1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan manifestasi kehidupan manusia yang kompleks. Manifestasi tersebut meliputi berbagai segi kehidupan sosial budaya antara individu dengan individu, individu dengan komunitas, dan komunitas dengan komunitas yang diwujudkan dengan medium bahasa. Persoalan sosial budaya yang muncul tersebut kemudian mengispirasi pengarang untuk kemudian dimanifestasikan dalam bentuk karya sastra. Karya sastra berfungsi tidak hanya sebagai hiburan, konsumsi emosi, ataupun untuk konsumsi intelektual, melainkan juga sebagai motivasi bagi pembaca maupun penikmat sastra. Karya sastra lahir karena dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan dirinya yang menaruh minat pada masalah kemanusiaan dan realitas kehidupan. Salah satu jenis karya sastra adalah novel. Novel merupakan karya rekaan atau fiksi yang memberikan gambaran aspek-aspek kehidupan yang dikemas dalam gaya bahasa yang memikat. Kehidupan dalam sebuah novel digambarkan melalui tokoh, perwatakan, setting, alur dan unsur instriksik lainnya. Dalam menyampaikan keanekaragaman kebudayaan dan suatu ajaran atau nilai didikan kepada para pembaca digambarkan dengan bahasa yang baik sehingga pembaca bisa memahami novel tersebut (Nurgiyantoro, 2009: 9-10). Dibandingkan dengan karya sastra puisi, cerpen, dan drama, novel mempunyai daya tarik tersendiri. Novel menceritakan lebih bebas, detail, rinci, dan berisi masalah yang lebih kompleks. Daya tarik itulah yang pertama-tama memotivasi orang untuk membacanya. Hal itu disebabkan bahwa pada dasarnya setiap orang senang akan cerita, baik yang diperoleh dengan cara melihat maupun mendengarkan. Melalui sarana cerita itu pembaca secara tidak langsung dapat belajar, merasakan dan menghayati berbagai permasalahan kehidupan yang disuguhkan oleh pengarang. Oleh karena itu, novel, atau karya sastra pada umumnya sering dianggap dapat membuat manusia menjadi lebih arif, atau dapat dikatakan sebagai sesuatu yang dapat “memanusiakan manusia”.
1
2
Sebagai bahan bacaan, novel dapat menghibur pembacanya. Novel mampu membawa pembaca untuk mendalami bentuk kehidupan yang baru atau yang belum pernah dialaminya. Novel memuat cerita tentang aneka ragam warna kehidupan manusia dengan watak dan gaya hidupnya, dapat memberi wawasan berpikir yang lebih luas kepada para pembaca. Dengan bahasa yang indah novel memberikan suatu alur cerita kehidupan secara tuntas dan mendalam. Melalui tema, amanat, tokoh, perwatakan, dan unsur intrinsik lainnya, novel mampu memberikan suatu ajaran atau nilai didik bagi pembacanya. Novel merupakan gambaran dari kehidupan dan perilaku yang nyata, dari zaman ketika novel tersebut ditulis. Untuk mampu memahami karya sastra, dalam hal ini novel dapat dilakukan dengan mengkaji karya sastra tersebut. Tidak hanya sekadar membaca, tetapi membaca secara cermat dan serius. Kajian yang dimaksud adalah dalam pengertian penelaahan, penyelidikan. Pengkajian terhadap karya sastra berarti penelaahan, penyelidikan, atau mengkaji, menelaah, menyelidiki karya sastra tersebut. Untuk melakukan pengkajian terhadap karya sastra, khususnya novel, biasanya dilakukan dengan kegiatan analisis. Istilah analisis, misalnya analisis novel, dalam pengertian menguraikan novel tersebut atas unsur-unsur pembentuknya, yaitu berupa unsur-unsur intrinsik. Dalam mengkaji sebuah karya sastra, terutama novel, terdapat bermacam-macam orientasi atau pendekatan yang dapat digunakan. Salah satu diantaranya adalah dekonstruksionisme, dekonstruksionisme adalah teori yang dikenalkan oleh Jaques Derrida. Faruk (2014: 230) menyatakan bahwa dekonstruksionisme merupakan penolakan terhadap logosentrisme. Ia memusatkan perhatiannya pada usaha yang terus menerus untuk menghancurkan dan meniadakan pemusatan (decentering). Derrida mendefinisikan logosentrisme sebagai „keinginan akan suatu pusat‟. Asal istilahnya berpusat pada Perjanjian Baru, Logos, yang mengkonsentrasikan pusat kehadiran pada sabda Tuhan, “pada mulanya adalah kata”. Dalam bahasa Yunani, logos itu sendiri berarti „kata‟. Dan kata berarti sesuatu yang diucapkan, harus bersifat fonotik, sehingga logosentrisme disebut juga fonosentrisme. Menurut Derrida, mendekonstruksikan suatu oposisi adalah membalikkan hierarki. Akan tetapi, aktivitas itu baru tahap pertama. Pada tahap berikutnya, pembalikan harus dilakukan pada sistem keseluruhan yang di dalamnya oposisi itu menjadi bagiannya.
