme yang menjadi penyebab penyakit masuk
3
melalui mulut kemudian usus dapat menjadi infeksi atau disebut infeksi enterik. Dalam hal ini bukan air yang menyebabkan infeksi, melainkan tinja yang berasal dari manusia dan atau hewan, tinja tersebut dapat mengandung patogen-patogen enterik bila bersal dari orang sakit maupun orang yang dapat menularkan penyakit. Bakteri Escherichia coli dapat menyebabkan penyakit infeksi pada usus seperti diare, bakteri phatogen yang kemungiknan terdapat dalam air terkontaminasi kotoran manusia atau kotoran hewan berdarah panas. Shigella, yaitu mikroba penyebab gejala diare, demam dan kram perut, Salmonella penyebab peyakit tifus, Vibrio penyebab penyakit kolera, Entamoeba penyebab disentri amoeba dan muntah-muntah (Rahayu dkk., 2013). Air minum adalah air yang melalui proese pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Air minum aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi dan radioaktif yang dimuat dalam parameter wajib dan parameter tambahan . Air minum diperoleh melalui sistem jaringan perpipaan dan jaringan non perpiaan, jaringan non perpiaan yaitu air minum yang berasal dari sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan air hujan, terminal air, mobil tanki air, bangunan/perlindungan mata air, air minum dalam kemasan (AMDK) maupun air minum isi ulang (AMIU) (Kemenkes, 2010a). Untuk menjaga kualitas air minum yang dikonsumsi masyarakat perlu dilakukan pengawan kaulitas air minum secara ekternal dan internal. Pengawasan kualitas air minum secara eksternal merupakan pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) khusus untuk wilayah kerja KKP. Sedangkan untuk pengawasan kualitas air minum secara internal dilaksanakan oleh penyelenggara air minum untuk menjamin kualitas air minum yang diproduksi memenuhi syarat (Kemenkes, 2010a). Untuk menjamin kualitas air minum yang diproduksi memenuhi persyaratan, depot air minum (DAM) wajib melaksanakan pengawasan internal terhadap kualitas air yang siap dimasukan ke dalam galon/wadah air minum. Pemeriksaan air baku dan air yang dimasukan kedalam galon/wadah air minum dilakukan
4
1 bulan sekali untuk parameter mikrobiologi dan fisika, sedangkan untuk parameter kimia wajib dan kimia tambahan diperkisa setiap 6 bulan sekali (Kemenkes, 2010b). Kabupaten Banyumas memiliki 420 DAM, yang memiliki sertifikat laik higiene sanitasi sebanyak 239 DAM atau 56,9% dan sisanya sebanyak 181 DAM atau 43,1% tidak memiliki sertifikat laik higiene sanitasi. Dari jumlah 420 DAM yang ada, sebanyak 277 DAM atau 66% telah melaksanakan pengawasan kualitas air secara internal, yang hasilnya 231 DAM atau 83,4% memenuhi syarat dan 46 DAM atau 16,6% lainnya tidak memenuhi peryaratan, parameter yang diperiksa hanya parameter mikrobiologi dan kimia (Dinkes Kabupaten Banyumas, 2014). Pemerintah daerah sesuai kewenangannya memberikan sanksi administratif kepada penyelenggara air minum yang tidak memenuhi persyaratan kualitas air minum (Permenkes Nomor 492 Tahun 2010), tindakan administratif dimaksud berupa peringatan lisan, peringatan tertulis dan pelarangan distribusi air minun di wilayahnya (Permenkes Nomor 736 Tahun 2010). Maka perlu diatur dalam peraturan daerah mengenai pengendalian DAM yang didalamnya mengatur secara rinci salah satunya mengenai sanksi yang diberikan kepada penyelenggara air minum. Sebagai dasar usulan dalam pembuatan peraturan daerah, maka dibutuhkan data dasar mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas mikrobiologis air minum isi ulang, agar dapat secara rinci dituangkan dalam usulan pembuatan peraturan daerah tersebut.
B. Perumusan Masalah Bedasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang didapat adalah : 1.
Apakah ada hubungan antara sumber air dengan kualitas mikrobiologis air minum isi ulang ?
2.
Apakah ada hubungan antara kualitas tandon dengan kualitas mikrobiologis air minum isi ulang ?
3.
Apakah ada hubungan
antara higiene lingkungan dengan kualitas
mikrobiologis air minum isi ulang ?
5
4.
Apakah ada hubungan antara perilaku higiene penjamah dengan kualitas mikrobiologis air minum isi ulang ?
