BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota adalah kawasan yang direncanakan dan dibangun untuk menampung semua aktifitas manusia dengan jumlah penduduk yang besar dan akan selalu mengalami perkembangan. Dalam perkembangannya, kota tidak terlepas dari masalah-masalah yang menimbulkan dampak terhadap lingkungan, sehingga harus mendapat perhatian dan penanganan dari pemerintah dan masyarakat. Untuk mencapai tingkatan kehidupan masyarakat yang nyaman dan sehat diperlukan suatu sistem infrastruktur perkotaan yang baik. Sebagai kota yang sedang berkembang pesat, Kota Palu sebagai Ibu Kota Propinsi Sulawesi Tengah masih mempunyai permasalahan pada salah satu infrastruktur kota yaitu sistem drainase. Masalah ini harus segera ditangani guna mencegah permasalahan pada infrastruktur lainnya. Masalah yang terjadi pada beberapa titik pusat kota adalah genangan air. Genangan air terjadi apabila sistem yang berfungsi untuk menampung genangan itu tidak mampu mengalirkan debit yang masuk akibat kapasitas sistem yang menurun, debit aliran air yang meningkat atau kombinasi dari keduanya. Genangan tidak hanya terjadi pada kawasan perkotaan yang terletak di dataran rendah bahkan dialami pada kawasan di dataran tinggi. Hal inilah yang terjadi pada lokasi penelitian yaitu pada ruas Jalan Basuki Rahmat yang merupakan daerah dataran tinggi. Sebagai salah satu jalan protokol di Kota Palu yang di kedua sisi jalan tersebut terdapat saluran drainase sebagai infrastruktur penunjang, sudah mengalami masalah dan masalah ini menganggu aktifitas masyarakat dan merusak infrastruktur lainnya. Masalah yang terjadi adalah sistem drainase yang tidak berfungsi secara optimal. Sistem yang dimaksud di sini adalah sistem jaringan drainase pada daerah lokasi penelitian. Permasalahan ini akibat dari kinerja sistem drainase yang tidak berlangsung sebagaimana fungsi dari drainase tersebut.
1
Saluran drainase ruas Jalan Basuki Rahmat merupakan saluran sekunder yang berfungsi sebagai pengumpul debit yang diperoleh dari saluran drainase yang lebih kecil, namun fungsi ini beralih menjadi saluran primer ketika menjadi saluran pembawa air buangan dari saluran drainase sekunder yang lain (seperti saluran sekunder pada ruas Jalan Dewi Sartika, Jalan Abd. Rahman Saleh dan Jalan Moh. Yamin) sehingga beban saluran drainase ruas Jalan Basuki Rahmat semakin besar. Terlihat pada lokasi penelitian adalah menurunnya kinerja dari saluran drainase akibat dari penumpukan sedimen, vegetasi liar pada saluran, sampah yang terbawa aliran air (saat hujan) ataupun sampah yang dengan sengaja dibuang oleh masyarakat di badan saluran menyebabkan saluran-saluran menjadi tersumbat (penyempitan saluran) dan juga dimensi saluran yang tidak seragam akibat pembangunan di wilayah Jalan Basuki Rahmat yang merubah atau memperbaiki saluran sesuai keinginan pemilik bangunan. Kondisi topografi daerah penelitian yang memiliki ketinggian cukup signifikan antara bagian hulu dan hilir ketika terjadi curah hujan tinggi aliran air memiliki kecepatan tinggi, air tidak lagi sempat masuk ke dalam saluran (disebabkan pula oleh saluran yang tersumbat dan elevasi saluran yang lebih tinggi daripada bahu jalan) mengakibatkan limpasan air pada badan jalan. Dengan kecepatan aliran tinggi, seharusnya air mudah mengalir pada saluran (tidak terjadi genangan atau banjir) namun yang terjadi setelah hujan berhenti yang tersisa adalah sampah-sampah yang berserakan pada badan jalan dan juga genangan air pada saluran yang tidak dapat mengalir sehingga air meluap ke pinggir jalan (ada juga air yang melewati plat pelintas). Perubahan tata guna lahan juga berpengaruh pada daerah ini yang awalnya dipergunakan untuk daerah pemukiman penduduk sekarang setelah perkembangan pesat kota, daerah ini menjadi kawasan perdagangan yang padat (terkhusus pembangunan rumah toko yang menjamur). Masalah yang muncul adalah sistem drainase yang menjadi saluran tertutup akibat pembuatan plat-plat pelintas untuk akses mobilitas menuju lokasi perdagangan. Hal ini mengakibatkan menurunya
2
operasional dan pemeliharaan pada saluran drainase di bawahnya serta pemeliharaan yang tidak dilakukan secara berkala. Penyebab
lainnya
adalah
kesadaran
masayarakat
akan
kebersihan
lingkungan yaitu dengan sengaja membuang sampah pada pinggir saluran dan badan saluran. Sifat acuh tak acuh terhadap masalah inilah yang menyebabkan permasalahan drainase menjadi sangat kompleks, padahal masalah ini juga berdampak pada masyarakat itu sendiri. Saat ini telah dilakukan renovasi atau pembangunan kembali drainase pada Jalan Basuki Rahmat yaitu dengan mengubah dimensi saluran drainase. Namun penulis merasa perlu melakukan evaluasi terlebih dahulu terhadap sistem drainase tersebut untuk mengetahui penanganan seperti apa yang cocok untuk kondisi pada lokasi penelitian. Dengan mengacu pada masalah-masalah yang terjadi pada sistem drainase di Jalan Basuki Rahmat inilah yang menarik penulis untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja sistem drainase ruas Jalan Basuki Rahmat yang ditulis dalam bentuk tugas akhir. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dalam penulisan ini maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana kinerja sistem drainase ruas Jalan Basuki Rahmat Palu?
2.
Berapa besar debit air hujan dan buangan yang masuk ke dalam saluran dan berapa debit yang dapat dialirkan oleh saluran eksisting?
3.
Bagaimana penanganan atas masalah pada sistem drainase ruas Jalan Basuki Rahmat Palu? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.
Tujuan Penelitian a. Mengetahui kinerja sistem drainase pada saluran drainase yang berada di Jalan Basuki Rahmat Palu b. Untuk menentukan besar debit air hujan dan buangan yang masuk ke dalam saluran dan besar debit yang dapat dialirkan saluran 3
c. Memecahkan masalah yang terjadi serta penanganan yang sesuai pada drainase ruas Jalan Basuki Rahmat Palu 2.
Manfaat Penelitian a. Agar masalah yang terjadi pada kinerja sistem drainase ruas Jalan Basuki Rahmat dapat diatasi sehingga tidak merugikan masyarakat sekitar b. Sebagai bahan referensi dan memberikan rekomendasi kepada pihak terkait untuk penanganan masalah dan perencanaan berikutnya yang lebih baik
4
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Lokasi drainase di Jalan Basuki Rahmat berada di bagian selatan wilayah Kota Palu, yang terletak di Kelurahan Birobuli Utara dan Tatura Utara dengan jarak tempuh ± 3 km dari pusat Kota Palu. Adapun batas-batas dari lokasi penelitian adalah : a.
Sebelah utara berbatasan dengan Jalan Anoa
b.
Sebelah selatan berbatasan dengan Jalan Zebra I
c.
Sebelah barat berbatasan dengan Jalan Emi Saelan – Towua
d.
Sebelah timur berbatasan dengan Jalan Moh. Yamin – Dewi Sartika
Lokasi Penelitian
Gambar 2.1. Lokasi Penelitian Jalan Basuki Rahmat Palu Sumber : Kecamatan Palu Selatan
B. Keadaan Topografi Gambaran mengenai bentuk permukaan tanah pada suatu wilayah diperhatikan melalui kondisi topografi wilayah tersebut. Untuk daerah Jalan Basuki Rahmat terletak pada ketinggian +18 meter sampai +47 meter dari permukaan air laut dan mempunyai kemiringan barat laut. Beda tinggi antara bagian timur ke barat lokasi penelitian cukup signifikan yaitu ±30 m dengan panjang jalan dan panjang saluran drainase 1,725 km.
5
C. Tata Guna Lahan Penggunaan lahan untuk ruas Jalan Basuki Rahmat umumnya diperuntukan untuk kawasan perdagangan dan jasa namun beberapa bangunan pelengkap dibangun
seperti
bangunan
kesehatan,
bangunan
pendidikan,
bangunan
peribadatan dan masih ada beberapa rumah tinggal di ruas utama Jalan Basuki Rahmat. Data ini dipergunakan untuk menentukan besarnya aliran permukaan yang akan menjadi besaran aliran drainase.
Lokasi Penelitian
Gambar 2.2. Pola Ruang Kota Palu Sampai Tahun 2030 Sumber : Dinas Penataan Ruang dan Perumahan Kota Palu
D. Kependudukan Menurut data dari Kantor Kecamatan Palu Selatan jumlah penduduk tahun 2012 untuk Kelurahan Birobuli Utara dengan luas wilayah 709 Ha sebanyak 19.493 jiwa dari 4.909 KK dan untuk Kelurahan Tatura Utara dengan luas wilayah 328 Ha sebanyak 21.996 jiwa dari 5.936 KK. E. Sarana dan Prasarana Berikut adalah sarana dan prasarana yang dibangun di lokasi penelitian ruas Jalan Basuki Rahmat : 6
Tabel 2.1 Sarana dan Prasarana di Jalan Basuki Rahmat No. 1. 2.
3.
Sarana / Prasarana Pendidikan Kesehatan a. Apotek b. Praktek Dokter Peribadatan a. Masjid b. Gereja
Jumlah (Unit) 1 4 4 1 1
Sumber : Hasil Pengamatan
7
BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Drainase 1. Pengertian Drainase Drainase berasal dari bahasa Inggris drainage yaitu kata kerja to drain yang artinya mengeringkan, menguras, membuang, mengalirkan atau mengalihkan air. Dalam bidang teknik sipil, drainase secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air yang berasal dari air hujan, rembesan, maupun kelebihan air irigasi dari suatu kawasan/lahan, sehingga fungsi kawasan/lahan tidak terganggu. Air hujan yang jatuh di suatu kawasan perlu dialirkan atau dibuang, caranya dengan pembuatan saluran yang dapat menampung air hujan yang mengalir di permukaan tanah tersebut (Suripin dalam Adi Yusuf M., 2006). Drainase dapat juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitasi. Jadi, drainase tidak hanya menyangkut air permukaan tapi juga air tanah. Untuk drainase perkotaan berfungsi mengendalikan kelebihan air permukaan, sehingga tidak merugikan masyarakat, lahan dapat difungsikan secara optimal yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia dan tidak merusak sistem infrastruktur lainnya (Suripin dalam Adi Yusuf M., 2006). Prinsip dasar pengaliran/pembuangan air adalah bahwa air harus secepat mungkin dibuang dan secara terus-menerus, serta dilakukan se-ekonomis mungkin. Ini adalah usaha pencegahan untuk mencegah terjadinya genangan air yang menimbulkan endapan sedimen atau sampah rumah tangga yang merupakan sumber penyakit. 2. Jenis Drainase Jenis drainase dapat diklasifikasikan menurut sejarah terbentuknya, menurut letak bangunannya, menurut fungsi serta menurut konstruksi (S.N, 1997).
