BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World Malaria Report Tahun 2012 menyebutkan bahwa malaria terjadi di 104 negara, bahkan 3,3 milyar penduduk dunia tinggal di daerah berisiko tertular malaria. Jumlah penderita malaria di dunia sebanyak 219 juta kasus, dimana 28 juta kasus terjadi di ASEAN. Setiap tahunnya sebanyak 660 ribu orang meninggal dunia karena malaria, 6% diantaranya berada di Asia Tenggara termasuk Indonesia (WHO, 2012). Indonesia sebagai negara tropis termasuk salah satu negara yang rawan terhadap penularan malaria, apalagi sekitar 80% kabupaten termasuk kategori endemis dan 45% penduduk berdomisili di daerah yang berisiko tertular malaria. Angka kasus malaria di Indonesia secara nasional selama periode 2005–2012 mengalami penurunan yaitu tahun 2005 sebesar 4,10 per 1000 penduduk menurun menjadi 1,69 per 1000 penduduk pada tahun 2012. Namun angka ini jika dilihat secara daerah (provinsi, kabupaten maupun kota), masih terjadi disparitas yang cukup besar (Kemenkes RI, 2012). Di Indonesia, setiap tahunnya terdapat 46 kematian balita per 1000 kelahiran hidup dimana 76% dari kematian tersebut terjadi pada anak usia di bawah 1 tahun yang sebagian besar disebabkan oleh penyakit menular. Di beberapa daerah terpencil, angka kematian balita mencapai 44 per 1.000 dan bayi 34 per 1.000 kelahiran hidup per tahunnya (SDKI, 2007), sedangkan angka kematian ibu adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup yang sebagian besar disebabkan oleh perdarahan, preeklamsi, dan infeksi (SDKI 2007). Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit menular yang berkontribusi dalam kematian bayi, balita, dan ibu hamil, yakni malaria dalam kehamilan menyebabkan 5–12% dari total bayi berat lahir rendah dan 1
berkontribusi 75.000 hingga 200.000 terhadap kematian bayi (WHO, 2007). Bayi, balita dan ibu hamil merupakan kelompok yang paling rentan terhadap malaria dan memiliki kecenderungan lebih besar untuk menderita malaria berat yang dapat menimbulkan kematian. Di daerah terpencil dimana fasilitas kesehatan sulit dijangkau, pada umumnya cakupan pelayanan pemeriksaan kehamilan dan imunisasi rutin sangat rendah serta angka kejadian penyakit malaria cukup tinggi (Kemenkes RI, 2011). Penelitian oleh WHO pada tahun 2005 di Provinsi Lampung menunjukkan angka kejadian malaria pada ibu hamil sebanyak 14% dan 8,75% pada ibu melahirkan. Sementara
itu data dari Rumah Sakit Timika, Papua tahun
2004–2006 menunjukkan bahwa 16,8% ibu melahirkan menderita malaria. Hal ini menunjukkan bahwa di daerah endemis malaria, ibu hamil mempunyai risiko yang tinggi untuk menderita malaria (Srimulyani, 2012). Dalam rangka mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak serta angka kesakitan dan kematian akibat malaria, sesuai dengan tujuan pembangunan milenium (Millenium Development Goals/MDGs) terutama goal ke 4, 5 dan 6, perlu dilaksanakan kegiatan terpadu pengendalian malaria, pelayanan ibu hamil dan imunisasi. Pengendalian malaria di Indonesia tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 293/MENKES/SK/IV/2009 tanggal 28 April 2009 tentang eliminasi malaria di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang hidup sehat, yang terbebas dari penularan malaria secara bertahap sampai tahun 2030. Pokok-pokok kegiatan dalam mencapai eliminasi meliputi: 1) Penemuan dan tata laksana penderita; 2) Pencegahan dan penanggulangan faktor risiko; 3) Surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah; 4) Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) dan 5) Peningkatan sumber daya manusia (Kemenkes RI, 2011a). Salah satu kegiatan pencegahan dan penanggulangan faktor risiko adalah melalui pendistribusian kelambu berinsektisida secara massal maupun terintegrasi atau
terpadu
dengan
program/sektor
lain
di
lokasi
endemis
malaria.
