perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu kehidupan manusia tentunya tidak lepas dari suatu unsur yang disebut dengan lingkungan hidup. Lingkungan hidup diartikan sebagai jumlah semua benda dan kondisi dalam ruang lingkup kita dan mempengaruhi
kehidupan
kita
(Soemarwoto,
1994).
Munadjat
Danusaputro memberikan pengertian lingkungan hidup sebagai semua benda termasuk di dalamnya manusia juga tingkah perbuatannya yang terdapat dalam ruang tempat manusia berada mempengaruhi hidup, kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya. Lingkungan hidup sendiri masih terdapat beberapa bagian di dalamnya yakni, lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik (Physical Environment) dapat diartikan sebagai segala sesuatu di sekitar kita yang bersifat benda mati, seperti: air, sinar, gedung dan lainnya, sedangkan lingkungan sosial (Social Environment), yaitu manusia-manusia lain yang berada di sekitar kita atau kepada siapa kita mengadakan hubungan pergaulan (Bagasaskara, 2011). Sebagai suatu kesatuan bagian lingkungan hidup, hendaknya manusia dapat saling mengisi dalam upayanya menjaga kelestarian lingkungan hidup. Pada kenyataannya hubungan antara keduanya seringkali
tidak
bisa
“harmonis”.
Manusia
yang
lebih
banyak
menghabiskan waktunya untuk menjalani rutinitasnya sebagai manusia modern tidak pernah memperhatikan kondisi alam di sekitarnya. Manusia terkesan merusak kenyamanan alam merupakan suatu kondisi yang sangat disayangkan. Sehingga dapat dikatakan bahwa kehidupan warga perkotaan dengan pola hidup individual seringkali membuat interaksi dengan lingkungan hidup di sekitarnya menjadi terabaikan. Ditambah kurangnya kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan demi commit to user manusia terkesan menutup mata kenyamanan hidup membuat seolah-olah 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
dan tidak mampu berbuat apa-apa untuk merubah kondisi dan situasi yang ada. Hidup berdampingan dengan polusi yang dihasilkan oleh manusia seperti bau tidak sedap ataupun udara panas akibat dari asap kendaraan bermotor atau asap pabrik seharusnya mampu membuat menusia menjadi lebih kritis dalam melakukan suatu untuk merubah kondisi kehidupan. Kondisi ini semakin diperparah dengan tempat tinggal beberapa warga perkotaan yang dapat dikatakan sebagai pemukiman kumuh (slum area). Ukuran rumah yang sempit serta tersumbatnya saluran limbah rumah tangga akibat sampah padat seperti plastik semakin memperburuk keadaan. Kondisi lingkungan hidup akan sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup penghuninya. Lingkungan yang sehat dan asri mampu memberikan jaminan kualitas bagi penghuninya seperti ketersediaan air, udara, dan tempat tinggal bersih. Sama dengan lingkungan hidup sehat, lingkungan hidup kotor juga akan berpengaruh terhadap kualitas hidup penghuninya. Dalam lingkungan hidup kotor tidak ada jaminan ketersediaan air dan udara bersih. Lebih dari itu, penghuninya juga tidak akan mendapatkan kenyamanan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Selain memberikan kualitas hidup bagi penghuninya, menjaga lingkungan hidup juga memberikan manfaat agar keberadaannya tetap lestari hingga masa yang akan datang. Lingkungan hidup kotor atau kumuh juga bisa menjadi sumber penyakit. Penghuni lingkungan hidup tidak sehat lebih beresiko mengalami stres. Hal ini terjadi karena mereka merasa tidak nyaman dengan kondisi kehidupan mereka. Oleh karena itu penting untuk melakukan suatu tindakan nyata yang mampu merubah kondisi kehidupan yang dimulai dari perubahan lingkungan tempat tinggal. Kondisi lingkungan hidup yang mulai memburuk membuat organisasi internasional PBB mengarahkan perhatiannya ke dalam isu kerusakan lingkungan. PBB kemudian melaksanakan konferensi diikuti oleh beberapa negara di dunia. Konferensi tersebut diadakan di Stockholm pada tanggal 5-16 Juni 1972 dan menghasilkan Deklarasi Stockholm commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
