BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Salah satu hak asasi manusia yang telah di amanatkan dalam UUD 1945 ialah hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, memperoleh pelayanan kesehatan, mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat guna mencapai persamaan dan keadilan (Pasal 28H amandemen ke-2). Untuk mewujudkan hak tersebut, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah terutama dalam peningkatan pembangunan sarana pelayanan kesehatan yang dapat dimanfaatkan secara adil dan merata bagi masyarakat baik dari kalangan menengah ke atas maupun menengah ke bawah. Menurut Budi (2011), pelayanan kesehatan yang berkembang di Indonesia sangat beragam macamnya, diantaranya ada rumah sakit, puskesmas, dokter praktek swasta, balai pengobatan, klinik 24 jam, dan dokter keluarga. Fasilitas pelayanan kesehatan mempunyai kewajiban memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan pokok sasarannya masing-masing. Selain itu, juga mempunyai kewajiban administrasi untuk membuat dan memelihara rekam medis. Hal ini ditegaskan dalam beberapa peraturan dan undangundang misalnya Undang-Undang Praktek Kedokteran atau yang dikenal dengan UUPK Nomor 29 Tahun 2004 pasal 46 ayat 1 yaitu setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktek kedokteran wajib membuat rekam medis. Apabila melanggar undang-undang tersebut dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan. Suatu berkas rekam medis memiliki nilai hukum karena isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum. Menurut
1
Permenkes RI No.269 tahun 2008, rekam medis dapat dipakai sebagai alat atau tanda bukti untuk proses penegakan hukum. Oleh karena itu, semua pihak yang berhubungan dengan rekam medis hendaknya menyadari aspek hukum rekam medis yang dapat digunakan sebagai bahan penyelesaian yang konkrit dari berbagai masalah hukum yang timbul. Menurut Konsil Kedokteran Indonesia dalam Buku Manual Persetujuan
Tindakan
Kedokteran
(2006)
menjelaskan
bahwa
mengingat ilmu kedokteran atau kedokteran gigi bukanlah ilmu pasti, maka keberhasilan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi buka pula suatu kepastian, melainkan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat berbeda-beda dari satu kasus ke kasus lainnya. Dewasa ini menurut Konsil Kedokteran Indonesia dalam Buku Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran (2006) menjelaskan bahwa dewasa ini pasien mempunyai pengetahuan yang semakin luas tentang bidang kedokteran, serta lebih ingin terlibat dalam pembuatan keputusan perawatan terhadap diri mereka. Karena alasan tersebut, persetujuan yang diperoleh dengan baik dapat memfasilitasi keinginan pasien tersebut, serta menjamin bahwa hubungan antara dokter dan pasien adalah berdasarkan keyakinan dan kepercayaan. Jadi, proses persetujuan
tindakan
kedokteran
merupakan
manifestasi
dari
terpeliharanya hubungan saling menghormati dan komunikatif antara dokter dengan pasien yang bersama-sama menentukan pilihan tindakan yang terbaik bagi pasien demi mencapai tujuan pelayanan kedokteran yang disepakati. Berdasarkan pasal 2 ayat (1) dan pasal 7 sampai dengan pasal 12 Peraturan Menteri Kesehatan No. 290/MENKES/PER/III/2008 setiap dokter diwajibkan mendapat persetujuan baik secara lisan maupun tulisan untuk semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien dan harus memberikan informasi kepada pasien. Informasi itu harus diberikan sebelum dilakukan suatu tindakan
2
operasi atau yang bersifat invasif, baik yang berupa diagnostik, terapeutik maupun rehabilitasi. Pasal 7 ayat 3 Permenkes No. 290/Menkes/PER/III/2008 menerangkan bahwa penjelasan tentang tindakan medis sekurangkurangnya mencakup diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran, tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan, alternatif tindakan lain, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, prognosis terhadap tindakan yang dilakukan, dan perkiraan pembiayaan. Guwandi (2004) menjelaskan bahwa setelah dokter selesai memberikan informasi atau menjelaskan perihal tindakan medis tersebut dengan jelas dan lengkap maka pasien akan diminta untuk menandatangani
formulir
yang
menyatakan
persetujuan
untuk
dilakukan tindakan operasi. Formulir ini merupakan suatu bukti bahwa pasien telah memberikan consent-nya atau sebagai pengukuhan yang telah di sepakati dan tanda bukti ini disimpan dalam rekam medis dan dapat dipakai sebagai tanda bukti jika kelak pasien atau keluarga menuntut dan menyangkal telah memberikan informed consent. Pada hakikatnya, informed consent adalah untuk melindungi pasien dari segala kemungkinan tindakan medis yang tidak disetujui atau diizinkan oleh pasien tersebut, sekaligus dokter (secara hukum) dan penyedia sarana pelayanan kesehatan terhadap kemungkinan akibat yang tidak terduga dan bersifat negatif. Klinik Prakter Bersama Dokter Gigi Fresh Dental adalah klinik kesehatan dan kecantikan gigi dan mulut yang sedang berkembang sejak tahun 2009. Klinik Prakter Bersama Dokter Gigi Fresh Dental berkomitmen
untuk
senantiasa
meningkatkan
pelayanan
yang
diberikan kepada pasien atau pelanggan. Selain memberikan hasil perawatan
yang
prima
karena
ditangani
tim
dokter
yang
