1
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan 1000 gram sampai dengan 1500 gram, umumnya dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu. Sekelompok populasi bayi-bayi berat lahir sangat rendah yang dapat bertahan setelah perawatan dari NICU, memerlukan kewaspadaan ekstra dari petugas kesehatan, dengan perhatian pada sekuele medis dan skrining perkembangan. Permasalahan pada BBLSR yang mungkin timbul adalah gangguan pertumbuhan, gangguan perkembangan terutama perkembangan kognitif, kemampuan belajar, gangguan perhatian, bicara dan bahasa, gangguan neuromotor, dan perkembangan neurobehaviour. Selain itu mungkin didapatkan gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, permasalahan gizi, pertumbuhan gigi, masalah gastrointestinal, meningkatnya risiko cerebral palsy dan retardasi mental. Karena permasalahan yang mungkin timbul tersebut, maka perlu pemantauan yang lebih ketat pada pasien BBLSR. Pasien yang dijadikan subyek pemantauan adalah BBLSR yang lahir di RSUP Dr. Sardjito dan bertempat tinggal di Yogyakarta, sehingga relatif dekat, mudah dijangkau, dan pemantauan lebih mudah dilakukan.
b. Deskripsi Kasus Singkat
IDENTITAS PASIEN Nama
: by. AAK
Nama ayah : Bp. ST
Tanggal lahir
: 9 Mei 2013
Umur
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pendidikan : SMEA
Alamat
: Kwadungan Widodomartani
Pekerjaan : Buruh
: 37 tahun
Ngemplak Sleman No 41 Masuk RS
: 9 Mei 2013
Nama ibu : Ny. DR
No CM
: 0.73.93.34
Umur
: 27 tahun
Tanggal diperiksa : 8 Desember 2013
Pendidikan: SMA
Usia saat ini
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
: 7 bulan
2
Seorang bayi laki-laki usia 7 bulan, sudah dirawat di Instalasi Maternal Perinatal selama 40 hari, dengan keluhan utama bayi kecil yang lahir kurang bulan. Dari alloanamnesis dengan ibu bayi, dokter dan perawat, serta catatan medis didapatkan keterangan bahwa bayi lahir di RSUP dr. Sardjito dari seorang ibu P1A1 umur 27 tahun umur kehamilan 34+5 minggu.
7 bln
Gambar 1. Silsilah keluarga pasien
Selama kehamilan ibu kontrol teratur di bidan 1 bulan sekali dan 2 kali sebulan saat minggu-minggu terakhir menjelang persalinan. Ibu mendapatkan vaksinasi TT 2 kali dan konsumsi vitamin dan zat besi selama kehamilan. Tidak ada riwayat perdarahan selama kehamilan. Saat umur kehamilan 34 minggu ibu mengalami hipertensi (180/100 mmHg), demam selama 1 minggu sehingga oleh bidan dirujuk ke RSUD Sleman dan kemudian dirujuk ke RSUP Dr. Sardjito. Ibu mengalami ketuban pecah dini selama 5 jam dan pada saat di USG dikatakan oleh dokter bahwa air ketuban sudah habis sehingga segera dilakukan operasi SC atas indikasi gawat janin. Saat lahir bayi tidak menangis, dilakukan resusitasi sampai langkah awal, nilai APGAR menit pertama 4, dan menit kelima 7, BB lahir 1230 gram, PB lahir 39,0 cm, LK 27,0 cm, LD 25,0 cm, LLA 7,0 cm, LP 21,0 cm, CR 20,0 cm, UK 34 minggu 5 hari. Setelah persalinan ibu dirawat selama 4 hari dan kondisi membaik. Pemeriksaan fisik bayi segera setelah lahir, gerakan bayi tampak kurang aktif, tanda vital: nadi 138 kali/ menit, suhu 36,5C, RR 64 kali/menit tipe abdominal. Kulit tidak tampak sianosis, kepala mesocephal, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak tampak
