BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi virus Hepatitis B (HBV) yang pertama kali ditemukan pada tahun 1996, telah terjadi pada lebih dari 350 juta penduduk di seluruh dunia. Infeksi HBV saat ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar serta serius, karena selain manifestasinya sebagai penyakit HBV akut beserta komplikasinya, lebih penting lagi ialah dalam bentuk sebagai karier, yang dapat menjadi sumber penularan bagi lingkungan.1 Hepatitis B biasanya ditularkan dari orang ke orang melalui kontak perkutaneus atau permukosal terhadap cairan tubuh dari seseorang yang terinfeksi HBV, melalui hubungan seksual dan transmisi perinatal dari seorang ibu yang terinfeksi ke bayinya. Manifestasi klinis dapat bervariasi mulai dari hepatitis subklinik hingga hepatitis simtomatik, dan meskipun jarang dapat terjadi hepatitis fulminan. Komplikasi jangka panjang dari hepatitis mencakup sirosis hepatis dan hepatoma.1 Saat ini di seluruh dunia diperkirakan lebih 350 juta orang pengidap HBV persisten, hampir 74 % (lebih dari 220 juta) pengidap bermukim dinegara-negara Asia. Bagian dunia yang endemisitasnya tinggi adalah terutama Asia yaitu Cina, Vietnam, Korea, dimana 50–70 % dari penduduk berusia antara 30 – 40 tahun pernah kontak dengan HBV, dan sekitar 10 – 15 % menjadi pengidap Hepatitis B Surfase Antigen (HbsAg). Menurut WHO Indonesia termasuk kelompok daerah dengan endemisitas sedang dan berat (3,5 – 20 %).1
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DEFINISI Hepatitis B merupakan penyakit infeksi virus pada hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B.2 Virus hepatitis B menyerang hati, masuk melalui darah ataupun cairan tubuh dari seseorang yang terinfeksi seperti halnya virus HIV. Virus hepatitis B adalah virus nonsitopatik, yang berarti virus tersebut tidak menyebabkan kerusakan langsung pada sel hepar. Sebaliknya, adalah reaksi yang bersifat menyerang sistem kekebalan tubuh yang biasanya menyebabkan radang dan kerusakan pada hepar.1 B. ANATOMI DAN FISIOLOGI HEPAR Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 – 1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan vena cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare area. Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen.3 Macam-macam ligamennya: 1. Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding anterior abdomen dan terletak di antara umbilicus dan diafragma. 2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah ligamen falciformis ; merupakan sisa-sisa peninggalan vena umbilicalis yang telah menetap.
2
3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :Merupakan bagian dari omentum minus yang terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum sebelah proximal ke hepar.Di dalam ligamentum ini terdapat Arteri hepatica, vena porta dan ductus choledocus communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari Foramen Wislow. 4. Ligamentum Coronaria Anterior kiri dan kanan dan Ligamentum coronaria posterior kiri dan kanan : Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar. 5. Ligamentum triangularis kiri dan kanan : Merupakan fusi dari ligamentum coronaria anterior dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar. Secara anatomis, organ hepar terletak di hipochondrium kanan dan epigastrium, dan melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan bahkan pada orang normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar). Permukaan lobus kanan dapat mencapai sela iga 4/ 5 tepat di bawah aerola mammae. Ligamentum falciformis membagi hepar secara topografis bukan secara anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri.4
3
Mikroskopis Hepar dibungkus oleh simpai yang tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan elastis yang disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenchym hepar mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa dari hepar seperti spons yang terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam lempengan-lempengan/ plate dimana akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid.3 Sinusoid-sinusoid tersebut
