BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penduduk usia lanjut di Indonesia sangatlah tinggi dan diperkirakan jumlah penduduk usia lanjut tahun 2020 akan berjumlah 28,8 juta jiwa atau 11% dari total penduduk Indonesia (Viora, 2013). Penduduk usia lanjut dalam dunia kesehatan disebut geriatri yang artinya memiliki beberapa penyakit multipatologi. Penduduk usia lanjut rentan mengalami penyakit kronik dan infeksi sehingga berdampak pada morbiditas dan mortalitas. Penyakit Infeksi yang sering dialami oleh pasien geriatri ialah pneumonia, infeksi saluran kemih, dan arthritis (Maryam dkk., 2008). Angka pneumonia yang terjadi pada geriatri 5-10 kali lebih besar dibandingkan orang dewasa (Koda Kimble, 2009a; Starner dkk., 2008). Penelitian tentang evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia, pada karakteristik usia, pasien pneumonia paling banyak dialami oleh kelompok usia lanjut yaitu sebesar 41,4%. (Lestari dan Wahyono, 2013). Pneumonia pada geriatri biasanya disebabkan oleh bakteri patogen Pneumococcus, gram negatif basil (Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa), Staphylococcus aureus, dan Haemophilus influenzae. Terapi antibiotik pneumonia berupa piperasilin-tazobaktam, karbapenem, sefalosporin spektrum luas, aminoglikosida, dan flouroquinolon (Glover dan Reed, 2008).
1
Penurunan kondisi fisiologis tubuh pada pasien geriatri mempengaruhi proses farmakokinetik dan farmakodinamik obat (Koda Kimble, 2009a). Perubahan farmakodinamik pada geriatri terjadi pada dua hal yaitu terjadi penurunan homeostasis dan perubahan reseptor dan tempat target. Perubahan molekular dan selular yang terjadi seiring dengan penuaan mengubah respon pasien usia lanjut terhadap obat (Walker dan Edwards, 2003a). Perubahan proses farmakokinetik obat pada pasien geriatri terjadi pada proses absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Perubahan proses absorpsi dapat terjadi karena perlambatan aliran darah, kenaikan pH lambung, dan penundaan pengosongan lambung. Perubahan distribusi obat terjadi jika ada pengurangan jumlah albumin, pengurangan massa tubuh, pengurangan total air tubuh, dan kenaikan lemak tubuh. Gangguan metabolisme terjadi ketika perlambatan aliran darah menuju hepar, pengurangan massa hati, dan penurunan aktivitas enzim. Perubahan proses ekskresi terjadi karena adanya perlambatan aliran darah ke ginjal, perlambatan filtrasi glomerulus, dan perlambatan sekresi tubular (Aymanns dkk., 2010; Carrol dan Peterson, 2001) Eliminasi obat dapat dipengaruhi oleh kondisi fungsi ginjal. Pada geriatri cenderung terjadi penurunan fungsi ginjal. Mekanisme ekskresi ginjal meliputi filtrasi glomerulus, sekresi aktif tubulus proksimal, dan reabsorpsi pada tubulus distal (Wahyono, 2013). Pada saat terjadi penurunan fungsi ginjal, maka obat akan terakumulasi di dalam darah sehingga memperlama waktu paruh eliminasi (Hakim, 2012).