Adapun kegiatan keterpaduan ini dilakukan melalui kegiatan skrining malaria ibu 2
hamil dan pemberian kelambu berinsektisida pada pelayanan kesehatan ibu hamil dan bayi melalui program imunisasi. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil, cakupan imunisasi, dan penemuan kasus positif malaria serta memberikan pencegahan terhadap penularan penyakit malaria pada ibu hamil, bayi, dan balita. Kegiatan terpadu pengendalian malaria, pelayanan ibu hamil dan imunisasi diprioritaskan di kabupaten/kota yang berdasarkan kajian epidemiologis merupakan wilayah dengan endemisitas malaria sedang (Kemenkes RI, 2011). Kegiatan terpadu pengendalian malaria dengan pelayanan ibu hamil dan imunisasi juga diimplementasikan di negara lain contohnya yaitu di Togo dan di District Mukono Uganda tahun 2005 (Mbonte et al., 2005). Di Burkina Faso pada tahun 2007 dilakukan pendistribusian kelambu melalui pelayanan kesehatan ibu hamil (Beiersmann et al., 2010). Pada studi pendahuluan di Subdit Malaria Kemenkes RI, diketahui bahwa pelaksanaan program terpadu pengendalian malaria dengan pelayanan ibu hamil dan imunisasi ini diimplementasikan berbeda–beda yaitu pada tahun 2006 awalnya dilaksanakan kegiatan terpadu pengendalian malaria dengan pelayanan imunisasi di 31 kabupaten di wilayah Sumatera. Program terpadu pengendalian malaria dengan pelayanan ibu hamil diimplementasikan di beberapa kabupaten di wilayah Papua, Papua Barat, NTT, Maluku, dan Maluku Utara. Kemudian terus dikembangkan hingga tahun 2008 diimplementasikan di seluruh wilayah Timur Indonesia yaitu Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, dan NTT), serta wilayah Sumatera, Aceh, dan NTB. Pada tahun 2006 dilakukan evaluasi awal program terpadu malaria, kesehatan ibu hamil dan imunisasi di Indonesia di daerah Sumatera, Indonesia Timur, dan NTB yang menunjukkan bahwa program ini tidak hanya efektif dalam pendistribusian kelambu bagi ibu hamil dan keluarganya termasuk
3
balita di daerah endemis malaria, namun juga meningkatkan cakupan kunjungan pertama ANC, mendorong lebih awal untuk pelayanan ANC dan meningkatkan kelengkapan imunisasi balita (Vincent dan Hawley, 2011). Berdasarkan best practise kegiatan terpadu tersebut, maka kementerian kesehatan
mengembangkan
kegiatan
ini
sebagai
program
terpadu
pengendalian malaria dengan pelayanan ibu hamil dan imunisasi, dimana pada tahun 2010 program ini mulai diimplementasikan secara bersama-sama di wilayah Kalimantan dan Sulawesi yaitu di wilayah dengan endemisitas malaria sedang yaitu API (Annual Paracite Incidens) atau angka kesakitan malaria positif sebesar 1-< 5 per 1.000 penduduk. Data dari Subdit Malaria Kemenkes RI menunjukkan bahwa selama tahun 2012 pencapaian indikator program terpadu di wilayah Kalimantan dan Sulawesi masih di bawah target atau kurang dari 80%, yakni cakupan skrining atau penapisan malaria pada ibu hamil sebesar 71,63% dan cakupan pendistribusian kelambu pada saat kunjungan Anti Natal Care (ANC) dan atau program imunisasi sebesar 68,82%. Provinsi yang capaian cakupan kelambu terpadunya masih di bawah target atau kurang dari 80% adalah Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengah, sedangkan cakupan skrining malaria pada ibu hamil yang capaiannya masih di bawah target atau kurang dari 80% adalah Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Gorontalo, seperti tabel 1:
4
Tabel 1. Capaian Indikator Program Terpadu Pengendalian Malaria, Pelayanan Ibu Hamil dan Imunisasi Berdasarkan Provinsi di Kalimantan dan SulawesiTahun 2012
Provinsi
Cakupan Kelambu yang dibagikan Melalui Pelayanan Bumil dan atau Imunisasi (%)
Kalimantan Barat 28,98 Kalimantan Selatan 57,13 Kalimantan Timur 70,23 Kalimantan Tengah 92,17 Sulawesi Utara 93.27 Sulawesi Barat 278,14 Sulawesi Tengah 63,2 Sulawesi Selatan 212,72 Sulawesi Tenggara 103,59 Gorontalo 90,02 Total Kalimantan-Sulawesi 71,63 Sumber : Kemenkes RI, Subdit Malaria 2013
Cakupan Ibu Hamil diskrining Malaria (%) 39,72 120,93 21,45 50,45 80,64 347,38 81,96 160,78 90,65 85,04 68,82