3
Hanya dengan syarat itu dekonstruksi dapat memberikan alat untuk menembus lapangan oposisi-oposisi yang dikritiknya yang merupakan lapangan kekuatan-kekuatan nondiskursif. Praktik dekonstruksi bekerja dalam batas-batas sistem tertentu tetapi dengan tujuan menghancurkannya, melakukan semacam observasi. (Faruk, 2014: 234). Pada karya sastra, khususnya novel, dekontruksi dapat dilihat setidaknya dari 3 hal. Pertama, dekonstruksi pemakaian bahasa novel. Dekonstruksi pemakaian bahasa pada karya sastra, novel, biasanya dapat dilihat dari bagaimana pengarang menggunakan bahasa pada novelnya atau bagaimana kandungan bahasa yang terdapat pada novel. Waluyo (2011: 39, 58, 71) memaparkan mengenai ciri-ciri kebahasaan pada prosa di tiap periodesasi sastra. Waluyo menjelaskan bahwa roman-roman periode Balai Pustaka banyak mengandung bahasa klise dalam penggambaran kecantikan gadis-gadis dan keindahan alam. Sedangkan pada periode Pujangga Baru bahasa klise sudah mulai ditinggalkan dan berganti pada bahasa yang lebih komunikatif dan singkat serta adanya penggunaan kata-kata asing dari bahasa Belanda (dan sedikit Inggris). Pada angkatan 45 bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia modern yang kadang-kadang diselingi bahasa Belanda dan dialek kedaerahan. Banyak karya-karya bergaya bahasa sinesme dan ironi, terutama yang menggambarkan kepincangan-kepincangan dalam peperangan karena adanya pahlawan-pahlawan palsu. Selain itu, bahasanya padat dan ekspresif. Selain itu, Junus juga pernah mengkaji novel Durga Umayi, karya Mangunwijaya. Menurut Junus, di dalam Durga Umayi, Mangunwijaya sengaja mempergunakan bahasa yang dimain-mainkan untuk memberi alternatif atas dominannya bahasa baku dalam novel Indonesia, misalnya pembalikan kata (merdekakadamer, sabda-dabas, dan manis-sinam), kalimat-kalimat yang panjang (yang terpanjang 770 kata, terpendek 100 kata), dan kalimat yang tidak bersubjek. Wujud ini merupakan pemberontakan penulis terhadap penguasa yang membakukan tata bahasa (Basis, 1992: Juni nomor 6). Kedua, dekosntruksi struktur novel (tema, alur, tokoh, setting, amanat). Salah satu ciri dekonstruksi pada struktur novel adalah bahwa struktur novel tersebut tidak mengacu pada novel-novel konvensional. Melainkan terdapat hal-hal yang baru, lain daripada novel konvensional kebanyakan. Sebagai contoh dekonstruksi struktur novel dapat kita ketahui dari penelitian yang dilakukan oleh Reggina Rudaityte (2007). Dalam penelitiannya,
4
Reggina Rudaityte mengungkapkan bahwa terdapat beberapa dekonstruksi postmodern pada novel Possesion karya A. S. Byatt yakni struktur dan plot novel. Struktur novel menggabungkan berbagai gaya, termasuk buku harian fiksi, surat dan puisi, dan menggunakan gaya dan perangkat lain untuk mengeksplorasi kekhawatiran postmodern dari otoritas narasi tekstual. Nama tokoh Roland dan Maud berasal dari romantisme abad pertengahan dan penulisan kembali Victorian yang berjudul The Song of Roland and Lord Alfred Tennyson’s poem Maud. Pada plot novel, Reggina Rudaityte menyatakan bahwa penulis bermain dengan waktu, terus bergerak antara masa lalu dan masa kini. Dislokasi waktu tersebut menghancurkan ilusi realitas dan menyoroti metafiksional teks Byatt ini. Ketiga, dekonstruksi gagasan (logika). Dekonstruksi gagasan (logika) adalah dekonstruksi yang menjungkirbalikkan gagasan (logika) yang selama ini dianggap benar oleh masyarakat pada umumnya. Salah satu contoh dekonstruksi logika dalam analisis karya sastra terdapat pada penelitian Orong (2011) terhadap novel Lembata karya F. Rahardi. Orong menemukan adanya unsur dekonstruksi mengenai konsep tentang yang suci dalam Gereja Katolik. Bahwa tempat suci, seperti Loudres tidak steril terhadap kemungkinan orang melakukan dosa. Di Loudres, tokoh Luciola sukses mendobrak kebakuan konsep orang Katolik tentang kesuciannya sebagai tempat ziarah. Melalui tokoh Romo Pedro, F. Rahardi mendekosntruksi penggunaan hosti dan anggur dalam perayaan ekaristi dan digantikan dengan jagung titi dan moke. Hal tersebut jelas bertentangan dengan ketentuan tradisi liturgi Gereja Katolik. Dewasa ini perkembangan sastra Indonesia semakin subur seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat. Arus informasi keilmuan dari negara-negara maju yang bersetuhan dengan Indonesia juga mempengaruhi wajah sastra Indonesia yang sedang berkembang. Berbagai jenis karya sastra kian bertranformasi menyesuaikan peradaban dan kebudayaan manusia Indonesia. Salah satu jenis karya sastra yang bertransformasi adalah novel. Perkembangan novel-novel Indonesia meliputi berbagai aspek. Pemakaian bahasa novel adalah salah satu aspeknya. Pemakaian bahasa novel-novel Indonesia masa kinipun tidak lagi seperti pada ciri kebahasaan tiap periodesasi sastra yang dipaparkan oleh Waluyo.