yang memuat 26 prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan. Adapun prinsipprinsip tersebut antara lain: “Hak asasi manusia (Prinsip 1); pengelolaan sumber daya manusia (Prinsip 2 sampai dengan Prinsip 7); hubungan antara pembangunan dan lingkungan (Prinsip 8 sampai dengan Prinsip 12); kebijakan perencanaan pembangunan dan demografi (Prinsip 13 sampai dengan Prinsip 17); ilmu pengetahuan dan teknologi (Prinsip 18 sampai dengan Prinsip 20); tanggung jawab negara (Prinsip 21 sampai dengan 22); kepatuhan terhadap standar lingkungan nasional dan semangat kerjasama antar negara (Prinsip 23 sampai dengan Prinsip 25); dan ancaman senjata nuklir terhadap lingkungan (Prinsip 26).” Setelah pendeklarasian kebijakan tersebut Indonesia mulai membenahi kebijakan pengelolaan lingkungan yang didasarkan pada 26 prinsip-prinsip Deklarasi Stockholm, adapun kebijakan tersebut tertuang dalam UU RI Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang isinya sebagai berikut: Pasal 3 berbunyi: “Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.” Selanjutnya dalam Pasal 4 juga tertulis bahwa, sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah: “(a) tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup; (b) terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup; (c) terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan; (d) tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup; (e) terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana; (f) terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.” Pasal 5 mengatur mengenai hak setiap manusia, dimana: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
“(1) setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat; (2) Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup; (3) Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Serta dalam Pasal 6 mengatur mengenai kewajiban manusia, dimana : “(1) Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan. (2) Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup. Dan Pasal 7 ayat (1) yang berbunyi, masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup.” Di tingkat lokal yakni di Kota Yogyakarta telah diatur beberapa kebijakan terkait pengelolaan lingkungan hidup. Tertuang dalam PERDA Kota Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yakni pada pasal 59 ayat (4) disebutkan bahwa: “Setiap orang berhak untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya mengenai kewajiban masyarakat terkait pengelolaan lingkungan hidup dituangkan dalam Pasal 60 ayat (1) yang berbunyi: setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah, menanggulangi dan memulihkan pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup. Untuk peran serta masyarakat mengenai pengelolaan lingkungan hidup dituangkan dalam Pasal 61 ayat (1) yang berbunyi: setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan aktif dalam melakukan pengelolaan lingkungan hidup.” Adanya beberapa kebijakan yang tertuang dalam Undang-Undang baik secara internasional, nasional, dan lokal menjelaskan bahwa setiap masyarakat berhak, dan wajib untuk berpartisipasi dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini bertujuan supaya masyarakat tidak hanya mampu menikmati sumber daya alam yang tersedia. Akan tetapi commit to user juga berusaha menjaga agar keberadaannya tetap terjamin hingga masa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
yang akan datang. Sehingga generasi mendatang dapat memperoleh haknya untuk memanfaatkan sumber daya dari lingkungan hidup yang ada, serta melaksanakan kewajiban dalam upaya melestarikan lingkungan. Berdasarkan
pemantauan
kualitas
udara
oleh
BLH
Kota
Yogyakarta terpantau kualitas udara ambient dari 2009 sampai 2010 mengalami trend peningkatan. Pada 2009, di Jalan Malioboro misalnya, tercatat parameter karbon monoksida sebesar 8112 mg/m3. Sedangkan pada 2010 masing-masing 157556 mg/m3. Padahal karbonmonoksida
berdasar
SK
Gubernur
DIY
baku mutu
153/2002
adalah