8
(a). Menurut Sejarah Terbentuknya 1. Drainase Alamiah Drainase yang terbentuk secara alami dan tidak terdapat bangunanbangunan penunjang yang terbentuk oleh gerusan air yang bergerak karena adanya grafitasi yang lambat laun membentuk jalan air yang permanen seperti sungai. 2. Drainase Buatan Drainase yang dibuat dengan maksud dan tujuan tertentu sehingga memerlukan bangunan-bangunan khusus seperti selokan pasangan batu, gorong-gorong dan lain-lain. (b) Menurut Letak Bangunan 1. Drainase Permukaan Tanah Saluran yang berada di atas permukaan tanah yang berfungsi untuk mengalirkan air limpasan permukaan. 2. Drainase Bawah Permukaan Saluran drainase yang bertujuan untuk mengalirkan air limpasan permukaan melalui media di bawah permukaan tanah, dikarenakan alasan-alasan tertentu. (c) Menurut Fungsi 1. Single Purpose Yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan, misalnya air hujan saja atau jenis air buangan lain seperti : limbah domestik, limbah industri dan lain-lain. 2. Multi Purpose Yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan beberapa jenis air buangan baik secara bercampur maupun bergantian. (d) Menurut Konstruksi 1. Saluran Terbuka Yaitu saluran yang lebih cocok untuk drainase air hujan yang terletak di daerah yang mempunyai luasan yang cukup ataupun untuk drainase air
9
buangan yang tidak membahayakan kesehatan atau mengganggu lingkungan sekitar. 2. Saluran Tertutup Yaitu saluran pada umumnya sering dipakai untuk air kotor (air yang mengganggu kesehatan lingkungan) atau untuk saluran yang terletak di tengah kota. B. Sistem Drainase Sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Dirunut dari hulunya, bangunan sistem drainase terdiri dari saluran penerima (interseptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain) dan badan air penerima (receiving waters) (Suripin dalam Adi Yusuf M., 2006). Sesuai fungsi dan sistem kerjanya, jenis saluran dapat dibedakan menjadi (S.N, 1997) : 1. Interceptor drain (saluran tersier) Saluran interceptor drain adalah saluran yang berfungsi sebagai pencegah terjadinya pembebanan aliran air dari suatu daerah terhadap daerah lain di bawahnya. Saluran ini biasanya dibangun dan diletakkan pada bagian yang relative sejajar dengan garis kontur. Outlet dari saluran air ini biasanya terdapat di saluran collector atau conveyor atau langsung di drainase alam. 2. Collector drain (saluran sekunder) Saluran collector adalah saluran yang berfungsi sebagai pengumpul debit yang diperoleh dari saluran drainase yang lebih kecil dan akhirya dibuang ke saluran conveyor (pembawa). 3. Conveyor drain (saluran primer) Saluran conveyor adalah saluran yang berfungsi sebagai pembawa air buangan dari suatu daerah ke lokasi pembuangan tanpa harus membahayakan daerah yang dilalui. Letak saluran conveyor ini dibagian terendah (lembah) dari suatu
10
daerah sehingga secara efektif dapat berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang saluran yang ada. Jaringan drainase perkotaan meliputi seluruh alur air, baik alur alam maupun alur buatan yang hulunya terletak di kota dan bermuara di sungai yang melewati kota tersebut atau bermuara ke laut di tepi kota tersebut. Drainase perkotaan melayani pembuangan kelebihan air pada suatu kota dengan cara mengalirkannya melalui permukaan tanah (surface drainage) atau lewat di bawah permukaan tanah (sub-surface drainage), untuk dibuang ke sungai, laut atau danau. Kelebihan air tersebut dapat berupa air hujan, air limbah domestik maupun air limbah industri. Oleh karena itu, drainase perkotaan harus terpadu dengan sanitasi, sampah, pengendalian banjir kota dan lain-lain. (Halim Hasmari, 2011) Secara umum sumber-sumber air buangan kota dibagi dalam kelompokkelompok diantaranya (S.N, 1997) : 1. Dari rumah tangga 2. Dari perdagangan 3. Dari industri sedang dan ringan 4. Dari pendidikan 5. Dari kesehatan 6. Dari tempat peribadatan 7. Dari sarana rekreasi Untuk menghindari terjadinya pembusukan dalam pengaliran air buangan harus sudah tiba di bangunan pengolahan tidak lebih dari 18 jam, untuk daerah tropis. Dalam perencanaan, estimasi mengenai total aliran air buangan dibagi dalam 3 (tiga) hal yaitu (S.N, 1997) : 1. Air buangan domestik : maksimum aliran air buangan domestik untuk daerah yang dilayani pada periode waktu tertentu. 2. Instalasi air permukaan (hujan) dan air tanah (pada daerah pelayanan dan sepanjang pipa). 3. Air buangan industri dan komersial : tambahan aliran maksimum dari daerahdaerah industri dan komersial.
11
Pada sistem buangan kelebihan air yang perlu diperhatikan ada dua macam air buangan, yaitu air hujan dan air kotor (air bekas). Sistem buangan kelebihan air tersebut dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara yaitu (S.N, 1997) : 1.
Sistem Terpisah Sistem buangan air hujan dan air kotor dilayani oleh sistem saluran masingmasing secara terpisah. Pemilihan sistem ini didasarkan atas beberapa pertimbangan antara lain : periode musim hujan dan kemarau terlalu lama, kualitas yang jauh berbeda antara air buangan dan air hujan. Keuntungan : Sistem saluran mempunyai dimensi yang kecil sehingga memudahkan pembuatannya dan operasinya, penggunaan sistem
terpisah
mengurangi
bahaya
bagi
kesehatan
masyarakat, pada instalasi pengolahan air buangan tidak ada tambahan beban kapasitas, karena penambahan air hujan dan pada sistem ini untuk saluran air buangan bisa direncanakan pembilasan sendiri, baik pada musim kemarau maupun pada musim hujan. Kerugian
: Harus membuat 2 sistem saluran sehingga memerlukan tempat yang luas dan biaya yang cukup besar.
2.
Sistem Tercampur Pada sistem ini air hujan dan air kotor disalurkan melalui satu saluran yang sama. Pemilihan sistem ini didasarkan atas pertimbangan, antara lain debit masing-masing air buangan relatif kecil sehingga dapat disatukan. Keuntungan : Hanya diperlukan satu sistem penyaluran air sehingga dalam pemilihannya lebih ekonomis. Kerugian
: Diperlukan areal yang luas untuk menempatkan instalasi tambahan untuk penanggulangan di saat-saat tertentu.
3.
Sistem Kombinasi Merupakan sistem buangan yang terdiri dari buangan dan saluran air hujan dimana kedua saluran ini dibuat secara terpisah dan dihubungkan dengan pipa penerima. Sehingga pada musim hujan, air hujan akan tercampur dengan air
12
buangan melalui pipa penerima tersebut ke dalam saluran air buangan, dalam hal ini air hujan akan berfungsi sebagai pengencer atau penggelontor. Beberapa faktor yang dapat digunakan dalam menentukan pemilihan sistem adalah : 1.
Perbedaan yang besar antara kuantitas air buangan yang akan disalurkan melalui jaringan penyalur air buangan dan kuantitas curah hujan pada daerah pelayanan
2.
Umumnya di dalam kota dilalui sungai-sungai dimana air hujan secepatnya dibuang ke dalam sungai-sungai tersebut
3.
Periode musim kemarau dan musim hujan yang lama dan fluktuasi air hujan yang tidak tetap Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka secara teknis dan
ekonomis sistem yang memungkinkan untuk diterapkan adalah sistem terpisah antara air buangan rumah tangga dengan air buangan yang berasal dari air hujan. Jadi air buangan yang akan diolah dalam bangunan pengolahan air buangan hanya berasal dari aktivitas penduduk dan industri. Adapun pola jaringan sistem drainase yang dibedakan menjadi 6 (enam) macam yang dapat dipakai untuk pembuatan sistem drainase perkotaan yang tergantung pada letak atau posisi kota serta sungai-sungai yang ada di kawasan kota tersebut (S.N, 1997). 1.
Sistem Alamiah Letak saluran utama ada di bagian rendah (lembah) dari suatu daerah yang secara efektif berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang saluran yang ada. Dimana saluran cabang dan saluran utama merupakan saluran alami.
Saluran Utama Saluran Cabang
Saluran Utama Saluran Cabang
Gambar 3.1. Pola Jaringan Drainase Alamiah
13
2.
Sistem Siku Dibuat pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi dari sungai. Sungai sebagai saluran pembuang akhir berada di tengah kota.
Saluran Utama
Saluran Utama
Saluran Cabang
Saluran Cabang
Gambar 3.2. Pola Jaringan Drainase Sistem Siku 3.
Sistem Paralel Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Dengan saluran cabang (sekunder) yang cukup banyak dan pendek-pendek, apabila terjadi perkembangan kota saluran-saluran akan dapat menyesuaikan diri. Saluran Cabang Saluran Utama
Saluran Utama
Saluran Cabang
Gambar 3.3. Pola Jaringan Drainase Sistem Paralel 4.
Sistem Grid Iron Untuk daerah-daerah dimana sungai di pinggir kota sehingga saluran-saluran cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpul. Saluran Cabang Saluran Pengumpul
Saluran Utama
Gambar 3.4. Pola Jaringan Drainase Sistem Grid Iron 5.
Sistem Radial Sistem ini sesuai untuk daerah bukit sehingga pola saluran memancar ke segala arah.
14
Gambar 3.5. Pola Jaringan Drainase Sistem Radial 6.
Sistem Jaring-jaring Untuk mencegah terjadinya pembebanan aliran dari suatu daerah terhadap daerah lainnya, maka dapat dibuat beberapa saluran penerima (interceptor drain) yang kemudian ditampung ke dalam saluran penampung (collector drain) dan selanjutnya alirkan menuju saluran pembawa (conveyor drain).
Saluran Penerima Saluran Penampung
Saluran Pembawa
Gambar 3.6. Pola Jaringan Drainase Sistem Jaring-jaring C. Hidrologi Perkotaan Hidrologi merupakan ilmu tentang kehadiran dan pergerakan air di alam dalam bentuk presipitasi, transpirasi, aliran permukaan dan aliran tanah. Hujan merupakan salah satu proses yang terbentuk dalam siklus hidrologi. 1.
Debit Air Hujan Dalam perhitungan debit air hujan diperlukan analisis hidrologi untuk mengetahui besarnya limpasan permukaan maksimum. Analisa hidrologi bertujuan agar tidak terjadi perencanaan yang berlebihan dari perencanaan yang sebenarnya dengan resiko yang semakin besar biaya konstruksinya atau sebaliknya yang berarti biaya konstruksi murah namun membawa resiko kegagalan yang lebih besar, baik struktural maupun fungsional. Analisa hidrologi meliputi uji abnormalitas, analisa frekwensi curah hujan, waktu
15
konsentrasi, kala ulang hujan, intensitas curah hujan, koefisien pengaliran, luas daerah pengaliran dan besar debit air hujan. a. Uji Abnormalitas Dari hasil perhitungan curah hujan daerah, data yang diperoleh perlu diuji untuk mengetahui apakah data curah hujan daerah yang abnormal. Untuk memperkirakan adanya data curah hujan yang abnormal diperlukan pengujian pada data curah hujan harian maksimum dan curah hujan harian minimum. Prosedur perhitungan uji abnormal (Rekayasa Hidrologi, III-9) Log (Xε + b) = Log (X0 + b) ± γε . Sx
……………………
(3.1)
1) Data curah hujan daerah yang ada diranking dari kecil ke besar, singkirkan nilai terbesar dan terkecil kemudian dilogaritmakan. 2) Menghitung harga Log X0 dengan persamaan : Log X0 =
……………………..
(3.2)
3) Menghitung harga b, dengan persamaan : ……………………..
(3.3)
bi =
……………………..
(3.4)
m≈
: angka bulat (dibulatkan ke angka yang terdekat …………...
(3.5)
b= dimana :
4) Menghitung harga X0 dengan persamaan : X0 =
……………………..
(3.6)
5) Menghitung harga X02 dengan persamaan : X02 =
……………………..
(3.7)
6) Menghitung derajat standar deviasi (Sx) dengan persamaan : Sx =
……………………..
(3.8)
7) Menghitung Laju abnormalitas (ε0) dengan persamaan ε0 = 1 – (1 – β0)1/n
……………………..
(3.9)
16
8) Membandingkan besarnya nilai γε dengan nilai ε0 a. Jika nilai γε lebih kecil dari nilai ε0 berarti data abnormal (dihilangkan) b. Jika nilai γε lebih besar dari nilai ε0 berarti data tidak abnormal (dipakai) Keterangan : X0 = data curah hujan daerah setelah dirangking (mm) n
= jumlah data yang digolongkan
Xε = data curah hujan yang diuji (mm) β0 = laju resiko, biasanya diambil 5% Sx = derajat standar deviasi ε
= laju abnormalitas
ε0 = harga batas untuk penyingkiran
γε = laju koefisien derajat abnormalitas Xs = data terbesar Xt = data terkecil b
= harga limit bawah
b. Analisis Frekwensi Curah Hujan Analisis frekuensi diperlukan untuk menetapkan hujan rancangan dengan periode ulang tertentu dari serangkaian data curah hujan. Untuk menganalisa probabilitas hujan dan banjir digunakan beberapa metode teoritis. Secara umum distribusi teoritis dibagi atas 2 macam yaitu diskrit dan kontinyu. Distribusi kontinyu dapat berupa distribusi log normal, distribusi gumbel dan distribusi Log Pearson Type III. Namun dalam bahasan ini, hanya metode Gumbel dan Log Pearson Type III yang akan dibahas secara terperinci. Namun sebelum menggunakan macam analisis frekuensi perlu dikaji persyaratannya.
