1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Peningkatan kesehatan ibu merupakan salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDG’s) dengan target menurunkan angka kematian ibu hingga 3/4 dalam kurun waktu 1990-2015 (Bappenas, 2010). Mortalitas (kematian) ibu didefinisikan oleh WHO (cit. McKenzie et al., 2007) sebagai kematian ibu saat mengandung atau dalam 42 hari setelah kehamilan berakhir, mengesampingkan durasi dan lokasi bayi dalam rahim, dari semua penyebab yang berkaitan dengan atau diperburuk oleh kehamilan atau penatalaksanaannya. Angka kematian ibu (AKI) merupakan jumlah ibu yang meninggal per 100.000 kelahiran hidup dalam tahun tertentu. AKI terkait dengan risiko setiap kehamilan (risiko obstetrik), bukan dari sebab-sebab kebetulan atau kecelakaan. Penurunan AKI secara global masih rendah. Di Indonesia, AKI menurun dari 390 pada tahun 1991 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Target pencapaian MDG’s pada tahun 2015 adalah sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup, sehingga diperlukan kerja keras untuk mencapai target tersebut. Walaupun pelayanan antenatal dan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih cukup tinggi, beberapa faktor seperti risiko tinggi pada saat kehamilan perlu mendapat perhatian. Upaya peningkatan kesehatan ibu diprioritaskan pada perluasan
pelayanan
kesehatan
berkualitas,
pelayanan
obstetrik
yang
komprehensif, peningkatan pelayanan keluarga berencana dan penyebarluasan komunikasi, informasi dan edukasi kepada masyarakat (Bappenas, 2010). AKI di Indonesia telah mengalami penurunan, namun masih menduduki peringkat tertinggi di Asia Tenggara (Kementerian Kesehatan RI, 2010a). Analisis hasil SDKI 1994 sampai dengan 2007 menunjukkan tren penurunan kematian ibu di Indonesia. AKI untuk periode 5 tahun sebelum survei SDKI 1994 (1990-1994) adalah 390 kematian per 100.000 kelahiran hidup menurun menjadi 334 kematian per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 1997) dan selanjutnya menjadi 304 kematian
2
per 100.000 kelahiran hidup dari hasil SDKI 2002-2003 dan 228 kematian per 100.000 kelahiran hidup dari hasil SDKI 2007 (BPS et al., 2008). AKI mencerminkan risiko yang dihadapi ibu-ibu selama kehamilan dan melahirkan yang dipengaruhi oleh status gizi ibu, keadaan sosial ekonomi, keadaan kesehatan yang kurang baik menjelang kehamilan, kejadian berbagai komplikasi pada kehamilan dan kelahiran, tersedianya dan penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan. Tingginya AKI menunjukkan keadaan sosial ekonomi yang rendah dan fasilitas pelayanan kesehatan termasuk pelayanan prenatal dan obstetri yang rendah pula (Dinkes Jateng, 2011b). Pencapaian AKI di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2010. Sementara, jumlah absolut kematian ibu di Jawa Tengah tahun 2011 dan 2010 yang tersebar di 35 kabupaten/kota adalah 668 kematian dengan 575.805 kelahiran hidup (2011), dan 611 kematian dengan 582.075 kelahiran hidup (2010) (Dinkes Jateng, 2010; Dinkes Jateng, 2011a). Tren pencapaian AKI (jumlah kematian per 100.000 kelahiran hidup) dan jumlah absolut kematian ibu di Jawa Tengah tahun 2006-2011 dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Tren AKI dan jumlah kematian ibu di Jawa Tengah tahun 2006-2011 Sumber data : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012
Berdasarkan perbandingan jumlah absolut kematian ibu per kabupaten/kota tahun 2011 dan 2010, 18 kabupaten/kota (51%) di Jawa Tengah mengalami kenaikan, 13 kabupaten/kota (37%) mengalami penurunan, sementara 4 lainnya (11%) jumlah kematian ibu tahun 2011 sama dengan tahun 2010 (Dinkes
3
Jateng, 2011b; Dinkes Jateng, 2012). Distribusi menurut waktu kejadian kematian ibu (saat hamil/bersalin/nifas) di Jawa Tengah tahun 2006-2011 dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Distribusi waktu kejadian kematian ibu di Jawa Tengah tahun 2006-2011 Sumber data : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012
Gambar 2 menunjukkan bahwa jumlah kematian ibu nifas mulai tahun 2007 mengalami peningkatan dan sampai tahun 2011 menduduki peringkat teratas dibandingkan dengan pada saat hamil dan bersalin. Kematian ibu bersalin yang semula pada tahun 2006 menduduki peringkat tertinggi, mulai menunjukkan penurunan sejak tahun 2007 sampai tahun 2011. Distribusi menurut penyebab kematian ibu di Jawa Tengah tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Persentase penyebab kematian ibu di Jawa Tengah tahun 2011 Sumber data : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012