berbeda
kapiler-kapiler
di
dengan bagian
tubuh yang lain, oleh karena lapisan
endotel
yang
meliputinya terediri dari selsel fagosit yang disebut sel kupfer. Sel kupfer lebih permeabel
yang
artinya
mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain. Lempengan sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat dengan sinusoid. Pada pemantauan selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli Di tengah-tengah lobuli terdapat 1 vena sentralis yang merupakan cabang dari vena-vena hepatika
4
(vena yang menyalurkan darah keluar dari hepar).Di bagian tepi di antara lobulilobuli terhadap tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis/ TRIAD yaitu traktus portalis yang mengandung cabang-cabang vena porta, Arteri hepatika, ductus biliaris.3 Cabang dari vena porta dan A.hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak percabangan Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yang terletak di antara sel-sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan isinya ke dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar , air keluar dari saluran empedu menuju kandung empedu.6 C. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini pertama kali ditemukan oleh Blumberg pacta tahun 1965 dan di kenal dengan nama antigen Australia. Virus ini termasuk DNA virus.2 Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut "Partikel Dane". Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang membungkus partikel inti (core). Pada inti terdapat DNA VHB Polimerase. Pada partikel inti terdapat Hepatitis B core antigen (HBcAg) dan Hepatitis B e antigen (HBeAg). Antigen permukaan (HBsAg) terdiri atas lipo protein dan menurut sifat imunologik proteinnya virus Hepatitis B dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw dan ayr. Subtipe ini secara epidemiologis penting, karena menyebabkan perbedaan geomorfik dan rasial dalam penyebarannya. Virus hepatitis B mempunyai masa inkubasi 45-80 hari, rata-rata 80-90 hari.3
5
Pada manusia hati merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus Hepatitis B (VHB) mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam sitoplasma VHB melepaskan mantelnya, sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus dinding sel hati. Di dalam inti asam nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes dan berintegrasi; pada DNA tersebut. Selanjutnya DNA VHB memerintahkan sel hati untuk membentuk protein bagi virus baru dan kemudian terjadi pembentukan virus baru. Virus ini dilepaskan ke peredaran darah, mekanisme terjadinya kerusakan hati yang kronik disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap infeksi. Respon antibody humoral bertanggung jawab terhadap proses pembersihan partikel virus yang berada dalam sirkulasi, sedangkan antibody seluler mengeliminasi sel-sel yang terinfeksi. Apabila reaksi imunologik tidak ada atau minimal maka terjadi keadaan karier sehat.2
Gambaran patologis hepatitis akut tipe A, B dan Non A dan Non B adalah sama yaitu adanya peradangan akut diseluruh bagian hati dengan nekrosis sel hati disertai infiltrasi sel-sel hati dengan histiosit. Bila nekrosis meluas (masif) terjadi hepatitis akut fulminan. Bila penyakit menjadi kronik dengan peradangan dan 6
fibrosis meluas didaerah portal dan batas antara lobulus masih utuh, maka akan terjadi hepatitis kronik persisten. Sedangkan bila daerah portal melebar, tidak teratur dengan nekrosis diantara daerah portal yang berdekatan dan pembentukan septa fibrosis yang meluas maka terjadi hepatitis kronik aktif.2 D. FAKTOR PREDISPOSISI Faktor Host (Penjamu) Adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit hepatitis B. Faktor penjamu meliputi: a. Umur Hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur. Paling sering pada bayi dan anak (25 - 45,9 %) resiko untuk menjadi kronis, menurun dengan bertambahnya umur dimana pada anak bayi 90 % akan menjadi kronis, pada anak usia sekolah 23 -46 % dan pada orang dewasa 3-10%. 