BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum. Setiap sendi kehidupan diatur oleh hukum yang berlaku dinegara ini. Terdapat aturan yang mengatur tentang penggunaan kendaraan bermotor. Salah satu aturan tersebut adalah setiap orang yang mengendarai kendaraan motor harus memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM) golongan. Surat Ijin Mengemudi (SIM) adalah bukti registrasi dan identifikasi yang diberikan oleh Polri kepada seseorang yang telah memenuhi persyaratan administrasi, sehat jasmani dan rohani, memahami peraturan lalu lintas dan terampil mengemudikan kendaraan bermotor. Berdasarkan Pasal 80 UU No. 22 Tahun 2009, ada 4 golongan SIM, yaitu : SIM A, SIM B1, SIM B2, SIM C, dan SIM D. Berdasarkan Pasal 81 ayat (2), (3), (4), dan (5) UU No. 22 Tahun 2009 terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan SIM. Syarat tersebut antara lain yaitu usia, administratif, kesehatan, dan lulus ujian. Untuk dapat mengendarai sepeda motor harus memiliki SIM C.Usia minimal untuk mendapatkan SIM C adalah 17 tahun. Syarat tersebut berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Dalam aturan lalu lintas, selain aturan mengenai SIM juga terdapat aturan tentang sanksi yang menanti pengendara yang tidak memiliki atau tidak membawa SIM saat berkendara.Sanksi tersebut dijelaskan oleh Pasal 281 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dimana sanksi pidana yang dijatuhkan bagi pengendara yang tidak memiliki SIM adalah kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah). Bagi pengendara yang tidak dapat menunjukkan SIM yang sah akan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan dan/denda paling banyak Rp. 250.00,00 sesuai dengan Pasal 288 ayat 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009. Meskipun aturan mengenai SIM sudah jelas, namun masih banyak yang melanggar aturan tersebut. Termasuk dari kalangan pelajar Sekolah Menengah
1
Atas (SMA). Kepolisian sebagai pihak yang berwenang sering melakukan sosialisasi tentang peraturan lalu lintas. Salah satu wujud sosialisai dan penegakan aturan adalah dibuatnya kesepakatan kerjasama antara Pemerintah Kota Surakarta dan Polresta Surakarta dalam bentuk larangan mengendarai kendaraan bermotor ke sekolah bagi siswa yang belum memiliki SIM untuk menekan angka pelanggaran lalu lintas oleh pelajar (Solopos.com / [1 Mei 2014]). Ironisnya, di kota Surakarta sendiri, masih banyak pelajar yang melanggar peraturan lalu lintas bahkan setelah diresmikannya kerjasama antara Pemerintah kota Surakarta dan Polresta Surakarta terkait penggunaan sepeda motor di kalangan pelajar. Pada interval bulan Juli sampai Oktober 2013 terdapat total 768 pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh pelajar. Dengan rincian pada bulan Juli terdapat 73 pelanggaran dengan barang bukti 73 STNK, pada bulan Agustus terdapat 21 pelanggaran dengan barang bukti 20 STNK dan 1 sepeda motor, pada bulan September terdapat 494 pelanggaran dengan barang bukti 374 sepeda motor dan 120 STNK, dan pada bulan oktober terdapat 180 pelanggaran dengan barang bukti 158 sepeda motor dan 22 STNK (Soloblitz.com/29 Oktober 2013). Dari paparan data pelanggaran di atas, total 768 pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh pelajar. Jumlah pelanggaran yang sebanyak itu terjadi hanya dalam rentang waktu 4 bulan. Dilihat dari barang bukti berupa STNK dan sepeda motor yang disita oleh Polisi, dapat disimpulkan bahwa pelajar yang melanggar peraturan lalu lintas tidak memiliki SIM C. Hal tersebut merupakan sebuah ironi, terutama bagi dunia pendidikan. Pelajar, yang merupakan golongan terdidik harusnya mampu memahami peraturan yang berlaku, apalagi peraturan tersebut memiliki sanksi pidana.Pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh pelajar merupakan wujud dari tidak disiplinnya pelajar. Data pelanggaran lalu lintas 5 tahun terakhir yang penulis dapatkan dari Satlantas
polresta
Surakarta
menunjukkan
sebuah
fakta
yang
cukup
mencengangkan. Dimana jumlah pelanggaran lalu lintas yang dilakukan pelajar menempati urutan ke tiga setelah pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh swasta dan mahasiswa. Berikut penulis sajikan diagram pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh pelajar di Kota Surakarta.