Adapun
pengujian
sebaran
data
untuk
dapat
menggunakan analisis frekuensi adalah dihitung parameter-parameter statistic Cs, Cv, Ck untuk dapat menentukan macam analisis frekuensi.
17
Syarat untuk Metode Gumbel Ck = 5,40 dan Cs = 1,14 ; sedangkan Log Pearson III harga Cs dan Cv nya bebas (Rekayasa Hidrologi, VI-4) S
=
…………………….. (3.10)
Cs
=
…………………….. (3.11)
Ck
=
…………………….. (3.12)
Cv
=
…………………….. (3.13)
1) Metode Gumbel Untuk menghitung besarnya curah hujan rancangan pada suatu daerah, Gumbel telah merumuskan suatu metode untuk menghitung curah hujan tersebut berdasarkan nilai-nilai ekstrim yang diambil dari analisis hasil pengamatan curah hujan di lapangan. Adapun prosedur perhitungan dari metode Gumbel adalah : 1. Menghitung curah hujan maksimum rerata 2. Menghitung simpangan baku 3. Menghitung nilai K dengan persamaan : K
Yt Yn Sn
…………………….. (3.14)
4. Menghitung curah hujan rancangan, dengan persamaan Gumbel : XT x o K.Sx
…………………….. (3.15)
Keterangan : XT = curah hujan rancangan dengan periode ulang T tahun (mm) Yt = reduced variate (fungsi periode ulang) Tr 1 = ln ln , disajikan dalam tabel ………….. (3.16) Tr
Yn = reduced mean yang tergantung dari besarnya sampel . Sn = reduced standard deviation, tergantung dari besarnya sampel
18
Sx = simpangan baku K = faktor penyimpangan Gumbel xo = curah hujan maksimum rerata (mm) Tabel 3.1. Hubungan antara Kala Ulang dengan Faktor Reduksi Kala Ulang (Tahun) Faktor Reduksi (Yt) 2 0.3665 5 1,4999 10 2,2502 25 3,1985 50 3,9019 100 4,6001 Sumber : Soemarto CD, Hidrologi Teknik, hal 148
Tabel 3.2. Simpangan Baku Tereduksi, Sn n 10 20 30 40 50 60 70 80 90
0 0,94 1,06 1,11 1,14 1,16 1,17 1,18 1,19 1,20
1 0,96 1,06 1,11 1,14 1,16 1,17 1,18 1,19 1,20
2 0,98 1,07 1,11 1,14 1,16 1,17 1,18 1,19 1,20
3 0,99 1,08 1,12 1,14 1,16 1,17 1,18 1,19 1,20
4 1,00 1,08 1,12 1,14 1,16 1,18 1,18 1,19 1,20
5 1,02 1,09 1,12 1,15 1,16 1,18 1,18 1,19 1,20
6 1,03 1,09 1,13 1,15 1,16 1,18 1,19 1,19 1,20
7 1,04 1,10 1,13 1,15 1,17 1,19 1,19 1,19 1,20
8 1,04 1,10 1,13 1,15 1,17 1,18 1,19 1,19 1,20
9 1,05 1,10 1,13 1,15 1,17 1,18 1,19 1,20 1,20
Sumber : Soemarto CD, Hidrologi Teknik, hal 148- 149
Tabel 3.3. Rata-Rata Tereduksi, Yn 0 .495 .523 .536 .543 .548 .552 .554 .556 .558 .560
1 .499 .525 .537 .544 .549 .552 .555 .557 .558
2 .503 .526 .538 .544 .549 .552 .555 .557 .558
3 .507 .528 .538 .545 .549 .553 .555 .557 .559
4 .510 .529 .539 .545 .550 .553 .555 .557 .559
5 .512 .530 .540 .546 .550 .553 .555 .558 .559
6 .515 .532 .541 .546 .550 .553 .556 .558 .559
7 .518 .533 .541 .547 .551 .554 .556 .558 .559
8 .520 .534 .542 .547 .551 .554 .556 .558 .559
9 .522 .535 .543 .548 .551 .554 .556 .558 .559
n 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Sumber : Soemarto CD, Hidrologi Teknik, hal 148- 149
2) Metode Log Pearson III Dalam perhitungan ini, memerlukan beberapa parameter yaitu berupa derajat penyimpangan, nilai tengah (harga rata-rata) dan
19
standar deviasi. Adapun langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut: 1. Mengubah data curah hujan n buah dari x1, x2, x3,...,xn menjadi bentuk logaritma yaitu log x1, log x2, log x3,..., log xn 2. Menghitung harga rerata, dari data curah hujan yang telah diubah ke dalam bentuk logaritma dengan persamaan : log xo =
1 n log x i n i 1
…………………….. (3.17)
3. Hitung standar deviasi, dengan persamaan : n
S log x =
log x i 1
i
log x o
2
n 1
…………………….. (3.18)
4. Hitung koefisien penyimpangan, dengan persamaan : n
log x Cs =
i
log x o 3
i 1
(n 1) (n 2) (n 3)
…………………….. (3.19)
5. Menghitung logaritma curah hujan dengan persamaan : log XT = log xo + KTr . S log x
…………………….. (3.20)
Harga KTr diperoleh dari tabel hubungan antara Cs dengan kala ulang. 6. Hitung nilai anti log dari XT, untuk mendapatkan curah hujan rancangan dengan kala ulang T tahun. c. Waktu konsentrasi Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air dari titik yang paling jauh pada daerah aliran ke titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir suatu saluran. (S.N, 1997) Pada prinsipnya waktu konsentrasi dapat dibagi menjadi : a. Inlet time (t0) yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di atas permukaan tanah menuju saluran drainase
20
b. Conduit time (td) yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di sepanjang saluran sampai titik kontrol yang ditentukan dibagian hilir
Waktu konsentrasi dapat dihitung dengan rumus : …………………….. (3.21)
tc = t 0 + t d Keterangan : tc = lamanya waktu konsentrasi (menit)
t0 = waktu yang dibutuhkan oleh air untuk mengaliri permukaan tanah ke saluran terdekat (menit) td = waktu yang dibutuhkan oleh air untuk mengalir di dalam saluran pada lokasi yang ditinjau (menit) Untuk mengetahui t0 dan td dipakai rumus (Imam Subarkah, 1980) : )0,77 (menit)
…………………….. (3.22)
td = 0,0195 ( )0,77 (menit)
…………………….. (3.23)
t0 = 0,0195 (
Keterangan : L’ = jarak pengaliran permukaan (meter) L = panjang saluran (meter) S’ = kemiringan permukaan tanah pengaliran S = kemiringan dasar permukaan Waktu konsentrasi besarnya sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini : 1. Luas daerah pengaliran 2. Panjang saluran drainase 3. Kemiringan dasar saluran 4. Debit dan kecepatan aliran Dalam perencanaan drainase waktu konsentrasi sering dikaitkan dengan durasi hujan, karena air yang melimpas mengalir di permukaan tanah dan saluran drainase sebagai akibat adanya hujan selama waktu konsentrasi.
21
d. Kala Ulang Hujan Suatu data hujan adalah (X) akan mencapai suatu harga tertentu (Xi) atau kurang dari (Xi) dari perkiraan terjadi sekali dalam kurun waktu T tahun. Maka T tahun ini dianggap sebagai periode ulang dari (Xi). Pada umumnya periode ulang yang dipergunakan menurut fungsi saluran serta daerah tangkapan hujan yang akan dikeringkan. (S.N, 1997) 1. Saluran tersier
: periode ulang 2 tahun
2. Saluran sekunder
: periode ulang 5 tahun
3. Saluran primer
: periode ulang 10 tahun
Penentuan periode ulang tersebut didasarkan pada pertimbangan ekonomis. Berdasarkan prinsip dalam penyelesaian masalah drainase perkotaan dari aspek hidrologi, sebelum dilakukan analisa frekwensi untuk mendapatkan besaran hujan berdasarkan pada durasi harian, jamjaman atau menitan. e. Intensitas Curah Hujan Dalam menghitung intensitas curah hujan dipakai data-data hasil perhitungan curah hujan maksimum pada periode ulang. Menurut Dr. Mononobe intensitas hujan (I) di dalam rumus rasional dapat dihitung dengan rumus : I
( )2/3
=
…………………….. (3.24)
Keterangan : I
= intensitas curah hujan (mm/hari)
tc = lamanya curah hujan (jam) R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm) f. Koefisien Pengaliran Koefisien pengaliran merupakan nilai banding antara bagian hujan yang membentuk limpasan langsung dengan hujan total yang terjadi. Besaran ini dipengaruhi oleh tata guna lahan, kemiringan jalan, jenis dan kondisi tanah.
Pemilihan
koefisien
pengaliran
harus
memperhitungkan
kemungkinan adanya perubahan tata guna lahan di kemudian hari. Harga-
22
harga dari koefisien pengaliran C untuk berbagai penggunaan lahan seperti pada tabel di bawah ini. Tabel 3.4.Hubungan Kondisi Permukaan Tanah dan Koefisien Pengaliran No.
Kondisi Permukaan Tanah
Harga C
1. 2. 3.
Jalan beton dan jalan aspal Jalan kerikil dan jalan tanah Bahu Jalan : a. Tanah berbutir halus b. Tanah berbutir kasar c. Batuan keras d. Batuan lunak Daerah perkotaan Daerah pinggir kota Daerah industri Pemukiman padat Pemukiman tidak padat Taman dan kebun Persawahan Perbukitan Pegunungan Atap
0,70 – 0,95 0,40 – 0,70
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
0,40 – 0,65 0,10 – 0,20 0,75 – 0,85 0,60 – 0,75 0,70 – 0,95 0,60 – 0,70 0,60 – 0,90 0,40 – 0,60 0,40 – 0,50 0,20 – 0,40 0,45 – 0,60 0,70 – 0,80 0,75 – 0,90 0,75 – 0,95
Sumber : Imam Subarkah 1980
g.
