BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah besar kesehatan di dunia. TB merupakan penyakit menular pembunuh terbesar kedua setalah HIV/AIDS. Tahun 2013, diperkirakan 9 juta penduduk dunia menderita TB dengan kematian sebesar 1,5 juta orang. Tiga belas persen penderita TB terinfeksi HIV dan kasus baru MDR-TB sebesar 3,5 persen. Enam puluh persen kasus dan kematian karena TB terjadi pada laki-laki namun beban penyakit pada perempuan masih tinggi. Tiga juta tiga ratus ribu perempuan dan 550.000 anak diperkirakan menderita TB dengan kematian sebesar 510.000 pada perempuan dan 80.000 pada anak. TB terjadi hampir di semua negara di dunia namun lebih dari 80 persen kasus TB yang dilaporkan terjadi di 22 negara dunia. Tahun 2013, 56 persen kasus baru TB terjadi di Asia Tenggara dan Pasifik Barat (WHO, 2014). Indonesia merupakan negara penyumbang TB terbanyak ketiga di dunia setelah India dan China dengan estimasi prevalensi sebesar 272 per 100.000 penduduk (WHO, 2014). Tabel berikut merupakan estimasi kejadian TB dan angka penemuan penderita di Indonesia pada Tahun 2013. Tabel 1. Estimasi Kejadian TB dan Angka Penemuan Penderita TB di Indonesia Tahun 2013 Estimasi dan Angka Notifikasi TB di Indonesia Tahun 2013 Penduduk 249.866.000 Insidensi TB total 460.000 (410.000–520.000) Angka insidensi TB per 100.000 penduduk per tahun 183 (164 – 207) Prevalensi TB 680.000 (340.000–1.100.000) Prevalensi TB per 100.000 penduduk per tahun 272 (138 – 450) Angka kematian TB (per 100.000 penduduk per tahun, tidak termasuk kematian terkait HIV) 25 (14 – 37) Angka notifikasi TB (per 100.000 penduduk) 131 Angka notifikasi specimen TB positif (per 100.000 penduduk) 79 Angka penemuan penderita TB 71 (63 – 80) Angka kesembuhan (%) kasus baru Tahun 2011 91 Sumber : Global Tuberculosis Report 2014 1
Tabel 1 menunjukkan bahwa angka penemuan penderita dan angka kesembuhan secara nasional sudah mencapai target yang ditetapkan yaitu 70 persen untuk penemuan penderita dan 85 persen untuk angka kesembuhan kasus baru TB (Kementerian Kesehatan RI, 2012). Penyakit TB (tersangka) selalu masuk dalam sepuluh besar penyakit di Puskesmas selama tiga tahun terakhir dan termasuk dalam 8 besar penyakit rawat jalan di rumah sakit di Provinsi D.I. Yogyakarta. Kualitas pengobatan TBC terus meningkat dari tahun ke tahun namun tetap masih dibawah target sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 828/MENKES/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal yaitu angka kesembuhan baru mencapai 84,07% (target 85%). Prevalensi TB pada tahun 2012 sebesar 76,88 meningkat dibandingkan tahun 2011 sebesar 69,65. Tren prevalensi TB di Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami fluktuasi setiap tahunnya antara 50 sampai 76, seperti pada gambar dibawah ini (Dinkes DIY, 2013). 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
72,46 59,09 53,39
66,55 64,52
76,88 70,06 71,71 69,65 68,24 68,35 68,13
57,88
23,20
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Gambar 1. Tren Prevalensi TB di Daerah Istimewa Yogyakarta per 100.000 Penduduk Tahun 2000 - 2013 Angka penemuan penderita yang masih rendah merupakan permasalahan lain di Provinsi D.I. Yogyakarta dimana pada tahun 2010 baru mencapai 53,5% dan menurun pada tahun 2011 dengan capaian 50,8% serta 40,38 % pada tahun 2012 (Dinkes Prov. DIY, 2012; Dinkes Prov DIY, 2013). Angka penemuan penderita ini lebih rendah dari standar World Health Organization (WHO) sebesar 70% dan target Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2011 yaitu sebesar 75% (Kementerian Kesehatan RI, 2012). 2
Penyakit TB di Kabupaten Kulon Progo juga masih menjadi masalah kesehatan. Penyakit ini menyerang semua kelompok umur dengan persentase kasus tertinggi pada kelompok umur produktif dan penemuan penderita TB masih rendah. Tabel 2 berikut menunjukkan jumlah kasus, angka penemuan kasus, angka notifikasi, dan angka kesembuhan TB di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2010 - 2013. Tabel 2. Jumlah Kasus, Angka Penemuan Kasus, Angka Notifikasi Kasus dan Angka Kesembuhan TB di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2010- 2013
2011
Jumlah perkiraan kasus 248
2012 2013
Tahun
133
53.63
55,03
Angka kesembuhan (%) 78,95
248
121
48.79
50,15
83,97
266
110
41.35
53,82
76,67
Penemuan Kasus TB
CDR
CNR