5
Novel Tak Sempurna adalah salah satu dari sekian banyak novel yang pemakaian bahasanya tidak lagi seperti apa yang dipaparkan pada penjelasan sebelumnya. Novel Tak Sempurna memuat empat jenis bahasa; Indonesia, Gaul (Jakarta), Inggris, dan bahasa umpatan. Pemakaian bahasa novel yang bervariasi bertujuan untuk menyelaraskan tema cerita yang dibangun oleh penulis. Pelajar sebagai objek cerita dan sekolah yang berada di kota besar sebagai setting cerita serta tawuran sebagai masalah sosial yang dihadapi oleh pelajar membuat pemakaian bahasa gaul dan bahasa umpatan menjadi salah satu senjata penulis untuk mendapatkan gambaran riil yang terjadi pada pelajar di kota-kota besar. Novel Tak Sempurna adalah novel best seller yang ditulis oleh Fahd Djibran dan Bondan Prakoso & Fade2Black. Novel Tak Sempurna terbit pada awal Febuari 2013. Novel ini merupakan novel kedua Fahd Djibran dengan grup band ini setelah pada tahun 2011 mereka menulis novel Best Seller yang berjudul Hidup Berawal Dari Mimpi. Fahd Djibran sengaja berkolaborasi dengan grup band Bondan Prakoso & Fade2Black untuk menciptakan nuansa baru dalam dunia pernovelan Indonesia. Selain itu, lagu-lagu Bondan Prakoso & Fade2Black sesuai dengan tema yang diusung oleh novel Tak Sempurna yaitu pendidikan. Kelahiran novel Tak Sempurna yang menjadi best seller ini, tentunya tidak terlepas dari kepekaan penulis terhadap apa yang terjadi pada lingkungan sosial pelajar dewasa ini. Pergeseran tradisi dan kebudayaan tiap-tiap lapisan sosial menjadikan dekonstruksi tradisi dan kebudayaan sebagai akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bersama grup band Bondan Prakoso & Fade2Black Fahd Djibran mulai bergumul dalam diskusi hingga melahirkan novel ini. Inilah yang menjadi alasan peneliti untuk menggunakan novel ini sebagai objek kajian penelitian dekonstruksionisme. Fahd Djibran mempunyai nama asli Fahd Pahdepie. Ia lahir di Cianjur, 22 Agustus 1986. Selain sebagai penulis, ia juga berkecimpung sebagai pegiat kreativitas, pembicara publik, konsultan media, dan peneliti bidang ekonomi politik Internasional di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Fahd dikenal melalui pemikiran dan karya kreatifnya di bidang sastra dan media baru. Sebagai penulis, ia telah menerbitkan lebih dari 15 judul buku di berbagai penerbit nasional, diantaranya dua novel kolaborasi fiksi-musikal bersama Bondan Prakoso & Fade2Black, Hidup Berawal Dari Mimpi (2011) dan Tak Sempurna (2013). Buku-bukunya yang lain menghiasi rak best seller di jaringan toko-toko
6
buku nasional, diantaranya Rahim atau Semesta Sebelum Dunia (Mizan, 2012), Seribu Malam Untuk Muhammad (2011), dan Perjalanan Rasa (2013). Selain dekonstruksionisme, aspek lain yang juga penting untuk dikaji dari karya sastra (novel) Tak Sempuna ini adalah nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai pendidikan karakter berfungsi sebagai salah satu patokan bagi pembaca untuk menjalankan perannya di lingkungan sosial. Nilai-nilai pendidikan karakter pada novel dapat diketahui dari tokoh dan perwatakan yang terdapat pada teks novel. Selain itu, nilai pendidikan karakter juga dapat diketahui dari kebudayaan dan lingkungan sosial yang menjadi setting novel tersebut. Hasil analisis dari nilai-nilai pendidikan karakter yang ditemukan pada novel ini selanjutnya akan dikaitkan relevansinya dengan pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA). Abidin (2012: 213) menyatakan bahwa pembelajaran sastra pada prinsipnya memperkenalkan siswa nilai-nilai yang terkandung di dalam karya sastra. Dengan demikian, karya sastra yang pada prinsipnya mengandung nilai pendidikan karakter dapat menjadi cerminan dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Berdasarkan paparan-paparan yang telah diuraikan