5.
Apakah ada hubungan antara ukuran filter dengan kualitas mikrobiologis air minum isi ulang ?
6.
Apakah ada hubungan antara kualitas filter dengan kualitas mikrobiologis air minum isi ulang ?
7.
Apakah ada hubungan antara penggunaan disinfektan dengan kualitas mikrobiologis air minum isi ulang ?
8.
Apakah ada hubungan antara penggunaan koagulan dengan kualitas mikrobiologis air minum isi ulang ?
C. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan umum Mengetahui depot air minum isi ulang yang memenuhi syarat mikrobiologis di Kabupaten Banyumas
2.
Tujuan khusus a.
Mengetahui hubungan antara sumber air dengan kualitas mikrobiologis air minum isi ulang.
b.
Mengetahui
hubungan
antara
kualitas
tandon
dengan
kualitas
mikrobiologis air minum isi ulang. c.
Mengetahui hubungan antara higiene lingkungan dengan kualitas mikrobiologis air minum isi ulang.
d.
Mengetahui hubungan antara perilaku higiene penjamah dengan kualitas mikrobiologis air minum isi ulang.
e.
Mengetahui hubungan antara ukuran filter dengan kualitas mikrobiologis air minum isi ulang.
f.
Mengetahui
hubungan
antara
kualitas
filter
dengan
kualitas
mikrobiologis air minum isi ulang. g.
Mengetahui hubungan antara penggunaan disinfektan dengan kualitas mikrobiologis air minum isi ulang.
6
h.
Mengetahui hubungan antara penggunaan koagulan dengan kualitas mikrobiologis air minum isi ulang.
D. Manfaat Penelitian 1.
Bagi Dinas Kesehatan Banyumas, sebagai dasar inisiasi kepada DPRD untuk menerbitkan produk hukum berupa peraturan bupati mengenai pengendalian DAM di Kabupaten Banyumas
2.
Bagi masyarakat Banyumas, mengetahui DAM yang memenuhi persyaratan mikrobiologis
3.
Sebagai masukan untuk penelitian selanjutnya, dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan pengabdian masyarakat.
4.
Bagi peneliti, untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan strata dua dan sebagai salah satu bentuk pengabdian lapangan.
E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang hubungan air baku, tempat dan penjamah DAM dengan kualitas mikrobiologis
air minum isi
ulang di
Kabupaten
Banyumas
sepengetahuan peneliti belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian terkait yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu yaitu : 1.
Budiyono dkk (2014) berjudul “Risk Assessment of Drinking Water Supply System in The Tidal Inundation Area of Semarang Indonesia”. Persamaan dalam penelitian ini adalah meneliti tentang kualitas air minum, sedangkan perbedaannya adalah pada faktor yang mempengaruhi kualitas air minum. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa distribusi dan penyedia memiliki risiko kontaminasi yang sangat tinggi dibandingkan dengan konsumen.
2.
Rahayu dkk (2013) berjudul “Faktor Risiko Pencemaran Mikrobiologi pada Air Minum Isi Ulang Di Kabupaten Tegal”. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel terikat dan rancangn penelitian, sedangkan perbedaannya adalah pada variabel bebasnya. Hasil penelitian tersebut adalah ada hubungan anara kualitas mikrobiologi air baku, proses filtrasi, proses desinfeksi dengan kualitas mikrobiologis air produk depot air minum isi ulang.
7
3.
Rido dkk (2012) berjudul “Kualitas Air Minum yang Diproduksi Depot Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Bungus Padang Berdasarkan Persyartan Mikrobiologis”. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada variabel terikatnya, sedangkan perbedaannya adalah pada variabel bebasnya. Hasil dari penelitian ini adalah kualitas air minum yang diproduksi depot air minum isi ulang tersebut menunjukan 55,5% tidak memenuhi persyaratan.
4.
Ngawai dkk (2010) berjudul “Bacteriological safety of plastic-bagged sachet drinking water sold in Amassoma, Nigeria”. Persamaan dalam penelitian ini adalah dalam hal pemeriksaan kualitas mikrobilogis air minum dan rancangan penelitiannya, perbedaannya adalah dalam penelitain tersebut meneliti kualitas mikrobiologis air minum dalam kemasan. Kesimpulannya bahwa Escherichia coli ada pada semua sampel, bakteri non-colifom terdeteksi dalam beberapa sampel seperti Staphylococcus, Pseudomonas dan Bacillus.