Program terpadu pengendalian malaria, pelayanan ibu hamil dan imunisasi sudah memiliki petunjuk teknis dan pedoman pelaksanaannya, sudah dilakukan upaya tahapan–tahapan kegiatan secara berjenjang dari pusat, provinsi, kabupaten/kota dan puskesmas yaitu: 1) Persiapan, meliputi perencanaan kegiatan, penentuan target, identifikasi dan rencana distribusi kebutuhan logistik/alat, biaya serta rencana jadwal kegiatan; 2) Pelaksanaan, meliputi sosialisasi dan koordinasi serta 3) Monitoring dan evaluasi meliputi pembinaan dan bimbingan teknis berjenjang, advokasi, asistensi, dan fasilitasi serta monitoring dan evaluasi kegiatan terpadu (Kemenkes RI, 2011). Program sebagai kegiatan atau suatu aktivitas yang dirancang untuk melaksanakan kebijakan dan dilaksanakan untuk waktu yang tidak terbatas. Kebijakan bersifat umum dan untuk merealisasikan kebijakan disusun berbagai jenis program. Semua program perlu dievaluasi untuk menentukan apakah layanan atau intervensinya telah mencapai tujuan yang ditetapkan. Evaluasi program dapat dikelompokkan menjadi evaluasi proses (process
5
evaluation), evaluasi manfaat (output evaluation) dan evaluasi akibat atau evaluation impact (Wirawan, 2011). Pada tahun 2012 berdasarkan survei penggunaan kelambu di wilayah Kalimantan dan Sulawesi diketahui bahwa proporsi ibu hamil yang tidur dengan kelambu berinsektisida adalah sebesar 52,5% dan proporsi balita yang tidur dengan kelambu berinsektisida adalah sebesar 48,2% (Kemenkes RI, 2013). Menurut PATH /program for Appropriate Technology and health (2011) pelayanan kesehatan terintegrasi sebagai pengorganisasian, manajemen, dan pemberian pelayanan kesehatan preventif dan kuratif secara terus menerus, yang dilakukan berdasarkan kebutuhan keluarga dan melewati level sistem kesehatan yang berbeda. Disamping itu menurut Shaw et al (2011) bahwa evaluasi dari pelayanan integrasi cenderung berfokus pada proses dan hasil yang terlibat serta beberapa penilaian juga menghitung untuk konteks perkembangan pelayanan terintegrasi, dan berbagai perspektif dari pengguna jasa, penyedia jasa dan tingkat penyediaan pelayanan kesehatan yang terlibat. Pada pelaksanaan program terpadu ini, telah dilakukan pelatihan dan sosialisasi tentang kegiatan terpadu pengendalian malaria dan pelayanan ibu hamil kepada 5.392 orang bidan di seluruh wilayah Kalimantan dan Sulawesi di daerah kabupaten/kota dengan endemisitas malaria sedang yaitu API 1-< 5 Per 1.000 penduduk (Subdit Malaria, Kemenkes RI 2012). Data dari Kemenkes RI menunjukkah bahwa dari segi anggaran, dana kegiatan program terpadu pengendalian malaria, pelayanan ibu hamil dan imunisasi ini bersumber dari hibah Global Fund malaria Round 8. Di wilayah Kalimantan dan Sulawesi pada tahun 2012 dana hibah untuk kegiatan terpadu malaria, pelayanan ibu hamil dan imunisasi tersebut adalah sekitar Rp. 36,6 milyar dengan komponen pembiyaan meliputi pelatihan bidan, monitoring dan evaluasi, sweeping imunisasi dan ibu hamil, pengadaan Rapid Diagnostic
6
Test (RDT) dan kelambu untuk ibu hamil dan balita, aktivitas pendistribusian kelambu, biaya pengiriman, serta administrasi dan manajemen, dan lain-lain. Anggaran program terpadu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan seluruh anggaran program pengendalian malaria secara nasional untuk seluruh Indonesia pada tahun 2012 bersumber dari APBN yaitu sekitar Rp. 21,9 milyar. Evaluasi program dapat disamaartikan dengan kegiatan supervisi, yaitu upaya mengadakan peninjauan untuk memberikan pembinaan yang tepat pula (Arikunto, 2008). Fasilitasi diperlukan pada lintas program yang terlibat (malaria, kesehatan ibu dan imunisasi) secara vertikal dari tingkat pusat, provinsi dan kabupaten. Sosialisasi melalui beberapa konsultasi, pertemuan orientasi, dan kunjungan lapangan oleh provinsi dan kabupaten pada daerah yang siap menerima manfaat program, membantu aturan dan strategi dari tingkat pusat, provinsi dan kabupaten (Vincent dan Hawley, 2011). Berdasarkan indikator program terpadu malaria, KIA dan imunisasi pada tahun 2012, bahwa Provinsi Kalimantan Selatan merupakan salah satu provinsi dengan capaian program yang sangat rendah. Cakupan kelambu yang dibagikan melalui pelayanan ibu hamil dan atau imunisasi sebesar 57,13%. Kabupaten/kota dengan capaian indikator kelambu yang dibagikan melalui pelayanan ibu hamil dan imunisasi di bawah target atau kurang dari 80% adalah Kabupaten/Kota Tanah Bumbu, Kotabaru dan Banjarbaru, sedangkan kabupaten/kota dengan cakupan ibu hamil yang diskrining malaria masih di bawah target atau kurang dari 80% adalah Kabupaten/Kota Tapin, Tanah Laut, dan Tanah Bumbu.