sebelumnya, penelitian ini mencakup kajian dekonstrusionisme yang difokuskan pada tiga hal yakni dekonstruksi pemakaian bahasa, dekonstruksi struktur novel, dan dekonstruksi logika dalam novel Tak Sempurna; nilai pendidikan karakter novel Tak Sempurna karya Fahd Djibran dan Bondan Prakoso & Fade2black serta relevansinya terhadap pembelajaran sastra di SMA. Dengan demikian judul penelitian ini adalah “Kajian Dekonstruksionisme Dan Nilai Pendidikan Karakter Novel Tak Sempurna Karya Fahd Djibran Dan Bondan Prakoso & Fade2black” B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan masalah penelitan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah dekonstruksi pemakaian bahasa dalam novel Tak Sempurna karya Fahd Djibran dan Bondan Prakoso & Fade2black? 2. Bagaimanakah dekonstruksi struktur novel (tema, alur, tokoh, setting, amanat) dalam novel Tak Sempurna karya Fahd Djibran dan Bondan Prakoso & Fade2black?
7
3. Bagaimanakah dekonstruksi gagasan (logika) dalam novel Tak Sempurna karya Fahd Djibran dan Bondan Prakoso & Fade2black? 4. Bagaimanakah nilai pendidikan karakter dalam novel Tak Sempurna karya Fahd Djibran dan Bondan Prakoso & Fade2black? 5. Bagaimakah relevansi novel Tak Sempurna karya Fahd Djibran dan Bondan Prakoso & Fade2black dan nilai pendidikan karakter dengan pembelajaran sastra Indonesia di SMA? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menjelaskan dekonstruksi pemakaian bahasa dalam novel Tak Sempurna karya Fahd Djibran dan Bondan Prakoso & Fade2black. 2. Menjelaskan dekonstruksi struktur novel (tema, alur, tokoh, setting, amanat) dalam novel Tak Sempurna karya Fahd Djibran dan Bondan Prakoso & Fade2black. 3. Menjelaskan dekonstruksi gagasan (logika) dalam novel Tak Sempurna karya Fahd Djibran dan Bondan Prakoso & Fade2black. 4. Menjelaskan nilai pendidikan karakter dalam novel Tak Sempurna karya Fahd Djibran dan Bondan Prakoso & Fade2black. 5. Menjelaskan relevansi novel Tak Sempurna karya Fahd Djibran dan Bondan Prakoso & Fade2black dan nilai pendidikan karakter dengan pembelajaran sastra Indonesia di SMA/MA. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan memperkaya pemahaman terhadap karya sastra khususnya novel dan juga penelitian sastra serta dapat bermanfaat bagi perkembangan karya sastra Indonesia. sumbangan pengetahuan yang termasuk dalam manfaat teoretis tersebut dapat difokuskan menjadi tiga bentuk, yaitu: a. Pembaca dapat mengetahui dan memahami tahapan-tahapan dalam menganalisis novel dengan menggunakan kajian dekonstruksionisme untuk mengetahui dekonstruksi pemakaian bahasa, dekonstruksi struktur novel, dan dekonstruksi
8
gagasan (logika) pada novel Tak Sempurna karya Fahd Djibran dan Bondan Prakoso & Fade2Black. b. Pembaca dapat mengetahui dan memahami nilai-nilai pendidikan karakter yang terkanduing dalam novel Tak Sempurna karya Fahd Djibran dan Bondan Prakoso & Fade2Black. c. Pembaca dapat mengetahui dan memahami relevansi novel Tak Sempurna karya Fahd Djibran dan Bondan Prakoso & Fade2Black dengan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA). 2. Manfaat praktis a. Bagi guru Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber ajar dalam mengajar materi sastra khususnya berkaitan dengan novel. b. Bagi siswa Hasil penelitian ini menjadi bahan belajar siswa yang dapat digunakan siswa dalam memahami nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam sebuah karya sastra khususnya novel. c. Bagi pembaca Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan pelajaran dalam memahami aspek-aspek kehidupan yang terdapat dalam sebuah karya sastra untuk diaplikasikan dalam kehidupan sosial. d. Bagi Peneliti yang Lain Hasil penelitian ini menjadi bahan pijakan penelitian atau acuan untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam.