BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kehidupan manusia telah mengalami berbagai peristiwa dari masa ke masa. Peristiwa satu dengan yang lainnya akan berbeda baik dari segi waktu, tempat, orang yang terlibat maupun bentuk peristiwa yang terjadi. Seluruh peristiwa yang telah dilewati terangkum dalam sejarah hidup. Sejarah yang terjadi pada seseorang akan berbeda dengan orang lainnya. Namun di satu sisi sejarah itu bisa sama karena terjadi secara komunal misalnya sejarah suatu bangsa atau sejarah kebudayaan yang dialami oleh masyarakat tertentu. Kebudayaan mengalami perkembangan yang sangat pesat. Indonesia memiliki kekayaan kebudayaan yang melimpah ruah baik dalam wujud kebendaan maupun non-kebendaan. Hasil kebudayaan ini banyak tersimpan di museummuseum di Indonesia. Benda-benda bersejarah tersebut juga tersimpan di perpustakaan dan penyimpanan arsip di daerah maupun pusat, sedangkan wujud non-kebendaan biasanya berupa ide atau gagasan maupun tingkah laku yang sampai sekarang masih banyak diaplikasikan dalam masyarakat. Hasil kebudayaan berupa ide-ide atau gagasan masa lampau yang masih dapat dipelajari salah satunya tersimpan dalam naskah. Naskah merupakan wujud budaya yang menyimpan secara tertulis pondasi budaya itu sendiri, yaitu buah pikiran manusia berupa ide/gagasan. Naskah merupakan hasil tulisan tangan peninggalan nenek moyang dari masa lampau yang tertuang dalam media tulis.
1
2
Media tulis tersebut beragam, ada yang dari kertas, daun rontal, kulit kayu, bambu, rotan, dan kulit binatang. Media tulis berupa kertas yang biasa digunakan adalah kertas produk dalam negeri (dluwang). Sedangkan kertas luar negeri yang biasa digunakan adalah kertas Eropa yang marak didatangkan pada abad ke-18 dan 19 sebagai pengganti dluwang (Hartini, 2012:11). Pada masa lampau, sebelum Bahasa Indonesia menjadi bahasa nasional, naskah ditulis dengan bahasa daerah. Robson (1994:2) mengatakan bahwa berbagai daerah di Indonesia memiliki kesusastraan tertulis yang direkam dalam tulisan asli. Adapun tradisi naskah ditulis menggunakan 1) tulisan Arab : Aceh, Minangkabau, Melayu; 2) tulisan Jawa: Jawa, Sunda, Madura, Bali; 3) tulisan Sulawesi: Makasar, Bugis, Flores; 4) tulisan Sumatera: Toba, Batak, Lampung. Perbedaan tulisan yang digunakan dalam naskah berkaitan dengan sejarah budaya daerah setempat. Naskah yang paling banyak jumlahnya adalah naskah Jawa. Hal ini dikarenakan pusat aktivitas pada masa lampau berpusat di Jawa yang ditandai dengan keberadaan kerajaan-kerajaan besar di Jawa. Saat ini, naskah-naskah tersebut disimpan di tempat penyimpanan arsip, perpustakaan dan museum baik di dalam maupun luar keraton. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa masih ada naskah-naskah di luar tempat penyimpanan tersebut. Seperti naskah yang ditemukan peneliti yaitu naskah yang tersimpan di tengah masyarakat. Adapun naskah yang diteliti merupakan milik pribadi saudara Ari Mukti yang beralamat di Jl. Sri Rejeki no.20, Munggut, Madiun, Jawa Timur, Indonesia. Ari Mukti mengatakan bahwa naskah tersebut diperoleh dari Gladag. Meskipun asalnya bukan dari lingkup keraton yang menjadi skreptorium utama pada masanya, namun penjaringan dan penelitian naskah pribadi layak pula dilakukan sebagai salah satu
3
upaya penyelamatan naskah. Naskah tersebut berjudul Serat Panglipur Tis-Tis, selanjutnya disingkat SPT. Judul SPT ini tidak tertera pada cover melainkan tertera di dalam teks.
Gambar 1 Judul Naskah Berbunyi : “Panglipur Tis-Tis. Kudhandhangan : nglipur tyas kang Tis-Tis/ mrih jatmika linimput angarang/ sinêrat ingkang katêmbèn” Terjemahan: “Penghibur Kesedihan. Kuinginkan : menghibur hati yang sedih/ agar menjadi sebuah karangan yang baik/ yang baru saja ditulis” Secara harfiah Serat Panglipur Tis-Tis terdiri dari tiga kata yaitu: kata serat berarti buku yang memuat cerita (karya sastra), panglipur dari kata lipur/imur berarti penghibur, dan Tis-Tis: 1) adhêm; 2) sêpi, sirêp; 3) sêdhih, wêdi (Poerwadarminta 1939:17-42). Jadi Serat Panglipur Tis-Tis memiliki arti karya sastra penghibur kesedihan. Naskah SPT merupakan karya sastra yang berisi tentang cuplikan sejarah di Surakarta sebagai penghibur kesedihan. Naskah SPT berbentuk tembang atau puisi terdiri dari 8 pupuh, yaitu: 1) Dhandhanggula, 2) Mijil, 3) Sinom, 4) Pangkur, 5) Kinanthi, 6) Pangkur, 7) Maskumambang dan 8) Durma. Naskah ini berjumlah 35 halaman, setiap halaman terdiri dari 24 baris teks, tertulis penuh dari awal sampai akhir halaman. Naskah ini terdapat mantra, keterangan angka dan nomor I yang tertera pada cover.
4
Gambar 2 Keterangan Angka dan Nomor Berbunyi :
“salaradakatatadapasaga . 1952 . kadadadamapala – lapalasapalaca hasagamadanacahasagakagarasa bapatsadangapata – . hosi. no. I Sadamadamasantatajana.”
