PROPOSAL
PENELITIAN
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan Jawatan
Pegadaian mengalami perubahan status menjadi
Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian dan berubah lagi menjadi Persero. Perubahan status tersebut membawa implikasi penting, yaitu di satu sisi dituntut untuk memperoleh keuntungan. Disisi lain, mengemban misi sosial yang telah digariskan pemerintah. Dalam perpektif Perum pegadaian, upaya menjalankan misi sosial seluas-luasnya dapat dicapai melalui pertumbuhan penyaluran kredit. Upaya Perum Pegadaian mencapai misi, tujuan dan pengembangan program menjadi fenomena yang menarik, mengingat Pegadaian berada dalam lingkungan bisnis yang dinamis. Berdasarkan ketetapan pemerintah, dalam operasinya Perum Pegadaian “seharusnya” berada pada struktur pasar monopoli. Dinamika yang dihadapi Perum Pegadaian terletak pada kenyataan bahwa Perum Pegadaian memiliki “pesaing-pesaing”. Perum Pegadaian harus bersaing dengan toko mas
yang menjalankan pola
operasi sama. Perum Pegadaian bersaing dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam penyaluran kredit. Berdasarkan misi yang diembannya Perum Pegadaian secara moral, juga bersaing dengan para rentenir atau tengkulak. Berdasarkan sikap masyarakat, Perum Pegadaian menghadapi hambatan psikologis dari nasabah itu sendiri. Sikap tersebut terekspresi dari adanya anggapan, mengadaikan barang merupakan hal yang dapat menurunkan gengsi. Toko mas, rentenir, tengkulak, BPR secara pro-aktif berada di tengah-tengah masyarakat dimana mereka memiliki fleksibilitas dan lebih memungkinkan untuk memelihara peluang yang lebih besar sebagai service provider, dibandingkan dengan Perum Pegadaian yang lebih bersikap menunggu bola. Toko mas, rentenir dan tengkulak dalam keseharian mampu memberikan pelayanan
sangat cepat dalam menanggapi kebutuah masyarakat akan uang.
BPR dapat memberikan kredit tidak hanya berupa barang bergerak tetapi juga barang tidak bergerak. Demikian, dalam diri nasabah masih kuat akan hambatan
Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
1
PROPOSAL
PENELITIAN
psikologis mengenai citra “menggadaikan”
yang lebih rendah nilai gengsinya
daripada melakukan pinjaman ke bank. Dalam diri nasabah cenderung masih ada perasaan rendah diri dengan mendengar kata “menggadaikan”. Selama ini, Perum Pegadaian lebih bersifat menunggu bola dari pada jemput bola dalam mencari nasabah. Artinya, nasabah harus datang pada Perum Pegadaian jika nasabah membutuhkan jasa pegadaian. Hal ini, akan kalah cepat dengan para tengkulak, pengijon ataupun rentenir yang terus bergerak secara dinamis di tengah-tengah masyarakat. Persoalan yang dihadapi Perum Pegadaian pada dasarnya dapat didekati dari berbagai sudut pandang. Berdasarkan sifat usahanya yang berkarakter jasa (service), pendekatan pemasaran melalui kajian terhadap kualitas pelayanan nampaknya relevan. Kualitas pelayanan dipandang sangat penting dengan mengacu pada tanggapan konsumen terhadap jasa yang ditawarkan sebagai titik tolak analisis. Menurut Parasuraman dan Berry “Service quality is the foundation for service marketing becouse the core product being marketed is a performance” (Parasuraman dan Berry, 5). Oleh karena itu penelitian pada Perum Pegadaian menjadi menarik, terutama jika dilandaskan pada pemikiran berikut: 1. Penelitian tentang jasa, berkisar kebugaran (Picaulima, 2000) atau kesehatan (Haryani, 2001), yang pada intinya merupakan perusahaan milik privat. Adapun penelitian pada perusahaan milik negara masih cukup jarang. 2. Pandangan bahwa perusahaan milik negara boleh rugi menemui kendala dengan turunnya Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 198 Tahun 1998 tentang Penilaian Tingkat Kinerja Kesehatan BUMN. Karenanya, mau tidak mau, Perum Pegadaian dituntut untuk meningkatkan kinerjanya. Selain itu, penelitian yang akan dilakukan berbeda dari penelitian sebelumnya dilihat dari aspek metodologis: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (1994) yang menggunakan statistik non-parametrik korelasi Spearman, dan Picaulima (2001) yang menggunakan analisis jalur. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (1994) terdapat
Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
2
PROPOSAL
PENELITIAN
kesalahan metodologis, dimana penggunaan korelasi Spearman tidak tepat karena hubungan antara kualitas pelayanan dan loyalitas konsumen (nasabah) adalah
non-recursive.
Adapun
kesalahan
metodologis
pada
penelitian
Picaulima (2001) terletak dari penggunaan analisis jalur yang menghubungkan variabel independen dalam penelitian, padahal dari teori yang digunakan jelas mengindikasikan tidak adanya korelasi antar variabel independen. 2. Penelitian dalam bidang kualitas pelayanan umumnya menggunakan model analisis kesenjangan yang dikembangkan oleh Zeithaml et al. (1988: 535). Dalam analisis kesenjangan, kualitas pelayanan merupakan produk akhir dari serangkaian kesenjangan (gap) yang muncul dalam internal organisasi, yang mana, tidak mengindikasikan kedudukan kualitas pelayanan sebagai variabel anteseden bagi variabel lainnya. Hal ini dapat difahami dengan menyimak pendapat Johnston dan Lyth dalam Brown et al. (1991: 179) “From a customer perspective, the measure of service quality is usually referred to as customer satisfaction”. Namun, Zeihaml et al. (1994: 12) dalam modelnya menempatkan variabel kualitas pelayanan sebagai anteseden bagi loyalitas konsumen. B. IDENTIFIKASI MASALAH Untuk mengkaji persoalan yang muncul di Perum Pegadaian, penulis akan membatasi dengan menelaah loyalitas nasabah dan kualitas pelayanan. Berdasarkan latar belakang, masalah krusial yang dapat diidentifikasi adalah “Apakah terdapat pengaruh kualitas pelayanan terhadap loyalitas nasabah?” C. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, penelitian yang akan dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan terhadap loyalitas nasabah. D. KEGUNAAN PENELITIAN Penelitian diharapkan memiliki kegunaan: 1. Secara akademis, tambahan ilmu pengetahuan dalam bidang dan jasa dalam kaitannya dengan loyalitas.
Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
3
PROPOSAL
PENELITIAN
2. Secara praktis, bagi praktisi bidang jasa, khususnya manajemen Perum Pegadaian, sebagai bahan masukan bagi perencanaan pemasaran sebagai bagian dari
upaya meningkatkan kinerja untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. E. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 1. Kerangka Pemikiran Jasa (service) adalah setiap kegiatan yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain dan pada dasarnya tidak berwujud serta tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Proses produksinya dapat terkait atau tidak dengan suatu produk fisik (Kotler, 1991: 83). Jasa memiliki karakteristik unik yang membedakannya dengan barang (goods). Zeithaml et al. (1985) menyatakan, karakteristik jasa adalah “intangibility, nonstandarization,
inseparability
of
production
and
consumption”.