Besar Debit Air Hujan Dalam mendimensi saluran harus dihitung jumlah air hujan yang akan ditampung. Debit banjir maksimum dari saluran dihitung berdasarkan rumus rasional : Q = 0,00278.C.I.A (m3/detik)
…………………….. (3.25)
Keterangan : Q = debit banjir maksimum (m3/detik) C = koefisien pengaliran I
= intensitas hujan selama konsentrasi waktu banjir (mm/jam)
A = luas daerah pengaliran (Ha) 0,00278 adalah angka koefisen 2. Debit Air Buangan Air buangan yang dimaksud adalah air bekas yang berasal dari lingkungan yang ditinjau. Dari sumber air tersebut dapat berupa gabungan dari cairan dan
23
air yang membawa buangan dari rumah tangga, tempat tinggal, daerah perkantoran, daerah kelembagaan dan dari daerah rekreasi. Untuk daerah penelitian tidak terdapat daerah industri dan daerah perkantoran sehingga air buangan yang dihasilkan berupa air buangan rumah tangga yang terdiri dari air kamar mandi, dapur, bekas cucian dan air buangan dari daerah perumahan dan pertokoan. Untuk itu dalam menentukan air buangan tersebut diperlukan perkiraan jumlah dan kepadatan penduduk yang berada di wilayah tinjauan pada masa yang akan datang. a. Analisa Perkiraan Jumlah Penduduk Dalam memperkirakan jumlah penduduk untuk masa sekarang diambil berdasarkan jumlah penduduk yang didapatkan dari pihak terkait. Dengan 3 metode berikut, dapat diperkirakan jumlah penduduk pada tahun yang akan direncanakan. 1. Metode Aritmatika Metode ini memperkirakan pertumbuhan penduduk dengan jumlah yang sama untuk setiap tahun. …………………….. (3.26)
Pn = Po . (1 + r.n) 2. Metode Geometri Metode
ini
memperkirakan
pertumbuhan
penduduk
yang
menggunakan dasar bunga-berbunga, jadi angka pertumbuhan pendudukan sama setiap tahun. Pn = Po . (1 + r)n
…………………….. (3.27)
3. Metode Eksponensial Metode ini memperkirakan pertambahan penduduk secara terus menerus setiap tahun dengan angka pertumbuhan yang konstan. Pn = Po . er.n
…………………….. (3.28)
Keterangan : Pn = jumlah penduduk pada tahun n Po = jumlah penduduk pada awal tahun n
= periode waktu dalam tahun
r
= angka pertumbuhan penduduk
24
b. Besarnya Debit Air Buangan Besarnya debit air buangan yang dialirkan ke saluran drainase mempunyai fluktuasi yang berbeda-beda, dalam hal ini tergantung pada jumlah penduduk pemakai air yang dilayani dengan segala aktifitasnya. Untuk menghitung besarnya debit buangan rumah tangga digunakan rumus : Q = PxDxA
…………………….. (3.29)
Keterangan : Q = debit rata-rata P = kebutuhan air bersih (Liter/unit/hari) A = luas area (Ha) D = kepadatan penduduk Tabel 3.5. Rata-rata Aliran Air Buangan dari Daerah Pemukiman Jumlah aliran ltr/unit/hari Sumber Unit Antara Rata-rata 1. Tempat tinggal keluarga - rumah pada umumnya Orang 190 – 350 280 - rumah yang lebih baik Orang 250 – 400 310 - rumah mewah Orang 300 – 550 380 - rumah pondok Orang 100 – 240 190 2. Rumah gandengan Orang 120 – 200 150 3. Hotel, penghuni tetap Orang 150 – 220 190 Sumber : Sugiharto, 1987
Tabel 3.6. Rata-rata Aliran Air Buangan dari Daerah Perdagangan Jumlah aliran ltr/unit/hari Sumber Unit Antara Rata-rata 1. Pusat perbaikan Kendaraan 30 – 5 40 kendaraan 2. Gedung perpisahan Pekerjaan 35 – 65 55 3. Hotel Tamu 150 – 65 190 Pekerja 30 – 50 40 4. Kantor Pekerja 30 – 65 55 5. Rumah makan Pengunjung 8 – 15 10 6. Rumah sewaan Penghuni 90 – 190 150 7. Toko Pekerja 30 – 50 40 8. Pusat perbelanjaan Pekerja 30 – 50 40 Sumber : Sugiharto, 1987
25
3.
Analisa Debit Lapangan Untuk menentukan debit saluran lapangan harus mengukur secara langsung di lapangan untuk dimensi saluran eksisting. Hasil pengukuran kemudian diolah dan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : a. Luas penampang basah (A) A = (b + z.h)h
…………………….. (3.30)
b. Keliling basah saluran (P) P = b + 2.h.
…………………….. (3.31)
c. Jari-jari hidrolis (R) …………………….. (3.32)
R= d. Rumus pengaliran (V)
…………………….. (3.33)
Q=AxV V=
x R⅔xS½
Q=Ax
x R⅔xS½
Jadi : Qrata-rata =
…………………….. (3.34) …………………….. (3.35) …………………….. (3.36)
Keterangan : b = lebar saluran (m) h = tinggi muka air (m) A = luas penampang basah (m2) P = keliling basah saluran (m) R = jari-jari hidrolis (m) V = kecepatan rata-rata pada saluran (m/det) Q = debit aliran (m3/det) S = kemiringan dasar saluran n = koefisien manning pada saluran (m⅓/det)
26
Tabel 3.7. Nilai Koefisien Kekasaran Tepi saluran dan deskripsinya Minimum Saluran dilapisi atau dipoles dengan : a. Semen 1. Acian 0,010 2. Adukan 0,011 b. Beton 1. Dipoles 0,015 2. Tidak dipoles 0,014 c. Dasar Beton dipoles sedikit dengan tebing dari : 1. Adukan batu, semen, 0,016 diplester 2. Adukan batu dan semen 0,020 d. Pasangan batu 1. Batu pecah 0,017 2. Bati kosong 0,023
Normal
Maksimum
0,011 0,013
0,013 0,015
0,017 0,017
0,020 0,020
0,020
0,024
0,025
0,030
0,025 0,032
0,030 0,035
Sumber : Van Te Chow, 1985
Untuk menjamin fungsinya suatu sistem drainase secara baik maka diperlukan bangunan-bangunan pelintas guna mengatur dan mengontrol sistem aliran air yang ada. Adapun jenis bangunan pelintas yang dimaksud dapat berupa gorong-gorong, sipon, talang dan jembatan. Keberadaannya tergantung pada kebutuhan setempat yang biasanya dipengaruhi oleh fungsi saluran dan kondisi lingkungan. Salah satu bangunan pelintas yang digunakan sistem jaringan saluran adalah gorong-gorong berpenampang empat persegi. Fungsi bangunan ini untuk menyalurkan air melalui/melintasi jalan raya. Rumus hidrolis gorong-gorong : Q=AxV=
…………………….. (3.37)
Keterangan : Q = Debit aliran (m3/det) A = Luas penampang basah (m2) V = Kecepatan air dalam gorong-gorong (Vmin = 1,5 m/detik) R = Jari-jari hidrolis (m)
27
S = Kemiringan dasar saluran n
= nilai kekasaran manning D. Masalah dan Penanganan Sistem Drainase
Pertumbuhan kota dan perkembangan industri menimbulkan dampak yang cukup besar pada siklus hidrologi sehingga berpengaruh besar terhadap sistem drainase perkotaan. Perkembangan kawasan hunian disinyalir sebagai penyebab banjir dan genangan di lingkungan sekitarnya. Hal tersebut disebabkan karena adanya perkembangan urbaniasi, menyebabkan adanya perubahan tata guna lahan. Oleh karena itu setiap perkembangan kota harus diikuti dengan perbaikan sistem drainase, tidak cukup hanya pada lokasi yang dikembangkan tetapi juga daerah sekitarnya yang terpengaruh. 1.
Masalah dan Tantangan Sampai dengan saat ini belum ada ketegasan fungsi saluran drainase, untuk mengalirkan kelebihan air permukaan/mengalirkan air hujan, apakah juga berfungsi sebagai saluran air limbah pemukiman (grey water). Sedangkan fungsi dan karakteristik sistem drainase berbeda dengan air limbah, yang tentunya akan membawa masalah pada daerah hilir aliran. Apalagi kondisi ini akan diperparah bila ada sampah yang dibuang ke saluran akibat penanganan sampah secara tidak potensial oleh pengelola sampah dan masyarakat. Belum adanya produk pengaturan yang mengatur pembangunan di areal lahan basah (wet land) misalnya bebas rawa, situ-situ, embung dan lain-lain. Seharusnya diatur apabila akan mengembangkan daerah-daerah tersebut, harus digantikan di daerah tangkapan air yang sama, sehingga tidak menambah aliran permukaan (run off) (Kementrian PU, 2011). Permasalah drainase perkotaan bukanlah hal yang sederhana. Banyak faktor yang mempengaruhi dan perlu pertimbangan yang matang dalam perencanaan, antara lain : (Rato, 2007)
28
a. Peningkatan debit Perubahan atau meningkatnya curah hujan pada daerah setempat dan juga air buangan akibat meningkatnya kepadatan penduduk mempengaruhi besarnya debit yang masuk ke dalam saluran drainase. b. Peningkatan jumlah penduduk Meningkatnya jumlah penduduk perkotaan yang sangat cepat, akibat dari pertumbuhan maupun urbanisasi. Peningkatan jumlah penduduk selalu diikuti
oleh
penambahan
infrastruktur
perkotaan,
disamping
itu
peningkatan penduduk juga selalu diikuti oleh peningkatan limbah, baik limbah cair maupun pada sampah. c. Amblesan tanah Disebabkan oleh pengambilan air tanah yang berlebihan, mengakibatkan beberapa bagian kota berada dibawah muka air laut pasang. d. Penyempitan dan pendangkalan saluran e. Reklamasi f. Limbah sampah dan pasang surut Tantangan yang dihadapi antara lain (Kementrian PU, 2011) : a. Mencegah penurunan kualitas lingkungan permukiman di perkotaan yang bertumpu pada peran aktif dan swadaya masyarakat di upayakan peran aktif seluruh pelaku pembangunan b. Optimalisasi fungsi pelayanan dan efisiensi prasarana dan sarana drainase yang sudah terbangun c. Peningkatan dan pengembangan sistem yang ada, pembangunan baru secara efektif dan efisien yang menjangkau masyarakat berpenghasilan rendah. d. Pemerataan pembangunan sub-bidang drainase dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional dan daerah setempat e. Menunjang terwujudnya lingkungan perumahan dan permukiman yang bersih dan sehat serta meningkatkan ekonomi masyarakat berpenghasilan rendah.
29
2.
Penanganan Masalah Upaya untuk mengatasi masalah-masalah drainase seperti tersebut di atas, adalah dengan upaya menangkal penyebab banjir yang ada seperti tersebut di atas dan pada prinsipnya dapat dibagi menjadi dua hal utama, yaitu (Kementrian PU, 2011) : a. Menerapkan Teknis Hidraulik yang Benar Penerapan aspek hidraulik ini merupakan upaya untuk menangani masalah drainase yang diakibatkan karena keadaan alam yang ada. Penerapan teknik hidraulik dimaksud antara lain meliputi : 1. Kegiatan perencanaan agar selalu berpedoman pada kriteria hidrologi, kriteria hidraulika dan kriteria struktur yang ada 2. Kegiatan pelaksanaan pembangunan, agar selalu berpedoman pada peraturan-peraturan pelaksanaan, spesifikasi administrasi, spesifikasi teknik dan gambar-gambar perencanaan yang ada 3. Kegiatan
pelaksanaan
operasi
dan
pemeliharaan
agar
selalu
berpedoman pada kriteria sistem drainase perkotaan dan peraturanperaturan pelaksanaan operasi dan pemeliharaan yang ada. b. Pembenahan Aspek Non Struktural Pembenahan aspek non struktural ini merupakan upaya penanganan pada permasalahan-permasalahan yang diakibatkan oleh tingkah laku manusia dalam pembangunan sistem drainase perkotaan. Pembenahan aspek dimaksud diantaranya meliputi: 1. Pemantapan perundangan dengan persampahan, perumahan, peil banjir, masterplan drainase, dan lain-lain 2. Pemantapan organisasi pengelola yang ada, secara berkesinambungan 3. Penyediaan dana yang mencukupi, baik untuk pembangunan maupun untuk biaya operasi dan pemeliharaan. Peningkatan peran serta masyarakat dan peran serta swasta dalam penanganan drainase perkotaan, 5. Dan lain-lain.