Penyebab kematian lain-lain dikarenakan penyakit-penyakit lain seperti penyakit jantung, TBC, DM, malaria, ruptur uteri, HIV, DBD, hepatitis, emboli air ketuban, meningitis, partus lama dan perdarahan otak (Dinkes Jateng, 2011d). Penyebab kematian ibu merupakan suatu hal yang cukup kompleks, yang dapat digolongkan dalam faktor-faktor reproduksi (usia, paritas, kehamilan yang tidak diinginkan), komplikasi obstetrik (perdarahan pada abortus, kehamilan
4
ektopik, perdarahan pada kehamilan trimester ketiga, perdarahan postpartum, infeksi nifas, gestosis, pengguguran kandungan), pelayanan kesehatan dan faktor sosial budaya (antara lain kemiskinan, ketidaktahuan, budaya pantangan makan tertentu pada wanita hamil) (Wiknjosastro et al., 1999). Kematian ibu sebagian besar karena penyebab langsung, yaitu perdarahan, infeksi, eklamsi, persalinan lama dan komplikasi abortus. Kematian ibu dilatarbelakangi oleh rendahnya tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, kedudukan dan peran perempuan, faktor sosial budaya dan transportasi. Hal tersebut berpengaruh pada munculnya 2 keadaan yang tidak menguntungkan, yaitu “tiga terlambat” (terlambat mengenal tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas kesehatan dan terlambat mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan) dan “empat terlalu” (terlalu muda melahirkan, terlalu sering melahirkan, terlalu rapat jarak melahirkan dan terlalu tua untuk melahirkan) (Kementerian Kesehatan RI, 2010b). Peningkatan kesehatan ibu sangat erat kaitannya dengan upaya pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan di fasilitas kesehatan, upaya peningkatan status gizi ibu dan peningkatan cakupan imunisasi bagi ibu hamil. Peran promosi kesehatan
sangat
penting
dalam
meningkatkan
kesehatan
ibu
dengan
menumbuhkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat akan pentingnya perilaku sehat seperti pemeriksaan kehamilan secara rutin, melahirkan di fasilitas kesehatan, dan ibu mengkonsumsi makanan yang bergizi (Kementerian Kesehatan RI, 2010a). Cakupan kunjungan ibu hamil K4 (pelayanan antenatal sesuai dengan standar minimal 4 kali), pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan, dan pelayanan nifas (pelayanan pada ibu dan neonatus pada masa 6 jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan sesuai dengan standar) menurut data Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 (sesuai dengan Permenkes RI No.741/Menkes/Per/VII/2008) dapat dilihat pada Tabel 1.
5
Tabel 1. Cakupan kunjungan K4, pertolongan oleh tenaga kesehatan dan pelayanan nifas di Provinsi Jawa Tengah dan Kota Semarang tahun 2010-2011 Cakupan Kunjungan K4 Pertolongan oleh tenaga kesehatan Pelayanan nifas
Jawa Tengah Tahun 2010 Tahun 2011 92,04% 93,71% 93,62% 96,79% 93,43%
Kota Semarang Tahun 2010 Tahun 2011 90,52% 94,42% 93,19% 94,76%
93,97%
54,12%
64,68%
Sumber data : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012
Kota Semarang merupakan salah satu dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah dan menjadi ibukota provinsi dengan jumlah sarana kesehatan terbanyak dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya (24 rumah sakit dan 37 puskesmas). Berdasarkan data cakupan persalinan nifas pada tahun 2010 dan 2011, Kota Semarang menduduki peringkat terendah dibandingkan dengan 34 kabupaten/kota yang lain (Dinkes Jateng, 2011b; Dinkes Jateng, 2012). Hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan pada 30 orang ibu hamil di Kota Semarang menunjukkan hanya 43% yang mengetahui ibu nifas perlu memeriksakan kesehatannya minimal 3 kali, dan 60% mengetahui kematian ibu terbanyak saat ini terjadi pada masa nifas. Jumlah kematian ibu di Kota Semarang pada tahun 2011 mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2010, dan menduduki peringkat ke 5 tertinggi setelah Kabupaten Brebes, Banyumas, Pemalang, dan Kabupaten Tegal. Perkembangan jumlah kematian ibu dan jumlah kelahiran hidup di Kota Semarang tahun 2008-2011 disajikan pada Gambar 4 (Dinkes Semarang, 2011).
