1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa dimana anak sudah meninggalkan masa kanakkanaknya menuju dunia orang dewasa. Literatur mengenai remaja biasanya merujuk pada kurun usia 10-19 tahun, atau 15 sampai 24 tahun. World Health Organization (WHO) mendefinisikan batasan usia remaja adalah 10 sampai 24 tahun. Di Indonesia menurut Undang-Undang nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, anak didefinisikan sebagai seorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum menikah. Batasan ini ditetapkan berdasarkan pertimbangan bahwa pada usia inilah tercapai kematangan mental, pribadi dan sosial, walaupun kematangan biologis mungkin sudah terjadi lebih awal pada waktu usia belasan tahun (Kollmann (1998) dalam (Wiknjosastro et al., 2006)). Remaja adalah sumber penting di negara manapun, remaja terdiri dari 20% dari total populasi dunia, dari 1,2 milyar remaja diseluruh dunia, sekitar 85% hidup di negara berkembang (Malleshappa et al., 2011). Kesehatan reproduksi remaja didefinisikan sebagai suatu keadaan sehat jasmani, psikologis, dan sosial yang berhubungan dengan fungsi dan proses sistem reproduksi pada remaja. Pengertian sehat tersebut tidak semata–mata berarti terbebas dari penyakit atau kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosialkultural. Pada masa ini, seorang anak mengalami kematangan biologis. Kondisi ini dapat menempatkan remaja pada kondisi yang rawan bila mereka tidak dibekali dengan informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada disekitarnya (Wiknjosastro et al., 2006). Perkembangan seksual pada remaja ditandai dengan matangnya organ reproduksi. Setelah seorang gadis mengalami menstruasi yang pertama dan mimpi basah pada laki-laki, maka sejak itu fungsi reproduksinya bekerja dengan segala konsekuensinya. Ketidaksiapan remaja menghadapi perubahan-perubahan dalam dirinya termasuk diantaranya menerima kenyataan dorongan seks mulai meningkat dan sulit dikendalikan. Situasi tersebut diperburuk dengan terbatasnya akses remaja memperoleh informasi seks yang benar dan lengkap. Dalam
1
2
ketidaksiapannya remaja harus berhadapan dengan stimulus seks dari lingkungan, dorongan seks yang muncul dari dalam dirinya, norma masyarakat dan nilai agama yang harus dipegang teguh. Sementara mereka berjalan sendiri tanpa kawan seiring. Orang tua hingga saat ini masih sulit untuk menjadi kawan seiring remaja untuk masalah seksualitas, karena banyak orang tua yang masih bingung akan apa yang mereka perbuat. Kebingungan itu meliputi informasi apa yang pantas diberikan pada remaja dan bagaimana cara memulainya dan lain-lain. Kompleksitas masalah ini menempatkan remaja pada situasi yang sulit. Karenanya tidak lagi bisa dihindari meningkatnya jumlah remaja yang berhubungan seks sebelum menikah, mengalami kehamilan yang tidak diinginkan dan melakukan aborsi (Wiknjosastro et al., 2006). Sejak tahun 1994, masalah remaja dibicarakan secara terbuka sebagai salah satu masalah kesehatan reproduksi di konferensi kependudukan di Kairo. Di negara-negara berkembang, salah satu penyebab masalah kesehatan reproduksi seperti angka kematian ibu yang tinggi diduga terkait erat dengan masalah kesehatan reproduksi dan seksualitas remaja. Hal tersebut disebabkan karena masa transisi dari periode anak-anak ke orang dewasa berlangsung terlalu cepat di negara-negara berkembang. Kematangan biologis remaja perempuan pedesaan (haid pertama) biasanya segera diikuti dengan perkawinan usia belia yang mengantarkan remaja perempuan pada risiko kehamilan dan persalinan. Hal ini berkontribusi pada tingginya angka kematian ibu akibat komplikasi kehamilan dan persalinan pada usia dini. Di sisi lain, kematangan biologis remaja laki-laki dan perempuan di perkotaan dibayang-bayangi kemungkinan lebih dininya usia pertama aktif seksual, kehamilan tidak diinginkan, upaya pengguguran kandungan secara tidak aman, infeksi saluran reproduksi termasuk penyakit menular seksual dan akibat kecacatan yang harus dialami (Kollman (1998) dalam (Wiknjosastro et al., 2006). Kasus kehamilan tidak diinginkan pada remaja semakin meningkat. Alternatif yang paling mungkin berhasil harus diketahui ramaja dan juga tidak boleh dilakukan yaitu: hubungan seks sebelum menikah, hindari perbuatan yang dapat
menimbulkan
rangsangan
seksual,
misalnya
meraba-raba
tubuh
3