8 Hal ini berkaitan dengan terbentuk antibodi dalam jumlah cukup untuk menjamin terhindar dari hepatitis kronis. b. Jenis kelamin Berdasarkan sex ratio, wanita 3x lebih sering terinfeksi hepatitis B dibanding pria. c. Mekanisme pertahanan tubuh Bayi baru lahir atau bayi 2 bulan pertama setelah lahir lebih sering terinfeksi hepatitis B, terutama pada bayi yang sering terinfeksi hepatitis B, terutama pada bayi yang belum mendapat imunisasi hepatitis B. Hal ini karena sistem imun belum berkembang sempurna. d. Kebiasaan hidup Sebagian besar penularan pada masa remaja disebabkan karena aktivitas seksual dan gaya hidup seperti homoseksual, pecandu obat narkotika suntikan, pemakaian tatto, pemakaian akupuntur. e. Pekerjaan Kelompok resiko tinggi untuk mendapat infeksi hepatitis B adalah dokter, dokter bedah, dokter gigi, perawat, bidan, petugas kamar operasi, petugas 7
laboratorium dimana mereka dalam pekerjaan sehari-hari kontak dengan penderita dan material manusia (darah, tinja, air kemih). Faktor Agent Penyebab Hepatitis B adalah virus hepatitis B termasuk DNA virus. Virus Hepatitis B terdiri atas 3 jenis antigen yakni HBsAg, HBcAg, dan HBeAg. Faktor Lingkungan Merupakan keseluruhan kondisi dan pengaruh luar yang mempengaruhi perkembangan hepatitis B. Yang termasuk faktor lingkungan adalah: a. Lingkungan dengan sanitasi jelek b. Daerah dengan angka prevalensi VHB nya tinggi c. Daerah unit pembedahan: Ginekologi, gigi, mata. d. Daerah unit laboratorium e. Daerah unit bank darah. f. Daerah dialisa dan transplantasi. g. Daerah unit perawatan penyakit dalam
E. SUMBER DAN CARA PENULARAN Dalam kepustakaan disebutkan cara penularan virus Hepatitis B berupa:5 a. Darah: penerimaan produk darah, pasien hemodialisis, pekerja kesehatan, pekerja yang terpapar darah. b. Transmisi seksual. c. Penetrasi jaringan (perkutan) atau permukosa: tertusuk jarum, penggunaan ulang peralatan medi yang terkontaminasi, penggunaan bersama pisau cukur dan silet, tato, akuunktur, tindik, penggunaan sikat gigi bersama. d. Transmisi maternal-neonatal, maternal-infant.
8
Secara epidemiologik penularan infeksi virus hepatitis B dibagi 2 cara penting yaitu:1 a. Penularan vertikal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari ibu yang HBsAg positif kepada anak yang dilahirkan yang terjadi selama masa perinatal. Resiko terinfeksi pada bayi mencapai 50-60 % dan bervariasi antar negara satu dan lain berkaitan dengan kelompok etnik. b. Penularan horizontal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari seorang pengidap virus hepatitis B kepada orang lain disekitarnya, misalnya: melalui hubungan seksual. F. MANIFESTASI KLINIS Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis, manifestasi klinis hepatitis B dibagi 2 yaitu : 1. Hepatitis B akut yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu yang sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan hilangnya virus hepatitis B dari tubuh kropes. Hepatitis B akut terdiri atas :1 a.
Hepatitis B akut yang khas Bentuk hepatitis ini meliputi 95 % penderita dengan gambaran ikterus yang jelas. Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu : 1) Fase Praikterik (prodromal) Merupakan fase di antara timbulnya keluhan-keluhan dengan gejala timbulnya ikterus. Ditandai dengan malaise umum, mialgia, atralgia dan mudah lelah, gejala saluran napas atas dan anoreksia. Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau epigastrium, kadang diperberat dengan aktivitas. 5 2) Fase lkterik Ikterus muncul setelah 5-10 hari. Pada banyak kasus fase ini tidak terdeteksi. Setelah timbul ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodormal, tetapi justru akan terjadi perbaikan klinis yang nyata. Terjadi hepatomegali dan splenomegali.5
9
3) Fase Konvalesen (Penyembuhan) Diawali dengan menghilangnya ikterus dan kelainan lain, tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Munculnya perasaan sudah lebih sehat, kembalinya nafsu makan. Keadaan akut biasanya akan membaik dalam 2-3 minggu. Perbaikan klinis dan laboratorium lengkap akan terjadi dalam 16 minggu.5 b.