Gambar 4. Perkembangan jumlah kematian ibu di Semarang tahun 2008-2011 Sumber data : Dinas Kesehatan Kota Semarang tahun 2012
6
Distribusi jumlah kematian ibu berdasarkan sebab kematian di Kota Semarang tahun 2010-2011 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Distribusi jumlah kematian ibu berdasarkan sebab kematian di Kota Semarang tahun 2010-2011 Tahun 2010 2011
Jumlah kematian 19 31
Perdarahan 4 6
Infeksi 0 0
Penyebab kematian ibu Eklamsi Lain-lain 7 8 13 12
Sumber data : Dinas Kesehatan Kota Semarang tahun 2012
Berdasarkan data di atas, tidak ditemukan penyebab kematian ibu maternal karena infeksi, namun kematian karena preeklamsi-eklamsi, perdarahan dan penyakit lain-lain meningkat. Penyebab kematian lain-lain meliputi emboli air ketuban, asma bronchial, penyakit jantung, TB dan emboli paru akut. Data kematian ibu di Kota Semarang tahun 2010-2011 (berdasarkan waktu kejadian kematian, umur ibu, dan pendidikan ibu) disajikan pada Tabel 3 (Dinkes Semarang, 2012). Tabel 3. Data kematian ibu di Kota Semarang tahun 2010-2011 Klasifikasi Menurut waktu kejadian kematian : Hamil : Bersalin : Nifas : Menurut umur ibu yang meninggal : < 20 tahun : 20-35 tahun : >35 tahun : Menurut pendidikan ibu yang meninggal: Tidak tamat SD : SD : SLTP : SLTA : Akademi/Perguruan Tinggi :
Tahun 2010
Tahun 2011
3 kematian (16%) 1 kematian (5%) 15 kematian (79%)
7 kematian (23%) - (0%) 24 kematian (77%)
2 orang (11%) 16 orang (84%) 1 orang (5%)
1 orang (3%) 20 orang (65%) 10 orang (32%)
1 orang (5%) 4 orang (21%) 4 orang (21%) 7 orang (37%) 3 orang (16%)
2 orang (6%) 3 orang (10%) 3 orang (10%) 13 orang (42%) 10 orang (32%)
Sumber data : Dinas Kesehatan Kota Semarang tahun 2012
Tabel 3 menunjukkan kematian ibu di Kota Semarang terbanyak terjadi pada saat nifas dibandingkan dengan pada saat hamil maupun bersalin, bahkan pada tahun 2011 tidak terjadi kematian pada saat bersalin. Terjadi peningkatan jumlah kematian ibu pada umur lebih dari 35 tahun. Sementara, persentase pendidikan ibu yang meninggal tertinggi adalah SLTA. Data BPS Provinsi Jawa Tengah
7
tahun 2012 menunjukkan 31% penduduk perempuan berusia 10 tahun ke atas di Kota Semarang berpendidikan SLTA (Dinkes Jateng, 2012). Kematian ibu di Kota Semarang pada tahun 2011 sebanyak 71% terjadi di rumah sakit, dan 36,4% di antaranya meninggal pada hari pertama (Dinkes Semarang, 2012). Hal ini dimungkinkan terjadinya kematian ibu bukan karena keterlambatan atau lama menunggu pelayanan medis di rumah sakit saja, namun karena keterlambatan mengenal risiko atau bahaya dan pengambilan keputusan merujuk, dan keterlambatan transportasi membawa ibu bersalin ke rumah sakit. Hasil penelitian di RSUD Kota Magelang Provinsi Jawa Tengah tahun 1998-2000, menunjukkan 3 keterlambatan tersebut merupakan faktor risiko dan mempunyai hubungan dengan kematian ibu. Kematian ibu dengan keterlambatan dalam pengambilan keputusan merujuk oleh pasien atau keluarganya sebesar 31%, salah satu penyebabnya tidak mengetahui tanda bahaya perdarahan pada persalinan (Latuamury, 2001). Hasil penelitian pada 37 ibu hamil yang berisiko tinggi tertular HIV di Semarang, menunjukkan
hanya
37,8%
yang
memiliki
pengetahuan
HIV
baik