Isinya : “keterangan yang memuat tentang angka : 1952 : dan nomor I
Naskah SPT tergolong sebagai naskah baru, yaitu sesuai dengan angka yang tertera pada cover tahun 1952 melalui perkiraan cap kertas dan isi naskah. Selain itu penggunaan tinta warna biru dan kertas bertuliskan “International Crediet-en Handelvereeniging Rotterdam” yang merupakan nama bank swasta jaman Belanda sekitar abad ke-18 dan 19. Menurut Edi Cahyono (dalam Nofiardi, 2013), perkembangan industri di Indonesia setelah tahun 1870 berkembang pesat. Jaman yang dikenal sebagai jaman liberal ini direspon sangat baik oleh kalangan swasta Eropa. Beberapa perusahaan perdagangan swasta mengambil alih peran lembaga keuangan Nederlandsche Handels Maaatschapij (NHM) pada tahun 1824. Selain
5
itu beroperasi bank-bank swasta, seperti Nederland Indisch Handelsbank (1863), Rotterdamsche Bank (1863) dan International Crediet-en Handelvereeniging Rotterdam (1863). Naskah SPT juga terdapat mantra yang tertulis di dalam cover. Mantra tersebut digunakan sebagai penolak bala atau sebagai perwujudan doa sebelum penulisan naskah. Menurut Arif, mantra dalam naskah SPT ini modelnya seperti mantra carakawalik/carakasungsang. Mantra tersebut dipercaya mampu meruwat naskah dari keadaan yang tidak baik menjadi baik. Hal ini berkaitan erat dengan isi naskah SPT yaitu berisi tentang kisah peperangan yang berarti dalam situasi buruk agar menjadi situasi yang lebih baik (Arif, wawancara 24 Juni 2016). Langkah awal penelitian filologi yaitu dengan cara mencari sumber data berupa naskah. Peneliti melakukan penjaringan naskah yang tersimpan di masyarakat dalam lingkup Surakarta, dalam penjaringan tersebut diperoleh naskah SPT. Setelah itu dilakukan inventarisasi naskah dengan cara penelusuran judul maupun isi naskah melalui berbagai katalog, yaitu: 1) Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Jennifer Lindstay, 1994). 2) Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 3 A-B Fakultas Sastra Universitas Indonesia (T.E. Behrend & Titik Pudjiastuti, 1998). 3) Katalog Javanese Literature in Surakarta Manuskripts Jilid I dan II (Nancy K. Florida, 1994). 4) Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid I Museum Sonobudoyo Yogyakarta (T.E. Behrend, 1990).
6
5) Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid II Keraton Yogyakarta (T.E. Behrend,dkk 1994). 6) Description Catalogus of The Javanese Manuscripts and Printed Book in The Main Libreries of Surakarta and Yogyakarta (GirardetSutanto, 1983). 7) Daftar Naskah Perpustakaan Radya Pustaka Surakarta, Sasana Pustaka Keraton
Kasunanan
Surakarta,
Perpustakaan
Reksa
Pustaka
Mangkunegaran, Yayasan Sastra di Surakarta. Berdasarkan hasil inventarisasi naskah dari berbagai katalog tersebut tidak ditemukan naskah dengan judul maupun isi yang sama. Maka dapat disimpulkan bahwa naskah SPT merupakan naskah tunggal. Hal ini cukup masuk akal mengingat usia naskah yang tergolong masih muda yaitu sekitar tahun 1952 dan merupakan naskah koleksi pribadi. Naskah dengan kondisi seperti ini sangat kecil kemungkinannya mengalami tradisi salin-menyalin. Lebih dalam lagi alasan penelitian ini adalah untuk menguak isi naskah SPT. Maka dilakukan kajian pustaka terhadap penelitian-penelitian terdahulu sebagai data pendukung. Dalam kajian pustaka ini terpilih beberapa bahan kajian yang sesuai dengan isi naskah SPT yaitu mengenai cuplikan peristiwa sejarah dan penghibur kesedihan (panglipur). Penelitian tersebut antara lain adalah sebagai berikut. 1) Panglipur Wuyung: Lukisan Sosial Masyarakat Jawa Perkotaan oleh Aloysius Indratmo, Makalah Seminar. Penelitian ini mengkaji mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam novel-novel roman panglipur wuyung. Isi yang disampaikan berupa ajaran moral bagi
7
masyarakat Jawa khususnya generasi muda. Fungsinya sebagai sarana menolak budaya barat karena banyak generasi muda yang menerima mentah-mentah unsur-unsur budaya asing. Motifnya “yang asing tidak baik, yang tradisional baik”. 2) 30 Tahun Indonesia Merdeka (1945-1949) oleh Ginanjar Kartasasmita dkk, 1985, Buku. Buku ini mencatat berbagai peristiwa-peristiwa penting di Indonesia yang terjadi pada tahun antara 1945-1949. Peristiwa sejarah tersebut dijelaskan secara runtut dan disertai ilustrasi gambar. Penyelamatan maupun perbaikan naskah tidak hanya berlaku untuk naskah yang sering mengalami kasus penyalinan atau yang jumlahnya jamak saja, melainkan berlaku juga untuk naskah tunggal. Naskah yang tidak mempunyai varian seringkali juga mengalami permasalah tatabahasa atau konteks cerita sebagai akibat pergeseran pemahaman penyalin. Naskah SPT merupakan salah satu naskah tunggal yang menjadi objek penelitian filologi. Naskah ini ditulis dengan aksara Jawa carik, dan bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa Baru dengan beberapa kosakata Bahasa Indonesia. Naskah SPT dipilih sebagai objek kajian penelitian karena 2 (dua) alasan yaitu segi filologis dan segi isi, dengan uraian sebagai berikut. 1. Segi Filologis Secara filologis banyak ditemukan varian di dalam naskah SPT. Varian-varian tersebut antara lain sebagai berikut. a. Lacuna: bagian yang terlampaui atau terlewatkan, baik huruf, suku kata, kata, kelompok kata ataupun kalimat. Terdapat lacuna suku kata pada pupuh Dhandhanggula (1/10/8) “kèh janma tan kuwagang” jumlah guru wilangan (jumlah
8
suku kata pada setiap baris) dan jatuhnya dhong-dhing (jatuhnya bunyi vokal dalam setiap akhir baris) pada baris ke-8 hanya (7a) seharusnya (8a), sehingga untuk menyesuaikan konvensi tembang dicari pengganti kata yang sejajar atau tidak mempengaruhi makna. Kata “tan” merupakan singkatan dari “datan” sehingga opsi yang paling aman adalah menggantinya menjadi “kèh janma datan kuwagang”.