2
Salah satu antibiotik yang paling besar dieliminasi melalui ginjal dalam bentuk aktif adalah gentamisin yang merupakan golongan aminoglikosida. Gentamisin adalah obat yang diekskresikan melalui ginjal dalam bentuk aktif mendekati 98%. Eliminasi gentamisin sebanding dengan kecepatan filtrasi glomerulus karena gentamisin dieliminasi terutama di ginjal (Quan dan Aweeka, 2009). Klirens gentamisin dapat diprediksi dari nilai klirens kreatinin (Brater dan Chennavasin, 1984; Wahyono, 2013). Perubahan farmakokinetik gentamisin dipengaruhi oleh penurunan fungsi ginjal. Perubahannya berupa
penurunan
tetapan kecepatan eliminasi akibat penurunan klirens gentamisin. Perlu penyesuaian dosis/adjustment dose pada pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal (Bauer, 2008). Potensi toksisitas gentamisin berupa nefrotoksisits dan ototoksisitas. Potensi toksisitas semakin meningkat jika kadar puncak gentamisin lebih dari 12-14 mg/L (Schentag dkk., 2006). Potensi toksisitas
gentamisin dapat disebabkan oleh
penurunan klirens gentamisin yang menyebabkan penurunan tetapan kecepatan eliminasi dan perpanjangan waktu paruh eliminasi (Bauer, 2008; Shargel dkk., 2005). Pasien geriatri memiliki risiko tinggi mengalami toksisitas disebabkan oleh pertambahan usia, komorbid, dan penggunaan obat lainnya. Ditemukan bahwa insiden ototoksisitas dan nefrotoksisitas semakin tinggi pada pasien geriatri (Schentag dkk., 1981). Efek samping gentamisin sebesar lebih dari 10% berupa neurotoksisitas (vertigo, ataksia), ketidakstabilan cara berjalan, ototoksisitas, maupun nefrotoksisitas berupa penurunan klirens kreatinin (Semla dkk., 2002).
3
Pencegahan toksisitas dan peningkatan efektivitas terapi gentamisin dapat dilakukan dengan penyesuaikan dosis pada pasien geriatri
berdasarkan nilai
klirens kreatinin pasien (Alahdal dan Elberry, 2012; Karsch-Völk dkk., 2013). Dilatarbelakangi oleh
pentingnya pendosisan/regiment dose gentamisin pada
pasien geriatri yang mengalami gangguan fungsi ginjal, maka dilakukan penelitian tentang evaluasi penggunaan gentamisin untuk terapi pneumonia pada pasien geriatri rawat inap di rumah sakit umum pusat Dr. Sardjito Yoyakarta.
4
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana profil dosis gentamisin untuk terapi pneumonia pada pasien geriatri? 2. Bagaimana prediksi kadar puncak (
) dan kadar palung (
) gentamisin
di dalam darah untuk terapi pneumonia pada pasien geriatri? 3. Bagaimana outcome klinik pasien geriatri pada terapi kombinasi gentamisin dengan antibiotik lainnya untuk terapi pneumonia ? 4. Bagaiman efek samping gentamisin pada terapi pneumonia dalam bentuk kenaikan serum kreatinin?
C. Keaslian Penelitian Penelitian tentang evaluasi penggunaan gentamisin berupa perbaikan outcome klinik dan efek samping untuk terapi pneumonia pada pasien geriatri perlu dilakukan sebab gentamisin memiliki indeks terapi sempit dan terjadi perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik obat pada geriatri sehingga perlu dilakukan penyesuaian dosis gentamisin. Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito dan akan dilakukan prediksi kadar maksimum (
) dan kadar minimum (
) gentamisin dalam keadaan tunak
serta dosis yang disarankan untuk terapi gentamisin. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dalam hal metode, waktu, tempat, subjek, maupun topik penelitian. Hal-hal yang membedakan penelitian-penelitian sebelumnya dengan penelitian ini ditunjukkan pada tabel 1.
5
Tabel 1. Keaslian Penelitian (Risdyastuti dan
(Jatmiko dan
Dwiprahasto,
Wahyono,
(Rilawati dan Kategori
(Lestari dan (Hou dkk., 2011)
(Farag dkk., 2013)
Nugroho, 2011) 2006) Desain Penelitian
Penelitian ini Wahyono, 2013)
2011)
Observasional,
Observasional,
Observasional,
Observasional,
Time
Retrospektif
Prospektif
Retrospektif
Retrospektif
analytic,
series
Observasional,
Observasional,
Prospektif
Retrospektif
Deskriptif
Deskriptif
Retrospektif Analisis Data
Deskriptif
Deskriptif
Deskriptif
Deskriptif
Deskriptif Analitik
case
series Tempat dan Waktu
R.S. Panti Rapih
RSUP.
