BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses
perencanaan
dan
penganggaran
pembangunan
senantiasa
merupakan satu entitas dalam siklus pembangunan. Konsep demikian telah dituangkan dalam kerangka hukum Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 (UU 17/2003) tentang Keuangan Negara
dan UU Nomor 25 Tahun 2004 (UU
25/2004) tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Berdasarkan Penjelasan atas UU 17/2003
tentang Keuangan Negara
memuat berbagai perubahan mendasar dalam pendekatan penganggaran. Perubahan-perubahan ini didorong oleh beberapa faktor termasuk diantaranya perubahan yang berlangsung begitu cepat di bidang politik, desentralisasi, dan berbagai perkembangan tantangan pembangunan yang dihadapi pemerintah. Berbagai perubahan ini membutuhkan dukungan sistem penganggaran yang lebih responsif, yang dapat memfasilitasi upaya memenuhi tuntutan peningkatan kinerja dalam artian dampak pembanguan, kualitas layanan dan efisiensi pemanfaatan sumber daya. (Republik Indonesia n.d.) Penganggaran memiliki tiga tujuan utama: stabilitas fiskal makro, alokasi sumber daya sesuai prioritas, dan pemanfaatan anggaran secara efektif dan efisien. UU 17/2003 tentang Keuangan Negara disusun berdasarkan pemahaman bahwa ketiga tujuan penggaran tersebut terkait erat satu sama lain. Berbagai inisiatif yang terkandung dalam undang-undang ini adalah: penerapan prinsip perencanaan dan penganggaran dengan perspektif jangka menengah, penganggaran terpadu, dan penganggaran berbasis kinerja ditujukan untuk mendukung upaya mencapai tujuan-tujuan tersebut. Berbagai tujuan penganggaran ini perlu dikelola dengan baik agar ketiganya saling mendukung. Kebijakan fiskal yang baik dan penerapan sistem perencanaan dan penganggaran dengan perspektif jangka menengah merupakan kunci bagi kepastian pendanaan kegiatan pemerintah, dalam keadaan dimana dana yang 1
2
tersedia sangat terbatas sedangkan kebutuhan begitu besar. Alokasi sumber daya secara strategis perlu dibatasi dengan pagu yang realistis agar tekanan pengeluaran/pembelanjaan tidak merongrong pencapaian tujuan-tujuan fiskal. Sebagaimana diatur dalam UU 17/2003 bahwa ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) harus menggunakan kerangka pengeluaran jangka menengahdalam penyusunan anggaran yaitu Medium Term Expenditure Framework (MTEF) atau secara resminya disebut sebagai Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM). KPJM adalah merupakan pendekatan penyusunan anggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan yang menimbulkan implikasi anggaran dalam jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun anggaran. Dalam penyelenggaraan pemerintahan modern dinyatakan bahwa penganggaran membutuhkan sistem perencanaan fiskal yang terdiri dari sistem penyusunan anggaran tahunan yang dilaksanakan sesuai dengan KPJM. Untuk itulah mulai periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 mulai diperkenalkan pula KPJM sebagai dasar penyusunan anggaran tahunan. Adapun tahapan Implementasi KPJM di Indonesia dibagi menjadi tiga phase yaitu: Phase I sebagai Pengenalan untuk periode 2005-2009; Phase II sebagai Pemantapan untuk periode 2010-2014; Phase III sebagai Penyempurnaan untuk periode 2015-2019. Berdasarkan Pasal 5 Peraturan Pemerintah No. 90 tahun 2010 (PP 90/2010) sebagai revisi Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2004 (PP 21/2004) tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L) yang merupakan operasionalisasi UU 17/2003, bahwa RKA-K/L disusun dengan menggunakan pendekatan: a. KPJM, b. Penganggaran Terpadu; c. Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK). Adapun KPJM digunakan untuk mencapai disiplin fiscal secara berkesinambungan. Berdasarkan pendekatan KPJM, dimensi waktu perencanaan anggaran yang semula berbasis tahunan diubah menjadi multi tahun (satu tahun yang direncanakan ditambah tiga tahun rencana ke depan), sedangkan orientasi penyusunannya juga berubah dari orientasi berdimensi selesai satu tahun menjadi
3