pasangannya dan menonton VCD porno atau gambar-gambar yang dapat menimbulkan rangsangan dan juga manfaatkan waktu luang dengan melakukan kegiatan positif seperti berolahraga, seni dan keagamaan (Widyastuti et al., 2009). Kehamilan yang tidak diinginkan merupakan tantangan besar untuk kesehatan reproduksi orang dewasa muda di negara berkembang. Beberapa wanita muda yang memiliki kehamilan tidak diinginkan melakukan aborsi, dan banyak melakukannya dalam kondisi tidak aman (Tesfaye et al., 2012). Hamdela et al. (2012) kehamilan tidak diinginkan merupakan masalah kesehatan masyarakat sangat penting di negara maju dan berkembang. Dari 210 juta kehamilan yang terjadi di seluruh dunia setiap tahun, sekitar 38% tidak diinginkan, dan 22% berakhir dengan aborsi. Hasil penelitian Damarini (2009), menyebutkan bahwa pemberian pendidikan
seks
dapat
berpengaruh
terhadap
peningkatan
kemampuan
penyelesaian kehamilan tidak diinginkan. Demikian juga yang disampaikan oleh Hazanah (2010) keberadaan pendidikan seks dapat merubah sikap remaja dalam upaya pencegahan kehamilan tidak diinginkan. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya kehamilan tidak diinginkan, yaitu: 1) penundaan dan peningkatan uisa perkawinan serta semakin dininya usia menstruasi pertama (menarche); 2) kurangnya pengetahuan tentang seksual; 3) akibat pemerkosaan; 4) persoalan ekonomi; 5) alasan karier atau masih sekolah; dan 6) melakukan hubungan seks sedarah (incest) (Widyastuti et al., 2009). Pernikahan usia dini telah banyak berkurang di berbagai belahan negara dalam tiga puluh tahun terakhir, namun pada kenyataannya masih banyak terjadi di negara berkembang terutama di pelosok terpencil. Pernikahan usia dini terjadi baik di daerah pedesaan maupun perkotaan di Indonesia serta meliputi berbagai strata ekonomi dan latar belakang. Berdasarkan survey data SDKI 2007, di beberapa daerah didapatkan bahwa sepertiga dari jumlah pernikahan terdata dilakukan oleh pasangan uisa dibawah 16 tahun. Jumlah kasus pernikahan dini di Indonesia mencapai 50 juta penduduk dengan rata-rata usia perkawinan 19,1 tahun. Angka kejadian pernikahan di Jawa Timur sebesar 39,4%, Kalimantan
4
Selatan sebesar 35,5%, Jambi 30.6% dan 36% Jawa Barat (Fadlyana and Larasaty, 2009). Berdasarkan Panitera Pengadilan Agama Kota Kediri dari 17 laporan pemohon dispensasi rata-rata mereka telah hamil di luar nikah, para pemohon dispensasi didominasi dari mempelai wanita karena mereka belum cukup umur, ada pemohon dari pihak laki-laki yang masih berumur 14 tahun dan calon istrinya berumur 14 tahun (Anonim, 2011). Merujuk pada pasal 7 UU 1/1974, usia minimal untuk suatu perkawinan adalah 19 tahun laki–laki dan 16 tahun perempuan. Menurut Widyastuti et al. (2009) pemerintah menetapkan kebijakan dalam UU No. 10 tahun 1992, bahwa perkawinan diijinkan bila laki–laki berumur 21 tahun dan perempuan berumur 19 tahun. Kota Kediri merupakan salah satu kota yang terletak di Provinsi Jawa Timur terdiri dari 3 kecamatan dengan jumlah penduduk 268.507 jiwa dan kategori remaja usia 15-19 tahun untuk laki-laki berjumlah 12.165 jiwa, perempuan 12.766 jiwa dengan jumlah total 24.931 jiwa (BPS Kota Kediri, 2012). Program Studi Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kadiri terletak di Kota Kediri, dimana di Kota Kediri terdapat 33 pondok pesantren yang santrinya adalah para remaja baik laki–laki atau perempuan sehingga upaya pencegahan untuk tidak terjadi kehamilan tidak diinginkan pada remaja perlu diberikan.Program Studi Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kadiri di Kediri, pada tahun 2010/2011 menerima mahasiswi lulusan SMA atau sekolah menengah sederajat (usia 18-19 tahun) berjumlah 133 mahasiswa. Permasalahan yang terjadi adalah pada semester 1 jumlah mahasiswi 133 orang, semester 2 menjadi 127 orang, karena 1 orang hamil, 1 orang cuti melahirkan, 2 orang pindah kuliah, 2 orang tanpa keterangan. Pada tahun 2011/2012 semester 1 jumlah mahasiswi 131 orang menjadi 124 orang, karena 2 orang hamil, 1orang alasan menikah, 3 orang alasan pindah sekolah, 1 orang tidak melanjutkan. Berdasarkan informasi yang didapat dari mahasiswi yang menyebabkan terjadinya kehamilan tidak diinginkan adalah teman sebaya, pacar, dan tinggal di kos-kosan sehingga pengawasan dari orangtua kurang. Pada usia remaja tersebut biasanya mempunyai keinginan untuk mencoba dan mudah dipengaruhi oleh orang lain, mudah
5
mengakses informasi dari internet, VCD, radio, handphone, televisi dan adanya masalah keluarga. Mahasiswa kebidanan semester II sudah mendapatkan materi pendidikan kesehatan reproduksi, namun kenyataannya kasus mahasiswa yang bermasalah dengan kehamilan tidak diingikan meningkat dari 0,75% pada tahun 2011 menjadi 1,52% pada tahun 2012. Hal ini menjadi perhatian bagi pendidik karena berbagai kegiatan ekstrakurikuler sudah diberikan. Oleh karena itu peneliti ingin mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku remaja dalam upaya pencegahan kehamilan tidak diinginkan di Program Studi Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kadiri.
B. Perumusan Masalah Dengan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan penelitian ini adalah: ”Apakah tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi berhubungan dengan perilaku pencegahan kehamilan tidak diinginkan pada mahasiswi Program Studi Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kadiri ”
C. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan supaya mahasiswi Program Studi Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kadiri dapat mengendalikan perilakunya dalam mencegah kehamilan tidak diinginkan.
2.
Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswi Program Studi kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kadiri tentang kesehatan reproduksi. b. Untuk mengetahui perilaku mahasiswi Program Studi kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kadiri dalam upaya pencegahan kehamilan tidak diinginkan.
6
c. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan perilaku pencegahan kehamilan tidak diinginkan.
D. Manfaat Penelitian 1. Memberi masukan bagi mahasiswi Program Studi Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kadiri mengenai hal-hal yang harus dilakukan terhadap upaya pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan. 2. Memberikan gambaran mengenai faktor-faktor yang dapat mencegah kehamilan tidak diinginkan. 3. Memberikan masukan bagi institusi pendidikan dalam memberikan materi tentang pendidikan seks terhadap upaya pencegahan kehamilan tidak diinginkan pada mahasiswi.
E. Keaslian Penelitian 1. McManus and Dhar (2008) melakukan penelitian berjudul ”Study of Knowledge, Perception and Attitude of Adolescent Girls towards STIs/HIV, Saver Sex and Sex Education: (A Cross Sectional Survey of Urban Adolescent School Girls in South Delhi, India)”. Hasilnya menyatakan bahwa lebih dari sepertiga murid dalam pendidikan kurang mengerti tanda dan gejala STIs juga HIV/AIDS, sekitar 30% responden beranggapan HIV/AIDS bisa sembuh, 49% remaja tidak menggunakan kondom, 41% berpendapat menggunakan kontrasepsi pil dapat mencegah infeksi HIV dan 32% wanita akan menikah. Perbedaan dengan penelitian ini pada variabel dan subjek penelitian. 2. Damarini (2009) melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja terhadap Kemampuan Penyelesaian Masalah Kehamilan Tidak Diinginkan pada mahasiswa kebidanan Bengkulu”. Metode Penelitian adalah quasi eksperimental. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh pendidikan kesehatan reproduksi remaja terhadap persepsi pencegahan kehamilan tidak dikehendaki dengan metode ceramah, dan
diskusi.
Tujuan
penelitian
untuk
mengubah
pengetahuan,
dan
7
menanamkan tingkah laku/kebiasaan remaja terhadap persepsi pencegahan kehamilan tidak diinginkan. Persamaan penelitian ini adalah membahas masalah kehamilan tidak diinginkan dan subjek penelitian yaitu mahasiswa kebidanan. Perbedaannya pada rancangan, variabel dan lokasi penelitian. 3. Fatimah (2010) melakukan penelitian dengan judul ”Hubungan Pendidikan Kesehatan Reproduksi melalui Muatan Lokal Sekolah Terhadap Pengetahuan Pencegahan Kejadian Kehamilan Tidak Diinginkan pada Remaja SMA di Kabupaten Dompu”. Metode penelitian dengan rancangan cross sectional study. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pendidikan reproduksi melalui muatan lokal sekolah terhadap pengetahuan pencegahan kejadian Kehamilan Tidak Diinginkan. Persamaan penelitian adalah membahas tentang kehamilan tidak diinginkan. Perbedaannya adalah pada variabel, subjek dan lokasi penelitian. 4. Hazanah (2010) melakukan penelitian dengan judul ”Hubungan Peran Pendidik dan Sikap Remaja dalam Upaya Pencegahan Kehamilan Tidak Diinginkan di Poltekkes DepKes Kaltim Jurusan Kebidanan Balikpapan”. Metode penelitian adalah cross sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara peran pendidik dan sikap remaja dalam upaya pencegahan kehamilan tidak diinginkan. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah membahas tentang pencegahan kehamilan tidak diinginkan dan pada subjek penelitiannya. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan pada variabel dan lokasi penelitian.