30
BAB IV METODE PENELITIAN A. Pengumpulan Data Data sekunder dikumpulkan dari berbagai instansi terkait berupa data-data sebagai berikut : 1. Data curah hujan 2. Data peta topografi 3. Data jumlah penduduk 4. Data peta tata guna lahan Data primer didapatkan dengan melakukan pengukuran dan observasi langsung di lokasi penelitian serta tanya jawab dengan stakeholder-stakeholder terkait. Data ini berupa : 1. Data dimensi saluran eksisting 2. Data kondisi saluran dan daerah sekitarnya 3. Data daerah genangan dan luapan air B. Pengolahan Data Pengolahan data melalui tahapan-tahapan sebagai berikut : 1. Penentuan blok layanan Penentuan pengaliran dengan memperhatikan topografi lokasi penelitian, letak bangunan-bangunan yang ada dan tata guna lahan. 2. Penamaan blok layanan dan saluran Proses ini dimaksudkan untuk memudahkan proses analisa terhadap masingmasing ruas/saluran dan blok layanan pada saat perhitungan debit air hujan dan air buangan. 3. Perhiutungan kapasitas saluran eksisting (Qe) a. Berdasarkan pengukuran lapangan didapatkan data dimensi saluran berupa lebar dasar saluran (b), lebar atas saluran (T) dan tinggi saluran (h) b. Kemudian data tersebut diolah menggunakan kriteria perencanaan hidrolika untuk mendapatkan nilai kapasitas saluran eksisting (Qe)
31
4. Perhitungan debit air hujan (Qh) a. Hitung luas (A) tiap zona dari masing-masing blok layanan b. Tentukan koefisien pengaliran permukaan (c) c. Tetapkan waktu konsentrasi (tc) untuk masing-masing blok layanan d. Hitung intensitas curah hujan (I) e. Tentukan curah hujan andalan (R24) f. Hitung debit air hujan (Qh) tiap zona menggunakan persamaan rasional 5. Perhitungan debit air buangan (Qb) a. Tetapkan data perencanaan lain berupa luas daerah cakupan, kepadatan penduduk, debit air buangan rata-rata dan luas blok cakupan b. Hitung debit air buangan untuk masing-masing blok layanan 6. Penentuan debit air teoritis (Qtr) a. Debit teoritis merupakan penjumlahan dari debit air yang diakibatkan oleh hujan (Qh) dengan debit air yang diakibatkan oleh buangan penggunaan manusia (Qb) b. Penjumlahan debit ini dilakukan untuk masing-masing saluran yang bersesuaian dan kemudian dijumlahkan secara kumulatif merujuk kepada arah pengaliran dari bagian hulu ke bagian hilir saluran 7. Evaluasi kinerja sistem drainase a. Evaluasi terhadap kapasitas saluran dilakukan dengan membandingkan hasil Qtr dengan Qe. Kapasitas saluran dinilai masih mampu melayani debit air yang mungkin terjadi apabila nilai Qe > Qtr dan sebaliknya kapasitas saluran dinilai tidak mampu lagi melayani debit air yang mungkin terjadi apabila nilai Qe < Qtr b. Evaluasi terhadap jaringan pengaliran dilakukan dengan terlebih dahulu mengetahui sistem drainase yang digunakan, melihat kondisi jaringan drainase yang akan mencerminkan kinerja sistem yang ada dan persoalan luapan/genangan pada lokasi penelitian c. Evaluasi terhadap tata letak dan pelengkap bangunan drainase dilakukan dengan melihat elevasi mulut saluran terhadap jalan raya, pipa air buangan dan inlet yang menuju saluran drainase
32
d. Evaluasi terhadap perilaku masyarakat dilakukan dengan memberikan gambaran secara umum terhadap keadaan atas masalah yang terjadi di lokasi penelitian yang disebabkan oleh perilaku masyarakat. 8. Rekomendasi Memberikan rekomendasi kepada seluruh pihak atas evaluasi yang dilakukan pada sistem drainase di lokasi penelitian berupa teknik penanganan atas masalah yang terjadi pada sistem drainase pada lokasi penelitian.
33
C. Bagan Alir Penelitian Mulai
Pengumpulan data dan analisa pendahuluan
Data Sekunder
Data Curah Hujan
Pemilihan Metode Analisa Frekwensi
Data Primer
Peta Topografi
Blok Layanan
Data Penduduk
Pengukuran Lapangan
Kepadatan Penduduk
Perhitungan Hidrolis
Debit Air Buangan
Kapasitas Saluran Eksisting
Tata Guna Lahan
Analisa Frekwensi Waktu Konsentrasi
Koefisien Pengaliran
Intensitas Curah Hujan
Debit Air Hujan Debit Air Teoritis Qtr : Qe
Evaluasi terhadap : a. Kapasitas Saluran b. Jaringan Pengaliran c. Tata Letak dan Pelengkap Bangunan d. Perilaku Masyarakat e. Rekomendasi
Selesai
Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian 34
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perhitungan Kapasitas Saluran Eksisting Dari hasil pengukuran lapangan pada saluran eksisting (yaitu saluran lama pada
saluran
drainase
ruas Jalan Basuki
Rahmat
sebelum
dilakukan
pembongkaran/perbaikan) diperoleh data sebagai berikut : 1) Nama saluran
= Saluran Kn6 (Ruas Basuki Rahmat)
2) Panjang saluran (L)
= 205,0 m
3) Kemiringan saluran (S)
=
0,0049
4) Dimensi saluran : a.
Lebar atas (T)
=
0,90 m
b.
Lebar bawah (b) =
0,65 m
c.
Tinggi (h)
0,45 m
=
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan analisis hidrolika sebagai berikut : Pada perhitungan kapasitas saluran eksisting tidak memperhitungan tinggi jagaan untuk saluran. 1) Luas Penampang (A)
=
Dimana z =
= 0,50
A = (b + z.h)h = (0,65 + 0,50(0,45)) . 0,45 = 0,394 m2 2) Keliling basah saluran (P) P = b + 2.h = 0,65 + 2(0,45)+ = 1,656 m 3) Jari-jari hidrolis (R) R =
=
= 0,238 m
35
4) Rumus pengaliran (V) Diambil nilai koefisien kekasaran (n) dari tabel 3.7 untuk tipe saluran dengan dasar beton dipoles sedikit dengan tebing dari adukan batu dan semen nilai maksimum (dikarenakan kondisi saluran sudah mengalami penggerusan) yaitu 0,030. V =
x R⅔ x S½
=(
) x (0,238)⅔ x (0,0049)½
= 0,8934 m/detik 5) Debit lapangan (Q) Q = AxV = 0,394 x 0,8934 = 0,3518 m3/detik 6)
Kapasitas rata-rata saluran (Qe) Debit lapangan pada setiap saluran dirata-ratakan untuk memperoleh besar kapasitas saluran pada kedua ruas saluran drainase. Saluran Kanan Qe kanan
= = = 0,6854 m3/detik
Saluran Kiri Qe kiri
= = = 0,9345 m3/detik
Perhitungan untuk kapasitas bangunan silang (gorong-gorong) sebagai kontrol untuk jaringan pengaliran. Sebagai contoh diambil perhitungan kapasitas gorong-gorong untuk saluran kiri yaitu pertemuan antara saluran Jalan Basuki Rahmat dan saluran Jalan Towua sebagai berikut :
36
1) Data gorong-gorong : Panjang gorong-gorong (L)
= 15,40 m
Lebar gorong-gorong (b)
=
1,20 m
Kedalaman gorong-gorong (h)
=
0,60 m
Kemiringan dasar gorong-gorong (S)
=
0,0065
2) Pengolahan data a. Luas penampang (A)
= bxh = 1,20 x 0,60 = 0,720 m2
b. Keliling basah (P)
= b + 2h = 1,20 + 2(0,60) = 2,400 m
c. Jari-jari hidrolis (R)
=
d. Kecepatan aliran (V)
=
=
=
0,300 m
x R⅔ x S½
= (
) x (0,300)⅔ x (0,0065)½
= 1,806 m/detik e. Debit (Q)
= AxV = 0,720 x 1,806 = 1,300 m3/detik
Tabel 5.1. Perhitungan Kapasitas Gorong-gorong Saluran Kanan Kiri
Dimensi Eksisting Gorong-gorong b h L A R P (m) n (m) (m) (m) (m2) (m) 1.40 0.80 19.2 1.120 3.000 0.373 0.020
S
V (m/det)
Q (m3/det)
-
1.500
1.680
1.806
1.300
1.20 0.60 15.4 0.720 2.400 0.300 0.020 0.0065
Catatan : Untuk saluran kanan digunakan kecepatan minimum untuk gorong-gorong (Vmin = 1,5 m/det) karena tidak diketahui dimensi untuk bagian hilir, sehingga kemiringan tidak dapat diketahui (Tertutup).
37
B. Perhitungan Debit Aliran 1. Debit Air Hujan (Qh) a. Uji Abnormalitas Prosedur perhitungan uji abnormalitas (Rekayasa Hidrologi, III-9) : 1) Data curah hujan diurut berdasarkan rangking dan dirubah dalam bentuk logaritma curah hujan. Tabel 5.2. Data Curah Hujan Maksimum Berdasarkan Rangking Rangking
Tahun Pengamatan
Curah Hujan (mm)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2012 2009 2006 2005 2007 2011 2008 2003 2010 2004
166,00 115,20 72,20 62,20 56,70 54,90 53,00 37,20 35,50 25,30
Sumber : Stasiun Metereologi Mutiara Palu
Dalam uji abnormalitas ini, data terbesar dan terkecil untuk sementara dihilangkan. 3)
Hitung Harga Log X0 Tabel 5.3. Uji Abnormalitas Data Curah Hujan Rangking
Xi
Log Xi
1 2 3 4 5 6 7 8 Jumlah Rata-rata
115,20 72,20 62,20 56,70 54,90 53,00 37,20 35,50 486,900 60,863
2,061 1,859 1,794 1,754 1,740 1,724 1,571 1,550 14,052 1,756
38
Log X0 =
=
= 1,756
X0 = 57,082 mm 4)
Hitung Nilai b m≈
= 0,8 ≈ 1 (maka diambil 1 rangking)
=
Tabel 5.4. Perhitungan nilai b Xs.Xt -
Xs 1 115,20
Xt Xs . Xt Xs + Xt X02 5 = 3 - X02 2 3 4 35,50 4089,600 150,700 831,266
2X0 - (Xs + Xt)
6 = 2X0 - 4
-36,536
b 7 = 5/6 -22,752
Sumber : Hasil Perhitungan
=
b= 5)
= -22,752
Hitung X0 Tabel 5.5. Perhitungan Standar Deviasi xi + b
log (xi + b)
log (xi + b)2
115,20
92,448
1,966
3,865
2
72,20
49,448
1,694
2,870
3
62,20
39,448
1,596
2,547
4
56,70
33,948
1,531
2,343
5
54,90
32,148
1,507
2,272
6
53,00
30,248
1,481
2,192
7
37,20
14,448
1,160
1,345
8
35,50
12,748
1,105
1,222
Jumlah
12,040
18,657
Rangking
Xi
1
b
-22,752
Sumber : Hasil Perhitungan
X0 = = 6)
= 1,505
Hitung X2 X2 = =
= 2,332
39
7)
Hitung derajat standar deviasi (Sx) Sx
= = = 0,259
8)
Laju koefisien derajat abnormalitas (γε) Log (Xε + b) = Log (X0 + b) ± γε . Sx a.
Untuk data curah hujan minimum 35,50 mm Log (Xε + b) = Log (X0 + b) ± γε . Sx
b.
Log (35,50 – 22,752)
= Log (1,505 – 22,752) ± γε . 0,259
Log 12,748
= 1,505 ± γε . 0,259 (Diambil nilai X
1,105
= 1,505 + 0,259 γε
γε
= 1,543
0
karena hasil log minus)
Untuk data curah hujan maksimum 115,20 mm Log (Xε + b) = Log (X0 + b) ± γε . Sx Log (115,20 – 22,752) = Log (1,505 – 22,752) ± γε . 0,259
9)
Log 92,448
= 1,505 ± γε . 0,259 (Diambil nilai X
1,966
= 1,505 + 0,259 γε
γε
= 1,780
0
karena hasil log minus)
Hitung laju abnormalitas (ε0) untuk β0 = 5% ε0 =
1 – (1 – β0)1/n
=
1 – (1-0,05) 1/8
=
0,006
10) Perbandingan besar nilai γε dengan nilai ε0 a. Untuk data Xe = 35,50 mm didapat γε = 1,543 berarti > ε0 = 0,006, artinya data tidak dapat disingkirkan b. Untuk data Xe = 115,20 mm didapat γε = 1,780 berarti > ε0 = 0,006, artinya data tidak dapat disingkirkan
40
Dengan demikian berarti tidak ada data hujan yang abnormal, maka untuk perhitungan selanjutnya menggunakan 10 data curah hujan tersebut. b. Pemilihan Uji Kesesuaian Metode Analisis Distribusi Frekwensi Tabel 5.6. Perhitungan Pemilihan Distribusi Frekwensi No
Xi
1 166,00 2 54,90 3 35,50 4 115,20 5 53,00 6 56,70 7 72,20 8 62,20 9 25,30 10 37,20 Total 678,200
(Xi - x)2
Xi - x
98,180 9639,312 -12,920 166,926 -32,320 1044,582 47,380 2244,864 -14,820 219,632 -11,120 123,654 4,380 19,184 -5,620 31,584 -42,520 1807,950 -30,620 937,584 0,000 16235,276
(Xi - x)3
(Xi - x)4
946387,691 92916343,545 -2156,689 27864,423 -33760,903 1091152,390 106361,675 5039416,174 -3254,952 48238,391 -1375,037 15290,411 84,028 368,041 -177,504 997,574 -76874,051 3268684,649 -28708,834 879064,507 906525,423 103287420,106
Sumber : Hasil Perhitungan
=
S =
=
Cs =
= 0,1643
=
Ck = Cv =
= 42,473
=
=
267,480
= 0,6263
Syarat untuk : - Gumbel : Ck = 5,40 ; Cs = 1,14 - Log Pearson Type III : Cs dan Cv harga bebas Dengan memperhatikan besaran parameter statistik di atas, maka sebaran frekwensi yang paling sesuai adalah metode Log Pearson Type III.