Hepatitis Fulminan Bentuk ini sekitar 1 % dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar mempunyai prognosa buruk dalam 7-10 hari, lima puluh persen akan berakhir dengan kematian. Adakalanya penderita belum menunjukkan gejala ikterus yang berat, tetapi pemeriksaan SGOT (Serum Glutamic Oxaloasetic
Transaminase)
memberikan
hasil
yang
tinggi
pada
pemeriksaan fisik, hati menjadi lebih kecil, kesadaran cepat menurun hingga koma, mual dan muntah yang hebat disertai gelisah, dapat terjadi gagal ginjal akut dengan anuria dan uremia.2 2. Hepatitis B kronis yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu dengan sistem imunologi kurang sempurna sehingga mekanisme, untuk menghilangkan VHB tidak efektif dan terjadi koeksistensi dengan VHB. Ada 3 fase penting dalam perjalanan penyakit hepatitis B kronik: a. Fase imunotoleransi. Pada masa anak-anak sistem imun tubuh dapat toleran terhadap VHB sehingga kadar virus dalam darah dapat sedemikian tingginya namun tidak terjadi peradangan yang berarti. Dalam keadaan tersebut VHB ada dalam fase replikatif denga titer HbsAg yang tinggi, HbeAg positif, anti Hbe negatif,
titer
DNA
VHB
tinggi
dengan
kadar
ALT
(alanin
aminotransferase) yang relatif normal. b. Fase imunoaktif atau fase immune clearance. Pada sekitar 30% individu dengan persistensi VHB akibat terjadinya replikasi VHB yang berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi yang ditandai dengan naiknya kadar ALT. Pada keadaan ini pasien mulai kehilangan toleransi imun terhadap VHB. Pada fase ini tubuh berusaha 10
menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya sel-sel hati yang terinfeksi VHB. c. Fase nonreplikatif atau fase residual. Sekitar 70% individu akhirnya dapat menghilangkan sebagian besar partikel VHB tanpa ada kerusakan sel yang berarti. Pada keadaan ini titer HbsAg rendah dengan HbeAg yang menjadi negatif dan anti Hbe yang menjadi positif secara spontan, serta kadar ALT yang normal, yang menandai terjadinya fase nonreplikatif atau fase residual. Sekitar 20-30% pasien dalam fase residual dapat mengalami reaktivasi dan menyebabkan kekambuhan. G. DIAGNOSIS Oleh karena penderita hepatitis B, terutama pada anak seringkali tanpa gejala maka diagnosis seringkali hanya bisa ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium. Kadangkala baru dapat diketahui
pada waktu menjalani
pemeriksaan rutin atau untuk pemeriksaan dengan penyakit-penyakit yang lain.4 Tes laboratorium yang dipakai untuk menegakkan diagnosis adalah:3 1. Tes antigen-antibodi virus Hepatitis B: a.
HbsAg (antigen permukaan virus hepatatitis B) Merupakan material permukaan/kulit VHB. HBsAg mengandung protein yang dibuat oleh sel-sel hati yang terinfesksi VHB. Jika hasil tes HBsAg positif, artinya individu tersebut terinfeksi VHB, karier VHB, menderita hepatatitis B akut ataupun kronis. HBsAg bernilai positif setelah 6 minggu infeksi VHB dan menghilang dalam 3 bulan. Bila hasil tetap setelah lebih dari 6 bulan berarti hepatitis telah berkembang menjadi kronis atau pasien menjadi karier VHB. HbsAg positif makapasien dapat menularkan VHB.
b.
Anti-HBs (antibodi terhadap HBsAg) Merupakan
antibodi
terhadap
HbsAg.
Keberadaan
anti-HBsAg
menunjukan adanya antibodi terhadap VHB. Antibodi ini memberikan perlindungan terhadap penyakit hepatitis B. Jika tes anti-HbsAg bernilai positif berarti seseorang pernah mendapat vaksin VHB ataupun 11
immunoglobulin. Hal ini juga dapat terjadi pada bayi yang mendapat kekebalan dari ibunya. Anti-HbsAg posistif pada individu yang tidak pernah mendapat imunisasi hepatitis B menunjukkan bahwa individu tersebut pernah terinfeksi VHB. c.