Gambar 3 Varian Lacuna 1 (SPT:1) Berbunyi : 10) “yakinira jaman anyar iki/ kabèh janma wis krasa ing driya/ kandhas ing sanobarine, tan pilih alit agung/ tuwa anom jalu lan èstri/ sêngkut anambut karya/ tan olih pakewuh/ kèh janma tan kuwagang/ naggulangi prang sabil ing lair batin/ rina wêngi abranta//” Artinya : “yakinilah jaman baru ini, semua manusia sudah merasakannya, hancur dalam hatinya, tidak pilih kecil besar, tua muda laki-laki dan perempuan, bekerja dengan keras, tanpa rasa sungkan, banyak manusia yang tidak berdaya, menanggulangi perang sabil lahir batin, siang malam susah/sedih.”
Terdapat lacuna suku kata pada pupuh Dhandhanggula (1/23/4) “praja lor lan kidul” jumlah guru wilangan (jumlah suku kata pada setiap baris) dan jatuhnya dhong-dhing (jatuhnya bunyi vokal dalam setiap akhir baris) pada baris ke-4 hanya (6u)
9
seharusnya (7u), sehingga untuk menyesuaikan konvensi tembang dicari pengganti kata yang sejajar atau tidak mempengaruhi makna. Kata “lan” merupakan singkatan dari “lawan” sehingga opsi yang paling aman adalah menggantinya menjadi “praja lor lawan kidul”.
Gambar 4 Varian Lacuna 2 (SPT:5) Berbunyi : 23. “….praja lor lan kidul/ karya Tis-Tis kaliwula alit/ denya ngabdi wus lama/ tinilar akundur….” Artinya : 23 “.…negara utara dan selatan, membuat sedih rakyat kecil, olehnya mengabdi sudah lama, ditinggalkan pulang (meninggal)….”
b. Adisi: bagian yang kelebihan huruf, suku kata, kata, kelompok kata ataupun kalimat. Terdapat kata “kamangnungsanèki” (1/12/1), kata tersebut kelebihan huruf seharusnya adalah “kamanungsanèki”.
Gambar 5 Varian Adisi 1 (SPT:3) Berbunyi : “ilang sakèh kamangnungsanèki” Terjemahan : “hilang sifat kemanusiaannya”
10
Terdapat adisi suku kata pada pupuh Mijil (2/2/5) “lir sinanapon rêsik” jumlah guru wilangan (jumlah suku kata pada setiap baris) dan jatuhnya dhong-dhing (jatuhnya bunyi vokal dalam setiap akhir baris) pada baris ke-5 sebanyak (7i) seharusnya (6i), sehingga untuk menyesuaikan konvensi tembang dicari pengganti kata yang sejajar atau tidak mempengaruhi makna. Kata “sinanapon” merupakan pengulangan kata dari “sinapon” sehingga opsi yang paling aman adalah menggantinya menjadi “lir sinapon rêsik”.
Gambar 6 Varian Adisi 2 (SPT:8) Berbunyi : “…apa manèh kewan gung lan janmi/ lir sinanapon rêsik/ kabèh padha lampus//” Artinya : “…apalagi hewan besar dan manusia, seperti tersapu bersih, semuanya mati.” Terdapat adisi suku kata pada pupuh Mijil (2/11/6) “bangsa Landi kang kang wus” jumlah guru wilangan (jumlah suku kata pada setiap baris) dan jatuhnya dhong-dhing (jatuhnya bunyi vokal dalam setiap akhir baris) pada baris ke-6 sebanyak (7u) seharusnya (6u), sehingga untuk menyesuaikan konvensi tembang dicari pengganti kata yang sejajar atau tidak mempengaruhi makna. Kata “kang”
11
mengalami pengulangan kata sehingga dihilangkan salah satu menjadi “bangsa Landi kang wus”.
Gambar 7 Varian Adisi 3 (SPT:9) Berbunyi : “….ginêgêm prentahing/ bangsa Landi kang kang wus//” Artinya
: “….digenggam perintahnya, sebagaimana Bangsa Belanda yang sebelumnya.”
c. Hypercorrect: kesalahan penulisan, maksudnya kesalahan penulisan dilihat dari acuan ejaan yang baku. Terdapat kesalah penulisan kata “bêbaya” (1/4/6), menurut ejaan yang benar penulisan dwi purwa bila ditulis aksara seharusnya “babaya”. Namun pengarang konsisten menuliskannya sesuai pelafalan. Misalnya: pêpati, nênuwun, rarêmpon.
Gambar 8 Varian Hypercorrect 1 (SPT:1) Berbunyi : “ yèn kapêngkok ing bêbaya” Artinya : “bila menemui bahaya”
12
Terdapat kesalahan penulisan pada kata “pamampin” (2/13/1), seharusnya menurut ejaan yang benar “pamimpin”.
Gambar 9 Varian Hypercorrect 2 (SPT:9) Berbunyi : “duk anampi aturing pamampin” Artinya
: “dalam menerima perintah pemimpin”
d. Variasi Penulisan dan style penulisan 1) Penggunaan angka Arab dalam penomoran halaman
Gambar 10 Nomor Halaman
2) Penggunaan kosakata bahasa Indonesia Naskah SPT tergolong naskah baru sekitar tahun 1952 (berdasarkan keterangan cover) sehingga sangat mungkin kosakata Bahasa Indonesia turut mempengaruhi bahasa naskah. Kosakata Bahasa Indonesia dalam naskah ini, antara lain: semangatan, pandhudhuk, gembira, ropeblik, nylidhiki, sepanjang.
13
3) Penggunaan tanda titik dua ( : ) untuk menandakan suatu kata kunci dalam cerita serta digunakan untuk menjelaskan suatu maksud atau makna suatu kata. Penggunaan tanda titik dua ( : ) untuk menandakan suatu kata kunci. Misalnya pada kata “kudhandhangan” yang berarti ‘kuinginkan’ sebagai kata kunci utama yang digunakan pengarang untuk menjelaskan tujuan penulisan naskah SPT.