41
c. Analisis Frekwensi Curah Hujan Tabel 5.7. Perhitungan Curah Hujan dengan Metode Log Pearson Type III Tahun
Xi
Log Xi
2012 2009 2006 2005 2007 2011 2008 2003 2010 2004
166,00 2,220 115,20 2,061 72,20 1,859 62,20 1,794 56,70 1,754 54,90 1,740 53,00 1,724 37,20 1,571 35,50 1,550 25,30 1,403 Jumlah 17,6752 Rata - Rata 1,7675
(Log Xi - Log Xo)
(log Xi log Xo)2
(log Xi - log Xo)3
0,453 0,294 0,091 0,026 -0,014 -0,028 -0,043 -0,197 -0,217 -0,364 0,000
0,205 0,086 0,008 0,001 0,000 0,001 0,002 0,039 0,047 0,133 0,522
0,093 0,025 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 -0,008 -0,010 -0,048 0,052
Sumber : Hasil Perhitungan
1)
Harga rerata
=
Log xo = 2)
= 1,7675
Standar deviasi S log x =
=
= 0,2408
3) Koefisien penyimpangan
=
Cs =
= 0,0522
4) Nilai K dari Lampiran I, diperoleh dari Tr 10 Tahun dan Cs = 0,0522 K = 1,296 5) Logaritma curah hujan Log XT = Log xo + KTr . S Log x = 1,7675 + 1,296 x 0,2408 = 2,080
42
6) Hujan rancangan 10 tahun Log XT = 2,080 XT
= (10)2,080 = 120,117 mm
d. Besar Debit Air Hujan (Untuk saluran Kn6) 1) Waktu konsentrasi tc = t 0 + t d t0 = 0,0195 (
)0,77
0,77
td = 0,0195 ( )
)0,77
= 0,0195 ( = 11,787 menit
= 0,0195 (
)0,77
= 9,122 menit
Maka : tc = t0 + t d = 11,787 + 9,122 = 20,909 menit 2) Intensitas curah hujan I
=
( )2/3
=
(
)2/3
= 5,487 mm/jam 3) Koefisien pengaliran Daerah layanan saluran drainase meruapakan daerah pemukiman dan perdagangan, diambil nilai tengah dengan C sebesar 0,8. 4) Besarnya debit air hujan Diambil contoh perhitungan untuk Saluran Kn6 dengan luas layanan (A) adalah 8,660 Ha. Q = 0,00278.C.I.A = 0,00278 x 0,8 x 5,487 x 6,714 = 0,0819 m3/detik
43
Maka total debit air hujan yang masuk ke dalam dan dialirkan saluran adalah jumlah keselurah debit air dari masing-masing saluran : Saluran Kanan Qh kanan = QARkn1 + QARkn2 + QARkn3 + QBRkn1 + QBRkn2 + QBRkn3 + QBRkn4 + QBRkn5 + QBRkn6 = 0,0186 + 0,0320 + 0,0444 + 0,0732 + 0,1272 + 0,1075 + 0,1132 + 0,1337 + 0,0819 = 0,7317 m3/detik Saluran Kiri Qh kiri
= QARkr1 + QARkr2 + QARkr3 + QARkr4 + QBRkr1 + QBRkr2 + QBRkr3 + QBRkr4 + QBRkr5 = 0,0155 + 0,0269 + 0,0194 + 0,0355 + 0,1130 + 0,0825 + 0,0670 + 0,0958 + 0,0648 = 0,5204 m3/detik
2. Debit Air Buangan (Qb) a. Proyeksi Jumlah Penduduk Tabel 5.8. Data Penduduk Tahun 2012 Data Penduduk dan Wilayah
Birobuli Utara
Tatura Utara
Jumlah Penduduk 2012 (jiwa)
19.493
21.996
Pertumbuhan Penduduk (%) Luas Wilayah (Ha)
1,90 709
328
Sumber : Kecamatan Palu Selatan
1) Metode Aritmatik Birobuli Utara
Tatuta Utara
Pn = P0 (1 + r.n)
Pn = P0 (1 + r.n)
= 19.493 x (1 + (0,019x10))
= 21.996 x (1 + (0,019x10))
= 23.197 Jiwa
= 26.175 Jiwa
2) Metode Geometri Birobuli Utara Pn = P0 (1 + r)
Tatuta Utara n
Pn = P0 (1 + r)n
44
= 19.493 x (1 + 0,019)10
= 21.996 x (1 + 0,019)10
= 23.530 Jiwa
= 26.551 Jiwa
3) Metode Eksponensial Birobuli Utara
Tatuta Utara
Pn = P0 (e)r.n
Pn = P0 (e)r.n
= 19.493 x (1)0,019x10
= 21.996 x (1)0,019x10
= 19.493 Jiwa
= 21.996 Jiwa
Tabel 5.9. Proyeksi Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Uraian
Birobuli Utara
Tatura Utara
Jumlah Penduduk 2012 (jiwa)
19.493
21.996
Pertumbuhan Penduduk (%)
1,90
Metode Aritmatik
23.197
26.175
Metode Geometri
23.530
26.551
Metode Eksponensial
19.493
21.996
Diambil yang terbesar, P10
23.530
26.551
Luas Wilayah (Ha)
709
328
Kepadatan Penduduk (jiwa/Ha)
33
81
Sumber : Hasil Perhitungan
b. Debit Air Buangan Dalam perhitungan air buangan diambil juga untuk contoh perhitungan pada saluran basuki rahmat Kn6 dengan data sebagai berikut : Luas areal (A)
= 6,714 Ha
Penduduk yang dilayani (D) = Kepadatan penduduk x Luas areal = 81 x 6,714 = 543 jiwa Aliran air buangan (P)
= 280 Liter/orang/hari (Tabel 3.5) = 280 x (
)
= 0,0000324 m3/orang/detik Sehingga debit air buangan rumah tangga : Qb = P x D x A
45
)) x 543 x 6,714 = 0,00176 m3/detik
= (280 x ( 3. Debit Teoritis (Qtr)
Debit teoritis merupakan penjumlahan dari debit air yang diakibatkan oleh hujan (Qh) dengan debit air yang diakibatkan oleh buangan penggunaan manusia (Qb). Saluran Kn6, Qtr
= Qh + Qb = 0,0819 + 0,00176 = 0,0837 m3/detik
Total debit air yang masuk ke dalam saluran Kn6 (Debit komulatif) yaitu : Qkn6
= 0,7444 m3/detik C. Evaluasi
1.
Evaluasi Terhadap Kapasitas Saluran Pada saluran drainase sebelah kanan dan kiri arah aliran diperoleh total debit lapangan yang dapat ditampung dan dialirkan oleh saluran eksisting ratarata (Qe) berturut-turut adalah 0,6854 m3/detik dan 0,9345 m3/detik. Untuk debit teoritis (Qtr) pada ruas tersebut berturut-turut adalah 0,7444 m3/detik dan 0,5267 m3/detik. Dari hasil tersebut terlihat bahwa kapasitas saluran untuk saluran kanan lebih kecil daripada debit air yang akan masuk ke dalam saluran dan untuk saluran kiri kapasitas saluran masih mampu menampung debit air masuk. Qe kanan
= 0,6854 m3/detik
< Qtr kanan = 0,7444 m3/detik
Qe kiri
= 0,9345 m3/detik
> Qtr kiri
= 0,5267 m3/detik
Evaluasi dilakukan pada saluran penerima akhir yang dianggap kritis (kemiringan dan dimensi saluran relative kecil, padahal merupakan saluran akhir yang menerima air masuk paling besar) yaitu dalam kelompok saluran kanan Kn6. Pada perhitungan diperoleh debit teoritis komulatif (debit air keseluruhan yang akan masuk ke dalam saluran) untuk saluran Kn6 sebesar 0,7444 m3/detik dan kapasitas saluran eksisting sebesar 0,3518 m3/detik. Nilai
46
ini memperlihatkan bahwa kapasitas saluran tidak lagi mampu menampung air yang masuk ke dalam saluran (Qtr = 0,7444 > Qe = 0,3518 m3/detik). Berkaitan dengan hal tersebut, perlu dikemukakan beberapa hal yang memungkinkan hal tersebut terjadi : a.
Karakteristik saluran eksisting yang tidak mencukupi untuk menampung seluruh debit yang ada
b.
Prinsip sistem drainase yang tidak diterapkan yaitu dimensi saluran yang seharusnya semakin besar menuju ke hilir aliran
c.
Kapasitas saluran menurun akibat adanya sampah, tanaman pengganggu dan sedimentasi. Persoalan lain dibeberapa titik sepanjang saluran ruas Jalan Basuki
Rahmat terjadi luapan ke badan jalan yaitu meluapnya air sebelum adanya plat pelintas yang menyambungkan ke arah Jalan Kesadaran, Jalan Cendana I, Jalan Cendana II, dan Jalan Purnawirawan II . Keadaan ini dapat dikemukan terjadi akibat sisa-sisa bahan bangunan seperti kayu penyanggah pembuatan plat pelintas (bahan beton) yang tidak dikeluarkan setelah pekerjaan selesai. Hal inilah yang menyebabkan sampah-sampah yang masuk ke dalam saluran dan mengalir terbawa oleh air tersangkut di sisa bahan bangunan yang tidak dibersihkan tersebut. Jika dilihat secara langsung pada lokasi penelitian, tidak semua saluran drainase mengalami masalah hanya dibeberapa titik yang telah dikemukakan di atas yang mengalami masalah secara teknis sedangkan saluran lain terlihat kering dan normal hanya secara aspek sosial saluran tidak dilakukan pemeliharaan yang baik. Dengan evaluasi ini terlihat bahwa saluran yang mengalami masalah adalah saluran kanan yang mendapat daerah layanan lebih besar dan dengan kondisi dimensi saluran yang tidak lagi seragam, sedimentasi yang disebabkan oleh penumpukan sampah yang bercampur dengan kandungan sedimen yang terbawa oleh aliran air saat hujan sehingga terjadi pendangkalan saluran dan sampah yang berserakan di samping mulut saluran maupun di dalam saluran sehingga kapasitas saluran tidak lagi mampu melayani debit air yang ada.
47
Sehubungan dengan telah dilakukannya pembongkaran dan konstruski kembali atas saluran drainase di ruas Jalan Basuki Rahmat tindakan ini dianggap benar dengan melihat perhitungan sebelumnya serta memikirkan perubahan dan perkembangan yang akan terjadi beberapa tahun ke depan. Namun yang menjadi permasalahan adalah jika tidak dilakukan pengerjaan konstruksi yang benar, operasional dan pemeliharaan yang baik, dapat dipastikan keadaan ini akan terulang kembali pada titik-titik genangan yang dikemukakan sebelumnya. Hal-hal
seperti
pada
pekerjaan konstruksi
saluran,
jika
tidak
dilaksanakan dengan baik, masalah akan tetap muncul (seperti masalah yang dikemukakan) yaitu masalah genangan dan luapan timbul akibat sisa bahan bangunan pekerjaan yang tidak dibersihkan menyebabkan tersangkutnya sampah-sampah menjadi tumpukan sedimen. Dapat dikatakan juga dengan sistem tertutup yang diterapkan pada pembangunan kembali saluran drainase ruas Jalan Basuki Rahmat memungkinkan tidak terkontrolnya aliran air di bawah plat pelintas. Maka keadaan ini dapat memperkecil kembali kapasitas saluran drainase yang baru dikerjakan. 2.