3
cairan/kotoran pada mata, hidung ataupun telinga, mulut/lidah tidak sianosis, tonus leher lemah, dada simetris, tampak retraksi subkostal, bunyi jantung terdengar suara 1 tunggal, suara 2 split tak konstan, suara paru vesikuler normal, perut supel, tali pusat segar, hati dan limpa tak teraba, tampak ada anus dan alat kelamin laki-laki, ekstremitas tampak eutrofi, tidak ditemukan refleks primitif. Nilai dubowitz 38 setara dengan umur kehamilan 34 minggu 4 hari. Hasil pemeriksaan laboratorium darah saat lahir: AL 9540, Hb 15,2, Hct 47.6, AT 76.000, gol darah B Rhesus +, CRP kuantitatif <5 mg/dl, bilirubin total 2,11, bilirubin direk 0,48, albumin 3,04, GDS 5, kalsium 1.89, natrium 142, kalium 3,62, kloride 101,4. Hasil pemeriksaan morfologi darah tepi kesan kelainan morfologi eritrosit dan peningkatan respon eritropoietik, leukopenia dengan reaktivitas netrofil, monosit dan limfosit, trombositopenia. Hasil kultur darah tidak tumbuh kuman. Bayi dirawat di NICU selama 5 hari dengan diagnosis sepsis neonatorum, anemia pada prematuritas, ikterus neonatal, HMD grade II tanpa surfaktan, hipoglikemia membaik, undecensus testiculorum, asfiksia neonatorum, BBLSR, KB, KMK, simetris. Bayi terpasang O2 NCPAP selama 3 hari dan diganti dengan O2 nasal kanul selama 3 hari dan kemudian dihentikan. Bayi juga mendapatkan total parenteral nutrition selama 7 hari dengan jumlah protein yang diberikan 3 gram/kgBB/hari selama 4 hari dan secara bertahap diturunkan sampai 1 gram/kgBB/hari selama 3 hari
kemudian dihentikan dan mulai mendapatkan
asupan protein dari ASI. Bayi mendapatkan antibiotik lini pertama untuk sepsis berupa ampisilin sulbactam 50 mg/kgBB/kali ~ 2 x 60 mg iv dan amikasin 15 mg/kgBB/kali ~ 1 x 22 mg iv, namun setelah 3 hari pemberian antibiotik tersebut tidak memberikan respon yang adekuat sehingga ampisilin sulbactam kemudian diganti dengan ceftazidim 2x 40 mg iv dan keseluruhan lama pemberian antibiotik adalah selama 14 hari. Setelah kondisi bayi stabil kemudian dipindahkan ke kamar bayi dan mendapatkan perawatan selama 35 hari. Bayi selama perawatan mendapatkan tranfusi PRC 2 kali masing-masing 15 ml karena anemia. Selain itu untuk kondisi ikterus neonatal, pasien mendapatkan fototerapi kontinyu 36 jam sebanyak 2 siklus. Saat pulang bayi sehat, tidak anemis dan tidak ikterik. BB saat pulang adalah 1540 gram dan bayi mendapatkan suplementasi multivitamin 1x 0.3 ml dan zat besi 1 x 0.5 ml. Sebelum pulang bayi diimuninasi hepatitis B. Imunisasi BCG baru diberikan saat bayi berumur 3 bulan. Selama ini bayi sudah kontrol sebanyak 5 kali. Kontrol pertama yaitu 2 hari setelah pulang, diikuti dengan kontrol lanjutan tiap 2 minggu untuk pemeriksaan ROP, OAE dan USG kepala. Selama pulang bayi sempat mengalami keluhan batuk dan sesak dan didiagnosis sebagai bronchitis akut sehingga dirawat di RSUD Sleman selama 4 hari saat bayi berumur 4 bulan.