Gambar 11 Tanda Titik Dua ( : ) sebagai Kata Kunci (SPT:1) Berbunyi : “kudhandhangan : nglipur tyas kang tis-tis” Artinya
: “kuinginkan : menghibur hati yang sedih”
Penggunaan tanda titik dua ( : ) untuk menjelaskan maksud/makna suatu kata. Kata “utama” dijelaskan lebih lanjut sesuai konteks cerita yaitu sifat seorang prajurit yang berani atau tidak takut mati dalam peperangan.
Gambar 12 Tanda Titik Dua ( : ) sebagai Penjelas Makna Kata (SPT:6)
14
Berbunyi : “….prasêtyane jurit utami/ utama : sirna jroning prang/ luhur asmanipun/ nadyan mungsuh yutan wendran….” Artinya
: “.…janjinya para prajurit utama, utama : mati dalam peperangan, luhur namanya, walaupun musuh berjuta-juta….”
4) Penggunanaan penanda mandrawa dan penanda pada tiap pergantian pupuh dan bait tembang. Selain itu juga terdapat sasmita tembang.
Gambar 13 Penanda Mandrawa tiap Pergantian Pupuh Tembang
Gambar 14 Penanda Pada untuk Pergantian Bait Tembang
Gambar 15 Sasmita Tembang (SPT:20) Berbunyi : “Kinanthi karya pêpemut” Artinya : “Kinanthi sebagai pengingat”
15
2. Segi Isi Isi dari naskah SPT ini adalah cuplikan peristiwa sejarah Kemerdekaan Indonesia (1942-1945) khususnya di Surakarta dan hikmah di balik peristiwa sejarah. Peristiwa tersebut tentang peperangan untuk memperoleh dan mempertahankan kemerdekaan yang terjadi pada masa penjajahan Jepang di Indonesia. Alur cerita yang ditampilkan berdasarkan urutan waktu yang runtut yaitu dari tahun 1942 hingga 1945. Selain itu juga terdapat hikmah atau buah pelajaran yang dapat diambil dari peristiwa tersebut. Berdasarkan ikhtisar ini maka penjelasan tentang isi naskah dibagi menjadi empat subbab, yaitu: a.
Sejarah kemerdekaan Indonesia (1942-1945), termuat dalam pupuh 1-3
b.
Peristiwa Heroik di Surakarta (27 September 1945), termuat dalam pupuh 4-6
c.
Pertempuran Surabaya (10 November 1945), termuat dalam pupuh 7-8
d.
Hikmah di Balik Peristiwa Sejarah: Arti Kemerdekaan bagi Manusia Seluruh cuplikan cerita yang ada di dalam naskah SPT ber-setting tempat di
Surakarta meskipun sejarah umumnya bertempat di Surabaya. Hal ini menerangkan bahwa tujuan si pengarang ialah ingin menampilkan situasi atau keadaan sosiobudaya masyarakat di Surakarta melalui peristiwa-peristiwa besar. Misalnya seperti dalam cerita b. Peristiwa Heroik di Surakarta (27 September 1945). Jika di sumbersumber sejarah lebih banyak menceritakan Insiden Bendera di Surabaya (19 September 1945). Naskah SPT justru menjelaskan keadaan di Surakarta bahwa pemuda di Surakarta juga melakukan aksi yang sama yaitu penurunan bendera pada tanggal 27 September, berikut cuplikannya.
16
Gambar 16 Cuplikan Peristiwa Heroik di Surakarta (SPT:18) Berbunyi : “1) pangkur trusaning mardika/ nunggil sasi kadya kasêbut ing inggil/ nuju tanggal pitulikur/ tumrap ing Surakarta/ wus kaèksi pemudha ingkang angrêbut/ gêndera liyaning praja/ sinalin bandera nagri//” Artinya : “teks pangkur setelah merdeka, sama bulannya seperti di atas (September), pada tanggal 27, di Surakarta, sudah terlihat pemuda yang merebut, bendera negara lain (Jepang), diganti bendera negara (Indonesia).”
Tindakah heroik di berbagai daerah umumnya para pemuda melakukan peperangan dengan cara merebut tempat-tempat strategis dan melucuti senjata Jepang. Tindakan tersebut bertujuan untuk mempertahankan kemerdekaan. Dalam peristiwa tersebut terjadi pertempuran rakyat dengan Jepang di markas Kempeitai dan gugur pemuda Arifin (http://newrulblog.blogspot.co.id : Mei 2011). Upaya perebutan kemerdekaan tahun 1945 hingga Indonesia diakui secara de jure pada tahun 1949 dilalui dengan berbagai banyak peperangan yang terangkum dalam peristiwa agresi militer II. Banyak sekali penjajahan yang masuk ke Indonesia mulai dari Inggris, Jepang, dan Belanda. Akibatnya rakyat Indonesia mengalami kesengsaraan, kelaparan bahkan kematian. Selain itu, diadakannya kerja paksa (Romusha) semakin memperparah keadaan ekonomi Indonesia khususnya di Surakarta. Diceritakan dalam naskah SPT, di Surakarta mengalami krisis ekonomi: harga pangan melambung tinggi, masyarakat tidak memiliki penghasilan karena
17
tekanan Romusha. Hal ini menyebabkan masyarakat tidak mampu memenuhi kebutuhan sandang dan pangan, sehingga melatarbelakangi terjadinya peperangan untuk memperoleh kemerdekaan. Dari cuplikan sejarah yang ditampilkan terkandung hikmah sebagai bentuk penghibur kesedihan bagi masyarakat, khususnya orang Jawa. Hikmah yang dapat dipetik, antara lain: manusia yang ingin merdeka haruslah berusaha/berikhtiar dan bersabar setelahnya diserahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
B. Batasan Masalah Batasan masalah dari penelitian ini terfokus pada dua kajian, yaitu kajian filologis dan kajian isi. Kajian filologis digunakan untuk mengupas permasalahan filologi yaitu uraian-uraian di dalam naskah melalui cara kerja filologi. Kajian isi berfungsi untuk mengungkap isi yang terkandung dalam naskah SPT.
C. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian naskah SPT adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana suntingan teks naskah SPT yang bersih dari kesalahan? 2. Bagaimana isi yang terkandung dalam naskah SPT?
D. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian adalah sebagai berikut. 1.
Menyajikan suntingan teks naskah SPT yang bersih dari kesalahan.
2.
Mengungkapkan isi yang terkandung dalam naskah SPT.
18
E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yakni manfaat teoretis dan manfaat praktis sebagai berikut. 1. Manfaat teoretis a. Menambah kajian naskah manuskrip. b. Menumbuhkan minat peneliti lain dari berbagai disiplin ilmu. c. Memberi kontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan lain yang relevan. 2. Manfaat praktis a. Menyelamatkan data naskah SPT dari kerusakan atau hilangnya data dalam naskah. b. Mempermudah pemahaman isi naskah SPT. c. Memberi kontribusi dan membantu peneliti lain untuk mengkaji lebih lanjut naskah SPT dari berbagai disiplin ilmu yang relevan.
F. Kajian Teori 1. Pengertian Filologi Filologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang naskah dan teks. Naskah dan teks tersebut merupakan naskah dan teks lama yang berisi cerita pada masa lampau. Secara etimologi kata filologi berasal dari bahasa Yunani, philologia yang berasal dari kata philos dan logos. Philos artinya ‘teman’ dan logos artinya ‘pembicaraan’ atau ‘ilmu’. Maka pengertian filologi adalah ‘senang kata-kata’ atau
19
‘senang bertutur’, kemudian berkembang menjadi ‘senang belajar’, ‘senang ilmu’, dan ‘senang kesastraan’ atau ‘senang kebudayaan’ (Baried,dkk,1985:1). Menurut Achadiati Ikram (1997:1), filologi dalam arti luas adalah ilmu yang mempelajari segala segi kehidupan di masa lalu seperti yang ditemukan dalam tulisan. Di dalamnya tercakup bahasa, sastra, adat istiadat, dan lain sebagainya. Menurut Edwar Djamaris (2002:3), filologi adalah suatu ilmu yang objek penelitiannya naskah-naskah lama. Selain itu, Boekh mengatakan bahwa filologi mempunyai arti ilmu pengetahuan tentang segala sesuatu yang pernah diketahui orang (Wellek dalam Chamamah, 2003:8). Pada dasarnya filologi merupakan pengetahuan yang menginformasikan tentang cerita masa lampau. Cerita tersebut ditulis dengan tulisan Jawa, tulisan Arab, tulisan Sulawesi dan tulisan Sumatera. Filologi juga mempelajari tentang kebahasaan, sejarah, filsafat hidup dan kebudayaan yang ada dalam naskah. 2. Objek Filologi Objek kajian filologi berupa naskah dan teks yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran/gagasan sebagai hasil kebudayaan. Menurut Hartini (2012:10), objek penelitian filologi adalah tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya masa lampau. Semua bahan tulisan tangan tersebut adalah naskah. Siti Baroroh Baried, dkk (1985:6), juga mengemukakan bahwa filologi mempunyai objek penelitian yaitu naskah dan teks. Naskah merupakan tulisan tangan (handscript atau manuscript), sedangkan teks merupakan kandungan atau isi naskah yang hanya dapat dibayangkan saja dan memuat berbagai ungkapan pikiran penulis yang disampaikan pada pembaca.
20
Naskah dan teks merupakan satu kesatuan yang utuh. Teks merupakan isi dari naskah, sedangkan naskah merupakan wadah dari teks. Pengertian teks dalam Kamus Istilah Filologi (1977:46), adalah kata, kalimat, yang membentuk suatu tulisan atau karya tulis. Teks dalam ilmu filologi menunjukkan sesuatu yang abstrak, sedangkan naskah merupakan sesuatu yang konkret memiliki wujud fisik. Naskah dan teks berkaitan erat karena naskah dapat membantu mengungkapkan hal-hal lain mengenai teks berdasarkan wujud fisiknya. 3. Langkah Kerja Penelitian Filologi Kerja seorang fililog dalam mengkaji naskah dan teks bertujuan untuk mengungkap nilai-nilai luhur yang terkandung dalam teks. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mencapai tujuan tersebut. Seorang filolog ketika melakukan penelitian filologi diawali dengan kegiatan pengumpulan naskah kemudian naskah yang telah ditemukan perlu dilakukan prosedur pengkajian. Menurut Dwi Sulistyorini (2015:80), langkah-langkah dalam penelitian naskah, antara lain: pencatatan dan pengumpulan naskah, kritik teks, rekontruksi teks, dan analisis menggunakan prosedur kajian filologi. Langkah kerja penelitian filologi menurut Edwar Djamaris (2002: 10), meliputi pengumpulan data dengan inventarisasi naskah, deskripsi naskah, pertimbangan dan pengguguran naskah, dasar-dasar penentuan naskah yang asli atau naskah yang berwibawa, transliterasi naskah, suntingan teks. Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) merumuskan langkah kerja dalam penelitian filologi terdiri atas penentuan sasaran penelitian, inventarisasi naskah, observasi pendahuluan, penentuan naskah dasar, transliterasi naskah, dan penerjemahan teks.