HbeAg Yaitu antigen envelope VHB yang berada di dalam darah. HbeAg bernilai positif
menunjukkan
virus
VHB
sedang
aktif
bereplikasi
atau
membelah/memperbayak diri. Dalam keadaan ini infeksi terus berlanjut. Apabila hasil positif dialami hingga 10 minggu maka akan berlanjut menjadi hepatitis B kronis. Individu yang memiliki HbeAg positif dalam keadaan infeksius atau dapat menularkan penyakitnya baik kepada orang lain maupun janinnya. d.
Anti-Hbe Merupakan antibodi terhadap antigen HbeAg yang diproduksi oleh tubuh. Anti-HbeAg yang bernilai positif berati VHB dalam keadaan fase nonreplikatif.
e.
HbcAg (antigen core VHB) Merupakan antigen core (inti) VHB, yaitu protein yang dibuat di dalam inti sel hati yang terinfeksi VHB. HbcAg positif menunjukkan keberadaan protein dari inti VHB.
f.
Anti-Hbc (antibodi terhadap antigen inti hepatitis B) Merupakan antibodi terhadap HbcAg. Antibodi ini terdiri dari dua tipe yaitu IgM anti HBc dan IgG anti-HBc. IgM anti HBc tinggi menunjukkan infeksi akut. IgG anti-HBc positif dengan IgM anti-HBc negatif menunjukkan infeksi kronis pada seseorang atau orang tersebut penah terinfeksi VHB.
12
2. Viral load HBV-DNA. Apabila positif menandakan bahwa penyakitnya aktif dan terjadi replikasi virus. Makin tinggi titer HBV-DNA kemungkinan perburukan penyakit semakin besar. 3. Faal hati. SGOT (Serum Glutamic Oxaloasetic Transaminase) dan SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase) dapat merupakan tanda bahwa penyakit hepatitis B-nya aktif dan memerlukan pengobatan anti virus. Sering ditemukan kadar setinggi 1000-2000 IU/L dengan nilai SGPT lebih tinggi daripada SGOT. 4. Alfa-fetoprotein (AFP), adalah tes untuk mengukur tingkat AFP,yaitu sebuah protein yang dibuat oleh sel hati yang kanker. 5. Biopsi hati dapat dilakukan pada penderita untuk memonitor apakah pasien calon yang baik untuk diterapi antivirus dan untuk menilai keberhasilan terapi.
13
H. PENATALAKSANAAN Tidak ada terapi spesifik untuk hepatitis akut, tatalaksana diberikan suportif dengan asupan kalori yang cukup. Pemantauan ditujukan pada untuk memastikan tidak terjadi kronisitas. Untuk pencegahan diberikan vaksin hepatitis B sebelum paparan.5 a. Imunoprofilaksis vaksin hepatitis B sebelum paparan. Vaksinasi HBV diberikan secara intramuskular, diulang pada 1 dan 6 bulan kemudian. Indikasi pemberian: 1. Imunisasi universal untuk bayi baru lahir. 2. Vaksinasi untuk anak sampai umur 19 tahun (bila belum divaksinasi) 3. Grup resiko tinggi: pasangan dan anggota keluarga yang kontak dengan karier hepatitis B, pekerja kesehatan dan pekerja yang terpapar darah, homoseksual dan biseksual pria, individu dengan banyak pasangan seksual, resipien transfusi darah, pasien hemodialisis, sesama narapidana, individu dengan penyakit hati yang telah ada. b. Imunoprofilaksis pasca paparan dengan vaksin hepatitis B dan imunogobulin hepatitis B (HBIG) Indikasi: 1. Kontak seksual dengan individu yang terinfeksi hepatitis akut: a. Dosis 0,04-0,07 ml/kg HBIG sesegera mungkin setelah paparan. b. Vaksin HBV pertama diberikan pada saat atau hari yang sama pada sisi lain. c. Vaksin kedua dan ketiga diberikan 1 dan 6 bulan kemudian. 2. Neonatus dari ibu yang diketahui mengidap HbsAg positif: a. Setengah mililiter HBIG diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir di bagian anterolateral otot paha atas. 14
b. Vaksin HBV dengan dosis 5-10 ug, diberikan dalam waktu 12 jam pada sisi lain, diulang pada 1 dan 6 bulan. Untuk terapi hepatitis B kronik, saat ini dikenal 2 kelompok terapi yaitu: 1. Kelompok imunomodulasi a. Interferon. b. Timosin alfa 1 c. Vaksinasi terapi. 2. Kelompok terapi antiviral a. Lamivudin b. Adefovir dipivoksil a) Interferon (IFN) alfa. IFN adalah kelompok protein intracelular yang normal ada dalam tubuh dan diproduksi oleh berbagai macam sel. Beberapa fungsi interferon adalah sebagai antiviral, imunomodulator, anti ploriferatif dan antifibrotik. Interferon tidak memiliki fungsi anti viral secara langsung namun merangsang berbagai macam protein efektir yang mempunyai fungsi antiviral. Fungsi IFN untuk hepatitis B terutama karena efek imunomodulator. Pada pasien hepatitis B terjadi penurunan kadar IFN, sebagai akibatnya terjadi gangguan penampilan molekul HLA kelas I pada membran hepatosit yang sangat diperlukan agar sel T dapat mengeali sel-sel hepatosit yang terinfeksi VHB. IFN merupakan pilihan pada pasien Hepatitis B kronik nonsirotik dengan HbeAg positif dengan aktifitas penyakit ringan sampai sedang. b) Timosin alfa 1. Timosin adalah suatu jenis sitotoksin yang berfungsi merangsang limfosit. Pemberian timosin pada pasien hepatitis B ktonik dapat menurunkan replikasi VHB dan menurunkan kadar atau menghilangkan DNA VHB. Keunggulan obat ini adalah tidak adanya efek samping seperti
15
IFN. Dengan kombinasi dengan IFN, obat ini meningkatkan efektifitas IFN. c) Vaksinasi terapi. Salah satu langkah maju dalam bidang vaksinansi hepattis B adalh kemingkinanm menggunakan vaksin hepatitis B untuk pengobatan infeksi VHB. Salah satu dasar prinsip vaksinansi terapi adalah penggunaan vaksin yang menyertakan epitop yang mampu merangsang sel T sitotoksik yang bersifat Human Leucocyte Antigen (HLA)- restricted, diharapkan sel T sitotoksik tersebut mampu mengahcnurkan sel hati yang terinfeksi VHB. d) Lamivudin. Lamivudin menghambat enzim reverse transkriptase yang berfungsi dalam transkripsi balik dari RNA menjadi DNA yang terjadi dalam replikasi VHB. Lamivudin menghambat produksi VHB baru dan mencegah terjadinya infeksi hepatosit sehat yang belum terinfeksi, tetapi tidak mempngaruhi sel-sel yang telah terinfeksi. Penggunaan lamivudin pada anak-anak dianjurkan 3 mg/kgBB tiap hari selama 52 minggu. e) Adefivir dipovoksil Adefovir dipivoksil menghambat enzim reverse transkriptase. Keuntungan penggunaan adefovir adalah jarang terjadinya kekebalan. Dengan demikian obat ini merupakan obat yang ideal untuk terapi hepatitis B kronik dengan penyakti hati yang parah. Kerugiannya adalah ahrga yang mahal dan masih kurangnya data mengenai keamanan dalam jangka yang sangat panjang. Jika diberikan setiap hari selama 48 minggu, terbukti memeberikan hasil yang signifikan.
16
DAFTAR PUSTAKA 1. Sharma, P. Steele, R.W. Pediatric Hepatitis B. Diunduh dari: http://www.healthofchildren.com. Pada tanggal : 27 Juni 2011.
2. Heathcote, J. Abbas, Z. Albery, A. Benhamau, Y. Chen, C.. Hepatitis B. World Gastroenterology Organisation. 2008. 3. Price, S.A., Wilson, L.M. Patofisiologi Konsep klinis dan Dasar-Dasar Penyakit. Ed-6. Jakarta. EGC. 2006. 4. Soemohardjo, S. Gunawan, S. Hepatitis B Kronik. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Pusat Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitan Indonesia. Jakarta. 2006.
17