BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Timur merupakan daerah sentra pangan di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa pada tahun 2012 Provinsi Jawa Timur menghasilkan produksi beras terbanyak secara nasional yaitu sebanyak 1.701.753 ton. Tanaman padi merupakan komoditas utama di Kabupaten Bojonegoro yang pada tahun 2012 mencapai poduksi sebesar 803.059,56 ton dan tahun 2013 dapat mencapai produksi sebesar 802.528 ton dengan luas panen yaitu 143.299 hektar. Daerah sentra tanaman padi terdapat di Kecamatan Kalitidu, Kedungadem, Kanor, Dander, Sumberejo, Baureno, Sukosewu, Sugihwaras, Tambakrejo, dan Ngraho. Persentase kontribusi yang tertinggi pada Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) non migas di Kabupaten Bojonegoro tahun 2013 diperoleh dari peranan sektor pertanian dibandingkan sektor lainnya, yaitu mencapai 32,46% (Badan Pusat Statistik, 2014). Petani merupakan produsen pangan, namun dewasa ini beberapa petani daerah di Indonesia termasuk di Kabupaten Bojonegoro masih rentan terhadap ketahanan pangan terutama dalam hal pemenuhan gizi rumah tangga tani. Berdasarkan neraca bahan makanan Kabupaten Bojonegoro 2013, capaian pola pangan harapan di Kabupaten Bojonegoro adalah sebesar 70,77 yang berarti kurang beragamnya pangan yang dikonsumsi. Rumah tangga rawan pangan erat kaitannya dengan masalah kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat. Hubungan antara masalah kerawanan pangan dengan pendapatan menurut Rencana Strategi Perubahan Badan Ketahanan Pangan Jawa Timur (2013) yaitu semakin rendah pendapatan seseorang akan semakin rendah angka kecukupan gizinya. Rumah tangga tani menarik untuk diteliti mengingat rumah tangga tani memiliki peran sebagai produsen pangan sekaligus konsumen pangan. Rumah tangga tani menjual produksi pertaniannya untuk memperoleh pendapatan yang akan digunakan lagi dalam mengakses bahan pangan guna konsumsi rumah tangga. Pendapatan rumah tangga yang cukup besar akan memungkinkan rumah tangga tani mengakses bahan pangan yang baik dan cukup bagi pemenuhan kebutuhan pangan rumah tangga. Sebaliknya, jika pendapatan
1
terbatas rumah tangga akan kesulitan dalam mengakses bahan pangan yang baik dan kebutuhan non pangan. Menurut Todaro dan Smith (2006), distribusi pendapatan merupakan salah satu aspek kemiskinan yang perlu diketahui karena distribusi pendapatan merupakan ukuran kemiskinan relatif. Kesenjangan atau ketimpangan antardaerah merupakan konsekuensi logis pembangunan dan merupakan satu tahap perubahan dalam pembangunan itu sendiri. Distribusi pendapatan perorangan merupakan ukuran yang paling umum digunakan dalam menghitung kesenjangan atau ketimpangan antardaerah. Pembangunan dikatakan memberikan dampak yang baik bagi masyarakat jika mampu memberikan kesejahteraan yang baik dan merata. Terkait dengan konsep pemerataan, maka dikatakan merata jika kesejahteraan tersebut dinikmati oleh seluruh masyarakat yang memiliki ketimpangan pendapatan rendah atau kesejahteraan tidak hanya dinikmati dan dikuasai oleh sebagian kecil kelompok dalam masyarakat. Konsep pemerataan juga berkaitan dengan upaya pengentasan kemiskinan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat. Berdasarkan data dari BPS, koefisien gini di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2005 sebesar 0,356 yang mengalami penurunan pada tahun 2010 yaitu sebesar 0,340 namun pada tahun 2013 mengalami peningkatan menjadi 0,364. Koefisien gini sebesar 0,364 mengindikasikan bahwa terjadi ketimpangan pendapatan di provinsi tersebut. Kemiskinan merupakan fenomena yang tersebar luas di hampir semua negara berkembang sehingga diperlukan adanya penanganan lebih pada masalah ini. Penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan di Indonesia mayoritas berasal dari kalangan petani dan nelayan, khususnya didaerah Kabupaten Gunungkidul (Leslie dan Suhatmini, 2011). Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu. Kemiskinan dalam arti proper dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Kemiskinan dalam arti luas menurut Chambers (1995) adalah suatu integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu kemiskinan (proper), ketidakberdayaan (powerless), kerentanan menghadapi