21
Penelitian filologi menggunakan langkah kerja yang disesuaikan dengan kondisi naskah tersebut jamak atau tunggal. Penanganan untuk naskah SPT menggunakan langkah kerja menurut Edwar Djamaris. Tetapi dalam praktiknya terdapat modifikasi dengan tidak menggunakan langkah perbandingan naskah atau pertimbangan dan pengguguran naskah. Hal ini dikarenakan naskah SPT merupakan naskah tunggal yang tidak ada naskah lain sebagai pembandingnya. Langkah kerja yang digunakan menjadi inventarisasi naskah, deskripsi naskah, transliterasi, suntingan teks dan aparat kritik. Selain itu Edwar Djamaris (2002:9) mengungkapkan, tugas penelitian filologi adalah mentranliterasi dan menerjemahkan teks yang ditulis dalam bahasa daerah ke bahasa Indonesia. Secara terperinci, langkah kerja penelitian filologi naskah SPT adalah sebagai berikut: a. Inventarisasi Naskah Tahap pertama yang dilakukan dalam penelitian filologi ialah pengumpulan data berupa inventarisasi naskah. Pengumpulan data itu dilakukan dengan dua metode yaitu studi pustaka dan studi lapangan. Metode studi pustaka dilakukan dengan cara inventarisasi naskah melalui katalog naskah yang terdapat di tempat-tempat penyimpanan naskah seperti perpustakaan dan museum. Metode studi lapangan adalah dengan melakukan penelusuran naskah yang tersimpan di masyarakat. Penelusuran naskah ini dilakukan karena ada sebagian golongan masyarakat yang menganggap naskah sebagai benda berharga, maka perlu disimpan dan
22
hanya kalangan tertentu yang boleh membacanya (Edwar Djamaris, 2002:10). Data yang diperlukan dalam objek penelitian filologi berupa naskah dan teks. Naskah sendiri memiliki banyak ragam demikian pula isi yang terkandung di dalam naskah tersebut. Ada naskah yang bertuliskan huruf Arab, Jawa, Bali, Sasak, dan Batak. Ada pula naskah yang menggunakan media tulis kertas, daun lontar, kulit kayu, dan rotan. Dari segi bentuk terdapat naskah yang berbentuk puisi dan prosa. Naskah juga memiliki keragaman isi berdasarkan jenisnya antara lain adalah sejarah atau babad, kesusatraan, cerita wayang, cerita dongeng, primbon, adat istiadat, ajaran atau piwulang, agama, dan lain sebagainya. Inventarisasi naskah pada penelitian ini dilakukan dengan metode studi lapangan terlebih dahulu yaitu mencari naskah yang tersimpan di masyarakat. Masyarakat yang dituju adalah masyarakat Jawa karena naskah yang dijadikan objek penelitian adalah naskah Jawa carik. Setelah menemukan naskah SPT kemudian dilakukan metode studi pustaka dengan cara pendataan dan pengumpulan naskah yang berjudul sama atau sejenis pada katalog naskah yang tersedia. Langkah tersebut dilakukan untuk mengetahui jumlah naskah, tempat penyimpanan, maupun penjelasan lain mengenai keadaan naskah. b. Deskripsi Naskah Naskah yang akan dijadikan sebagai objek penelitian selanjutnya dideskripsikan apa adanya. Deskripsi naskah adalah uraian ringkas naskah secara terperinci. Deskripsi naskah penting dilakukan untuk mengetahui
23
kondisi naskah yang akan diteliti. Deskripsi naskah merupakan sarana untuk memberikan informasi atau data mengenai judul naskah, nomor naskah, ukuran naskah, keadaan naskah, tulisan naskah, bahasa, kolofon dan garis besar isi cerita (Edwar Djamaris, 2002:11). Apabila melakukan deskripsi naskah, perlu mengetahui wujud langsung naskah yang akan diteliti. Hal tersebut dilakukan untuk mengecek data dan mendapatkan informasi yang sebenarnya tentang naskah. c. Transliterasi Naskah kebanyakan ditulis dalam huruf Arab (Pegon) atau huruf daerah (aksara Jawa) sehingga perlu ditransliterasikan terlebih dahulu agar mudah dibaca. Transliterasi adalah penggantian atau pengalihan huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Dalam proses transliterasi ini peneliti memiliki dua tugas pokok yaitu yang pertama, peneliti filologi menjaga kemurnian bahasa dalam naskah, khususnya penulisan kata. Hal ini bertujuan melindungi data mengenai bahasa lama dalam naskah agar tidak hilang. Tugas yang kedua adalah menyajikan teks sesuai dengan pedoman ejaan yang berlaku sekarang untuk memudahkan pembacaan dan pemahaman terhadap teks (Edwar Djamaris, 2002:19). Penyajian bahan transliterasi harus selengkap-lengkapnya dan sebaik-baiknya agar mudah dibaca dan dipahami. Transliterasi dilakukan dengan menyusun kalimat yang jelas disertai tanda-tanda baca yang teliti. Dalam transliterasi ini digunakan beberapa kamus untuk menyesuaikan ejaan yang berlaku. Kamus tersebut antara lain: Bausastra Djawa karangan
24
W.J.S Poerwadarminta dan Kamus Basa Jawa (Bausastra Jawa) karangan Tim Penyusun Balai Bahasa Yogyakarta. d. Suntingan Teks dan Aparat Kritik Suntingan teks adalah menyajikan teks dalam bentuk aslinya yang bersih dari kesalahan berdasarkan bukti-bukti yang terdapat dalam naskah yang dikritisi. Suntingan teks diberikan agar memudahkan pembacaan dan pemahaman teks. Menurut Edwar Djamaris (2002:24), penyuntingan teks dapat dibedakan dalam dua hal, pertama penyuntingan naskah tunggal dan penyuntingan naskah jamak. Kemudian untuk metode penyuntingannya dibagi menjadi beberapa cara. Misalnya dalam penyuntingan naskah tunggal bisa menggunakan metode edisi standar atau metode edisi diplomatik disesuaikan kebutuhan. Suntingan teks naskah SPT yang merupakan naskah tunggal menggunakan metode edisi standar. Baried (1985:68), mengatakan bahwa edisi standar disebut juga edisi kritik. Edisi kritik yaitu menerbitkan naskah dengan membetulkan kesalahan-kesalahan kecil dan ketidakajegan serta ejaannya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku. Kesalahan-kesalahan tersebut selanjutnya dicatat dalam aparat kritik. Menurut Darusuprapta (1984:8), aparat kritik adalah uraian tentang kelainan bacaan, yaitu bagian yang merupakan pertanggungjawaban ilmiah dalam penelitian naskah yang menyertai suntingan teks. Aparat kritik berisi segala macam kelainan dalam naskah yang diteliti baik kata-kata maupun bacaannya. Tujuan dari adanya aparat kritik ialah agar pembaca dapat
25
