BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Memperkirakan debit aliran sungai pada periode banjir sering dilakukan pada pekerjaan perancangan bangunan air seperti perancangan tanggul banjir, jembatan, bendung dan sebagainya. Perkiraan debit banjir aliran sungai tersebut harus dilakukan dengan hati-hati agar didapatkan debit banjir rancangan yang akurat. Ketidak-telitian perhitungan dapat menyebabkan kegagalan pembangunan yang berakibat fatal. Debit banjir aliran sungai pada suatu lokasi yang ditimbulkan oleh hujan dapat diperkirakan dengan banyak cara, diantaranya adalah dengan cara statistik, cara rasional (rational method), time area method, dan cara hidrograf satuan (HS). Metode HS dan metode statistik lazim digunakan pada suatu perancangan agar dapat saling mengontrol ketelitian dari besaran debit yang diperkirakan. Metode statistik memerlukan rekaman data debit banjir hasil pencatatan pada sungai yang bersangkutan. Metode ini menghasilkan besaran debit puncak saja, sedangkan waktu puncak dan debit pada waktu yang lain tidak terdeteksi. Cara ini tidak memberikan gambaran sifat aliran selain hanya debit puncak saja. Metode hidrograf satuan diperkenalkan oleh Sherman pada tahun 1932. Metode ini (pada penelitian ini dinamakan metode hidrograf satuan konvensional) memerlukan rekaman data debit aliran dan data hujan jam-jaman yang menimbulkannya. Keluaran metode ini berupa hidrograf aliran yang menggambarkan sifat-sifat aliran, yakni besaran debit dari waktu ke waktu, termasuk di dalamnya besaran debit puncak, waktu terjadinya debit puncak dan lama waktu aliran. Metode hidrograf satuan sangat populer dan dipakai secara luas di dunia, khususnya untuk pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan data sifat aliran seperti pengelolaan banjir. Metode hidrograf satuan konvensional telah dipakai secara luas di dunia, namun begitu metode ini mempunyai kelemahan dalam penerapannya. Kelemahan tersebut
1
adalah hidrograf satuan yang diturunkan selalu berbeda dari satu kejadian dengan kejadian yang lain (Sujono dan Jayadi, 2007). Hidrograf satuan pada satu lokasi yang diturunkan dari hujan efektif yang sama seharusnya mempunyai karakteristik sama, namun pada kenyataannya setiap hidrograf satuan yang didapat bervariasi. Variasi HS terjadi diduga karena pengaruh faktor-faktor tertentu sebagai berikut ini. 1) Anggapan pada teori hidrograf satuan tidak dapat terpenuhi (Sujono dan Jayadi, 2007) a)
Anggapan hujan merata yang disyaratkan pada teori HS tidak dapat dipenuhi karena hujan merata jarang terjadi di alam. Hujan yang tercurah umumnya mempunyai variabilitas yang tinggi terutama pada DAS yang besar, meskipun pada daerah aliran sungai (DAS) yang kecil tidak ada jaminan bahwa hujan yang tercurah merata. Goodrich dkk (1995) menyatakan bahwa anggapan hujan merata pada DAS kecilpun ternyata tidak valid.
b) Anggapan proses hujan-aliran adalah linier adalah suatu pendekatan karena sesungguhnya proses hujan-aliran di alam adalah tidak linier. 2) Penurunan hidrograf satuan konvensional mengabaikan pengaruh kondisi awal kelengasan tanah (antecedent soil moisture condition, AMC) (Yue dan Hashino, 2000).
Sujono dan Jayadi (2007) menyatakan untuk mengatasi pengaruh variabilitas hujan diperlukan banyak stasiun hujan agar diperoleh hujan rerata DAS yang mewakili sifat hujan di DAS tersebut. Jumlah stasiun yang terlalu sedikit mengakibatkan pengukuran hujan tidak dapat menjangkau ke seluruh wilayah DAS sehingga hujan rerata DAS yang didapat berpotensi kurang akurat. Anggapan proses hidrologi adalah linier adalah merupakan pendekatan dari proses hidrologi di alam yang tidak linier. Formula konvolusi merupakan pendekatan proses hujan-aliran di alam yang tidak linier. Formula konvolusi yang digunakan untuk menurunkan limpasan memuaskan pada banyak kasus perancangan (Chow dkk, 1988). 2
Metode hidrograf satuan konvensional mengabaikan pengaruh AMC dalam proses penurunannya, hal ini mengakibat hidrograf satuan bervariasi (Yue dan Hashino, 2008). Karakteristik variasi hidrograf satuan tersebut tidak diketahui karena belum pernah ada informasi tentang hal ini. Penelitian pengaruh AMC terhadap karakteristik hidrograf satuan sangat diperlukan agar masalah variasi hidrograf satuan ini bisa diselesaikan. Penelitian disertasi ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan merumuskan pengaruh AMC terhadap karakteristik hidrograf satuan. Karakteristik hidrograf satuan pada penelitian ini direpresentasikan dengan debit puncak hidrograf satuan.