2
Gambar 2.1 Grafik Pelanggaran Peraturan Lalu Lintas Oleh Pelajar Kota Surakarta
Pelanggaran Peraturan Lalu Lintas Oleh Pelajar Kota Surakarta 9000 8000 7000 6000 5000
Diagram Pelanggaran lalu Lintas Oleh Pelajar kota Surakarta
4000 3000 2000 1000 0 2009
2010
2011
2012
2013
2014
Sumber : Data Pelanggran Peraturan Lalu Lintas Polantass Kota Surakarta Pada tahun 2012 terdapat 7.908 kasus pelanggaran lalu lintas. Di tahun 2010 jumlah pelanggaran lalu lintas yang dilakukan pelajar mengalami penurunan menjadi 3.996 kasus. Kemudian pada tahun 2011 terjadi peningkatan jumlah pelanggaran lalu lintas secara signifikan menjadi 6.567 kasus. Pada tahun 2012 jumlah pelanggaran lalu lintas berkurang menjadi 4.108. Pada 2 tahun berikutnya, yaitu tahun 2013 dan 2014 terjadi peningkatan kasus pelanggaran lalu lintas oleh pelajar, 6.058 kasus di tahun 2013 dan 6.489 di tahun 2014. Dari data dan diagram tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam 5 tahun terakhir fluktuasi juamlah pelanggaran lalu lintas oleh pelajar. Namun dalam 3 tahun terakhir jumlah pelanggaran cenderung mengalami peningkatan meskipun angka pelanggarannya tidak setinggi tahun 2009. Tingginya
angka
pelanggaran
tersebut
menunjukkan
kurangnya
kedisiplinan dan pemahaman pelajar terhadap peraturan lalu lintas yang berlaku. Hal tersebut merupakan peringatan bagi sekolah dan orang tua pelajar. Sekolah sebagai tempat pelajar menuntut ilmu seharusnya mampu mencegah terjadinya pelanggaran lalu lintas tersebut dengan menanamkan kedisiplinan dalam diri pelajar. Orang tua sebagai agen sosialisasi pertama bagi siswa juga seharusnya
3
mampu menanamkan nilai dan norma yang harus dipatuhi oleh pelajar dan memberikan peamhaman tentang peraturan lalu lintas yang berlaku agar mereka tidak melanggar nilai, norma dan aturan yang berlaku di masyarakat, termasuk peraturan lalu lintas. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan suatu rumusan masalah sebagi berikut : 1.
Mengapa pelajar sekolah menengah atas (SMA) di Kota Surakarta yang belum memiliki SIM mengendarai kendaraan bermotor ke sekolah?
2.
Bagaimana peran orang tua dan sekolah dalammekanisme pendisiplinan pelajar?
3.
Mengapa pelanggaran peraturan lalu lintas yang dilakukan oleh pelajar terus berulang?
C. Tujuan Penelitian Berdasarakan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian yang ingin dicapai sebagai berikut : 1.
Mengetahui alasan dibalik keputusan pelajar yang belum cukup umur dan belum memiliki Surat Ijin Mengemudi mengendarai kendaraan bermotor ke sekolah.
2.
Mengetahui sejauh mana peran orang tua pelajar dan sekolah dalam mekanisme pendisiplinan pelajar.
3.
Mengetahui penyebab terus berulangnya pelanggaran peraturan lalu lintas yang dilakukan oleh pelajar.
D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan menambah literatur dalam dunia pendidikan khususnya dalam hal mekanisme pendisiplinan bagi pelajar dan habituasi pelanggaran peraturan lalu lintas.
2.
Manfaat Praktis
4
a.
Bagi Pelajar Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman pelajar terhadap peraturan dan hukum lalu lintas yang berlaku.
b.
Bagi Orang Tua Pelajar dan Sekolah Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak orang tua pelajar dan
sekolah untuk menyusun aturan terkait penggunaan
kendaraan bermotor bagi pelajar dalam upaya mengurangi angka pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh pelajar. c.
Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti dalam mengetahui pemecahan masalah pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh pelajar. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian lebih lanjut dengan topik kajian yang sama sehingga dapat bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan dunia pendidikan.
5