7
Tabel 2. Capaian Indikator Program Terpadu Pengendalian Malaria, Pelayanan Ibu Hamil dan Imunisasi Berdasarkan Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2012 Kabupaten/Kota
Cakupan Kelambu yang dibagikan Melalui Pelayanan Bumil dan atau imunisasi (%)
Cakupan Ibu Hamil diskrining Malaria (%)
Kota Banjarbaru 54,34 Kabupaten Banjar 133,96 Kabupaten Tanah Laut 84,66 Kabupaten Tapin 646,67 807,58 Kabupaten HSS 339,52 Kabupaten HST 0 Kabupaten HSU 0 Kabupaten Tabalong 139,84 Kabupaten Barito Kuala 23,99 Kabupaten Kotabaru 21,83 Kabupaten Tanah Bumbu 576,0 Kabupaten Balangan Sumber : Kemenkes RI, Subdit Malaria 2013
183,83 454,16 70,59 1,31 277,57 0 346,34 107,50 225,24 108,65 19,40 0
Pada tabel 2 tersebut hanya dapat dilihat hasil evaluasi capaian cakupan program terpadu saja, perlu evaluasi proses untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan program terpadu di unit fasilitas pelayanan kesehatan, serta mengapa ada perbedaan yang mencolok capaian cakupan program di antara kabupaten/kota yang ada di wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Penanggung jawab program terpadu pengendalian malaria, pelayanan ibu hamil dan imunisasi di puskesmas adalah pengelola malaria, pengelola KIA dan pengelola imunisasi. Petugas ini ditunjuk oleh kepala puskesmas dan bertanggung jawab mengelola program terpadu pengendalian malaria, pelayanan ibu hamil dan imunisasi serta pencapaian tujuan program di puskesmas dan jaringannya. Selain itu mereka juga bertanggungjawab dalam meningkatkan cakupan sesuai indikator keberhasilan program yang telah ditetapkan (Kemenkes RI, 2011). Hasil monitoring dan supervisi oleh Subdit malaria Kementerian Kesehatan RI tahun 2012, diketahui bahwa kegiatan terpadu ini belum
8
berjalan sebagaimana mestinya karena merupakan kegiatan baru. Ada perbedaan persepsi antara pengelola malaria dengan pengelola imunisasi dan KIA/Kesga di kabupaten/kota. Petunjuk pelaksanaan di lapangan kurang jelas dipahami, serta adanya beberapa bidan yang belum mampu melakukan skrining atau penatalaksanaan kasus malaria pada ibu hamil karena merasa belum dilatih atau disosialisasikan, kurangnya koordinasi dan komunikasi antara pengelola Pengendalian Penyakit malaria, KIA dan imunisasi. Evaluasi program terpadu malaria, kesehatan ibu hamil dan imunisasi dilakukan pada tahap input, proses pelaksanaan dan output. Evaluasi input dilakukan dengan mengutamakan pada tenaga, dana untuk kegiatan terpadu, komoditas atau logistik terkait program terpadu serta struktur organisasi. Evaluasi proses program terpadu dengan melihat implementasi program terpadu (proses kebijakan, aktivitas program terpadu malaria dan pelayanan ibu hamil, aktivitas program terpadu malaria dan imunisasi, capacity building, quality assurance, supervisi, pencatatan dan pelaporan, serta keterlibatan masyarakat. Evaluasi output program terpadu dengan melihat capaian indikator program terpadu berupa: cakupan ibu hamil yang mendapat kelambu, cakupan ibu hamil yang diskrining, cakupan balita yang mendapat kelambu, cakupan kunjungan ANC ibu hamil K1 dan K4, cakupan balita yang mendapat imunisasi lengkap, persentase bidan yang dilatih malaria dalam kehamilan, terlaksananya supervisi, terlaksananya peran dan tanggung jawab petugas malaria, imunisasi dan KIA sesuai pedoman serta terlaksananya pencatatan dan pelaporan (kelengkapan dan ketepatan). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang maka dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana pelaksanaan program terpadu malaria, kesehatan ibu hamil dan imunisasi di Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Kota Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan.