mengecek kembali bagaimana bacaan naskah dan bila perlu pembaca dapat membuat penafsiran sendiri. e. Terjemahan Terjemahan adalah pengalihan bahasa sumber ke bahasa sasaran dengan mempertahankan makna yang ada. Makna tersebut harus lengkap dan terperinci. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam memahami isi teks dari suatu naskah. Dengan adanya terjemahan maka masyarakat yang tidak menguasai bahasa naskah dapat membaca isi naskah dan naskah dapat disebarluaskan (Darusuprapta, 1984:27). Dalam tingkat terjemahan, antarseorang peneliti dengan peneliti yang lainnya memiliki potensi yang berbeda. Hal ini disebabkan karena kemampuan dari peneliti untuk menemukan arti yang lebih tepat dari sebuah kata yang belum diketahui artinya dengan pasti (Edi Sedyawati, 1998:3). Naskah SPT merupakan naskah yang ditulis menggunakan huruf Jawa dan menggunakan bahasa Jawa. Oleh karena itu, agar teks dalam naskah SPT ini dapat dibaca, dipahami, dan dinikmati seluruh lapisan masyarakat Indonesia perlu adanya terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia. 4. Penghibur Kesedihan : Hikmah di Balik Peristiwa Sejarah Sejarah berasal dari bahasa Arab yaitu syajara yang berarti terjadi, syajarah berarti pohon, syajarahan-nasab berarti pohon silsilah. Dalam kamus bahasa Inggris, “history study of past event, esp the polical, social, and economic develompment of a country, a continent or the world” (Oxford Dictionary, 1992). Sejarah adalah mempelajari peristiwa masa lampau, seperti politik, sosial, dan perkembangan ekonomi suatu negara, suatu benua atau dunia. Dalam KBBI
26
pengertian sejarah adalah asal usul (keturunan) silsilah, kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau; riwayat tambo (2007:1011). Menurut Kuntowijaya (1995:17), sejarah adalah rekonstruksi masa lalu. Peristiwa yang terjadi di masa lampau menjadi bagian-bagian dalam penyusunan kembali sejarah. Sejarah memberikan banyak informasi yang dapat diolah untuk tujuan-tujuan tertentu misalnya untuk mengungkap hal-hal yang telah terjadi. Selain mendefinisikan sejarah, Kuntowijaya juga membagi kegunaan sejarah ada dua yaitu secara instrinsik dan ekstrinsik. Kegunaan sejarah secara instrinsik di antaranya: sejarah sebagai ilmu, sejarah sebagai mengetahui masa lampau, sejarah sebagai pernyataan pendapat, dan sejarah sebagai profesi. Kegunaan sejarah secara ekstrinsik antara lain: sejarah sebagai pendidikan moral, sejarah sebagai pendidikan penalaran, sejarah sebagai pendidikan politik, sejarah sebagai pendidikan kebijakan, sejarah sebagai pendidikan perubahan, sejarah sebagai pendidikan masa depan, sejarah sebagai keindahan, sejarah sebagai ilmu bantu, sejarah sebagai latar belakang, sejarah sebagai rujukan, dan sejarah sebagai bukti. Naskah SPT ini merupakan naskah yang menceritakan tentang peristiwa sejarah. Berdasarkan kegunaan sejarah, naskah SPT memiliki kegunaan instrisik sejarah sebagai cara mengetahui masa lampau dan secara ekstrinsik sejarah sebagai pendidikan moral. Kegunaan dari sejarah ini, selain sebagai cara mengetahui peristiwa masa lampau sejarah juga sebagai sarana pembelajaran masa kini. Bentuk pembelajaran itu beragam salah satunya adalah ajaran maupun nilai-nilai moral tertentu. Naskah SPT memuat ajaran moral berupa hikmah di balik peristiwa sejarah yang ada. Hikmah adalah buah pelajaran atau pesan yang dapat diambil dari sebuah cerita.
27
Pengertian hikmah dalam KBBI adalah arti atau makna yang dalam; manfaat; wejangan yang penuh – berguna, bermanfaat dan memiliki kesaktian. Hikmah yang disampaikan dalam naskah SPT adalah bagaimana masyarakat menyikapi peristiwa pedih yang menimpa mereka pada saat itu. Manusia yang ingin merdeka harus selalu berusaha/berikhtiar dan bersabar setelahnya diserahkan kepada Yang Maha Esa. Bentuk penghibur kesedihannya terletak pada upaya manusia dalam berikhtiar, karena hidup dan mati, beruntung dan celaka, kaya dan miskin, senang dan susah merupakan takdir seorang makhluk. Walaupun menyelamatkan diri sampai ke langit bila sudah tiba kematiannya, akhirnya jatuh juga terpendam bumi. Adapula yang menganggap bahwa manusia yang kaya itu adalah manusia yang luhur, padahal harta benda tidak dibawa mati. Ada dua perkara yang harus dipilih. “Berat di harta atau berat di raga” jika berat di raga maka tinggalkan harta dan sebaliknya. Namun manusia yang luhur adalah yang memberatkan keduanya dengan cara menggunakan potensi raga dan harta dengan sebaik-baiknya serta bermanfaat bagi sesamanya.
G. Metode Penelitian 1. Bentuk dan Jenis Penelitian Bentuk penelitian ini adalah penelitian filologi dengan objek kajiannya manuskrip. Penelitian filologi bertujuan untuk mendapatkan kembali naskah yang bersih dari kesalahan dan dapat dipertanggungjawabkan agar mendapatkan naskah yang asli atau yang paling mendekati aslinya (Haryati Soebadio dalam Edwar Djamaris, 2002:7). Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif yang berarti semata-
28
mata menggambarkan, melukiskan, menuliskan, melaporkan objek penelitian berdasarkan data yang ditemukan atau sebagaimana adanya, hasil penelitian diuraikan dalam bentuk kata-kata bukan angka. Pendekatan deskriptif kualitatif menurut Sutopo (2002), bahwa semua hal yang berupa sistem tanda tidak ada yang patut diremehkan, semuanya penting dan semuanya mempunyai pengaruh dan berkaitan satu sama lain. Mendeskripsikan segala sistem tanda (semiotik) mungkin akan membentuk dan memberikan suatu pemahaman yang lebih komprehensif terhadap apa yang dikaji. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian perpustakaan atau library research, yaitu penelitian yang dilakukan di ruang perpustakaan. Data dan informasi tentang objek penelitiannya diperoleh dari buku-buku atau alat-alat audiovisual lainnya (Atar Semi, 1993:8). 2. Sumber Data dan Data Sumber data adalah segala sesuatu yang mampu menghasilkan atau memberikan data. Sumber data jenisnya sangat beragam, bisa berupa orang, peristiwa, tempat, benda serta dokumen atau arsip (Sutopo, 2002:49). Berdasarkan objek kajian filologi, maka yang menjadi sumber data dari penelitian filologi adalah naskah (manuskrip/handskrip). Sumber data dari penelitian ini adalah naskah berjudul Sêrat Panglipur Tis-Tis yang diperoleh dari saudara Ari Mukti beralamat di jalan Sri Rejeki no. 20, Munggut, Madiun, Jawa Timur. Berdasarkan hasil dari pengumpulan data atau inventarisasi naskah menggunakan metode studi lapangan dan metode studi pustaka didapati bahwa naskah SPT adalah naskah tunggal, karena tidak ditemukan naskah lain dengan judul ataupun isi yang sama.