Evaluasi Terhadap Jaringan Pengaliran Saluran Drainase pada ruas Jalan Basuki Rahmat merupakan drainase buatan dengan pasangan batu, drainase permukaan tanah yang mengalirkan air limpasan permukaan, berfungsi multi purpose mengalirkan beberapa jenis air buangan dan merupakan saluran terbuka. Sistem buangan kelebihan air dengan sistem tercampur yaitu air hujan dan air kotor disalurkan melalui satu saluran yang sama. Saluran drainase ini menganut pola jaringan sistem siku (topografi lebih tinggi dari sungai dan sungai sebagai saluran pembuang akhir berada di tengah kota). Bagian ini kemudian dijelaskan melalui tabel kondisi jaringan drainase yang akan memberikan gambaran mengenai kinerja sistem yang ada dan tabel luapan/genangan dan wilayah dampak.
48
Tabel 5.10 Kondisi Jaringan Drainase (Mencerminkan Kinerja Sistem yang ada) Dimensi (m) Lebar Tinggi Atas Bawah (h) (T) (b)
Jumlah Konstruksi Peduduk Saluran (Jiwa)
No.
Kode Blok Saluran
Panjang (m)
1.
Saluran Kn1
307
0,50
0,80
0,50
137
Permanen, pasangan batu
2.
Saluran Kn2
302
0,90
0,70
0,50
583
3.
Saluran Kn3
228
0,50
0,75
0,50
593
4.
Saluran Kn4
267
0,70
0,70
0,50
580
Permanen, pasangan batu Permanen, pasangan batu Permanen, pasangan batu
5.
Saluran Kn5
404
0,50
0,80
0,70
657
Permanen, pasangan batu
6.
Saluran Kn6
205
0,45
0,90
0,65
581
Permanen, pasangan batu
Kondisi
Sepanjang saluran konstruksi masih dalam kondisi baik, sampah banyak menggenangi saluran di depan Ibtidayah Yayasan Al-Khaerat, di beberapa titik lain vegetasi liar tumbuh di samping mulut saluran dan beberapa menjalar ke dalam saluran. Sepanjang saluran konstruksi masih dalam kondisi baik, hanya vegetasi liar yang mengganggu aliran di dalam saluran drainase. Di beberapa titik dinding saluran terlihat sudah retak, penumpukan sedimen pada arah Jl. Batu Bata Indah dan sampah-sampah yang masuk ke dalam saluran . Konstruksi saluran sudah tidak bisa terlihat karena telah di tutupi plat pelintas menuju tempat usaha, pada titik arah Jl. Kesadaran terlihat vegetasi liar yang memenuhi dinding saluran dan sampah yang dibuang tepat di samping mulut saluran. Kondisi terparah ada di sepanjang saluran ini, 2 titik luapan dan genangan ada di saluran ini. Saluran di bawah plat pelintas tersumbat mengakibatkan air meluapkan ke badan jalan dan menimbulkan bau busuk. Sebagai saluran akhir, saluran ini dalam kondisi baik, sampah masih menjadi masalah utama yang mengganggu kapasitas saluran serta dimensi saluran yang tidak seragam dan semakin mengecil menuju hilir saluran. Namun pada kondisi hujan air menggenang pada daerah ini yang merupakan daerah rendah.
49
Dimensi (m) Jumlah Lebar Konstruksi Peduduk Tinggi Saluran Atas Bawah (Jiwa) (h) (T) (b)
No.
Kode Blok Saluran
Panjang (m)
7.
Saluran Kr1
337
0,70
0,70
0,50
228
Permanen, pasangan batu
Konstruksi saluran masih dalam kondisi baik, hanya bermasalah pada pipa-pipa pembuangan dari rumah warga yang terlihat tidak rapih.
8.
Saluran Kr2
364
0,70
0,70
0,50
300
Permanen, pasangan batu
Konstruksi saluran masih dalam kondisi baik, namun tidak terlalu terkontrol karena sudah dalam keadaan sistem tertutup (pemasangan plat pelintas oleh pemilik bangunan rumah toko).
9.
Saluran Kr3
239
0,90
0,90
0,60
262
Permanen, pasangan batu
Konstruksi saluran masih dalam kondisi baik, terlihat dimensi saluran lebih besar dari sebelumnya.
10.
Saluran Kr4
434
0,70
0,70
0,50
304
Permanen, pasangan batu
Konstruksi saluran masih dalam kondisi baik, namun tidak terlalu terkontrol karena sudah dalam keadaan sistem tertutup (pemasangan plat pelintas oleh pemilik bangunan rumah toko).
11.
Saluran Kr5
348
0,70
0,70
0,50
241
Permanen, pasangan batu
Konstruksi saluran masih dalam kondisi baik, sampah sisa bahan bangunan terlihat menggangu aliran air dalam saluran dan juga penumpukan sedimen.
Kondisi
50
Tabel 5.11 Persoalan Luapan/Genangan dan Wilayah Dampak No.
Daerah Luapan/Genangan
Penyebab Luapan/Genangan
Kuantitas Genangan Tinggi genangan di dalam saluran ±20 cm dengan lama genangan sepanjang hari Genangan terjadi sepanjang hari dengan tinggi genangan ±10 cm dengan panjang genangan ±50 m. Genangan terjadi sepanjang hari dengan tinggi genangan ±15 cm
1.
Depan Ibtidayah AlKhaerat
Penumpukan sedimen, sampah dan vegetasi liar
2.
Pertemuan saluran dari Jalan Cendana II
Tersumbatnya saluran di bawah plat pelintas akibat penumpukan sedimen dan sampah
3.
Pertemuan saluran dari Jalan Cendana I
4.
Pertemuan saluran dari Jalan Purnawirawan II
Tersumbatnya saluran di bawah plat pelintas akibat penumpukan sedimen dan sampah dan tertutupnya saluran menuju tanah warga. Tersumbatnya saluran di bawah plat pelintas dan tidak masuknya saluran dari Jl. Purnawirawan ke Jl. Basuki Rahmat
Genangan terjadi sepanjang hari dengan tinggi genangan ±15 cm
Kerugian / Kerusakan yang Timbul
Pemecahan Masalah
Air menjadi tercemar dan menimbulkan bau busuk
Terlebih dahulu mengeluarkan sedimen dan sampah yang menghambat aliran agar air lancar
Menggerus jalan raya dan plat pelintas serta mengganggu pengguna jalan
Mengeluarkan sampah yang menyumbat pada saluran di bawah plat pelintas sepanjang saluran
Menimbulkan bau busuk
Mengeruk tanah di dalam saluran dan melarang masyarakat membuat usaha di atas saluran drainase
Pengguna jalan terganggu, lapisan jalan terkelupas, menimbulkan bau busuk
Memperhatikan akhir saluran pembuangan dari Jl. Purnawirawan II yang akan masuk ke saluran Jl. Basuki Rahmat. Mengeluarkan tumpukan sampah dan sedimen di bawah plat pelintas.
51
Saluran drainase ruas Jl. Basuki Rahmat menerima aliran air dari saluran drainase Jl. Abd. Rahman Saleh yang diteruskan melalui gorong-gorong yang melintas dari arah Jl. Moh. Yamin dan Jl. Dewi Sartika. Kemudian air mengalir sepanjang saluran dan berakhir pada saluran drainase ruas Jl. I Gusti Ngurahrai yang diteruskan melalui gorong-gorong yang melintas dari arah Jl. Emy Saelan dan Jl. Towua yang akan dialirkan langsung ke Sungai Palu. Sebagai saluran penerima, saluran drainase ruas Jl. Basuki Rahmat seharusnya selalu dalam kondisi baik. Namun akibat masalah-masalah yang terjadi aliran air menjadi sangat terganggu. Dalam hal ini, gorong-gorong menjadi salah satu faktor penting dalam penyaluran air saluran drainase yang berada di wilayah jalan raya. Ketika sebuah gorong-gorong dengan dimensi tertentu sesuai dengan kebutuhan air yang akan melewatinya tidak dapat mengalirkan air dengan baik, yang terjadi adalah genangan pada saluran drainase sebelum bangunan gorong-gorong yang jika tidak dialirkan secepatnya akan menimbulkan luapan atau pencemaran akibat genangan tersebut. Berdasarkan perhitungan pada kapasitas gorong-gorong (tabel 5.1) dan dibandingkan dengan debit komulatif (Qtr) yang akan masuk (mengalir melalui gorong-gorong menuju saluran pembawa) untuk saluran kanan dengan perbandingan 1,680 m3/detik > 0,7444 m3/detik dan untuk saluran kiri dengan perbandingan 1,300 m3/detik > 0,5267 m3/detik. Dengan melihat perbandingan tersebut untuk kedua gorong-gorong dianggap masih mampu melayani debit air yang akan masuk.
52
Yang menjadi permasalah pada bangunan gorong-gorong ini adalah kondisi mulut gorong-gorong menjadi sarang bertemunya sampah-sampah yang terbawa aliran dan tanaman penggangu yang tumbuh akibat tumpukan sedimen yang berada di dalam saluran dan kemiringan gorong-gorong pada saluran kanan yang tidak dapat dikontrol dikarenakan bagian hilir goronggorong dalam kondisi tertutup oleh plat pelintas. Air yang masuk kemudian dialirkan oleh saluran di Jalan I Gusti Ngurahrai dengan dimensi pada saluran kanan ± 1,5 x 1,5 m dan saluran kanan tidak seragam, air dari saluran kiri dialihkan ke saluran kanan. Kondisi setelah pengalihan aliran dengan bangunan pelintas pada Jalan I Gusti Ngurahrai terlihat air menggenang di depan rumah warga. Kemungkinan tidak dilanjutkannya saluran drainase pada saluran kiri adalah aras tanah yang lebih tinggi menuju sungai dan lahan yang tidak memungkinkan dibangun saluran yang lebih memadai. Yang menjadi perhatian penulis adalah sehubungan dengan pekerjaan pembongkaran dan perbaikan saluran drainase yang dilakukan pada beberapa jalan protokol di Kota Palu seperti Jl. Basuki Rahmat sebagai lokasi penelitian dan saluran drainase ruas Jl. Emy Saelan dengan merubah dimensi yang lebih besar, namun jika keadaan gorong-gorong dan saluran drainase pada ruas Jalan I Gusti Ngurahrai tidak dilakukan pembenahan pula yang seharusnya menjadi lebih penting untuk melancarkan aliran air, maka kondisi yang sama akan tetap terjadi pada lokasi penelitian yaitu genangan dan luapan air. Terlebih jika sistem tertutup yang diterapkan tidak dibarengi dengan operasional dan pemeliharaan yang baik, maka kemungkinan masalah yang muncul lebih besar dan akan lebih rumit pula. Hal di atas sudah tercermin saat pembongkaran saluran drainase yang lama pada lokasi penelitian. Air menggenang terus-menerus sepanjang hari seperti tidak ada air yang mengalir ke bagian hilir sehingga menyulitkan pengerjaan saluran drainase yang baru. Keadaan inilah yang dikhawatirkan akan tetap terjadi terus-menerus jika tidak diterapkan prinsip saluran drainase yang benar.
53
3.
Evaluasi Terhadap Tata Letak dan Pelengkap Bangunan Saluran drainase pada ruas Jalan Basuki Rahmat menerapkan Pola Siku. Yang terlihat dari lokasi penelitian, saluran drainase sepanjang tepi jalan terlihat lebih tinggi dari aras tanah di sekitarnya dan penyebab lainnya adalah sisa-sisa bahan bangunan yang menumpuk di sisi mulut saluran. Sebagai akibatnya saluran hanya menampung aliran limpasan dari jalanan kecil dan air buangan rumah tangga meskipun mempunyai kapasitas yang secara substantif lebih besar dari yang diperlukan untuk sekedar menjadi drainase jalanan. Hal ini mengakibatkan limpasan air hujan dari jalan raya tidak dapat masuk untuk mengalir ke saluran drainase dan juga menyebabkan genangan pada daerah cekungan dan lebih rendah. Pipa pembuangan air kotor dari rumah warga yang diletakkan tidak benar pada dinding saluran yaitu meletakkannya di atas mulut saluran, dan tepat rata dengan dinding saluran mengakibatkan gerusan pada dinding saluran oleh air. Keadaan pipa pembuangan yang berada di atas mulut saluran menyebabkan aliran tercemar pada daerah sekitar saluran. Air pembuangan yang tidak segera masuk ke dalam saluran menimbulkan bau busuk di sekitar pipa pembuangan.