berpengalaman dan dibantu oleh paramedis yang bekerjasama untuk memberikan pelayanan terbaik, Klinik Prakter Bersama Dokter Gigi Fresh Dental juga memberikan kenyamanan, keamanan dalam setiap
3
perawatannya, keramahan serta privasi bagi pasiennya. Klinik Prakter Bersama Dokter Gigi Fresh Dental juga menggunakan alat-alat modern dan canggih mengikuti perkembangan teknologi. Hal ini akan membantu tim dokter untuk merawat pasien secara lengkap dengan hasil maksimal. Klinik ini dibangun oleh ibu Yosephine Dewi Ekawati, seorang lulusan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada. Klinik ini bekerja dengan 12 orang dokter gigi. Klinik ini melayani pemasangan kawat gigi, bedah mulut, pencabutan gigi, kesehatan tulang dan gigi serta bleaching gigi. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti menemukan bahwa Klinik Praktek Bersama Dokter Gigi Fresh Dental mempunyai lembar persetujuan tindakan medis (informed consent). Namun pada praktek dilapangan, peneliti menemukan bahwa lembar informed consent tersebut tidak digunakan. Semua informasi atau data dari pemberi informasi dan dari pemberi persetujuan dituliskan di lembar rekam medis gigi. Jika pasien sudah setuju dengan tindakan yang akan diberikan kepadanya maka persetujuan langsung di tulis didalam lembar rekam medis gigi, tidak di tulis di lembar informed consent sedangkan pada Permenkes 290 Pasal 7 ayat 3 dijelaskan bahwa dalam lembar informed consent ada item-item yang harus diisi oleh dokter gigi sebelum melakukan tindakan yaitu diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran, tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan, alternatif tindakan lain, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, prognosis
terhadap
tindakan
yang
dilakukan,
dan
perkiraan
pembiayaan. Berdasarkan masalah di atas maka peneliti akan meneliti tentang pendokumentasian lembar persetujuan tindakan medis (Informed Consent) di Klinik Praktek Bersama Dokter Gigi Fresh Dental.
4
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian permasalahan yang diuraikan dalam latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pendokumentasian lembar persetujuan tindakan medis (informed consent) di Klinik Praktek Bersama Dokter Gigi Fresh Dental?”
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui
bagaimana
pendokumentasian
lembar
persetujuan tindakan medis (informed consent) gigi. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui penulisan atau pengisian lembar persetujuan tindakan medis (informed consent) yang meliputi format lembar informed consent, isi/item lembar informed consent, pengisi lembar informed consent dan kelengkapan lembar informed consent. b. Mengetahui penyimpanan lembar persetujuan tindakan medis (informed consent).
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis a. Bagi Klinik Gigi Sebagai masukan bagi manajemen klinik gigi terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan persetujuan tindakan medis (informed consent) di klinik gigi tersebut. b. Bagi Peneliti Menambah pengalaman dan pengetahuan di bidang rekam medis serta menerapkan teori-teori yang diperoleh di bangku kuliah ke dalam praktek yang sesungguhnya.
5
2. Manfaat Teoritis a. Bagi Institusi Pendidikan Dapat
memberikan
pendokumentasian
lembar
gambaran persetujuan
mengenai
tindakan
medis
(informed consent). b. Bagi Peneliti Lain Menambah wacana bagi peneliti lain yang melakukan penelitian dengan permasalahan yang hampir mirip.
E. Keaslian Penelitian 1. Puspitasari (2010), Pendokumentasian Keperawatan pada Berkas Rekam Medis Rawat Inap di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Purworejo. Hasil dari penelitian ini adalah masih terdapat ketidaklengkapan dalam pengisian berkas rekam medis. Persamaannya adalah tujuan penelitian, yaitu mengetahui pendokumentasian perbedaannya
berkas
adalah
rekam
tujuan
medis.
penelitian
Sedangkan
karena
penelitian
Puspitasari (2010) ini ingin mengetahui tentang data apa yang diisi perawat
pada
dokumentasi
keperawatan
dan
mengetahui
penyebab dokumentasi keperawatan tidak terisi lengkap. 2. Pertiwi (2011), Pendokumentasian Rekam Medis Gigi di Rumah Sakit dan Mulut Prof. Soedomo terkait dengan proses identifikasi. Hasil penelitian ini adalah data yang dibutuhkan dalam proses identifikasi belum tersedia secara lengkap terutama untuk item foto rontgen gigi dan odontogram. Persamaannya adalah penelitian ini sama-sama meneliti berkas rekam medis gigi. Sedangkan perbedaannya adalah tujuan penelitian karena penelitian Pertiwi (2011) ini ingin mengetahui pendokumentasian rekam medis gigi terkait dengan proses identifikasi.
6
3. Listyawati (2011), Peran Pendokumentasian Rekam Medis pada Data Asuransi dalam Manajemen Risiko di Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI. Hasil penelitian ini adalah terdapat adanya ketidaklengkapan pendokumentasian rekam medis sehingga pendokumentasian ke data asuransi menggunakan data yang berasal dari rekam medis yang tidak lengkap juga. Persamaannya adalah jenis penelitian yaitu jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sedangkan perbedaannya adalah tujuan penelitian karena penelitian Listyawati (2011) ini ingin mengetahui peran pendokumentasian rekam medis pada data asuransi dalam manajemen resiko.
7