2
situasi darurat (state of emergency),
ketergantungan
(dependence),
dan
keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Program pengentasan kemiskinan menjadi salah satu fokus pembangunan di Kabupaten Bojonegoro. Berbagai upaya melalui program pengentasan kemiskinan telah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Bojonegoro, misalnya distribusi beras untuk keluarga miskin atau Raskin, Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Program tersebut sedikit banyak telah menyebabkan penurunan garis kemiskinan dan jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bojonegoro. Persentase dan jumlah penduduk miskin dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 dapat diketahui dari Tabel 1.1. Tabel 1.1. Persentase dan Jumlah Penduduk Miskin di Kabupaten Bojonegoro Tahun 2010-2012 No. Tahun Jumlah penduduk miskin (jiwa) Persentase penduduk miskin (%) 1. 2010 227.200 18,78 2. 2011 212.860 17,47 3. 2012 201.900 16,60 Sumber : BPS Kabupaten Bojonegoro Tahun 2013 Berdasarkan Tabel 1.1 dapat diketahui bahwa persentase penduduk miskin dari tahun 2010-2012 cenderung mengalami penurunan namun dari sisi jumlahnya penduduk miskin masih tetap besar. Berpijak dari fakta tersebut, maka pengukuran ketimpangan distribusi pendapatan sangat penting dilakukan dengan menggunakan kriteria Bank Dunia, koefisien gini, dekomposisi koefisien gini, dan kurva Lorenz untuk
mengetahui
kecenderungan
yang
sebenarnya
mengenai
distribusi
pendapatan di Kabupaten Bojonegoro. Indikator ini dapat digunakan oleh pemerintah daerah dalam mempertimbangkan ketimpangan distribusi pendapatan. Pertimbangan tersebut sebagai salah satu strategi dalam pembangunan dan untuk memprioritaskan kebijakan penanggulangan kemiskinan serta ketimpangan pendapatan atau kesenjangan ekonomi di Kabupaten Bojonegoro pada masa mendatang. Kemiskinan dapat diukur menggunakan empat kriteria yaitu indikator kriteria menurut Sajogyo, BPS Kabupaten Bojonegoro, Asian Development Bank
3
(ADB), dan Bank Dunia. Kemiskinan juga akan dianalisis untuk mengetahui tingkat
keparahan
kemiskinan
yang
terjadi
di
Kabupaten
Bojonegoro
menggunakan indeks Foster-Greer-Thorbecke (FGT). Dengan demikian, maka distribusi pendapatan dan kemiskinan rumah tangga tani di Kabupaten Bojonegoro menarik untuk diteliti mengingat bahwa beberapa petani didaerah tersebut masih rentan terhadap ketahanan pangan terutama dalam hal pemenuhan gizi rumah tangga tani. B. Rumusan Masalah Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur masih mengalami beberapa permasalahan, salah satunya terjadi ketimpangan atau disparitas pendapatan antardaerah maupun antarkabupaten yang dapat ditunjukkan dari koefisien gini. Menurut BPS, koefisien gini adalah salah satu ukuran yang digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh. Pendapatan rumah tangga tani diperoleh dengan menjumlahkan total pendapatan rumah tangga dari berbagai sumber. Selain dari usahatani, petani juga menekuni usaha lain di luar kegiatan usahatani seperti buruh tani, berdagang, dan memiliki usaha lainnya. Besar kecilnya pendapatan yang diterima rumah tangga tani tentu sangat mempengaruhi pola kehidupan rumah tangganya. Perbedaan jumlah pendapatan rumah tangga yang diterima dapat mengakibatkan jumlah pengeluaran rumah tangga yang dikeluarkan juga berbeda. Tingkat pendapatan rumah tangga yang berbeda dapat menunjukkan keadaan distribusi pendapatan rumah tangga tani di daerah penelitian. Kondisi tersebut dapat mengukur tingkat kesejahteraan rumah tangga tani melalui pengukuran pendapatan rumah