BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan organisme multiselular yang banyak tumbuh di alam bebas. Organisme ini berbeda dengan organisme lain yaitu dari struktur tubuh, habitat, cara makan, reproduksi dan tempat hidupnya. Jamur merupakan organisme yang hidup pada organisme lain
yang telah mati
seperti pada kayu lapuk atau sampah organik. Di Indonesia ada banyak jenis jamur yang diketahui dapat dikonsumsi yaitu jamur kancing, jamur kuping, jamur siitake, jamur merang dan jamur tiram. Jamur yang banyak dibudidayakan dalam usaha diantaranya seperti jamur tiram dan jamur merang. Jamur tiram banyak dibudidayakan karena kandungan gizi tinggi dan manfaat yang sangat baik sehingga banyak diminati oleh masyarakat luas untuk dikonsumsi. Menurut Achmad (2013) jamur tiram mengandung 58% karbohidrat, 1,6% lemak dan 27% protein. Protein dalam jamur mengandung leusin, isoleusin, valin, triptofan, lisin, fenilalanin, dan beberapa jenis asam amino lain yang penting bagi tubuh. Cahyadi Wardani (2014) menambahkan bahwa kadar protein yang terdapat pada jamur tiram berkisar antara 18%-27%. Jamur merang merupakan jamur yang umumnya tumbuh pada merang padi yang dibiarkan membusuk. Organisme ini juga banyak diminati sebagai bahan konsumsi karena kaya akan nutrisi seperti jamur tiram. Bambang Sunandar (2010) menyatakan bahwa jamur merang mengandung 19%-35 % protein lebih tinggi dibanding beras yang memiliki protein 7,38% dan gandum yang memiliki 13,2%, mengandung 9 dari 20 asam esensial yang dikenal, mengandung 72% lemak tidak jenuh, vitamin B1, vitamin B2, niasin dan biotin. Karena kandungan gizinya yang sangat baik ini maka banyak masyarakat yang memanfaatkannya untuk di budidayakan, selain itu memiliki nilai jual yang bagus dan teknik pembudidayaannya relatif
1
mudah.
2
Pembudidayaan ini hanya memerlukan waktu panen yang relatif singkat, yaitu 1 hingga 3 bulan, sehingga perputaran modal yang digunakan dapat berputar dengan cepat. Kelebihan pada usaha ini yaitu bahan baku yang mudah didapat, tidak membutuhkan lahan yang luas, teknik budidaya yang mudah dipelajari, dan resiko kegagalan yang rendah. Namun ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan produktifitas pembudidayaan jamur, yaitu pada pemilihan bibit F1 dan media F1 yang digunakan. Pemilihan bibit F1 harus memperhatikan kualitas induknya yaitu dari F0 yang mengandung spora yang banyak, sehingga PDA yang dihasilkan tebal dan misellium yang bagus. Media F1 yang sering digunakan dalam pembibitan biasanya menggunakan media biji-bijian dan serbuk gergaji. Penggunaan biji bijian sebagai media bibit jamur karena mengandung zat yang dibutuhkan misellium untuk tumbuh. Umumnya biji yang digunakan sebagai media tanam seperti biji jagung, beras, gandum, sorgum, dan millet. Biji jagung merupakan salah satu biji yang umum digunakan dalam pembuatan media bibit. Kandunga dalam biji jagung memiliki rata rata kadar air 24 g, kalori 307%, protein 7,9 %, lemak 3,4%, dan karbohidrat 63,6%. Tjahja Muhandri dkk (2012), Biji jagung memiliki rata-rata protein dari endosperma yaitu 8,0%, kandungan lemak 1,62% - 1,85%. Penggunaan biji jagung memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya yaitu ketersediaan nutrisi yang tinggi bagi pertumbuhan misellium jamur. Kekurangannya yaitu tingginya kandungan nutrisi yang dimiliki mengakibatkan tingginya resiko kontaminasi dibandingkan bahan baku yang lainnya. Serbuk gergaji merupakan limbah industri yang dihasilkan dari pengrajin kayu. Umumnya limbah ini dibiarkan membusuk, bertumpuk dan dibakar. Pada lingkungan pertanian limbah serbuk kayu dimanfaatkan sebagai media tanam dalam pembudidayaan jamur. Keuntungan menggunakan serbuk gergaji yaitu harganya yang murah, mudah di dapat, keberadaanya melimpah dan memiliki nutrisi yang baik bagi pertumbuhan jamur. M.Alex S (2011), menyebutkan pertumbuhan misellium jamur yang baik yaitu pada penggunaan media serbuk gergaji karena mengandung lignoselulosa, lignin