berdimensi pengguliran ke beberapa tahun ke depan selama kebijakan masih berjalan dengan memanfaatkan prakiraan maju sebagai angka dasar bagi penyusunan anggaran tahun anggaran berikutnya yang besarannya dapat disesuaikan dengan menggunakan parameter. (Republik Indonesia n.d.) Secara umum penyusunan KPJM yang komprehensif memerlukan suatu tahapan proses penyusunan perencanaan jangka menengah meliputi: a). penyusunan proyeksi/rencana kerangka (asumsi) ekonomi makro untuk jangka menengah; b). penyusunan proyeksi/rencana /target-target fiskal (seperti tax ratio, defisit, dan rasio utang pemerintah) jangka menengah; c). rencana kerangka anggaran (penerimaan, pengeluaran, dan pembiayaan) jangka menengah (medium term budget framework), yang menghasilkan pagu total belanja pemerintah (resources envelope); d). pendistribusian total pagu belanja jangka menengah ke masing-masing K/L (line ministries ceilings). Indikasi pagu K/L dalam jangka menengah tersebut merupakan perkiraan batas tertinggi anggaran belanja dalam jangka menengah; e). penjabaran pengeluaran jangka menengah (line ministries ceilings) masing-masing K/L ke masing-masing program dan kegiatan berdasarkan indikasi pagu jangka menengah yang telah ditetapkan. Penerapan KPJM pada Tingkat Kementerian Negara/Lembaga dengan memperhatikan langkah-langkah sesuai dengan penjelasan Peraturan Menteri Keuangan nomor 94/PMK.02/2013 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelahaan RKA-K/L, yaitu: a). Reviu terhadap Kebijakan Program/Kegiatan, b). Tata Cara Penghitungan Proyeksi Prakiraan Maju, c). Formulasi Penghitungan Prakiraan Maju untuk Kegiatan/Output Layanan Perkantoran, Kegiatan/Output Multiyears, Kegiatan/Output Non-Multiyears, d). Penerapan Indeksasi. Adanya perubahan paradigma dalam perencanaan dan pengaggaran yang berkelanjutan sebagaimana tersebut di atas, maka penelitian ini akan difokuskan pada implementasi KPJM dengan obyek di Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan (Setjen Kemenkes) yang merupakan salah satu unit Eselon I yang memiliki struktur organisasi terdiri dari 14 unit Eselon II . Pertimbangan dipilihnya Setjen Kemenkes sebagai obyek penelitian yaitu: a). Adanya kemudahan untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, b). Setjen
4
Kemenkes merupakan salah satu unit Eselon I pada Kemenkes yang memiliki organisasi besar dengan menjalankan 1 program generik dan empat belas kegiatan dalam bidang kesehatan, sehingga menurut hemat penulis dengan tugas pokok dan fungsi yang begitu besar layak untuk dijadikan obyek penelitian, c). Dalam kurun waktu tiga tahun (2012 sampai dengan 2014) penerapan KPJM dimaksud sebagai contoh berdasarkan data yang diambil dari Aplikasi RKA K/L tahun 2013 menunjukan adanya gap, dimana anggaran pada Setjen mengalami fluktuatif yaitu dari pagu definitiv (alokasi anggaran) tahun 2013 sebesar Rp.3,05 T, kemudian prakiraan majunya mengalami peningkatan pada tahun 2014 sebesar Rp.5,42 T, selanjutnya mengalami penurunan pada tahun 2015 sebesar Rp.2,69 T dan tahun 2016 sebesar Rp.2,06 T, maka berdasarkan pengamatan awal mengindikasikan: Implementasi KPJM di Setjen Kemenkes belum sepenuhnya berjalan sesuai tahapan proses penyusunan perencanaan jangka menengah. Implementasi KPJM di Setjen Kemenkes belum sepenuhnya menyentuh aspek yang bersifat subtantif, akan tetapi masih pada tataran memenuhi persyaratan administratif. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas serta mengacu pada latar belakang permasalahan, maka perumusan masalah penelitian ini dapat difokuskan dengan mengajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Bagaimana implementasi KPJM
dalam sistem perencanaan dan penganggaran di lingkungan Setjen
Kemenkes? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah sebagaimana tersebut di atas maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
5
1. Tujuan Umum Melakukan
analisis/evaluasi
implementasi
KPJM
dalam
sistem
perencanaan penganggaran di Setjen Kemenkes. 2. Tujuan Khusus Melakukan Penerapan
analisis/evaluasi
KPJM
terkait
mengenai
Pola Rolling
langkah-langkah/Tahapan
Budget (anggaran bergulir/
berkesinambungan) dalam rangka implementasi kebijakan KPJM di lingkungan Setjen Kemenkes. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat yang signifikan baik manfaat akademis maupun manfaat praktis, yaitu sebagai berikut : 1. Manfaat akademis Bagi kalangan akademisi diharapkan dapat memanfaatkan penelitian ini sebagai bahan untuk pengembangan teori dan bahan penelitian lanjutan yang sejenis, terutama dalam kebijakan manajemen pelayanan kesehatan. 2. Manfaat praktis Secara umum penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap efisiensi dan efektivitas pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah khususnya di lingkungan Setjen Kemenkes dalam upaya meningkatkan akuntabilitas dan transparansi keuangan negara. Selanjutnya bagi instansi terkait yang terlibat langsung dalam kebijakan perencanaan dan penganggaran dapat menjadi masukan yang berguna untuk perbaikan sistem perencanaan dan penganggaran. E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai evaluasi implementasi KPJM
dalam sistem