29
Data adalah yang dihasilkan dari sumber data. Data dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data utama yang digunakan dalam penelitian. Data primer dalam penelitian ini adalah varian teks serta isi/kandungan teks dalam naskah SPT. Naskah SPT berisi cuplikan peristiwa sejarah kemerdekaan Indonesia, khususnya di Surakarta. Data sekunder yang digunakan sebagai pendukung atau penunjang dalam penelitian ini adalah buku-buku dan artikel ilmiah yang terkait dengan penelitian. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data sangat tergantung dari jenis sumber datanya. Apabila sumber datanya manusia atau informan, maka teknik pengumpulan datanya dengan wawancara, bila tempat, benda atau peristiwa dengan teknik observasi. Demikian pula sumber datanya dokumen atau arsip, maka diperlukan kajian isi ‘content analysis’ (Sutopo, 2002:144). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode studi pustaka. Pertama, dilakukan pencarian naskah dengan teknik observasi yaitu melakukan penjaringan naskah di masyarakat yang menjadi kepemilikan pribadi. Hasil observasi tersebut diperoleh naskah koleksi pribadi milik saudara Ari Mukti yang berjudul Sêrat Panglipur Tis-Tis. Peneliti kemudian meminjam naskah tersebut dari pemiliknya untuk diteliti. Selain itu dilakukan pengambilan gambar naskah menggunakan kamera digital. Kedua, melakukan inventarisasi naskah dari berbagai katalog untuk menelusuri naskah yang tersimpan di berbagai perpustakaan, museum maupun tempat penyimpanan arsip. Hal ini untuk mengetahui kondisi data yang diperoleh tunggal atau jamak. Tahap inventarisasi diawali dengan melihat dari katalogkatalog naskah yang ada di lingkup Surakarta dan Yogyakarta. Kemudian dilakukan
30
survey secara langsung ke tempat penyimpanan naskah tersebut. Hasil inventarisasi tersebut diperoleh bahwa naskah SPT merupakan naskah tunggal. Selanjutnya dilakukan langkah kerja filologi meliputi: deskripsi naskah, transliterasi, suntingan teks dan aparat kritik. Selain itu, untuk mendapatkan data pendukung dilakukan metode content analysis dari buku-buku dan artikel ilmiah. 4. Teknik Analisis Data Teknik analisis data ini dibagi menjadi dua, yaitu analisis data secara filologis dan analisis isi. Analisis data secara filologis menggunakan cara penyuntingan naskah tunggal dengan metode edisi standar (Baried, 1994:109). Metode edisi standar adalah menerbitkan naskah dengan membetulkan kesalahankesalahan dan pembetulan dicatat di tempat khusus (aparat kritik) agar selalu dapat diperiksa dan dibandingkan bacaan naskah sehingga masih memungkinkan penafsiran lain oleh pembaca (Robson, 1994:25). Menurut Edwar Djamaris (2002:24), metode standar adalah metode yang biasa digunakan dalam penyuntingan teks naskah tunggal yang tidak mengandung teks yang dianggap suci atau penting, sehingga tidak perlu diperlakukan secara khusus atau istimewa. Halhal yang perlu dilakukan dalam metode standar yaitu: a. Mentraliterasikan teks; b. Membetulkan kesalahan teks; c. Membuat catatan perbaikan/perubahan; d. Memberi komentar, tafsiran (informasi di luar teks); e. Membagi teks dalam beberapa bagian; dan f. Menyusun daftar kata sukar (glossari).
31
Analisis data kedua adalah analisis data berupa isi. Analisis data pada kajian isi dilakukan setelah suntingan teks dan aparat kritik. Analisis isi menggunakan metode interpretasi isi yang terkandung dalam naskah atau teks. Dalam KBBI (2007) interpretasi adalah pemberian kesan, pendapat atau pandangan teoretis terhadap sesuatu. “Interpretasi data merupakan upaya untuk memperoleh arti dan makna yang lebih mendalam dan luas dengan meninjau secara kritis data yang diperoleh dengan teori yang relevan” (Meleong, 2007:151). Interpretasi adalah cara kerja dari teks ke metafor, yaitu transkripsi dari bahasa tulis ke bahasa lisan. Kemudian hasil dari interpretasi tersebut dijelaskan kembali (explanation) dari bahasa tulis ke bahasa lisan sesuai dengan pemahaman peneliti (Ricoeur, 2014:197). Teknik interpretasi digunakan untuk memaparkan isi naskah melalui berbagai sudut pandang peneliti. Simpulan akhir merupakan jawaban atas tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini. Penarikan simpulan didasarkan pada analisis data dengan menyajikan hasil suntingan teks yang bersih dari kesalahan dan menelaah isi teks tersebut.
H. Sistematika Penulisan I.
Pendahuluan Bab ini merupakan uraian tentang latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.
II.
Analisis Data Analisis data diawali dengan pembahasan kajian filologis dan pembahasan kajian isi.
32
III.
Penutup Berisi kesimpulan dan saran, pada bagian akhir dicantumkan daftar pustaka, lampiran-lampiran dari naskah SPT.