3
dan serat pada serbuk gergaji lebih tinggi, tetapi tidak semua serbuk kayu dapat digunakan. Pemilihan serbuk gergaji yang baik harus memperhatikan jenis kayu yang digunakan. Setiap jenis kayu memiliki efek yang berbeda – beda untuk pertumbuhan misellium jamur, karena setiap kayu memilik kandungani zat yang berbeda. Achmad (2013), tidak semua serbuk kayu dapat digunaka sebagai media pertumbuhan misellium. Serbuk kayu yang dapat digunakan dalam pembibitan tidak boleh mengandung resin, bahan kimia dan bertekstur keras karena dapat menghambat pertumbuhan misellium jamur bahkan tidak tumbuh sama sekali, misalnya kayu pinus, mahoni dan jati. Oleh karena itu perlu adanya solusi untuk mengatasi hal tersebut, sebagian petani jamur memilih menggunakan kardus sebagai media pengganti serbuk gergaji. Kardus merupakan salah satu produk olahan dari kayu yang banyak dimanfaatkan masyarakan untuk berbagai kebutuhan. Olahan yang terbuat dari kayu ini, setelah digunakan dan kondisinya telah rusak umumnya akan dibuang dan menjadi sampah. Untuk mengurangi produktivitas sampah kardus, sebagian masyarakat memanfaatkannya menjadi produk olahan yang lain, salah satunya yaitu memanfaatkanya sebagai media tanam jamur. Kandungan senyawa selulosa yang terdapat pada kardus dapat dimanfaatkan menjadi nutrisi jamur untuk tumbuh. Kelebihan menggunakan kardus sebagai media tanam jamur yaitu mudah didapat, mampu menghasilkan jamur dengan kualitas yang bagus dan aman dari camaran logam berat. Umumnya penggunaan kardus sebagai media tanam bibit jamur digunakan pada bibit jamur F2. Berdasarkan penelitian Zuyasna dkk (2011), bahwa bahan dasar kardus mirip dengan kandungan yang terdapat pada merang dan jerami yaitu selulosa dimana pertumbuhan jamur yg dibiakkan melalui 3 media yaitu merang, ampas tebu dan kardus tidak memberikan perbedaan yang spesifik untuk merubah pembentukan primodial, jumlah badan buah, diameter badan buah, panjang batang dan diameter batang. Jadi dapat dikatakan bahwa kardus dapat digunakan sebagai media untuk pertumbuhan jamur.
4
Kandungan dalam biji jagung dan kardus dapat digunakan sebagai media tanam bibit jamur meskipun jumlah nutrisi yang dimiliki berbeda, umumnya penggunaan kardus digunakan pada media bibit F2, maka peneliti mencoba untuk menjadikan kardus sebagai media tanam bibit F1 karena kedua media tersebut memiliki nutrisi yang sama dibutuhkan jamur, dari latarbelakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti laju pertumbuhan jamur tiram dan jamur merang dengan menggunakan kedua media tersebut “kardus dan media biji jagung” dari penelitian ini dengan judul “PERTUMBUHAN MISELLIUM BIBIT F1 JAMUR TIRAM DAN JAMUR MERANG YANG DI TUMBUHKAN PADA MEDIA KARDUS DAN MEDIA BIJI JAGUNG” B. Pembatasan Masalah Agar penelitian ini dapat dikaji secara mendalam, maka perlu adanya pembatasan masalah yang di batasi oleh hal-hal sebagai berikut: 1. Subjek penelitian adalah media biji jagung dan media kardus 2. Objek penelitian adalah pertumbuhan misellium bibit F1 jamur tiram dan jamur merang 3. Parameter Parameter pada penelitian ini adalah panjang pertumbuhan misellium F1 jamur tiram dan jamur merang C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah yang di ajukan adalah “bagaimana pertumbuhan misellium bibit F1 jamur tiram dan jamur merang yang di tumbuhkan pada media kardus dan media biji jagung?” D. Tujuan Untuk mengetahui pertumbuhan misellium bibit F1 jamur tiram putih dan jamur merang yang di tumbuhkan pada media kardus dan media biji jagung.
5
E. Manfaat 1. Bagi Peneliti Dapat mengetahui lama waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan bibit misellium F1 jamur tiram dan jamur merang terhadap media yang berbeda antara media biji jagung dan media kardus. 2. Bagi Pembaca Dapat
memberikan
informasi
dan
pengetahuan
mengenai
pemanfaatan limbah kardus dan biji jagung sebagai media tanam bibit misellium F1 jamur tiram dan jamur merang