(Widyawati, 2009). Hasil penelitian Arifin (2005) menunjukkan 76,2% ibu hamil memiliki pengetahuan kurang, 13,8% pengetahuannya cukup, dan hanya 10% yang memiliki pengetahuan baik tentang perawatan kehamilan, persalinan, dan perawatan nifas, diantaranya tentang manfaat pemeriksaan kehamilan, tanda bahaya kehamilan dan ibu nifas, serta tindakan yang perlu dilakukan bila ada tanda bahaya. Kurangnya pengetahuan ibu tentang tanda-tanda persalinan dapat menyebabkan bahaya pada ibu (Kasdu, 2005). Promosi kesehatan dalam piagam Ottawa (1986) merupakan suatu proses yang memungkinkan orang untuk meningkatkan kendali (kontrol) atas kesehatannya, dan meningkatkan status kesehatan (Depkes, 2009). Promosi kesehatan juga merupakan ilmu dan seni yang membantu seseorang mengubah gaya hidupnya menuju status kesehatan yang optimal. Kesehatan yang optimal adalah keseimbangan dinamis fisik, kesehatan emosional, sosial, spiritual, dan intelektual (Donnell, 2009). Perubahan gaya hidup dapat difasilitasi melalui kombinasi pengalaman belajar untuk meningkatan kesadaran, mengubah perilaku dan menciptakan lingkungan yang mendukung praktik kesehatan yang baik
8
(Davies & Macdowall, 2006). Pengetahuan dan sikap merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku (Green & Kreuter, 2000). Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang obyek tersebut melalui persuasi (Sarwono, 1997). Promosi kesehatan dengan berbagai kegiatan, strategi, metode dan teknik berupaya
memerangi
perilaku-perilaku
masyarakat
yang
berisiko
dan
mengembangkan hidup sehat (Depkes RI, 2009). Penggunaan alat bantu (media) dapat merangsang banyak pancaindera, semakin banyak pancaindera yang digunakan, maka semakin banyak dan jelas informasi yang diperoleh. Media merupakan alat yang sering digunakan untuk menyampaikan pesan, disamping merupakan alat yang membantu promosi kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan (Morton et al., 1995; Kemm & Close, 1995). Jenis media menurut Morton et al. (1995) dibedakan menjadi media cetak, audiovisual, hasil pemograman komputer dan mass media. Sementara, menurut Kemm & Close (1995) dibedakan menjadi media tulisan, audiovisual (film), dan material lain. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah dan Kota Semarang melakukan promosi kesehatan untuk meningkatkan kesehatan ibu dengan berbagai media antara lain media audiovisual (film) dan lembar balik. Audiovisual atau audiovisual aids (AVA) merupakan alat visual untuk mengkongkretkan materi pembelajaran yang dilengkapi dengan audio. Media ini mempunyai keunggulan, yaitu dapat memberikan realita (gerak, suara, tempat, emosi), memberikan informasi, mengangkat masalah, episode dapat diulang untuk analisis detail dan dapat direkam untuk digunakan kembali (Ewles & Simnet, 1994). Kelebihan AVA menurut Piatrow (1989) adalah atraktif, bergerak, ilustratif, mudah dibawa, dapat diputar kembali, dan dapat berpengaruh terhadap perubahan perilaku secara bertahap (Leap et al., 2009). Media visual dasar pada hakekatnya adalah media grafis yang terdiri dari unsur tulisan dan atau gambar. Pembuatan media grafis terdiri dari grafik, diagram, sketsa dan gambar/foto (Suiraoka & Supariasa, 2012). Gambar/foto dapat membantu mencapai kesadaran dan pemahaman yang lebih besar, merangsang untuk mempertimbangkan cara-cara meningkatkan kesehatan dan
9
faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan (Bruce, 2000). Lembar balik merupakan salah satu bentuk media visual yang tidak diproyeksikan, berbentuk buku, tiap lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan di baliknya berisi kalimat sebagai pesan/informasi berkaitan dengan gambar tersebut. Kekuatan lembar balik adalah baik untuk curah pendapat dan melibatkan kelompok secara aktif dalam membuat ide, mudah dibawa, dapat digunakan dalam ruang yang tidak ada papan tulisnya, serta murah (Ewles & Simnet, 1994). Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Promosi kesehatan pencegahan kematian ibu berbasis media di Kota Semarang tahun 2012.