9
C. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan Umum Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengevaluasi
program
terpadu
pengendalian malaria, pelayanan ibu hamil dan imunisasi di Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Kota Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan. 2.
Tujuan Khusus a. Untuk mengekplorasi input program terpadu pengendalian malaria, pelayanan ibu hamil dan imunisasi di Kabupaten Hulu Sungai Sellatan dan Kota Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan. b. Untuk
mengeksplorasi
proses
pelaksanaan
program
terpadu
pengendalian malaria, pelayanan ibu hamil dan imunisasi di Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan
Kota Banjarbaru Provinsi
Kalimantan Selatan c. Untuk mengeksplorasi output program terpadu pengendalian malaria, pelayanan ibu hamil dan imunisasi di Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Kota Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1.
Kementerian Kesehatan Memberikan masukan dan saran bagi pengambil kebijakan program di Kementerian Kesehatan, khususnya di Subdit Malaria, Subdit Imunisasi Ditjen PP dan PL, serta Subdit Bina Kesehatan Ibu Hamil Dit.Kesehatan Ibu dan yang disertai dengan bukti empiris tentang pelaksanaan program terpadu pengendalian malaria, pelayanan ibu hamil dan imunisasi, terutama untuk perbaikan program ke depannya.
10
2.
Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten Kota Memberikan informasi tambahan untuk meningkatkan pengelolaan program terpadu pengendalian malaria, pelayanan ibu hamil dan imunisasi serta sebagai bahan masukan yang dapat menjadi arah atau petunjuk dalam pelaksanaan pembinaan dan pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan kinerja program secara umum terhadap kepala puskesmas sebagai kepala unit organisasi dimana pengelola program terpadu melaksanakan tugasnya, sekaligus sebagai dasar monitoring dan evaluasi terhadap tahapan–tahapan pelaksanaan program terpadu.
3. Puskesmas di Kabupaten/Kota Sebagai bahan masukan, sehingga dengan diketahuinya pelaksanaan program terpadu pengendalian malaria, pelayanan Ibu hamil dan imunisasi, maka akan dapat dijadikan arah atau petunjuk dalam pelaksanaan pembinaan dan pengambilan kebijakan, sekaligus sebagai dasar monitoring dan evaluasi terhadap tahapan–tahapan pelaksanaan program terpadu . 4. Peneliti lainnya Penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan dan menjadi referensi bagi peneliti berikutnya. 5. Peneliti Menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman yang berharga dalam mengaplikasikan teori manajemen program khususnya implementasi yang telah diperoleh diperkuliahan.