30.000mg/m3 (Pramesti, 2012). Adanya rasa keprihatinan terhadap penurunan daya dukung lingkungan hidup di Kota Yogyakarta membuat warga Kampung Gambiran berinisiatif untuk melakukan gerakan peduli lingkungan sebagai upaya mewujudkan pengelolaan lingkungan. Tujuan ini dicapai melalui pengembangan “Kampung Hijau”. Dalam kegiatan sosialisasi Kampung Hijau kepada seluruh instansi terkait yang ada di Kota Yogyakarta, Kepala BAPEDALDA Propinsi DIY Dra. Harnowati memberikan pengertian; Kampung Hijau merupakan kampung atau desa yang menerapkan asas pelestarian fungsi
lingkungan dalam
mewujudkan
pembangunan
berkelanjutan baik pelestarian fungsi pada komponen lingkungan biotis, abiotis, sosial, ekonomi, budaya maupun komponen kesehatan masyarakat (BAPEDALDA Prop DIY, 2008). Dengan adanya ide “Kampung Hijau” ini warga dilibatkan secara langsung dalam upaya membuat perubahan yang lebih baik bagi wilayah tempat tinggalnya. Dalam Kampung Hijau, juga terdapat kegiatan pengelolaan lingkungan yang berbasis masyarakat. Tujuan dari kegiatan ini untuk melakukan pemeliharaan lingkungan guna memperoleh kehidupan yang selaras dengan lingkungan. Agar kegiatan pengelolaan lingkungan yang terwadahi dalam Kampung
Hijau
dapat
berlangsung
secara
terus-menerus
dan
keberlanjutan. Perlu adanya suatu kesadaran dari diri masyarakat untuk commit to user melakukan pengelolaan lingkungan. Hal ini senada dengan materi yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
telah dibahas oleh Ingemar dalam jurnalnya yang berjudul Environmental history: A piece in the puzzle for establishing plans for environmental management. Dalam jurnal tersebut dijelaskan bahwa dalam suatu upaya pengelolaan lingkungan hendaknya memperhatikan dua faktor utama, yaitu faktor alam dan faktor sosial. Faktor alam disini yakni berupa lingkungan fisik, seperti udara, air, dan tanah. Sedangkan faktor sosial adalah manusia yang akan terlibat dalam kegiatan pengelolaan lingkungan hidup. Kedua komponen tersebut merupakan dua hal yang penting dalam kegiatan pengelolaan lingkungan, karena keduanya saling berkaitan satu sama lain. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa bentuk campur tangan manusia dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup merupakan hal yang sangat penting. Beberapa wilayah di Indonesia telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan melalui pengembangan Kampung Hijau. Seperti di wilayah Yogyakarta yang mulai digiatkan pengelolaan lingkungan melalui pengembangan Kampung Hijau. Diantaranya yaitu Kampung Hijau Gambiran, Brontokusuman, Pringgokusuman, Bumijo, Cokrodiningratan, Patehan, Cokrodiningratan, Panembahan, Panembahan. Dari kesembilan Kampung Hijau yang ada di wilayah Yogyakarta, Kampung Hijau di Gambiran merupakan wilayah yang dijadikan sebagai pusat percontohan bagi pengembangan Kampung Hijau lainnya. Karena Kampung Hijau di Gambiran merupakan pelopor dari pengembangan Kampung Hijau yang tersebar di wilayah Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pengelolaan lingkungan hidup berbasis masyarakat pada pengembangan “Kampung Hijau” di Gambiran RW 08?
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah: 1. Untuk mengetahui pola-pola pengelolaan lingkungan hidup berbasis masyarakat pada pengembangan “Kampung Hijau” di Gambiran RW 08. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian terkait dengan judul Pengelolaan Lingkungan Hidup Berbasis Masyarakat Pada Pengembangan “Kampung Hijau” di Gambiran Kelurahan Pandeyan Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta dapat dijadikan sumbangsih dalam ilmu Sosiologi Lingkungan utamanya dalam materi pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat. b. Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan bahan bacaan pendukung atau referensi bagi penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca mengenai pengembangan “Kampung Hijau” di Gambiran Yogyakarta, beserta program kegiatan dan manfaat yang ada di dalamnya. b. Diharapkan para pembaca yang juga masyarakat umum memiliki kesadaran
mengenai
pentingnya
melakukan
pengelolaan
lingkungan hidup yang dapat dimulai dari lingkungan sekitar tempat tinggal.
commit to user