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi permasalahan dalam penelitian ini, yaitu AKI di Kota Semarang pada tahun 2011 masih tinggi, yaitu sebesar 119,9/100.000 kelahiran hidup, mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2010 (73,80/100.000 kelahiran hidup). Beberapa upaya untuk menurunkan AKI sudah dilakukan, namun AKI masih meningkat. Penyebab kematian ibu merupakan suatu hal yang cukup kompleks, yang dapat digolongkan menjadi faktor-faktor reproduksi, komplikasi obstetrik, pelayanan kesehatan dan faktor sosial budaya (antara lain kemiskinan, dan ketidaktahuan) (Wiknjosastro et al., 1999). Pengetahuan dan sikap merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku. Pengetahuan dan sikap ibu hamil terhadap pencegahan kematian ibu masih perlu ditingkatkan. Pesan promosi kesehatan berdasarkan data kematian ibu saat ini perlu disampaikan agar ibu hamil dapat melakukan kontrol terhadap kesehatannya dan melakukan upaya yang tepat guna mencegah terjadinya kematian ibu, baik pada saat hamil, bersalin maupun nifas. Penyebab kematian ibu terbanyak karena pre-eklamsi dan eklamsi, dengan faktor risiko hipertensi, usia terlalu tua (lebih dari 35 tahun), dan adanya 3 keterlambatan. Cakupan pelayanan nifas di Kota Semarang pada tahun 2011 masih rendah yaitu 64,68%, dari target yang ditetapkan sebesar 90%. Jumlah kematian ibu terbanyak saat ini terjadi pada masa nifas (Dinkes Jateng, 2011b).
10
Berdasarkan
identifikasi
permasalahan
tersebut,
dapat
dirumuskan
permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1.
Apakah promosi kesehatan dengan film dan lembar balik mempengaruhi pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang pencegahan kematian ibu di Kota Semarang ?
2.
Apakah ada perbedaan pengaruh antara promosi kesehatan dengan film dan lembar balik terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang pencegahan kematian ibu di Kota Semarang ?
3.
Apakah ada pengaruh promosi kesehatan dengan film dan lembar balik terhadap pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang pencegahan kematian ibu di Kota Semarang setelah 10-14 hari dari perlakuan ?
C. Tujuan Penelitian 1. Menguji pengaruh promosi kesehatan dengan film dan lembar balik terhadap pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang pencegahan kematian ibu di Kota Semarang. 2. Menguji perbedaan pengaruh antara promosi kesehatan dengan film dengan lembar balik terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang pencegahan kematian ibu di Kota Semarang. 3. Menguji pengaruh promosi kesehatan dengan film dan lembar balik terhadap pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang pencegahan kematian ibu di Kota Semarang setelah 10-14 hari dari perlakuan.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada :
11
1.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah dan Dinas Kesehatan Kota Semarang, sebagai bahan masukan dalam pengambilan kebijakan pemanfaatan media promosi kesehatan film atau lembar balik dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang pencegahan kematian ibu.
2.
Bagi masyarakat, khususnya ibu hamil di Kota Semarang dengan mengetahui pengertian, penyebab kematian, faktor risiko, tanda-tanda bahaya dan cara pencegahan kematian ibu dapat mendorong mereka untuk melakukan kontrol terhadap kesehatannya dan melakukan upaya yang tepat guna mencegah terjadinya kematian ibu.
3.
Bagi akademisi, dapat memperkaya pengkajian pengembangan promosi kesehatan khususnya berbasis media dalam rangka menurunkan AKI, dan membuka berbagai kemungkinan penelitian lebih lanjut guna penurunan AKI di Indonesia.
4.
Bagi peneliti, mendapatkan pengalaman secara langsung dalam menerapkan teori promosi kesehatan dan pengembangan media, khususnya terkait dengan upaya penurunan AKI di Jawa Tengah.