11
E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai evaluasi program terpadu pengendalian malaria, pelayanan ibu hamil dan imunisasi di Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Kota Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, akan tetapi beberapa penelitian yang ada hubungannya dengan penelitian ini, yaitu : 1. Evaluasi program integrasi malaria dengan pelayanan kesehatan ibu dan anak oleh Anne Vincent, dan William Hawley tahun 2011, dalam “Scalling up the malaria prevention programmes by integrating into maternal and child health service in Indonesia. Evaluasi awal program integrasi di Indonesia yang merupakan rangkuman tulisan tentang hasil evaluasi dan monitoring program sejak tahun 2009 hingga 2011 yang terdiri dari: evaluasi formal hasil kunjungan lapangan di 4 provinsi oleh donor, USAID, serta partisipasi oleh WHO dan UNICEF pada Juli tahun 2010, hasil kunjungan monitoring rutin oleh TWG (technical working Group) untuk malaria sejak tahun 2009–2011, dan hasil kunjungan lapangan staf UNICEF tahun 2009 dengan metode yang bervariasi yaitu kunjungan ke masyarakat, interview dengan petugas kesehatan, kunjungan ke fasilitas kesehatan, gudang di tingkat provinsi dan kabupaten serta diskusi dengan staf malaria dan kesehatan ibu di tingkat pusat. Persamaan dengan penelitian ini adalah keduanya meneliti tentang program terpadu malaria dengan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada lokasi penelitian, dan variabel penelitian. 2. MCHIP (Maternal Child Health Integrated Programme), USAID, CDC (Clinical Disease Control) dan President’s Malaria Initiative (2012) meneliti tentang Successes and challenges for malaria in pregnancy programming:A Theree Country Analysis, yaitu analisis implementasi program MIP (Malaria in Pregnancy) di 3 negara Africa (Malawi, Zambia
12
dan Senegal). Persamaan dengan penelitian ini adalah keduanya meneliti tentang program terpadu malaria dengan pelayanan kesehatan ibu hamil. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada lokasi penelitian, jenis penelitian dan variabel penelitian. 3. Aaron S Wallace, Tove K Ryman, et al., (2012) meneliti tentang Experiences Integrating Delivery of Maternal and Child Health Service With Childhood immunization programs: Systematic Review Update, metode review laporan hasil penelitian yang dipublish dan tidak dipublish yang didapatkan dari jurnal databases, Web sites dan kontak dengan organisasi tentang intervensi terpadu pelayanan kesehatan ibu dan anak dengan pelayanan imunisasi. Persamaan dengan penelitian ini adalah keduanya meneliti tentang program terpadu malaria dengan pelayanan KIA dan imunisasi. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada lokasi penelitian, variabel penelitian, metode penelitian dan jenis penelitian. 4. Kiwuwa et al., (2008) meneliti tentang Use of antenal care, maternity service, intermittent presumptive treatment and insectiside treated bed nets by pregnant women in Luwero district Uganda, dengan metode survey rumah tangga pada bulan Mei tahun 2005, menggunakan rancangan penelitian cross sectional kejadian malaria pada kehamilan, dengan sampel penelitian sebanyak 769 ibu yang telah melahirkan di desa Uganda Pusat, Sub Saharan Afrika, untuk kemudian dilihat faktor pendukungnya yaitu kunjungan ANC, pemberian IPTp-SP (Intermitten Preventif treatment with Sulphadoxine–pyrimethamine), serta pemberian kelambu pada saat kehamilannya. Persamaan dengan penelitian ini adalah keduanya meneliti tentang program terpadu malaria dengan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada lokasi penelitian, jenis penelitian, design penelitian dan variabel penelitian.
13
5. Mathanga P et al., (2009) meneliti tentang Integration of insectisidetreated net distribution into routine immunization service in Malawi: a pilot study, dengan rancangan cross sectional dan follow-up survei rumah tangga di 3 daerah. Pada District Mwanza dan Phalombe yang dilakukan intervensi diberikan intervensi berupa program pemberian kelambu gratis pada anak usia 12-13 bulan yang telah lengkap imunisasi rutin dan 1 daerah kontrol yaitu District Chiradzulu yang tidak dilakukan kegiatan integrasi tersebut. Persamaan dengan penelitian ini adalah meneliti tentang program integrasi pemberian kelambu pada pelayanan imunisasi rutin. Perbedaannya adalah mengukur keberhasilan program terpadu dengan melihat adanya peningkatan cakupan imunisasi lengkap di daerah yang dilakukan program integrasi dan dengan daerah kontrol. 6. Etylusfina
(2008),
meneliti
tentang
evaluasi
supervisi
program
pemberantasan penyakit AIDS/HIV, Tuberkulosis, Malaria di Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yaitu mengeksplorasi pola supervisi program P2 AIDS/HIV, TB, Malaria di Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan metode kualitatif, rancangan penelitian studi kasus yang bersifat deskriptif untuk mendeskripsikan kegiatan supervisi yang dilaksanakan oleh Program P2 AIDS/HIV, TB, Malaria di Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Persamaan dengan penelitian ini adalah keduanya merupakan penelitian evaluasi program. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada jenis program yang dievaluasi, dan variabel penelitian.
14