Keunikan
karakteristik jasa membawa implikasi terhadap menajemen, karena menyebabkan sulitnya penilaian konsumen terhadap kualitas jasa. (Lovelock, 1990:41) Dalam menilai kualitas suatu pelayanan jasa, konsumen mendasarkan penilaian pada dimensi-dimensi kualitas pelayanan. Studi literatur menunjukan adanya berbagai dimensi yang digunakan konsumen dalam menilai kualitas pelayanan. Parasuraman et al. (1990: 26) mengemukakan bahwa pada dasarnya terdapat lima
dimensi
yang
digunakan
yaitu
tangibles,
reliability, responsiveness,
assurance, and empathy. Gronroos (1993: 41) menyatakan bahwa kualitas terdiri atas dimensi-dimensi: a. Technical quality yang mencakup Professionalism and skills. b. Image yang mencakup Reputation and Credibility, c. Functional quality yang mencakup Attitudes and behavior, Accessibility and Flexibility, Reliability and Trustworthness, dan Recovery. Mittal dan Lassar (1996) menyebutkan ada empat kriteria yaitu reliability, responsiveness, personalization, dan tangibles. Selain dimensi-dimensi di atas, terdapat pandangan memasukan harga sebagai salah satu dimensi kualitas pelayanan. Menurut Murray (1991) dalam Bateson Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
4
PROPOSAL
PENELITIAN
(1992: 134), teori dan fakta menunjukan bahwa jasa lebih berisiko daripada barang. Karena itu, dalam jasa, menurut Berry (1980) dalam Enis dan Cox (1984: 396) calon konsumen cenderung menggunakan harga sebagai indikator kualitas. Menurut Eiglier dan Langeard (1977) dalam Enis dan Cox (1984: 396) dalam ketidakadaan data secara material yang dapat digunakan untuk menilai jasa mendorong harga sebagai indeks yang secara potensial penting bagi pengukuran kualitas. Secara tegas, Zeithaml et al. (1990: 127) menyatakan bahwa harga harus ditetapkan secara tepat karena merupakan sinyal bagi kualitas. Pemahaman terhadap dimensi kualitas pelayanan bukan merupakan hasil akhir. Menurut Fitzsimmons dan Fitzsimmons (1994: 198), keluaran akhir dari kualitas pelayanan ditunjukan oleh pertanyaan: Apakah konsumen merasa puas? Menurut Bateson (1992: 494), terdapat bukti yang cukup bahwa kualitas pelayanan mendorong pembelian ulang (repeat purchases) dan juga menarik pelanggan baru. Dari hasil studinya terhadap perusahaan kartu kredit, Reichheld dan Sasser (1990: 551) menemukan bahwa perusahaan dapat meningkatkan laba hampir 100% dengan hanya mempertahankan sekitar 5% dari jumlah pelanggannya. Dari penelitiannya, Reichheld dan Sasser (1990: 552) menyimpulkan bahwa sejalan dengan peningkatan kualitas, semakin sedikit pelanggan yang memiliki alasan untuk meninggalkan perusahaan. Menurut Parasuraman et al. (1985), berbagai penelitian telah menunjukan adanya manfaat stratejik dari kualitas dalam kontribusinya terhadap bagian pasar (market share) dan tingkat atas pengembalian investasi (retun on investment). Zeithaml et al. (1990: 9) menyatakan bahwa pelayanan yang sempurna memberikan keuntungan karena menciptakan pelanggan sejati (true customers), yaitu pelanggan yang merasa puas terhadap perusahaan setelah menikmati jasa, pelanggan yang kembali akan menggunakan jasa perusahaan, dan memberikan komentar yang positif mengenai perusahaan terhadap orang lain. Dikaitkan dengan horison waktu, Buzzel dan Gale (1987) menyatakan bahwa dalam jangka panjang, faktor tunggal terpenting yang mempengaruhi kinerja unit bisnis adalah kualitas produk dan jasanya, relatif terhadap pesaing. Kualitas memacu kinerja dalam dua cara: Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
5
PROPOSAL
PENELITIAN
1. Dalam jangka pendek, kualitas yang superior menghasilkan kenaikan laba melalui premi harga. 2. Dalam jangka yang lebih panjang, kualitas yang superior merupakan cara yang lebih efektif bagi pertumbuhan bisnis. Berry dan Parasuraman (1991: 12) menyatakan bahwa kualitas pelayanan mendorong komunikasi mulut-ke-mulut (word-of-mouth communications) yang positif dan membantu perusahaan untuk menarik pelanggan baru, dan pelanggan yang ada lebih terpuaskan. LaBarbera dan Mazursky (1983) dalam Bolton dan Drew (1991) menyatakan bahwa kecenderungan pembeliang ulang merupakan fungsi dari loyalitas pelanggan. Berdasarkan uraian tersebut di atas, model analisis yang dapat dikembangkan adalah sebagai berikut: Kualitas Pelayanan Kepuasan Konsumen Harga 2. Hipotesis Dalam penelitian ini, pelanggan/konsumen yang dimaksud adalah nasabah Perusahaan Umu Pegadaian. Dengan demikian, berdasarkan uraian tersebut di atas, hipotesis yang diajukan adalah “Kualitas Pelayanan Berpengaruh Positif Terhadap Loyalitas Nasabah”. F. RANCANGAN PENELITIAN Cooper dan Emory (1995: 114) mengartikan rancangan penelitian sebagai: 1. Rencana untuk memilih sumber dan dan jenis informasi yang yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian. 2. Merupakan kerangka kerja untuk menetapkan hubungan antar variabel yang diteliti. 3. Sebagai blueprint yang mendasari setiap prosedur. Tata cara penyusunan rancangan penelitian akan mengacu pada Sekaran (2000).
Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
6
PROPOSAL
PENELITIAN
Maksud Penelitian. Sekaran (2000) menggolongkan penelitian ke dalam eksplorasi, deskripsi dan pengujian hipotesis. Maksud dari penelitian penelitian yang akan dilakukan adalah pengujian hipotesis. Hipotesis yang diajukan “Kualitas Pelayanan berpengaruh positif terhadap Loyalitas Nasabah”. Untuk kepentingan analisis, hipotesis tersebut dirumuskan ke dalam bentuk hipotesis penelitian yaitu: Ho = Kualitas Pelayanan tidak berpengaruh positif terhadap Loyalitas Nasabah. H1 = Kualitas Pelayanan berpengaruh positif terhadap Loyalitas Nasabah. Hipotesis dapat dibagi ke dalam dua variabel, yaitu Kualitas Pelayanan sebagai variabel independen dan Loyalitas Nasabah sebagai variabel dependen. Untuk mempertajam analisis, kualitas pelayanan akan dibagi berdasarkan dimensidimensinya (uraian selengkapnya disajikan pada Sub-Bab III Metodologi Penelitian) Jenis Penelitian. Sekaran (2000) membagi jenis penelitian ke dalam hubungan kausal (causal relationship), korelasi (correlation), perbedaan kelompok (group difference) dan ranking (ranks). Adapun jenis penelitian yang akan dilakukan adalah studi korelasi. Studi korelasi berkenaan dengan asosiasi antar variabel yaitu mengkaji pengaruh (influence) variabel terhadap variabel lainnya atau upaya memprediksi suatu variabel terhadap variabel lainnya. Unit Analisis. Menurut Sekaran (2000) unit analisis merupakan tingkat pengelompokan data yang dikumpulkan. Unit analisis dapat berupa individual, diadik, kelompok, organisasi, atau budaya. Unit analisis dalam penelitian ini adalah data individual. Tiap nasabah (responden) diperlakukan sebagai sumber data secara individual. Horison Waktu. Sekaran (2000) membagi horison waktu ke dalam longitudinal dan cross-section. Studi yang akan dilakukan bersifat cross-section, karena penelitian hanya mengacu pada satu waktu (snapshot) tertentu. Lokasi Penelitian. Penelitian yang akan dilakukan berlangsung di PERUM PEGADAIAN Kantor Daerah Daerah IV Bandung Jangka Waktu Penelitian. ……
Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
7
PROPOSAL
PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN JASA Kotler (1991: 4) mendefinisikan pemasaran sebagai “A social and managerial process by which individuals and group obtain what they need and want through creating, offering, and exchanging product of value with other”. Dari definisi tersebut di atas, produk yang bernilai merupakan sesuatu yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Stanton et al. (1991: 168) mendefinisikan produk sebagai “Set of tangible and intangible atribute, including packaging, color, price, quality and brand, services and reputation of the seller”. Berdasarkan definisi tersebut, produk dapat merupakan sesuatu yang tidak berujud yang mencakup jasa. Mengenai jasa itu sendiri, beberapa ahli mendefinisikannya sebagai berikut: 1. A service is any act or performance that party can offer to another that is essentially intangible and does not result in ownership it’s production may or may not be tied to physical product (Kotler, 1991: 455) 2. Service are indentifiable, essentially intangible activities that are the main object of a transaction designed to provide want satisfaction customers (Stanton et al., 1991: 486). Berry dan Parasuraman (1992) mengartikan jasa dalam bentuk kontinum, “If the source of a product’s core benefit is more tangible than intangible, it would be considered a good, if the core benefit source is more intangible than tangible it would be considered a service”. Bateson (1992: 8) tidak secara tegas mendefinisikan jasa karena hanya merupakan perbedaan semantik. Beliau menyatakan bahwa apa yang konsumen beli adalah pengalaman (experience). Lebih jauh lagi, Bateson (1992: 503) menyatakan bahwa “ In service, along with four P’s of product, promotion, place and price, there is a fifth P that relates to them all: Performance”.
Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
8
PROPOSAL
PENELITIAN
B. KARAKTERISTIK JASA Hampir semua barang yang dibeli disertai dengan kelengkapan jasa dan hampir setiap pembelian jasa juga disertai dengan kemudahan memperoleh barang. Meskipun demikian, jasa memiliki karakteristik unik yang membedakannya dengan barang (goods). Dalam artikelnya, Berry (1980: 393) mengemukakan ada tiga karakteristik jasa yaitu: 1. More intangible than tangible 2. Simultaneous production and consumption 3. Less standardized and uniform Kotler (1991: 457) menyebutkan empat karakteristik jasa, yaitu: 1. Intangibility. Unlike physical product they can not be seen, tasted, felt, heard, or smelled before the bought. 2. Inseparability. Service are typically produced and consumed at the same time. 3. Variability. Service are highly variable, since they depend on who provides them and when and where they are provide. 4. Perishability. Service can not be store. Berry (1980: 393) menguraikan bahwa barang merupakan sebuah objek, alat atau sebuah benda (object, device, a thing), sedangkan jasa merupakan perbuatan, kinerja atau sebuah usaha (a deed, a performance an effort). Barang dibeli untuk dimiliki, jasa dikonsumsi tetapi tidak dimiliki. Meskipun sebagian besar jasa didukung oleh faktor barang, pada esensinya apa yang dibeli merupakan kinerja (performance). Secara umum, barang diproduksi, dijual dan dikonsumsi, sedangkan jasa diproduksi dan dikonsumsi dalam jangka waktu sama (Berry, 1980: 393). Selain itu, penghasil jasa sering hadir secara fisik pada saat konsumsi berlangsung (Gronroos, 1990: 29) Menurut Berry (1980: 393), jasa cenderung sampai sejauh mana keluaran didasarkan pada people-based atau eqipment-based. Keluaran jasa yang lebih cenderung
people-based
kurang
terstandarisasi
dan
kurang
seragam
dibandingkan dengan equipment-based. Karena itu, keluaran cenderung bersifat Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
9
PROPOSAL
PENELITIAN
heterogen dan merupakan potensi bagi munculnya variabilitas kinerja jasa yang tinggi (Zeithaml et al., 1985:49).
C. PENDEKATAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN Uniknya karakteristik jasa menyebabkan sulitnya pemahaman konsumen terhadap kualitas jasa. Sifat intangibility dari jasa menyulitkan konsumen dalam menilai suatu jasa (Gronroos, 1990: 29), dibandingkan dengan barang (Parasuraman dan Berry, 1992: 7). Sifat variability atau kurangnya standarisasi memungkinkan persoalan penting dalam jasa, yaitu bagaimana menjaga kualitas yang dirasakan konsumen secara merata (Gronroos, 1990: 7). Karakteristik inseparability menyulitkan pihak manajemen untuk melakukan intervensi terhadap kualitas sebelum jasa dijual atau dikonsumsi (Gronroos, 1990: 7). Jasa merupakan kinerja, dan tidak dapat disimpan (perishable). Karena itu, menurut Zeithaml et al. (1985: 50), usaha jasa sering menemui kesulitan untuk mensinkronkan penawaran dan permintaan. Kadang-kadang terlalu banyak permintaan yang muncul, kadang-kadang terlalu sedikit permintaan yang muncul. Chase dan Bowen dalam Brown et al. (1991: 159-160) menyatakan bahwa terdapat tiga altenatif pendekatan terhadap kualitas pelayanan yaitu attribute theory, customer satisfaction theory, dan interaction theory. a. Attribute theory mengasumsikan, kualitas pelayanan terutama mencerminkan atribut dari sistem penawaran jasa (service delivery system). Attribute theory merupakan penerapan kerangka kerja kualitas produk terhadap jasa. Perspektif attribute theory dalam kualitas pelayanan mengasumsikan bahwa manajemen memiliki kontrol yang substansial terhadap input yang merupakan atribut, dan atribut tersebut (input) dihubungkan dengan kualitas pelayanan. Attribute theory menempatkan pentingnya aspek teknis produksi. b. Customer
satisfaction
theory
memperlakukan
kualitas
pelayanan sebagai fenomena perseptual yang diidentifikasi Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
10
PROPOSAL
PENELITIAN
melalui sudut pandang konsumen. Arti, definisi, dan penilaian kualitas pelayanan didasarkan pada persepsi konsumen. Sebagai contoh, Gronroos (1990: 36) mendefinisikannya sebagai kualitas yang dirasakan oleh konsumen. c. Interaction theory mendefinisikan kualitas pelayanan sebagai pengalaman yang dimiliki oleh seluruh partisipan dalam service encounter. Pengalaman konsumen berkaitan dengan pengalaman contact employee. Kualitas pelayanan muncul melalui kebutuhan mutualisma antara konsumen dan pegawai.
D. DIMENSI-DIMENSI KUALITAS PELAYANAN Menurut Gronroos (1990: 36), kualitas adalah apa yang konsumen katakan. Hal ini bermakna bahwa kualitas hendaknya dilihat dari sudut pandang konsumen, konsumenlah yang menentukan kualitas. Bagaimana konsumen menilai kualitas pelayanan suatu jasa, konsumen mendasarkan pada dimensi-dimensinya. (Ziethaml et al., 1990: 21) menyatakan bahwa terdapat lima dimensi kualitas pelayanan, yaitu: 1. Tangibles, are those factors that the customer can see, hear, and touch. Tangibles include physical environment, the facilities and the appereance of the contact personnel. 2. Reliability, is ability to perform the promised service dependably and accuraratelly. 3. Responsiveness, is willingness to help customers and provide promp service. 4. Assurance, are knowladge and courtessy of employes and their ability to convey trust and confidence 5. Empathy, can also described as human touch Pendapat lain dikemukakan oleh (Gronroos, 38-39) yang menyatakan terdapat enam dimensi kualitas pelayanan yaitu: d. Professionalism
and
skills.
Kriteria
yang
pertama
ini
merupakan oucomes-related criteria, dimana konsumen menyadari
bahwa
penyedia
jasa
(service
provider),
Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
11
PROPOSAL
PENELITIAN
karyawan, sistem operasional dan sumber daya fisik, memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah konsumen secara profesional. e. Attitudes and behavior. Kriteria ini adalah process-related criteria. Konsumen merasa bahwa karyawan perusahaan (contact personnel) menaruh perhatian terhadap mereka dan berusaha membantu dalam memecahkan masalah mereka secara spontan dan senang hati. f. Accessibility and Flexibility. Termasuk dalam process-related criteria. Konsumen merasa, penyedia jasa, lokasi, jam kerja, karyawan dan sistem operasionalnnya, dirancang dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga konsumen dapat melakukan akses dengan mudah, selain itu juga dirancang agar dapat bersifat fleksibel dan menyesuaikan terhadap permintaan dan keinginan konsumen. g. Reliability and Trustworthiness. Termasuk dalam processrelated criteria. Konsumen memahami bahwa apapun yang terjadi, mereka bisa mempercayakan segala sesuatunya kepada penyedia jasa beserta karyawan dan sistemnya. h. Recovery. Merupakan process-related criteria. Konsumen menyadari, bila ada kesalahan atau bila terjadi sesuatu yang tidak
diharapkan,
mengambil
meka
penyedia
jasa
tindakan untuk mengendalikan
akan
segera
situasi
dan
mencari pemecahan yang tepat. i. Reputation and Credibility. Kriteria ini merupakan imagecriteria. Konsumen menyakini bahwa operasi dari penyedia jasa dapat dipercaya dan memberikan nilai atau imbalan yang sesuai dengan pengorbanannya. Mittal dan Lassar (1996) menyebutkan ada empat kriteria yaitu reliability, responsiveness, personalization, dan tangibles.
Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
12
PROPOSAL
PENELITIAN
Selain dimensi-dimensi tersebut di atas, secara eksplisit maupun implisit terdapat pandangan yang memasukan harga sebagai dimensi kualitas pelayanan. Harga merupakan jumlah uang yang diperlukan untuk memperoleh produk lainnya (Stanton, 1991). Dilihat dari perpektif penyedia jasa, proses penetapan harga merupakan faktor yang krusial. Menurut Bateson (1992: 336), faktor penting dalam penetapan harga adalah pengakuan mengenai bagaimana konsumen menerima harga. Selanjutnya Bateson (1992: 336) menyatakan, harga merupakan indikator dari pengorbanan yang bisa berarti positif atau negatif. Negatif berarti adanya pengurangan dalam permintaan dan positif berarti adanya kenaikan dalam permintaan. Berbeda dengan barang (goods), jasa memiliki sifat inseperabilty yaitu proses konsumsi jasa bersamaan waktunya dengan proses operasi (pembentukan) jasa (Kotler, 1997; 83). Dalam posisi demikian, konsumen mengalami ketidakpastian (uncertainty) yang berarti adanya risiko. Menurut Murray (1991) dalam Bateson (1992: 134), teori dan fakta menunjukan, jasa lebih berisiko daripada barang. Karena itu, dalam jasa, menurut Berry (1980: 396) calon konsumen cenderung menggunakan harga sebagai indikator kualitas. Menurut Eiglier dan Langeard (1977) dalam Berry (1980: 396) dalam ketidakadaan data secara material yang dapat digunakan untuk menilai jasa mendorong harga sebagai indeks potensial penting bagi pengukuran kualitas. Harga memainkan peranan penting dalam pembentukan ekspektasi konsumen dalam jasa (Zeithaml et al., 1990: 19-20). Menurut Zeithaml (1988) dalam Zeithaml et al. (1990: 127), jika keluaran jasa sulit untuk dinilai sebelum pembelian, konsumen menggunakan harga sebagai petunjuk bagi kualitas. Secara tegas, Zeithaml et al. (1990: 127) menyatakan, harga harus ditetapkan secara tepat karena merupakan sinyal bagi kualitas.
E. KEPUASAN KONSUMEN Dalam
suatu
usaha/bisnis,
penjualan
produk
jasa
diperoleh
dari
dua
kelompok,pelanggan baru dan/ atau mempertahankan pelanggan lama, melalui upaya pemenuhan kebutuhan.
Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
13
PROPOSAL
PENELITIAN
Dalam bisnis yang berorientasi kepada pasar, upaya memenuhi kebutuhan pelanggan dalihat dari sisi pelanggan, bukan dari sisi perusahaan. Dilihat dari pelanggan, kunci keberhasilan perusahaan terletak pada kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan didefinisikan sebagai “The attitude formed toward a good or service as a result of the purchase” (Mowen, 1993 ; 457). Dalam literatur ilmu pemasaran, upaya untuk memahami kepuasan pelanggan dikenal beberapa pendekatan yaitu equity theory, attribute theory, interaction theory dan customer satisfaction theory. Menurut J.S. Adams, “ Equity Theory holds that people will analize the exchange between themselves and other parties to determine that it is equitable or fair” (Mowen, 1993 : 462). Pendapat lain dikemukakan oleh Richard B. Chase dan David E. Brown yang menyatakan bahwa : “ The attribute theory that service quality primarily reflect the attributes of the service delivery system ; interaction theory define service quality as a shared experience of gain by all participant in the service encounter; customer satisfaction theory treats service quality as a perceptual phenomena identified through the eyes of the customer” (Brown, Gummessom, Edvardsson and Gustavsson, 1991 : 157). Melalui pendekatan customer satisfaction, keterkaitan antara kualitas pelayanan dengan kepuasan pelanggan adalah “A function of the cloness between the buyer’s product expectation and the product’s perceived performance” (Kotler, 1991 : 187). Pendapat senada dikemukakan Mowen bahwa “The difference or gap between expectation and actual performance may influence customer perception with the overal quality as well as their satisfaction with the overall transaction” (Mowen, 1993 : 461). Dari dua pendapat diatas, secara konseptual terdapat suatu pola hubungan tertentu antara kualitas pelayanan dengan kepuasan pelanggan. Dalam kaitannya tersebut, menurut Kotler “ The larger the gap, the larger/ the greater disatisfaction” (Kotler, 1991 : 187). Pengertian tersebut dapat diartikan bahwa semakin besar kesenjangan maka semakin besar juga ketidakpuasan. Pelanggan yang puas bukan saja akan membentuk loyalitas tapi juga sebagai sarana promosi perusahaan. Kuatnya hubungan antara kualitas pelayanan dengan Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
14
PROPOSAL
PENELITIAN
kecenderungan pelanggan untuk menganjurkannya pada pihak lain, berdasarkan hasil penelitian Zeithsml, Parasuraman dan Berry menyatakan “The data reveal a strong association between customer perception of a firm’sservice quality and their inclination to recommend that firm to other needing service” (Brown, Gummessom, Edvardsson and Gustavsson, 1991 : 267). Sedangkan pola hubungan antara kualitas pelayanan dengan kecenderungan pembelian ulang menurut Gronroos “If the firm fail to render an acceptable service offering, the perceived service quality may not be good enough and the customer does not return” (Bateson, 1992 :494). Pendapat senada dikemukakan pada buku yang sama “ There is simple evidence to sugest that quality can deliver repeat purchases” (Bateson, 1992 : 191). Secara keseluruhan, John Tschohl mengaitkan antara kualitas pelayanan dengan kepuasan pelanggan sebgai berikut : “ The generally purpose of quality service is costomer maintanance, customer retention and customer development. This objective is achieved by satisfaying customer who than recommed your company to friends, relative and ecquaintance and who, by their comments develop augment your positive reputation in the marketplace” (Tschohl, 1991 : 16). Menurut Philip Kotler (1997 : 19), pelanggan yang puas akan menunjukkan perilaku yang dengan sendirinya merupakan ukuran kepuasan pelanggan sebagai berikut : 1. Melakukan pembelian ulang 2. Menjadi lebih setia 3. Memberikan
komentar
yang
menguntungkan
tentang
perusahaan
dan
produknya 4. Membeli lebih banyak jika perusahaan memperkenalkan produk baru dan menyempurnakan produk yang sudah ada 5. Kurang memberikan perhatian pada merek dan iklan pesaing dan kurang sensitif terhadap harga 6. Memberikan gagasan produk/jasa pada perusahaan 7. Membutuhkan biaya pelayanan yang lebih kecil dari pada pelanggan baru karena transaksi menjadi rutin.
Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
15
PROPOSAL
PENELITIAN
F. HUBUNGAN KUALITAS PELAYANAN DENGAN KEPUASAN PELANGGAN Kualitas pelayanan mempengaruhi kepuasan pelanggan dengan memberikan atau tidak memberikan unjuk kerja (manfaat nyata). Misalnya pelanggan telah berkeyakinan apabila mereka memasuki rentoran Mcdonald, mereka akan mendapat makanan, pelayanan, dengan mutu tinggi yang dimana-mana sama, tidak peduli lokasi tempat berdirinya restoran tersebut. Terciptanya
kepuasan
pelanggan
dapat
memberikan
beberapa
manfaat
diantaranya hubungan antara perusahaan dan pelanggan menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan serta membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan perusahaan. Kotler mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai perasaan senang tidak senangnya seseorang setelah membandingkan kinerja (pelayanan atau hasil) yang dia rasakan dibanding dengan harapannya (1997 : 40). Sedangkan harapan sendiri (expected service) dibentuk dan dipengaruhi oleh bebrapa faktor, antara lain pengalaman/penggunaan di masa lalu (past experience), kebutuhan pribadi pelanggan (personal needs), opini teman dan kerabat (word of mouth communication), serta informasi dan janji-janji perusahaan serta pesaing. Dengan demikian
tingginya
tingkat
kepuasan
pelanggan
dapat
diukur
dengan
membandingkan antara expected service dengan perceived service.
G. DEFINISI LOYALITAS Sebelum membahas lebih jauh mengenai hal-hal apa saja yang perlu dilakukan untuk membentuk loyalitas, perlu mengetahui definisi dari loyalitas di bawah ini. Definisi loyalitas menurut Oliver (1996 : 392), adalah sebagai berikut : “Customer loyalty is a deeply held commitmnet to rebuy or repatronize a preferred or service consistently in the future, despite situasional influences and marketing efforts having the potential to cause switching behavior”. Sedangkan Griffin (1995 : 4) mengatakan, loyalty is defined as non random purchase exppressed over time by some decision making unit.
Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
16
PROPOSAL
PENELITIAN
Dari definisi di atas terlihat bahwa loyalitas lebih ditujukan kepada suatu perilaku yang ditunjukan drngan pembelian rutin, didasarkan pada unit pengambilan keputusan. Selanjutnya Griffin (1995 : 13)
mengemukakan keuntungan-keuntungan yang
akan diperoleh perusahaan apabila memiliki konsumen yang loyal antara lain : 1. Mengurangi biaya pemasaran (biaya menarik konsumen baru lebih mahal) 2. Mengurangi biaya transaksi (biaya negosiasi kontrak, pemrosesan peranan, dll) 3. Mengurangi biaya turn over konsumen (pergantian konsumen lebih sedikit) 4. Meningkatkan penjualan silang, akan memperbesar pangsa pasar perusahaan 5. Word of mouth yang lebih positif, dengan asumsi bahwa konsumen yang loyal juga berarti mereka yang merasa puas 6. Mengurangi biaya kegagalan (seperti penggantian, dll).
H. KARAKTERISTIK LOYALITAS KONSUMEN Memiliki konsumen yang loyal adalah tujuan semua perusahaan. Tetapi kebanyakan dari perusahaan tidak mengetahui bahwa loyalitas konsumen dapat dibentuk melalui bebrapa tahapan. Mulai dari mencari calon konsumen potensial sampai dengan advocate customers yang akan membawa keuntungan bagi perusahaan. Konsumen yang loyal merupakan asat yang tak ternilai bagi perusahaan, karena karakteristik dari konsumen yang loyal menurut Griffin (1995 : 31) antara lain : 1. Melakukan pembelian secara teratur 2. Membeli diluar pruduk/jasa 3. Menolak produk lain 4. Menunjukkan kekebalan daya tarik pesaing (tidak mudah terpengaruh oleh daya tarik produk/jasa sejenis dari pesaing).
I. TINGKAT LOYALITAS KONSUMEN Untuk menjadi konsumen yang loyal, seseorang harus melalui beberapa tahapan. Proses ini berlangsung lama, dengan penekanan dan perhatian yang berbeda untuk masing-masing tahap, karena setiap tahapan mempunyai kebutuhan yang
Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
17
PROPOSAL
PENELITIAN
berbeda. Dengan memperhatikan masing-masing tahap dan memenuhi kebutuhan dalam setiap tersebut, perusahaan memiliki peluang yang lebih besar untuk membentuk calon pembeli menjadi konsumen yang loyal dan klien perusahaan. Hill (1996 : 60)
menjelaskan bahwa tingkatan loyal terbagi atas enam tingkat
seperti terungkap dibawah ini : For our purchases, can define six loyalty levels and these are discussed below : Suspects. This segmen includes all the buyers of the product service cattegory in the marketplace. Suspect are either unaware of your organization’s product or service or have no inclination to purchase it. Prospects. Prospect are potential customer who have some attraction toward your organization but have not yet taken to step of doing business whith you. Customer. Typically a one-of purchaser of your product (although the category may include some repeat buyers) who has no feeling of loyalty towards your organization. Clients. Repeat Customers who have positive feeling of loyalty towards your organization but who support is passive rather than active, alty towards your organization. Advocates. Clients who actively support your organization by recomending it to others. Partners. A partnership is the srongest from of customer supplier relationship whice is sustainned both parties see it as mutually beneficial.
Untuk lebih jelas, berikut ini digambarkan mengenai piramida tentang tahapan loyalitas konsumen.
Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
18
PROPOSAL
PENELITIAN
Partners Advocates Clients Customers Prospects Suspects Gambar : The Loyalty Pyramid Sumber : Hill (1996 : 60) Griffin (1195 : 35 ) menyatakan, tahap-tahap tersebut adalah : 1. Suspects Meliputi semua prang yang mungkin akan membeli barang/ jasa perusahaan. Kita menyebutnya sebagai suspect karena yakin bahwa mereka akan membeli tetapi belum tahu apapun mengenai perusahaan barang/jasa yang ditawarkan. 2. Prospects Adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan akan produk atau jasa tertentu, dan mempunyai kemampuan untuk membelinya. Para prospect ini, meskipun mereka belum melakukan pembelian, mereka telah mengetahui keberadaan perusahaan dan barang/jasa yang ditawarkan, karena seseorang telah merekomendasikan barang/jasa tersebut padanya. 3. Disqualified Prospects Yaitu prospect yang telah mengetahui keberadaan barang/jasa tertentu, tetapi tidak mempunyai kebutuhan akan barang/jasa tersebut, atau tidak mempunyai kemampuan untuk membeli barang/jasa tersebut. 4. First Time Customers Yaitu konsumen yang membeli untuk pertama kalinya. Mereka masih menjadi konsumen yang baru. 5. Repeat Customers Yaitu konsumen yang telah melakukan pembelian suatu produk/jasa sebanyak dua kali atau lebih. Mereka adalah yang melakukan pembelian atas produk/jasa yang sama sebanyak dua kali atau membeli dua macam produk/jasa yang berbeda dalam dua kesempatan yang berbeda pula. 6. Clients Clients membeli semua barang/jasa yang ditawarkan, yang mereka butuhkan. Mereka membeli secara teratur. Hubungan dengan jenis konsumen ini sudah
Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
19
PROPOSAL
PENELITIAN
kuat dan berlangsung lama, yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh tarikan persaingan produk lain. 7. Advocates Seperti layaknya klien, advocates membeli seluruh barang/jasa yang ditawarkan yang ia butuhkan, serta melakukan pembelian secara teratur. Sebagai tambahan, mereka mendorong teman-teman mereka yamg lain agar membeli barang/jasa tersebut. Ia membicarakan tentang barang/jasa tersebut dan membawa konsumen untuk perusahaan tersebut. Untuk lebih jelas gambar profit Generator System dibawah ini : Gambar : Profit Generator System
Prospect
First Time Customer
Disqualified Prospect
Repeat Customer
Clients / Advocate
Profit
Inactive Customer/ Clients
Sumber : Griffin (1995 : 36) Kerja profit generator system adalah sebagai berikut : Perusahaan memasukan seluruh suspect kedalam sistem pemasarannya, dan para suspect ini kemudian akan tersaring menjadi qualified prospects. Disqualified prospect ini dikeluarkan dari sitem, sementara para qualified prospects dimasukan ke prosews selanjutnya.semakin cepat memasukan disqualified prospects semakin menguntungkan bagi
perusahaan karena mereka hanya akan menghabiskan
uang dan waktu saja. Para qualified prospects kemudian difokuskan
untuk
menjadi first time buyers, setelah itu mereka didorong untuk menjadi repeat customers, dan selanjutnya loyal clients dan yang paling akhir dan menjadi tujuan dari kegiatan nya yaitu menjadikan mereka sebagai advocates bagi perusahaan. Para advocates ini akan mendatangkan keuntungan bagi perusahaan, karena Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
20
PROPOSAL
PENELITIAN
selain mereka menjadi konsumen perusahaan mereka juga mempengaruhi orang lain agar membeli produk dari perusahaan. Masih dari gambar diatas, terlihat adanya inactive customers clients. Mereka adalah orang-orang yang menjadi first time buyers atau repeat customers atau clients, yang tidak akan kembali lagi. Hal ini harus diperhitungkan karena setiap perusahaan akan kehilangan sebagian dari mereka dan berarti kerugian pila bagi perusahaan. 1. Dari Suspect ke Qualified Prospects Menurut Griffin (1995 : 54), untuk mencari siapa saja yang akan menjadi qualified prospects diantara para suspects, perusahaan harus menjawab ketiga pertanyaan dibawah ini : a. Siapa Sasaran Perusahaan ? Bagaimana mengidentifikasikan kelompok-kelompok dalam masyarakat yang akan membeli produk/jasa perusahaan. Untuk dapat mengidentifikasikan dan menyeleksi siapa yang akan menjadi sasaran perusahaan, dibawah ini merupakan 10 langkah untuk menyeleksi : Survei Pasar keseluruhan Identifikasi seluruh tipe dan kategori pasar, baik individu industri dan pihak lainnya yang mungkin menggunakan produk/jasa perusahaan. Segmentasi pasar Segmentasi daftar pasar potensial tersebut ke dalam kelompokkelompok yang memiliki karakteristik yang sama. Misalnya berdasarkan profesi atau untuk industri berdasarkan produk yang dihasilkan. Analisa Pasar Cari informasi yang selengkap mungkin untuk setiap kelompok yang telah dibuat. Analisa apa yang akan menjadi kebutuhan mereka, apa keinginan mereka, apa yang mereka takutkan, dan pada siapa mereka membeli produk yang similar dengan produk/jasa perusahaan. Data tersebut akan berguna bagi perusahaan mengevaluasi berapa besar potensi mereka dan bagaiman cara menjual pada mereka. Pelajari Kondisi Persaingan Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
21
PROPOSAL
PENELITIAN
Pelajari Meskipun
bagaimana tidak
ingin
perusahaan meniru
pesaing
cara
melakukan
pesaing,
penjualan.
perusahaan
harus
mengetahui apa saja yang sedang terjadi di pasar. Hal ini akan membantu perusahaan didalam memutuskan cara untuk memasuki pasar. Menyusun Peringkat Pasar Susun peringkat pasar berdasarkan prioritas. Misalnya, pasar utama adalah segmen pasar yang paling mudah dicapai dengan investasi yang paling rendah serta harapan tingkat pengembalian yang paling tinggi. Lakukan Analisa Pasar yang Mendalam Untuk Pasar Peringkat Atas Cari informasi sedalam mungkin mengenai pasar yang berbeda di peringkat atas, mulai dari apa saja yang mereka baca (surat kabar, majalah), apa yang memancing kepedulian mereka serta cara berpikir mereka. Analisa Alat Pemasaran yang Paling Efektif Bila pasar yang ada lebih terfokus dan lebih kecil ukurannya, akan lebih efektif apabila dilakukan pemasaran yang bersifat individual secara langsung atau direct marketing (direct mail, telemarketing atau personal selling). Sedangkan bila pasar lebih luas dan homogen, pemasaran masal seperti iklan televisi, surat kabar dan radio akan lebih efektif. Lakukan Uji Pasar Untuk menentukan apa saja yang akan dilakukan, ada baiknya suatu uji pasar terhadap beberapa orang prospek dari masing-masing pasar potensial. Hal ini akan mempermudah melakukan penjualan dan juga merupakan pendekatan yang paling baik untuk mengetahui reaksi pasar potensial yang dimiliki perusahaan. Analisa Hal-hal yang dapat Dilakukan Misalnya dalam menetapkan ramalan dan kuota penjualan, perlu dipertimbangkan faktor-faktor seperti jumlah kontak yang diperlukan, rata-rata kontak telepon yang dapat dilakukan oleh tenaga penjual, serta
Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
22
PROPOSAL
PENELITIAN
nilai penjualan per periode. Hal-hal tersebut membantu perusahaan untuk merencanakan penjualan secara lebih realistis serta menghindari pengharapan yang berlebihan. Pilih Pasar Sasaran Tetapkan pilihan dan anggaplah seleksi pasar sasaran ini sebagai pertanyaan yang harus secara terus-menerus diajukan untuk mencari peluang pasar-pasar baru. b. Bagaimana memposisikan produk/jasa perusahaan ? Setelah
mengidentifikasi
pasar
sasaran,
langkah
selanjutnya
adalah
merancang dan mengkomunikasikan pesan untuk para prospek. Memposisikan produk/jasa dapat dilakukan melalui iklan. Peran iklan menjadi sangat penting apabila dapat membeli informasi yang dibutuhkan oleh pasar sasaran. Sebgaian orang percaya bahwa iklan yang baik akan mampu mengubah persepsi seseorang mengenai sesuatu hal. c. Bagaimana untuk menjaring prospek yang potensial ? Bagaimana cara untuk memisahkan prospek yang potential dan tidak potential ? Perlu penelitian yang lebih jauh untuk menemukan jawabannya. Prospek potensial adalah merka yang : a. Memiliki masalah yang dapat perusahaan selesaikan (memiliki kebutuhan) b. Memiliki keinginan untuk mengatasi masalahnya (apa yang diinginkannya) c. Mempunyai dan keinginan untuk membeli produk/jasa untuk memenuhi kebutuhan tersebut d. Memiliki kekuasaan untuk mengambil keputusan pada saat tertentu.
2. Dari Qualified Prospect ke First Time Buyer Sebuah survey yang dilakukan oleh Sales dan Marketing Management menyatakan bahwa seorang sales rata-rata membutuhkan tujuh kali kontak samapi seorang prospek melakukan pembelian yang pertama. Namun Griffin (1995 : 89) menyatakan yang terpenting untuk diingat adalah seorang prospek atau calon pembeli membutuhkan seorang sales yang jujur dan dapat dipercaya, yang mampu mendiagnosa masalah yang ia hadapi dan menawarkan pemecahan untuk Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
23
PROPOSAL
PENELITIAN
masalah tersebut. Memang dibutuhkan waktu dan kesabaran untuk membangun kepercayaan, akan tetapi setelah kepercayaan itu tumbuh, akan membawa keuntungan jangka panjang bagi perusahaan. Selain itu, yang tak kalah pentingnya adalah belajar dari kegagalan masa lalu, karena hal tersebut merupakan pelajaran yang sangat berharga dalam meningkatkan cara-cara menjual pada konsumen serta membangun loyalitas konsumen. Singkatnya, empat langkah yang perlu diperhatikan untuk mendorong prospek untuk menjadi First time buyer, yaitu : a. Mendengarkan segala keluhan mereka b. Mendiagnosa permasalahan mereka c. Menawarkan solusi bagi permasalahan tersebut d. Belajar dari kegagalan masa lalu. 3. Dari Qualified Prospect ke First Time Buyers Sebuah
survey yang
dilakukan
oleh
sales dan marketing
management
menyatakan, seorang sales rata-rata membutuhkan tujuh kali kontak sampai seorang prospect melakukan pembelian pertama. Namun Griffin (1995:89) menyatakan yang terpenting untuk diingat adalah seorang prospect atau calon pembeli membutuhkan seorang sales yang jujur dan dapat dipercaya, yang mampu mendiagnosa masalah yang ia hadapi dan menawarkan pemecahan untuk masalah tersebut. Memang dibutuhkan waktu dan kesabaran untuk membangun kepercayaan yang telah tumbuh yang akan membawa keuntungan jangka bagi perusahaan. Yang tak kalah pentingnya adalah belajar dari kegagalan masa lalu, karena hal itu merupakan pelajaran yang sangat berharga dalam meningkatkan cara-cara menjual pada konsumen serta membangun loyalitas konsumen. Singkatnya, empat langkah yang perlu diperhatikan untuk mendorong prospek menjadi first time buyers yaitu: a. Mendengarkan segala keluihan mereka b. Diagnosa permasalahan mereka c. Menawarkan solusi bagi permasalahan tersebut d. Belajar dari kegagalan masa lalu.
Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
24
PROPOSAL
PENELITIAN
4. Dari Fisrt Time Buyers ke Repeat Customers Tidak sedikit dari first time buyers yang tidak kembali untuk melakukan pembelian kedua. Griffin (1995:108) menyatakan empat hal yang membuat mereka tidak kembali, yaitu a. Mengalami masalah. Bila first time buyers mengalami masalah pada 3-6 bulan setelah pembelian pertama ia akan berpikir bahwa situasi tersebut akan terjadi setiap saat. Adanya masalah akan memperburuk hubungan dan juga kesempatan penjualan dimasa yang akan datang. b. Tidak ada sistem pelayanan formal. Sebuah perusahaan yang telah menghabiskan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun
untuk
menarik
konsumen
baru,
seringkali
mengalami
kegagalan dalam mempertahankan konsumen, karena belum adanya sistem pelayanan yang formal (kepastian akan pesanan seseorang telah diproses) dapat membawa ketidakpuasan bagi mereka. c. Hilangnya komunikasi dengan pengambilan keputusan. Organisasi atau perusahaan sering berkomunikasi dengan para pengambilan keputrsan pada konsumen bisnis. Mereka biasanya tidak berkomunikasi dengan pemakai atau pembeli teknis. Maka bila berkomunikasi dengan pengambil keputusan tersebut tidak berlanjut. Perusahaan akan menghadapi resiko kehilangan konsumen. d. Mudah untuk kembali pada perusahaan lama. Bila si konsumen masih melakukan pembelian dari perusahaan lama, ia akan mudah kembali keperusahaan itu apabila mengalami masalah dengan perusahaan kita. Setiap pembelian menimbulkan konsekuensi bagi seorang pembeli. Konsekuensi ini terjadi akibat dari perilaku konsumen yang disebut sebagai pengevaluasian kembali setelah pembelian. Setiap pembeli mempunyai sejumlah harapan. Setelah melakukan pembelian, pembeli membandingkan apa yang mereka terima dengan
Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
25
PROPOSAL
PENELITIAN
apa yang mereka harapkan (terjadinya kesesuaian antara Expectacy dengan reality/experience). Jika perbandingan tersebut menguntungkan, si pembeli dapat dikatakan puas. Tapi jika tidak, maka dikatakan tidak puas. First time buyers dapat dikatakan sebagai “trier” atau pencoba. Mereka mencoba jasa baru. Akan terjadi persepsi tentang kualitas dimana tingkat kepuasan mereka akan mempengaruhi keputusan mereka untuk pembelian ulang. Perasaan puas dari first time buyers memperbesar kemungkinan bahwa seseorang akan membeli kembali. Pembelian ke dua menjadi penting sebab menunjukan perubahan dari pembelian pertama. Pada pembelian kedua ini, pembeli mebuat keputusan bahwa, pembelian mereka berdasarkan perilaku membeli non-acak atau non-random. Artinya pembeli melangkah ke proses pembelian ulang dengan menunjukan referensi mengenai apa dan siapa pembelinya. Preferensi ini diperoleh dari pengalaman pembelian pertama yang positif. Pada sisi lain ketika harapan tidak terpenuhi akan menimbulkan ketidak puasan. Ketidakpuasan menurut Griffin (1995:116) didefinisikan sebagai derajat perbedaan antara hubungan dengan kenyataan yang diterima. Ketika terjadi kesenjangan tersebut pembeli akan mengalami dengan apa yang disebut ketidakkonsistenan atau dissonance. Derajat disonansi dtentukan oleh beberapa faktor, yaitu: a. Semakin penting suatu keputusan, semakin besar disonansi. b. Semakin banyak pertimbangan alternatif sebelum membeli, semakin besar dissonansi. c. Semakin besar kemungkinan ditolak, semakin besar disonansi. d. Semakin sering membeli produk atau merek tersebut, semakin kecil disonansi. e. Semakin sulit diubah keputusannya, seakin besar disonansi.
Kemudian Griffin (1995:121) menyatakan empat belas hal yang harus diperhatikan agar first time buyers melakukan pembelian ulang: a. Tidak lupa mengucapkan terima kasih setelah transaksi terjadi b. Meminta umpan balik dari mereka dan memberikan respon dengan segera. c. Gunakan surat yang tidak mendoktrin. Maksudnya, surat yang berisi tentang cara-cara menggunaka produk/jasa tanpa sifat menggurui. d. Tingkatkan nilai secara terus menerus
Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
26
PROPOSAL
PENELITIAN
e. Menyusun data base konsumen f. Komunikasi secara terus menerus g. Memberikan gambaran tentang kepemilikan h. Mengubah pembelian ualng menjadi pelayanan i. Memperlakukan biaya pelayanan untuk konsumen sebagai investasi bernilai j.
Menjamin komunikasi dengan pengambilan keputusan
k. Mengembangkan komunikasi dengan pengambilan keputusan l. Mengembangkan promosi untuk konsumen baru m. Menawarkan garansi produk n. Mengembangkan promosi nilai tambah produk. 5. Dari Repeat Customers ke Loyal Client Bagaimana
sebuah
perusahaan
dengan
segala
kebijakannya,
dapat
meningkatkan repeat customer menjadi loyal clients dan menjaga agar mereka agar tetap loyal. Perusahaan harus memberikan nilai (value) yang didefinisikan oleh konsumen sebagai perubahan, peningkatan atau perbaikan barang/jasa inti untuk meningkatkan pelayanan konsumen mereka. Meskipun konsep nilai ini bukanlah hal yang baru, namun yang penting adalah bagaimana pelayanan konsumen atas kosep tersebut. Dahulu, konsumen memandang nilai sebagai kombinasi dari harga dan kualitas. Pada tahun 1990-an konsumen
telah
memperluas
definisi
nilai,
seperti
realibilty
(keandalan),
kenyamanan berbelanja dan pelayanan purna jual. Perusahaan yang berupa untuk meningkatkan posisi kepemimpinan mereka selama sepuluh tahun ke belakang, telah mencapai keberhasilan melalui pendalaman atas fokus bisnis dan menyampaikan salah satu nilai dari tiga nilai yang ada: a. Operastional excellence (Kecanggihan operasional). Artinya, perusahaan mampu menyediakan produk/jasa yang handal dengan harga bersaing dan dengan kesulitan membeli yang minimum. b. Customer Intimacy (kedekatan dengan konsumen). Mensegmentasi dan menetapkan pasar sasaran dengan presisi yangb tepat dan kemudian menyesuaiankan presisi tersebut dengan permintaan
pasar. Dua faktor
Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
27
PROPOSAL
PENELITIAN
penting untuk perusahaan adalah pengetahuan tentang konsumen dan operasi yang flexsibel. Kombinasi kedua faktor tersebut memungkinkan respon yang cepat terhadap keinginan konsumen dan permintaan khusus mereka. c. Product Leadership (Kepemimpina Produk). Menyediakan konsumen dengan produk/jasa terbaik yang menyebabkan produk/jasa pesaing menjadi tidak terpakai.
Griffin (1995:141) menyatakan bahwa faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam merumuskan strategi untuk mengubah repeat customers menjadi loyal clients adalah: a. Meriset Konsumen Loyalitas sesungguhnya bukanlah seperti apa yang dipikirkan oleh konsumen yaitu loyalitas diukur oleh kebiasaan membeli yang terikat dengan barang/jasa tertentu. Tujuan dari riset konsumen adalah untuk mengetahui siapa kosumen terbesar, apa yang mereka beli dan mengapa mereka loyal. Informasi ini penting untuk merencanakan bagaimana meningkatkan loyalitas konsumen. Kebanyakan perusahaan tidak tahu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, meskipun untuk memeperolehnya tidaklah terlalu sulit. Perusahaan dapat meneliti kebiasaan konsumen dalam membeli dengan memeriksa catatan belanja dan mengevaluasi pola-pola tertentu, seperti jumlah kunjungan dan perbandingan dari tahun ke tahun atas barang/jasa yang dibeli. Perusahaan harus dapat menjawab dua pertanyaan di bawah ini: Siapa pembeli terbaik perusahaan dan apa yang mereka beli? Urutan konsumen berdasarkan jumlah uang yang dikeluarkan dan volume unit Mengapa mereka membeli? Mencari tahu alasan mengapa mereka membeli untuk menentukan apa penyebab mereka loyal b. Membuat Hambatan Agar Konsumen Tidak Berpindah Dengan memahami siapa konsumen perusahaan, apa yang mereka beli dan mengapa mereka membeli, akan memberikan gambaran untuk melangkah ke
Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
28
PROPOSAL
PENELITIAN
alat loyalitas selanjutnya, yaitu membuat hambatan agar konsumen tidak pindah ke produk lain. Ada tiga hambatan, yaitu: Hambatan Fisik. Yaitu denga menyediakan hambatan fisik yang dapat memberikan nilai tambah bagi konsumen. Misalnya, pada perusahaan biro yang memberikan pelayanan pelayanan resevasi tiket 24 jam. Hambatan
psikologis. Dengan
menciptakan
persepsi
dalam pikiran
konsumen suapay ia bergantung pada barang/jasa perusahaan. Hambata Ekonois. Dengan memebrikan insentif bagi konsumen yang menguntungkan secara ekonomis. Misalnya, dengan memberikan diskon atau potongan harga. c. Melatih dan memotivasi staff untuk loyal Karyawan dan staf merupakan factor penting untuk membangun loyalitas konsumen. Bila perusahaann akan melakukan hal itu, ikut serta mereka dalam proses
tersebutdan beri pelatinhan. Informasi dukungan dan imbalan agar
mereka melakukan hal tersebut. d. Pemasaran untuk loyal pemasaran untuk loyal adalah perusahaan yang menggunakan programprogram yang memebrikan nilai tambah pada perusahaan dan produknya di mata konsumen. Loyalitas akan meningkat apabila nilai tambah yang diberikan konsumen meningkat. Dengan menggunakan program-program pemasaran untuk loyalitas ini, diharapkan nilai yang diterima konsumen akan meningkat pula. Program-program tersebut antara lain:
Relationship Marketing. Pemasaran yang bertujuan untuk membangun hubungan baik dan jangka panjangdengan konsumen perusahaan, serta tidak memiliki motif finansial dan mempromosikan barang/jasa perusahaan
Seringkali
produk terjual, tanpa perusahaan tahu siapa
pembelinya. Menurut
Griffin (1995:162) ketika seorang konsumen datang karena diberitahu advocates, maka perusahaan mendapatkan keuntungan:
Waktu menjual lebih sedikit
Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
29
PROPOSAL
PENELITIAN
Prospek ini memeiliki potensial lebih untuk menjadi konsumen yang loyal. Karena seseorang yang dipengaruhi advocates cenderung lebih loyal dibandingkan mereka yang datang karena terpengaruh iklan
Merekla yang datang sudah siap melakukan pembelian
Griffin (1995:169) menyatakan cara-cara untuk memperoleh seorang advocates, adalah: Membuat file konsumen yang puas. Cata semua alamat, nomor telepon, perusahaan serta meminta kesediaan mereka untuk dijadikan referensi. Saat perusahaan ingin mencuri produk tersebut, dan undang mereka agar bertemu dengan para advocates secara lansung. Oleh para penjual profesional cara ini disebut sebagai referensi selling meminta pada konsumen yang puas agar mengirim surat pada perusahaan. Surat-suarat tersebut dapat digunakan sebagai bahan pemasaran untuk prospek atau dimuat dalam brosur. memberi imbalan mereka yang membawa prospek ucapan terima kasih pada setiap transaksi.
J. HUBUNGAN KUALITAS PELAYANAN DENGAN LOYALITAS KONSUMEN K. HUBUNGAN KEPUASAN DENGAN LOYALITAS KONSUMEN L. HUBUNGAN KUALITAS PELAYANAN DENGAN LOYALITAS KONSUMEN
KUALITAS PELAYANAN
KEPUASAN KONSUMEN
LOYALITAS KONSUMEN
Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
30
PROPOSAL
PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. OPERASIONALISASI VARIABEL Dimensi-dimensi pada varibel Kualitas Pelayanan mengacu pada pendapat Mittal dan Lassar (1996), sedangkan dimensi harga terutama mengacu pada pandangan Zeithaml dan Bitner (1999). Variabel, indikator, dan skala masing-masing variabel secara garis besar disajikan pada tabel berikut. Variabel
Dimensi
Kualitas Pelayanan
Kepuasan Nasabah
Skala
1. Reliability
Interval
2. Responsiveness
Interval
3. Personalization
Interval
4. Tangibles
Interval
5. Price
Interval
1. Pembelian ulang
Interval
2. Rekomendasi pada pihak lain
Interval
Mengenai jenis data primer yang akan dikumpulkan, pendekatan statistik cenderung menyatakan sebagai skala ordinal, namun kalangan peneliti perilaku menggolongkan sebagai skala interval (Cooper dan Emory, 1995; dan Sekaran, 2000).