tangga yang diterima, yaitu mampu dibelanjakan hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan saja atau kebutuhan pangan dan non pangan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tingkat pendapatan antar rumah tangga tani yang berbeda dapat menyebabkan munculnya kemiskinan antar rumah tangga tani. Kabupaten Bojonegoro merupakan suatu daerah dengan kondisi lahan dan pengairannya yang mendukung untuk kegiatan pertanian. Padi dan jagung menjadi komoditas utama di daerah ini. Kecamatan Dander dan Kecamatan Sukosewu yang berada disekitar aliran sungai Bengawan Solo termasuk dalam daerah sentra tanaman padi di Kabupaten Bojonegoro. Kondisi alam yang demikian membuat 4
sebagian besar penduduknya sangat bergantung pada sektor pertanian. Kontribusi dari sektor pertanian untuk meningkatkan PDRB non migas di Kabupaten Bojonegoro memang sangat besar, namun sektor pertanian juga memiliki beberapa kendala. Salah satu kendala dalam sektor pertanian selama ini yaitu terdapatnya keterbatasan sumberdaya yang menyebabkan pertanian bersifat subsisten (suatu sistem bertani dengan tujuan utamanya adalah untuk memenuhi kebutuhan petani dan rumah tangganya saja) bukan bersifat komersial (mencari keuntungan). Kondisi tersebut menyebabkan pendapatan petani menjadi terbatas, sehingga rumah tangga tani akan kesulitan dalam mengakses kebutuhan bahan pangan yang baik atau kebutuhan non pangan. Program pengentasan kemiskinan menjadi salah satu fokus pembangunan di Kabupaten Bojonegoro. Berbagai upaya melalui program pengentasan kemiskinan telah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Bojonegoro, misalnya distribusi Raskin, BLT, PKH, Jamkesmas, PNPM Mandiri, dan KUR. Program tersebut sedikit banyak telah menyebabkan penurunan garis kemiskinan dan jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bojonegoro. Permasalahan yang dapat dikaji dalam penelitian ini berdasarkan uraian tersebut, yaitu : 1. Seberapa besar kontribusi pendapatan usahatani terhadap pendapatan rumah tangga tani? 2. Bagaimana distribusi pendapatan dan dekomposisi koefisien gini rumah tangga tani? 3. Bagaimana tingkat kemiskinan rumah tangga tani? Rumah tangga tani memiliki sumber pendapatan yang berasal dari usahatani dan luar usahatani. Masing-masing sumber pendapatan tersebut akan dianalisis kontribusinya terhadap pendapatan rumah tangga tani. Distribusi pendapatan rumah tangga tani akan dianalisis untuk mengetahui tingkat ketimpangan pendapatan yang terjadi. Koefisien gini selanjutnya didekomposisi untuk mengetahui sumber pendapatan yang memiliki kontribusi terbesar dalam terjadinya ketimpangan pendapatan. Tingkat kemiskinan rumah tangga tani akan diukur menggunakan empat kriteria yaitu indikator kriteria menurut Sajogyo, BPS Kabupaten Bojonegoro, ADB, dan Bank Dunia. Kemiskinan juga akan dianalisis untuk mengetahui tingkat keparahan kemiskinan yang terjadi menggunakan indeks FGT.
5
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui distribusi pendapatan dan kemiskinan rumah tangga tani di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu : 1.
Menghitung besarnya kontribusi pendapatan usahatani terhadap pendapatan rumah tangga tani.
2.
Mengetahui distribusi pendapatan dan dekomposisi keofisien gini rumah tangga tani.
3.
Mengetahui tingkat kemiskinan rumah tangga tani.
D. Kegunaan Penelitian 1.
Bagi peneliti, hasil penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan di bidang Sosial Ekonomi Pertanian sekaligus sebagai syarat untuk memperoleh derajat Sarjana (S1) Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
2.
Bagi pemerintah atau pihak-pihak yang terkait, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan distribusi pendapatan dan kemiskinan rumah tangga tani di Kabupaten Bojonegoro.
3.
Bagi pihak lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi atau sumbangan pemikiran dan informasi yang bermanfaat.
6