Penelitian
Yogyakarta,
Sardjito
Januari-Juni 2005
Dr.
R.S.
PKU.
Rumah Sakit,
Pelayanan
RSUP.
Muhammadiyah
April
Kesehatan, Januari
Sardjito
Yogyakarta, Januari
Yogyakarta,
Yogyakarta,
Maret 2008
2003 hingga April
Yogyakarta,
2012-Desember
Desember 2010-
Januari-
2010
Februari – Mei
2013
Januari 2011
Desember 2010
2007-
Dr.
RSUP. Dr Sardjito
2013
6
Tabel 1. (lanjutan) (Risdyastuti dan (Jatmiko dan Kategori
(Rilawati dan
Dwiprahasto,
(Farag dkk.,
(Lestari dan
2013)
Wahyono, 2013)
(Hou dkk., 2011) Wahyono, 2011)
Nugroho, 2011)
Pasien rawat inap
Pasien rawat inap
dengan diagnosis
dengan gangguan
infeksi
ginjal
Penelitian ini
2006) Sampel
Pasien rawat inap
Penelitian
dan
Pasien rawat inap
Pasien
geriatri
Pasien rawat inap
Pasien
dengan diagnosa
rawat
pneumonia
pneumonia
± 667 pasien
29 kasus
14 pasien
Data base dari
Formulir
Formulir
monitoring
pelayanan
Pengambilan
pengambilan
system
kesehatan
data, dan catatan
data, data rekam
medik
medik, hasil x-
rawat jalan
geriatri inap
dokter residen Jumlah
146 pasien
54 pasien
76 pasien
Formulir
Data medik
202 kasus
Subjek/kasus Penelitian Instrumen/
Rekam
Bahan Penelitian
kartu obat, print
pengambilan
out
data, dan catatan
dari
medik,
pusat
data elektronik
rekam medik
rekam
Renal
dosing
ray foto thorax
7
Tabel 1. (lanjutan) (Risdyastuti dan (Jatmiko dan Kategori
(Rilawati dan
Dwiprahasto,
(Farag dkk.,
(Lestari dan
2013)
Wahyono, 2013)
(Hou dkk., 2011) Wahyono, 2011)
Penelitian ini
Nugroho, 2011)
2006) Variabel Penelitian
-
Variabel bebas :
-
-
-
Variabel
bebas:
Variabel bebas :
pengetahuan
Penggunaan
Pendosisan
dokter
antibiotik untuk
gentamisin
penggunaan
pneumonia
Variabel antara:
antibiotik,
Variabel
Estimasi
Variabel
tergantung
tergantung:
clinical outcome
tentang
pemilihan antibiotik dokter
:
kadar
gentamisin
di
dalam darah Variabel
oleh
tergantung outcome
: klinik
pasien dan efek samping gentamisin
8
D. Manfaat Penelitian 1. Diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan efektivitas terapi antibiotik gentamisin untuk terapi pneumonia pada pasien geriatri di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta 2. Diharapkan penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan bagi institusi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 3. Diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan ilmu pengetahuan dan wawasan bagi peneliti. 4. Diharapkan penelitian ini dapat menurunkan angka mortalitas dan morbiditas pasien
geriatri
yang
mengalami
infeksi
pneumonia
dan
khususnya
mendapatkan terapi gentamisin.
E. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui profil dosis gentamisin untuk terapi pneumonia pada pasien geriatri. 2. Untuk mengetahui prediksi kadar puncak (
) dan kadar palung (
)
gentamisin di dalam darah untuk terapi pneumonia pada pasien geriatri. 3. Untuk mengetahui outcome klinik pasien geriatri pada terapi kombinasi gentamisin dengan antibiotik lainnya untuk terapi pneumonia. 4. Untuk mengetahui efek samping gentamisin pada terapi pneumonia dalam bentuk kenaikan serum kreatinin.
9