Sumber : Seksi P2 Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo Tabel 2 menunjukkan bahwa angka penemuan kasus (case detection rate, CDR) dan angka notifikasi kasus (case notification rate, CNR) selama tiga tahun berturut-turun masih di bawah target yang telah ditetapkan yaitu sebesar 70%. Angka kesembuhan mengalami fluktuasi namun juga masih di bawah target nasional yaitu sebesar 85%. Angka kematian TB selama 3 tahun berturut-turut meningkat. Tahun 2011 angka kematian sebesar 0, Tahun 2012 sebesar 0,6 per 100.000 penduduk (3 kematian) dan pada Tahun 2013 sebesar 1,2 per 100.000 penduduk (5 kematian). (Dinkes Kab. Kulon Progo, 2012; Dinkes Kab. Kulon Progo, 2013; Dinkes Kab. Kulon Progo, 2014). WHO menyatakan bahwa kemajuan dalam pencegahan dan pengendalian TB membutuhkan pendanaan yang memadai dan berkelanjutan. Dua puluh dua negara dengan beban TB tinggi perlu mendapat perhatian khusus karena merupakan penyumbang 80 persen TB dunia. Sampai dengan Tahun 2015, dana yang dibutuhkan untuk penanggulangan epidemi TB di negara berpenghasilan rendah dan menengah sebesar US$ 8 milyar setiap tahunnya di luar pembiayaan untuk penelitian dan pengembangan diagnosis baru, obat, dan vaksin. Tahun 3
2014, pembiayaan dari sumber domestik berkisar US$ 6 milyar. Peningkatan pembiayaan baik dari sumber domestik maupun donor masih diperlukan untuk menutup kekurangan biaya sebesar US$ 2 milyar (WHO, 2014). Pembiayaan merupakan salah satu komponen utama dalam keberhasilan pencegahan dan pengendalian TB (Mahendradata et al., 2003). Pembiayaan penanggulangan TB pada dasarnya meningkat dari Tahun 2002-2011 namun masih ada kekurangan untuk pencapaian target Millennium Development Goals (MDG’s) 2015 (Floyd et al., 2013). Berdasarkan laporan 122 negara dengan 95 persen kasus TB dunia, pembiayaan untuk pencegahan, diagnosis, dan pengobatan TB sebesar US$ 6,3 milyar pada Tahun 2014, hampir dua kali lipat pembiayaan pada Tahun 2006. Apabila dibandingkan dengan estimasi kebutuhan biaya penanggulangan TB, negara-negara tersebut masih menanggung kekurangan pembiayaan sebesar US$ 0,9 milyar (WHO, 2014). Biaya yang diperlukan untuk program penanggulangan TB di Indonesia Tahun 2014 sebesar US$ 224 juta. Pembiayaan dari sumber pemerintah sebesar US$ 127 juta sedangkan dari sumber domestik sebesar US$ 17 juta dan donor internasional sebesar US$ 38 juta. Kekurangan pembiayaan program TB di Indonesia sebesar US$ 72 juta (WHO, 2014). Pembebasan biaya diagnosis dan pengobatan tidaklah cukup untuk penanganan penyakit TB (Mauch et al., 2013a; Mauch et al., 2013b). Pasien dan keluarga masih mengeluarkan sejumlah biaya untuk pengobatan TB baik berupa biaya langsung maupun biaya tidak langsung (Kik et al., 2009). Hal ini merupakan salah satu kendala untuk dapat melakukan akses pelayanan kesehatan (Mauch et al., 2011). Kabupaten Kulon Progo melalui Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2009 telah menetapkan Sistem Jaminan Kesehatan Daerah sejak Tahun 2009. Seluruh penduduk Kabupaten Kulon Progo yang belum mengikuti program jaminan pemeliharaan kesehatan atau tunjangan kesehatan baik dari pemerintah, institusi swasta atau asuransi kesehatan pribadi merupakan peserta Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang dapat dilayani di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan/atau Kartu 4
Keluarga. Namun demikian kemungkinan pasien TB masih mengeluarkan biaya selama diagnosis dan pengobatan TB. Informasi tentang biaya langsung dan tidak langsung pasien TB di Kabupaten Kulon Progo sampai saat ini belum ada. Penelitian di Republik Dominica menunjukkan bahwa pasien TB menghadapi sejumlah kendala finansial. Biaya langsung dan tidak langsung untuk mendapatkan pelayanan kesehatan semakin meningkat namun tingkat pendapatan kebanyakan pasien semakin berkurang karena ketidakmampuan untuk melakukan pekerjaan (Mauch, et al., 2013b). Berdasarkan permasalahan tersebut di atas perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana beban biaya dan strategi mengatasi masalah biaya pada pasien TB di Kabupaten Kulon Progo. Hal ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi kendala biaya dalam pelaksanaan program TB sehingga dapat dipakai sebagai bahan pengambilan kebijakan dalam pelaksanaan program TB.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah : 1.