Berdasarkan
pendapat
tersebut,
nampaknya
cukup
aman
untuk
menggunakan teknik statistik parametrik seperti uji-t atau penggunaan regresi berganda yang mensyaratkan data pada skala interval.
B. INSTRUMEN PENGUKURAN 1. Kualitas Pelayanan. Kualitas pelayanan diukur berdasarkan dimensi-dimensinya dengan menggunakan SERVQUAL-P Battery yang dikembangkan oleh Mittal dan Lassar (1996). 2. Harga Adapun mengenai dimensi harga akan diukur berdasarkan pada Index of Consumer Sentiment Toward Marketing yang dikembangkan oleh Gaski dan Etzel (1986) dalam Sekaran (2000). Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
31
PROPOSAL
PENELITIAN
3. Kepuasan Nasabah Kepuasan nasabah dalam penelitian ini adalah tingkat kepuasan nasabah pegadaian secara individual. Kepuasan nasabah diukur dengan menggunakan dua item yang mengacu pada pendapat Kotler (1991: 18). Ukuran seluruh variabel dalam studi ini didasarkan pada tanggapan subjek terhadap serangkaian item dengan menggunakan skala lima-poin tipe Likert, yang dimulai dengan angka 1 (Sangat Tidak Setuju) sampai angka 5 (Sangat Setuju).
C. SAMPEL DAN SUMBER DATA Penarikan sampel dilakukan secara acak. Populasi adalah nasabah Perum Pegadaian Kantor Daerah IV. Mengenai jumlah sampel yang diambil, penulis mendasarkan pada argumen yang dikemukakan oleh Sekaran (2000) yang menyatakan bahwa jumlah sampel yang lebih besar daripada 30 dan kurang dari 500 adalah sesuai untuk sebagian besar penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari respon nasabah yang dikumpulkan dari kuesioner. Data sekunder mencakup studi literatur dari berbagai sumber, serta data perusahaan yang diperoleh dari bagian administrasi.
D. UJI RELIABILITAS DAN VALIDITAS Huck dan Cornier (1996) mengemukakan bahwa kualitas data yang diperoleh dari penggunaan instrumen penelitian dapat dievaluasi melalui uji reliabilitas dan validitas. Peneliti melakukan uji reliabilitas dengan menghitung cronbach’s alpha dari masing-masing instrumen dalam suatu variabel. Instrumen yang digunakan dalam penelitian tersebut dikatakan andal (reliable) apabila memiliki cronbach’s alpha lebih dari 0.60 (Nunnaly, 1978). Uji validitas yang dilakukan dengan analisis faktor dimaksudkan untuk memastikan bahwa masing-masing pertanyaan akan terklarifikasi pada variabel-variabel yang telah ditentukan (construct validity). Uji analisis factor dapat dilakukan terhadap nilai setiap variabel dengan varimax rotation. Nilai Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy (Kaiser’s MSA) yang disyaratkan agar data yag terkumpul dapat tepat dilakukan analisis faktor harus diatas 0,50 dan hal ini juga menunjukan Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
32
PROPOSAL
PENELITIAN
construct validity dari masing-masing variabel (Kaiser dan Rice, 1974). Item yang akan dimasukan ke dalam analisis akhir adalah item yang memiliki factor loading lebih dari 0,40 (Chia, 1995).
E. RANCANGAN PENGUJIAN HIPOTESIS 1. Statistik Deskriptif Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran mengenai karakteristik responden (usia, jenis kelamin, pendidikan) dan deskripsi variabel-variabel penelitian (dimensi-dimensi kualitas pelayanan dan kepuasan nasbah) dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi yang menunjukan rata-rata dan deviasi standar. 2. Pengujian Hipotesis Hipotesis penelitian yang diajukan adalah: Ho = Kualitas Pelayanan tidak berpengaruh positif terhadap Kepuasan Nasabah. H1 = Kualitas Pelayanan berpengaruh positif terhadap Kepuasan Nasabah. Hipotesis menunjukan adanya dua variabel, yaitu kualitas pelayanan sebagai variabel independen dan kepuasan nasabah sebagai variabel dependen. Untuk mempertajam analisis, variabel independen akan dibagi ke dalam dimensi-dimensi kualitas pelayanan. Dengan demikian hipotesis yang diajukan adalah: a. H0 : Dimensi reliability tidak berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah H1 : Dimensi reliability berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah b. H0 : Dimensi responsiveness tidak berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah H1 : Dimensi responsiveness berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah c. H0 : Dimensi personalization tidak berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah H1 : Dimensi personalization berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah d. H0 : Dimensi tangibles tidak berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah H1 : Dimensi tangibles berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah e. H0 : Dimensi emphaty tidak berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah H1 : Dimensi emphaty berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah
Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
33
PROPOSAL
PENELITIAN
f. H0 : Dimensi harga tidak berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah H1 : Dimensi harga berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah Pengujian terhadap seluruh hipotesis akan analisis regresi berganda. Penggunaan analisis regresi nampaknya cocok sebagai alat analisis, karena dari kerangka teoritik maupun studi pustaka tidak ada mengindikasikan terdapatnya hubungan antara variabel independen. Persamaan regresi berganda yang akan digunakan adalah:
Ŷ = a + bX1 + bX2 + bX3 + bX4 + bX5 Keterangan:
Ŷ = Prediksi kepuasan nasabah Xi = Dimensi kualitas pelayanan bi = Koefisien regresi a
= Konstanta
i
= 1, 2, 3, …
Untuk menentukan apakah hubungan antara dimensi-dimensi kualitas pelayanan dan kepuasan nasabah signifikan atau tidak dapat dilihat dari nilai p-value pada output komputer. Dengan menetapkan tingkat derajat kepercayaan 0.95 uji dua arah ( = 0,025), kriteria yang digunakan adalah: a. Tolak Ho jika p-value > 0,025 b. Tidak menolak Ho jika p-value < 0,025. Penghitungan
koefisien
regresi
maupun
pengujiannya
seluruhnya
akan
menggunakan program statistik SPSS 10.01. sebagai alat bantu.
Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
34
PROPOSAL
PENELITIAN
DAFTAR PUSTAKA 1. Bateson, John. E. G. Managing Service Marketing : Text and Readings, 2nd ed. The Dryden Press. 1992. 2. Berry, Leonard., and A. Parasuraman. Marketing Services: Competing Through Quality, The Free Press. 1991. 3. Brown, Stephen W., Evert Gummesson., Bo Edvardsson., and BengtOve Gustavsson. Service Quality. Lexington Books. 1991. 4. Cooper, Donald R., and C. William Emory. Business Research Methods, 5th ed., Irwin. 1995. 5. Enis, Ben M., and Keith H. Cox. Marketing Classic: A Selection of Influence Articles, 7th ed. Allyn and Bacon. 1984. 6. Fitzsimmons, James A., Mona J. Fitzsimmons. Service Management for Competitive Advantage. McGraw-Hill International Edition. 1994. 7. Gronroos, Christian. Service Management and Marketing Managing the Moment of Truth in Service Competition. Lexington Books. 1990. 8. Kotler, Phillip. Marketing Management: Analysis, Planning, Implementation and Control. 7th ed., Prentice-Hall International Editions. 1991. 9. Lovelock, Christopher H. Managing Service: Marketing, Operations and Human Resources. Prentice-Hall International Edition. 1988. 10. Parasuraman, A., Valerie A. Zeithaml., and Leonard L. Berry. “A Conceptual Model of Service Quality and Its Implication for Future Research”. Journal of Marketing. 1985 (49). 11. Parasuraman, A., Valerie A. Zeithaml., and Leonard L. Berry. “Reassessment of Expectations as a Comparison Standard in Measuring Service Quality”. Journal of Marketing. 1994 (58). 12. Schiffman, Leon G., and Leslie Lazar Kanuk. Consumer Behavior. 7th ed. Prentice-Hall. 2000. 13. Sekaran, Uma. Research Method for Business: A Skill Building Approach, 3rd ed., John Willey & Sons. 2000. 14. Stanton, William J., Michael J. Etzel., and Bruce E. Walker. Fundamentals of Marketing. 9 th ed., McGraw-Hill Inc. 1991. 15. Zeithaml, Valerie A., A. Parasuraman., and Leonard L. Berry. “Communication and Control Processes in the Delivery of Service Quality”. Journal of Marketing. 1988 (52). 16. Zeithaml, Valerie A., A. Parasuraman., and Leonard L. Berry. Delivering Quality Service : Balancing Perceptions and Expectations. 1990. The Free Press.
Bayu DDH – 1.400.014
Magister Manajemen Universitas Widiyatama
35