E. Keaslian Penelitian 1.
Leap et al. (2009) melakukan penelitian tentang penggunaan video dalam pengembangan dan uji coba paket pembelajaran lapangan untuk bidan guna mendukung perempuan melahirkan secara normal di Inggris. Penelitian tersebut berhasil mengembangkan sebuah paket belajar bidan dengan menggunakan video untuk mengamati dan menggambarkan praktik teladan guna merangsang kegiatan lokakarya interaktif. Tujuan dari penelitian tersebut meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan self-efficacy bidan untuk mendukung perempuan melahirkan secara normal. Jenis penelitian adalah kualitatif dengan pengumpulan data melalui pengamatan, wawancara dan diskusi kelompok. Persamaan dengan penelitian ini adalah keduanya
12
terkait dengan media film. Perbedaannya pada tujuan penelitian, jenis penelitian, sasaran dan lokasi. 2.
Adli (2006) melakukan penelitian tentang persepsi dan perilaku ibu hamil dalam upaya pencegahan kurang energi kronis (KEK) di barak pengungsian Kabupaten Aceh Besar Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Jenis penelitian kualitatif dengan rancangan studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih terdapat persepsi terhadap kepercayaan pantangan makanan ibu hamil KEK dan non KEK di barak pengungsian, yang didasari budaya setempat. Persamaan dengan penelitian ini adalah sasaran penelitian (ibu hamil). Perbedaannya pada jenis penelitian yang digunakan, tujuan penelitian, dan lokasi penelitian.
3.
Kuswoyo (2005) melakukan penelitian tentang upaya penurunan AKI di Kabupaten Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penelitian tersebut bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang usaha-usaha penurunan AKI di Kabupaten Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur dan faktor-faktor yang mendukung upaya-upaya penurunan AKI. Jenis penelitian adalah kualitatif dengan sasaran bidan, dukun dan kepala puskesmas. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada jenis penelitian, tujuan penelitian, sasaran dan lokasi
penelitian.
Persamaannya
adalah
keduanya
terkait
dengan
kematian ibu. 4.
Jaramillo (2001) melakukan penelitian tentang dampak pendidikan kesehatan berbasis media pada diagnosis TB di Cali, Colombia. Metode promosi kesehatan yang digunakan adalah kampanye melalui televisi dan radio selama 6 minggu dengan 7 pesan utama berupa informasi yang disampaikan terkait dengan TB. Jenis penelitian tersebut adalah penelitian quasi experimental dengan rancangan pretest and posttest with control group design.
Hasil
penelitian
menunjukkan
adanya
peningkatan
jumlah
pemeriksaan sputum pada kelompok intervensi. Persamaan dengan penelitian ini adalah keduanya terkait dengan promosi kesehatan berbasis media dengan penyampaian pesan utama, jenis penelitian yang digunakan, serta penilaian
13
dampak media. Perbedaannya pada tujuan penelitian, sasaran, lokasi penelitian, dan jenis media yang digunakan. 5.
Latuamury
(2001) melakukan
penelitian berjudul Hubungan antara
Keterlambatan Merujuk dengan Kematian Ibu di RSUD Tidar Kota Magelang Provinsi Jawa Tengah. Tujuan penelitian tersebut untuk mengetahui hubungan keterlambatan rujukan dengan angka kematian ibu di Kota Magelang. Penelitian tersebut adalah studi kasus kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterlambatan mengenal risiko atau bahaya dan pengambilan keputusan merujuk, keterlambatan transportasi membawa ibu bersalin ke rumah sakit, dan keterlambatan atau lama menunggu pelayanan medis di rumah sakit merupakan faktor risiko dan mempunyai hubungan dengan kematian ibu. Perbedaan dengan penelitian ini adalah jenis penelitian, tujuan penelitian, sasaran dan lokasi penelitian. Persamaannya adalah keduanya terkait dengan kematian ibu. 6.
Masrianto (2000) melakukan penelitian berjudul Hubungan Pengetahuan Sikap Ibu Hamil dengan Kunjungan Pelayanan Antenatal di Kecamatan Kalimanah Kabupaten Purbalingga. Tujuan penelitian tersebut untuk mengetahui
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kunjungan
pelayanan
antenatal. Rancangan penelitian adalah penelitian analitik cross sectional dengan sasaran ibu nifas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan, pengetahuan dan sikap ibu hamil mempunyai hubungan dengan kunjungan pelayanan antenatal, sementara umur dan paritas ibu hamil tidak mempunyai hubungan. Perbedaan dengan penelitian ini adalah jenis penelitian, tujuan penelitian, sasaran dan lokasi penelitian. Persamaannya adalah keduanya terkait dengan pengetahuan dan sikap ibu hamil.