Bagaimana beban biaya pasien TB di Kabupaten Kulon Progo?
2.
Bagaimana strategi mengatasi biaya pada pasien TB di Kabupaten Kulon Progo? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah :
1.
Mengukur biaya langsung dan tidak langsung pasien TB di Kabupaten Kulon Progo.
2.
Mengetahui komponen biaya yang paling besar pada pembiayaan pasien TB di Kabupaten Kulon Progo.
3.
Mengetahui strategi mengatasi biaya pengobatan pasien TB di Kabupaten Kulon Progo.
5
D. Manfaat Penelitian 1.
Bagi Pemerintah Dapat digunakan sebagai masukan terkait dengan pembiayaan program pengendalian TB.
2.
Bagi Dinas Kesehatan Dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dan perencanaan dalam pencapaian program pengendalian TB di Kabupaten Kulon Progo.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil review pustaka yang dilakukan maka berikut adalah beberapa penelitian yang serupa dengan topik yang peneliti angkat. Perbedaan umum dalam penelitian ini adalah dilakukan pengukuran hubungan antara biaya dengan strategi mengatasi masalah biaya pada pasien TB yang mencakup asuransi, jaringan sosial berupa bantuan/sumbangan dan adanya pinjaman atau penjualan aset. No Peneliti
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
Perbedaan
1
Kik et Direct and Indirect al. Costs of (2009) Tuberculosis Among Immigrant Patients in The Netherlands
Rata-rata biaya langsung yang dikeluarkanan oleh rumah tangga dengan pasien TB sebesar €353 dengan komponen pengeluaran terbesar pada rawat inap. Kehilangan waktu ratarata 81 hari terutama rawat inap selama 19 hari dan kehilangan waktu kerja sebesar 60 hari dengan estimasi biaya €2.603
Responden merupakan imigran di Belanda yang merupakan negara dengan kasus TB rendah dan sistem asuransi kesehatan yang baik.
2
Mauch Assessing Access et al, Barriers to Tuber(2011) culosis Care with The Tool to Estimate Patients’ Costs: Pilot Results from Two Districts in Kenya
Biaya langsung pasien TB USD 55,8 dan biaya tidak langsung sebesar USD 294,2. Ketidakmampuan bekerja merupakan penyebab utama peningkatan kemiskinan.
Lokasi penelitian di Kenya dengan kendala geografi, dan ekonomi.
6
No Peneliti
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
Perbedaan
3
Mauch Free Tuberculosis et al. Diagnosis and (2013) Treatment are Not Enough : Patient Cost Evidence from Three Continents
27-70% pasien di Ghana, Vietnam, dan Republik Dominica berhenti bekerja dan pendapatan berkurang, 5-37% menjual properti dan 17-47% meminjam uang untuk pengobatan TB. Biaya rawat inap US$ 42-118 dan pembelian tambahan makanan merupakan komponen biaya langsung terbesar. Rata-rata biaya pasien TB sebesar US$ 538-1.268 atau hampir sebesar pendapatan individu per tahun
Lokasi penelitian di Ghana, Vietnam, dan Republik Dominica, ada perbedaan sosial ekonomi dan budaya.
4
Aye et Household costs of al. Illness During (2010) Different Phases of Tuberculosis Treatment in Central Asia : A Patient Survey in Tajikistan
Total biaya perawatan TB ratarata $1.053 ($292 sebelum pengobatan, $338 selama fase intensif, dan $422 pada fase lanjut). Biaya per bulan tertinggi pada saat sebelum pengobatan ($145) dan selama fase intensif ($153) dan biaya terendah pada fase lanjut ($95).
Tajikistan merupakan negara termiskin di wilayah Uni Soviet, ada perbedaan sosial ekonomi dan budaya.
5
Mauch Tuberculosis et al. Patients in The (2013) Dominican Republic Face Severe Direct and Indirect Costs and Need Social Protection
Biaya total perawatan TB untuk pasien baru sebesar US$ 908, US$432 untuk pasien dengan pengobatan ulang, dan US$3.557 untuk pasien MDRTB.
Lokasi penelitian di Republik Dominica, ada perbedaan sosial ekonomi dan budaya.
7