CL
900
900
Gambar 5.1 Sketsa Melintang Kondisi Tata Letak Saluran Drainase Hal di atas terjadi kembali pada pekerjaan perbaikan saluran drainase ruas Jalan Basuki Rahmat yang sedang dikerjakan. Pipa pembuangan tidak dipasang sebaik mungkin guna mencegah terjadinya masalah seperti dikemukakan di atas. Ada juga beberapa saluran drainase jalan lain yang ujungnya tidak masuk ke dalam saluran, sehingga air keluar ke atas plat pelintas dan kemudian masuk ke dalam lubang pembuangan air hujan.
54
Pada saat penelitian yang dilakukan sebelum pembongkaran perbaikan drainase, hanya terlihat 1 buah inlet pada saluran kanan yang terdapat di badan trotoar tepat di depan Gereja Kristus Kasih. Inlet berada di saluran Kn5 dengan beda tinggi yang besar dan masih dalam keadaan baik. Inlet ini difungsikan warga sekitar sebagai masukan dari air luapan yang terjadi dari arah Jl. Cendana II (Panjang daerah genangan/luapan ±50 m dari titik luapan sampai ke inlet). Sangat kurangnya inlet inilah yang juga menyebabkan air hujan limpasan dari jalan raya tidak masuk ke dalam saluran drainase sebagaimana fungsinya mengakibatkan genangan setelah hujan reda (seperti pada daerah rendah di sekitar Masjid Darunnain dan sekitar traffic light). Adanya usaha warga yang ditempatkan di atas saluran drainase juga sebagai masalah yang mengakibatkan kurang terjaganya saluran tersebut. Pemasangan papan reklame (seperti baliho) oleh pihak terkait yang tidak memperhatikan batasan sempadan saluran juga mengganggu sistem drainase. Hal ini yang sekarang terlihat mengganggu pekerjaan pada perbaikan drainase ruas Jalan Basuki Rahmat. Papan reklame di depan Yayasan Al-Khaerat yang terlihat pondasi melintang saluran menghalangi aliran air, hingga sampai pekerjaan perbaikan selesai kondisi yang sama sebelum pekerjaan yaitu genangan air dan bau busuk yang timbul akibat genangan air tersebut tetap terjadi. Sama halnya pada arah pertemuan Jalan Basuki Rahmat dan Jalan Zebra, terdapat satu buah papan reklame yang tiangnya terbuat dari rangka tiang besi yang pondasi tepat berada di sisi mulut saluran, sehingga pihak konstruksi drainase tidak dapat langsung mengerjakan pembongkaran dan perbaikan pada titik masalah tersebut. 4.
Evaluasi Terhadap Perilaku Masyarakat Dari 3 evaluasi sebelumnya, yang menjadi inti permasalahan yang lebih menjadi pemicu terjadinya luapan dan genangan pada saluran drainase adalah sampah dan sedimentasi. Dapat dikemukanan hal ini disebabkan oleh perilaku masyarakat sekitar yang juga sebagai pengguna dari saluran drainase tersebut. Kurangnya perhatian dan kesadaran masyarakat akan bahaya sampah dari hasil rumah tangga yang menjadi masalah utama. Perilaku yang dengan
55
sengaja membuang sampah di samping saluran bahkan di dalam badan saluran yang tidak dapat dikontrol oleh pihak kebersihan. Semestinya masyarakat Kota harus lebih paham dalam menjaga kebersihan guna kelestarian lingkungan bukan menjadikan saluran sebagai ‘tempat sampah’ yang paling mudah dan praktis untuk dijangkau. Para pemilik bangunan rumah toko sebagai tempat usaha mereka, yang tidak mengindahkan kebersihan saluran, ketika membangun plat pelintas sebagai akses mobilisasi ke usaha mereka tidak melakukan pembersihan kembali pada saluran di bawah plat pelintas ataupun saat pelaksanaan konstruksi bangunan rumah toko membiarkan sisa-sisa bahan bangunan berserakan di dalam saluran yang akan menghambat aliran air. Hal ini diperparah dengan tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah dan masih acuh tak acuh dengan masalah yang di hadapi. Membiarkan luapan dan genangan di sekitar rumah dan usaha mereka terus terjadi tanpa rasa kesadaran menjaga lingkungan dan mencoba mengatasi masalah tersebut dengan sikap gotong-royong, padahal yang terjadi adalah luapan air tersebut mencemari lingkungan mereka sendiri.
D.
Rekomendasi
Penerapan aspek hidraulik yang benar dan aspek non struktural adalah penanganan dasar masalah drainase yang harus diperhatikan oleh pihak terkait dan masyarakat sekitar pengguna saluran. Kedua aspek tersebut mencakup penanganan secara keseluran jika dilaksanakan sesuai dengan pedoman-pedoman yang ada mulai dari kriteria hidrologi, hidraulika, struktur, pelaksanaan pembangunan sesuai spesifikasi, pelaksanaan operasional dan pemeliharaan yang sesuai dengan kriteria sistem drainase perkotaan serta pemantapan perundangundangan, organisasi pengelola dan penyediaan dana yang mencukupi untuk menunjang kegiatan tersebut. Secara khusus pada kondisi kapasitas saluran yang tidak mampu menampung dan mengalirkan air seperti pada kelompok saluran Kn6 (Lampiran VII), yang perlu dilakukan adalah dengan memperluas dimensi saluran (A) yang
56
lebih besar daripada dimensi saluran sebelumnya dikarenakan saluran Kn6 ini adalah saluran penerima akhir yang menerima debit paling besar diantara saluran lainnya atau dengan cara lain dengan lebih menghaluskan dasar dan dinding saluran agar kecepatan air lebih tinggi karena pada bagian tersebut kemiringan saluran lebih kecil (Lampiran VIII untuk dimensi rencana). Mengingat yang menjadi inti permasalahan atas sistem drainase ruas Jalan Basuki Rahmat yaitu sampah maka direkomendasikan untuk menggunakan trash rack (saringan sampah). Trash rack ini akan berguna untuk menjaga kebersihan saluran dengan sistem menyaring sampah-sampah atau puing-puing agar tidak masuk ke dalam bangunan selanjutnya. Trash Rack diletakkan pada posisi melintang di bangunan. menahan sampah dengan menggunakan jaring-jaring besi yang dipasang di titik-titik tertentu yang dianggap mudah sebagai tempat pengontrolan dan sebelum gorong-gorong.
Gambar 5.2 Penggunaan Trash Rack Pembuatan bangunan terjun juga dapat dijadikan solusi untuk mengurangi kecepatan aliran pada bagian yang curam (saluran Kn3, Kn5, Kr3 dan Kr4), bangunan terjun ini juga dapat mengurangi tingkat pengendapan sedimen pada saluran. b
n
Muka Air
b
n
n
L
n
d1
Dasar Saluran
h1 h1
i
A
d1
h1 A
h1
A
L
A
H
h1 d2
H
h1 d2
h2
i h2 L
57
Gambar 5.3 Layout Bangunan Terjun Pada Saluran Drainase Untuk saluran drainase dengan sistem tertutup (seperti saluran drainase baru di Jl. Basuki Rahmat) pada lubang kontrol sebaiknya menggunakan besi jaring pada bagian penutup yang dapat dibuka dengan cara diangkat agar lubang kontrol tidak menjadi tempat masuknya sampah, namun air hujan akan tetap bisa masuk dan masih bisa dilewati seperti penggunaan plat pelintas. Trotoar Lubang Kontrol Besi Jaring Pelintas Tuas Pengangkat
Gambar 5.4 Sketsa Besi Jaring Pelintas pada Lubang Kontrol Hal berikutnya untuk menjaga agar prasarana drainase selalu berfungsi dengan baik selama mungkin, maka yang terpenting adalah kegiatan pemeliharaan. Yang termudah pemeliharaan saluran drainase yang dapat dilakukan adalah mengangkat sampah dan mencabut serta membuang tumbuhtumbuhan pengganggu disekitar dan di dalam saluran secara rutin langsung oleh warga sekitar. Pemerintah kota juga wajib mencanangkan pemeliharaan secara rutin dan berkala agar operasional dari sistem drainase ini tetap terjaga. Peran serta masyarakat dilakukan dengan pendekatan partisipasif dengan melibatkan seluruh masyarakat yang ada dalam pembangunan sistem drainase. Di samping itu peraturan yang menjangkau perilaku masyarakat harus berjalan dengan baik serta meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memelihara sistem drainase, meningkatkan rasa memiliki dan meningkatkan sifat peduli terhadap lingkungan. Untuk itu mulai sekarang segala kebijakan publik harus melibatkan masyarakat baik itu yang berupa pembangunan fisik maupun non fisik, sejak awal munculnya ide pembangunan infrastruktur sampai dengan pengoperasiannya.
58
BAB VI PENUTUP A.
Kesimpulan
Dari hasil peninjauan lapangan dan evaluasi terhadap beberapa aspek dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1.
Saluran drainase ruas Jalan Basuki Rahmat merupakan jenis drainase buatan yang berfungsi mengalirkan air buangan dan air hujan secara bercampur (multi purpose – sistem tercampur), konstruksi saluran terbuka permanen dengan pasangan batu dan menganut pola jaringan sistem siku. Permasalahan pada saluran drainase adalah dimensi saluran tidak lagi seragam, mulut saluran lebih tinggi dari tanah/jalan, vegetasi liar di samping dan di dalam saluran, kurangnya inlet, sampah dan sedimen yang menumpuk.
2.
Debit air hujan dan buangan yang masuk ke dalam saluran (Qtr) pada saluran kanan dan kiri berturut-turut adalah 0,7444 m3/detik dan 0,5267 m3/detik. Kapasitas saluran eksisting rata-rata (Qe) berturut-turut adalah 0,6854 m3/detik dan 0,9345 m3/detik. Untuk saluran kanan, kapasitas saluran tidak lagi mampu melayani/mencukupi debit air yang masuk. (Qe = 0,6854 m3/detik < Qtr = 0,7444 m3/detik)
3.
Penanganan atas masalah yang terjadi yaitu dengan menerapkan aspek hidraulik dan aspek non struktural dengan benar, memperbesar kapasitas saluran, masalah sampah dapat diatasi dengan menggunakan trash rack, penumpukan sedimen serta penggerusan akibat kecepatan yang tinggi dapat
dikurangi
dengan
pembuatan
bangunan
terjun,
menjaga
keberlangsungan operasional sistem drainase dengan melakukan kegiatan pemeliharaan secara rutin dan berkala oleh semua pihak yang terlibat langsung dengan drainase.
B.
Saran
Adapun saran-saran yang dapat dikemukakan sebagai masukan agar dapat mengoptimalkan sistem drainase adalah :
59
1.
Meningkatkan peran serta masyarakat untuk selalu memelihara dan membersihkan saluran dari sampah dan tumbuhan liar yang menghambat aliran air
2.
Pada pengerjaan pembuatan saluran drainase harus selalu berpedoman pada
peraturan-peraturan
pelaksanaan,
sesuai
spesifikasi
teknis
dan
memantapkan organisasi pengelola.
60
DAFTAR PUSTAKA
Chow, Ven Te, 1985, Hidrolika Saluran Terbuka, Erlangga, Jakarta. Hasmar, Halim H,A, 2011, Drainasi Terapan, UII Press, Yogyakarta. Indriasari, Deasy, 2006, Evaluasi Kapasitas Saluran Drainase Primer Uwempevoli di Kota Parigi, Universitas Tadulako, Palu. Kementrian Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Cipta Karya, 2011, Diseminasi dan Sosialiasi Keteknikan Bidang PLP Materi Bidang Drainase, Kementrian PU, Jakarta. Muttaqin, Adi Yusuf, 2006, Kinerja Sistem Drainase yang Berkelanjutan Berbasis Partisipasi Masyarakat, Universitas Dipenegoro, Semarang. Rato, 2007, Jenis Drainase dan Permasalahannya, www.wordpress.org. http://rathocivil02.wordpress.com/2007/12/23/tugas-drainase. Akses : 13 September 2012. S.N., 1997, Drainase Perkotaan, Gunadarma. Soemarto, C.D., 1995, Hidrologi Teknik, Erlangga, Jakarta. Subarkah, Imam, 1980, Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air, Idea Dharma, Bandung. Sugiharto, 1987, Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah, Universitas Indonesia, Jakarta. Sutapa, I Wayan, Abd. Wahid, Joy Fredi Batti, 1999, Rekayasa Hidrologi, Universitas Tadulako, Palu.
61