perencanaan dan penganggaran belum banyak dilakukan penelitian. Beberapa penelitian sebagai bahan rujukan yang sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya disajikan sebagaimana tersebut berikut ini:
6
Penelitian oleh Pangestuti (2008) mengenai Studi Persepsi terhadap Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Implementasi
Kebijakan
Kerangka
Pengeluaran Jangka Menengah dalam Penyusunan Anggaran pada Direktorat Jenderal Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM). Penelitian ini untuk mengetahui
bagaimana
dukungan
faktor
komunikasi,
sumber
daya,
sikap/kecenderungan aparat pelaksana, struktur birokrasi terhadap implementasi kebijakan KPJM. Adapun data yang digunakan meliputi data primer dengan memberikan kuesioner kepada pejabat atau pegawai yang bertugas sebagai perencana dan penyusun anggaran pada masing-masing unit Eselon II di lingkungan Ditjen Perlindungan HAM, yaitu Pejabat Eselon III. Disamping itu ada data sekunder yang digunakan sebagai data pendukung untuk melenkapi analisis utama, meliputi dokumen dan laporan-laporan tertulis yang berkaitan dengan penelitian. Analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif. Hasil penelitiannya yaitu bahwa kebijakan
KPJM
belum
dapat
diimplementasikan dengan baik dalam penyusunan anggaran di pada Direktorat Jenderal Perlindungan HAM. Masih terdapat beberapa indikator pendukung yang belum mencapai kondisi yang disyaratkan. Dalam dukungan faktor-faktor yang mempengaruhi
upaya implementasi
meningkatkan kebijakan
KPJM, faktor sumber daya perlu lebih diperhatikan dibanding faktor yang lain. Hal ini disebabkan faktor komunikasi mempunyai pengaruh yang paling besar dalam mempengaruhi implementasi kerangka pengeluaran jangka menengah dibanding faktor-faktor yang lain. Selanjutnya, agar implementasi KPJM lebih berhasil perlu dilakukan perbaikan pada berbagai faktor pendukungnya. Karena itu disarankan untuk terus dilakukan sosialisasi dan pelatihanpelatihan
penyusunan
KPJM
untuk meningkatkan
kualitas sumber daya
manusia, peningkatan alokasi anggaran untuk penyusunan KPJM, penyediaan sarana dan prasarana yang dapat memudahkan aparat pelaksana dalam mengakses informasi dan referensi yang diperlukan, dan memperkuat kedudukan KPJM dengan mengharuskan diadakannya pembahasan KPJM bersama instansi-instansi terkait sebagaimana anggaran tahunan.
7
Penelitian oleh Mesfriati (2009) mengenai Analisis Implementasi Kebijakan Anggaran Berbasis Kinerja di Lingkungan Sekretariat Jenderal Departemen Hukum dan HAM RI. Penelitian ini untuk mendeskripsikan implementasi kebijakan anggaran berbasis kinerja di Sekretarit Jenderal Departemen Hukum dan HAM RI. Adapun data yang digunakan meliputi data yang diambil melalui wawancara kepada pejabat atau pegawai, studi kepustakaan terhadap dokumen dan laporan-laporan tertulis yang berkaitan dengan penelitian, serta survei dan existing statistic. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Hasil penelitiannya bahwa proses penganggaran tersebut secara format dan teknis telah mengacu kepada undang-undang terbaru yaitu PP no. 21 tahun 2004), tetapi idealnya Anggaran Berbasis Kinerja belum dapat dilaksanakan dengan baik. Berdasarkan Teori Edward bahwa pada Departemen Hukum dan HAM, pelaksanaan Anggaran Berbasis Kinerja belum dapat terlaksana dengan baik, hal ini disebabkan oleh kurangnya sumber daya yang berkompeten dan minimnya pengetahuan kebijakan yang disebabkan faktor struktur birokrasi dan disposisi. Tetapi pola komunikasi yang dibangun cukup baik, faktor inilah terutama yang dapat mendukung terlaksananya proses penganggaran di Departemen Hukum dan HAM masih cukup baik. Kedepannya, agar kebijakan ini dapat diimplementasikan secara keseluruhan dan berkesinambungan perlu perbaikan lagi untuk meningkatkan kepedulian dan pemahaman terhadap Anggaran Berbasis Kinerja. Adapun dalam penelitian ini, yaitu tentang Evaluasi Implementasi Kebijakan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah di Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan lebih menitikberatkan pada bagaimana atau sejauhman efektivitas implementasi KPJM dalam sistem perencanaan dan penganggaran di Setjen Kemenkes, dan secara khusus analisis bagaimana mengenai Langkahlangkah/Tahapan Penerapan KPJM terkait implementasi kebijakan KPJM di lingkungan Setjen Kemenkes serta ouputnya berupa pola Rolling Budget. Adapun data yang digunakan meliputi data primer yang diambil melalui wawancara mendalam kepada pejabat atau staf yang menangani perencanaan dan
8
penganggaran di lingkungan Setjen Kemenkes, observasi, serta data skunder melalui studi kepustakaan terhadap dokumen dan laporan-laporan tertulis yang berkaitan dengan penelitian.