4
Riwayat penyakit keluarga yaitu adanya riwayat darah tinggi pada kakek dan nenek dari pihak bapak dan nenek dari pihak ibu, namun tidak dijumpai riwayat kencing manis, penyakit jantung, alergi dan asma. Ibu mempunyai riwayat pengobatan TB paru saat kecil selama 6 bulan. Pemberian nutrisi adalah dengan ASI sesuka bayi selama 3 bulan pertama. Setelah umur 3 bulan bayi pernah diberikan susu formula bila masih rewel sesudah minum ASI. Bayi juga pernah diberikan bubur susu dua kali tapi tidak mau sehingga dihentikan. Untuk perkembangan motorik kasar, bayi baru bisa miring-miring saat usia 3 bulan dan saat ini belum dapat tengkurap. Untuk motorik halus, bayi sudah dapat menggenggam saat usia 3 bulan dan belum dapat meraih benda. Untuk perkembangan bahasa bayi bersuara saat usia 1 bulan dan mulai bisa ngoceh saat usia 3.5 bulan. Untuk perkembangan sosial, bayi sudah dapat senyum saat usia 3 bulan namun belum dapat mengenal orang. Saat ini bayi tinggal bersama bapak, ibu, nenek dan kakek di rumah ukuran 120 m2, dinding dari kayu, lantai dari ubin, atap dari genteng. Rumah terdiri dari 4 kamar tidur, 2 kamar mandi/ WC, dapur dan ruang tamu. Cahaya dan ventilasi rumah cukup dan tidak lembab. Air minum dari sumur, jarak septic tank dari dapur > 10 meter. Penghasilan orang tua sebulan sekitar 1,2 juta rupiah. Pemeriksaan fisik anak saat ini ditemukan berat badan 4500 gram, panjang badan 52,5 cm, lingkar kepala 36,5 cm, lingkar dada 36,0 cm, lingkar perut 38,0 cm, dan lingkar lengan atas 12,5 cm. Profil antropometri anak: BB/PB 1 SD
5
OAE dan perlu pemeriksaan lebih lanjut, sedangkan pass artinya tidak ada masalah pendengaran pada pemeriksaan OAE. Pemeriksaan ROP juga sudah dilakukan 2 kali, pertama saat dirawat dan belum didapatkan ROP, evaluasi saat bayi berumur 42 hari dengan hasil belum didapatkan ROP. Bayi juga sudah dilakukan pemeriksaan USG kepala saat berumur 62 hari dengan kesimpulan tidak didapatkan gambaran ventrikulomegali, perdarahan intraventrikular dan periventricular leukomalasia. Permasalahan aktif anak saat ini adalah adanya keterlambatan motorik, mikrosefal, severely stunted, severely underweight, riwayat BBLSR, KMK simetris. Anak dengan KMK simetris mungkin mengalami gangguan pertumbuhan pada trimester awal kehamilan ibu yang dapat disebabkan oleh malnutrisi kronis pada ibu, infeksi kongenital, atau adanya kelainan kromosomal pada janin. Keterlambatan motorik pada anak mungkin terjadi karena mikrosefali akibat riwayat BBLSR pada anak atau merupakan tanda awal dari kejadian cerebral palsy. Kondisi normal weight-for height pada anak perlu diwaspadai karena BB/PB saat ini sudah mendekati 2SD. Anak dengan riwayat BBLSR mempunyai risiko untuk terjadinya obesitas pada umur selanjutnya.
c. Tujuan Untuk memperdalam pengetahuan tentang BBLSR dan permasalahan-permasalahan yang mungkin timbul serta memperoleh pengalaman dalam pengelolaan BBLSR sesuai dengan protokol yang ada.
d. Manfaat Manfaat untuk pasien adalah dengan pemantauan dan intervensi yang baik diharapkan pasien BBLSR dapat bertahan hidup dan permasalahan pada BBLSR yang mungkin timbul dapat dideteksi sedini mungkin sehingga intervensi dini dapat dilakukan dan diharapkan dapat memberikan prognosis yang lebih baik. Dengan kewaspadaan dini terhadap kemungkinan permasalahan yang muncul pada bayi BBLSR, dan dilakukannya penanganan yang menyeluruh dan berkesinambungan, anak dapat tumbuh kembang secara optimal dan mencapai kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Manfaat untuk keluarga dan lingkungan adalah keluarga mendapatkan pemahaman tentang BBLSR dengan kondisi lain yang menyertai dan permasalahan-permasalahan yang mungkin terjadi padanya, kewaspadaan dini terhadap permasalahan yang mungkin timbul, tatalaksana dan prognosis anak sehingga dapat berperan aktif (bersama dengan petugas kesehatan) dalam memantau pertumbuhan dan perkembangan anak dalam semua aspek.
6
Dengan dipilihnya kasus ini diangkat sebagai kasus longitudinal, diperlukan kerjasama antara petugas kesehatan dengan keluarga dalam melakukan pemantauan terhadap pertumbuhan, perkembangan dan permasalahan yang mungkin timbul pada BBLSR, dan dalam tatalaksananya. Manfaat untuk peserta PPDS antara lain menambah pengetahuan tentang kewaspadaan dini terhadap permasalahan yang akan timbul pada BBLSR dan protokol yang harus dijalani dalam melakukan pemantauan terhadap petumbuhan dan perkembangan BBLSR dan mendapatkan kesempatan mengelola pasien BBLSR yang mampu bertahan hidup dan berhasil keluar dari perawatan di NICU Manfaat bagi rumah sakit antara lain dengan melakukan pemantauan dan tatalaksana yang sesuai dengan protokol untuk bayi BBLSR yang mampu bertahan hidup, yang mencakup pertumbuhan dan perkembangannya secara menyeluruh dan berkesinambungan, akan dapat meningkatkan mutu pelayanan RS.