B. Rumusan Masalah Salah satu kelemahan hidrograf satuan adalah bahwa metode hidrograf satuan mempunyai sifat penyesuaian yang kecil terhadap hujan yang berbeda, sehingga setiap hidrograf satuan yang dibangkitkan tidak pernah sama. Hal ini disebabkan karena banyak faktor seperti telah diuraikan sebelumnya, salah satu faktor adalah karena metode hidrograf satuan mengabaikan pengaruh AMC pada proses perhitungannya (Yue dan Hashino, 2000), padahal kondisi anteseden kelengasan tanah mempunyai peranan besar dalam pembangkitan limpasan (Beven, K.J. 2002). Kondisi awal kelengasan tanah adalah besarnya kadar air di dalam tanah sesaat sebelum terjadi hujan. Suatu DAS dengan nilai AMC besar berarti sebagian besar volume pori tanah terisi air, volume pori yang tersisa yang terisi udara kecil, kapasitas tampungan air infiltrasi juga kecil. Kondisi ini menyebabkan hujan efektif besar, limpasan permukaan juga besar. Kondisi yang berlawanan pada DAS dengan nilai AMC kecil, maka limpasan yang terjadi kecil. Besarnya limpasan yang berubah-ubah karena pengaruh AMC mengakibatkan hidrograf satuan yang didapat bervariasi. Besaran AMC dapat ditentukan dengan cara pengukuran lapangan. Data yang digunakan pada penelitian ini berupa data sekunder tahun 2000 sampai dengan 2013, yang terdiri data hujan jam-jaman dan data tinggi muka air sungai. Data AMC tidak tersedia dan tidak memungkinkan untuk mengadakan pengukuran lapangan karena 3
waktu kejadian telah lewat. Besaran AMC pada penelitian ini didekati dengan besaran Sc (storage capacity) yakni besarnya volume pori di dalam tanah yang ditinggalkan air karena terevaporasi. Besaran Sc dipengaruhi oleh besarnya evapotranspirasi dan besarnya air hujan yang terinfiltrasi ke dalam tanah. Besaran Sc dipakai sebagai indikator besaran AMC. Besaran Sc mempunyai pengertian yang berbeda (kebalikan) dengan besaran AMC, jika AMC besar berarti Sc kecil sehingga kelengasan tanah besar (kondisi DAS basah), sebaliknya jika AMC kecil berarti Sc besar maka kelengasan tanah kecil (kondisi DAS kering).
C. Tujuan Penelitian Penelitian yang dilaksanakan bertujuan memformulasikan pengaruh Sc terhadap debit puncak (qp) hidrograf satuan. Formula pengaruh Sc digunakan untuk menentukan faktor koreksi debit puncak (qp) hidrograf satuan konvensional. Faktor koreksi ini digunakan untuk menyesuaikan hidrograf satuan konvensional terhadap pengaruh AMC yang diabaikan pada proses penurunan HS.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini sangat bermanfaat dan diperlukan dalam ilmu hidrologi, khususnya pada penerapan hidrograf satuan pada pekerjaan perancangan. Formula pengaruh Sc terhadap debit puncak hidrograf yang ditemukan berguna untuk menentukan faktor koreksi debit puncak hidrograf satuan konvensional. Akibatnya perkiraan debit aliran akibat hujan menjadi lebih teliti, resiko kegagalan pembangunan dapat diperkecil. Secara sosial ekonomi, hal ini sangat bermanfaat dan menguntungkan karena selain mengurangi biaya resiko kegagalan juga menambah rasa aman masyarakat yang terdampak langsung dengan pembangunan tersebut.
E. Unsur Kebaruan Penelitian Penelitian tentang pengaruh kondisi awal kelengasan tanah terhadap limpasan telah dilakukan oleh beberapa peneliti antara lain oleh Minet dkk (2011) meneliti 4
pengaruh variabilitas AMC terhadap limpasan, Zhang dkk (2011) meneliti pengaruh AMC terhadap runoff modelling, namun tidak ditemui penelitian pengaruh AMC terhadap hidrograf satuan. Penelitian yang dilaksanakan bermaksud merumuskan pengaruh kondisi awal kelengasan tanah terhadap hidrograf satuan konvensional dengan menggunakan model tangki Yue dan Hashino (2000). Sejauh penelusuran kepustakaan yang dilakukan, substansi penelitian tentang pengaruh kondisi awal kelengasan tanah terhadap hidrograf satuan dengan menggunakan model tangki Yue dan Hashino belum pernah dilakukan, sehingga penelitian ini dijamin keterbaruannya baik dalam substansi maupun metode penelitiannya.
F. Batasan Penelitian 1) Besaran AMC didekati dengan variabel Sc (storage capacity), yakni besaran yang menunjukkan besarnya volume pori tanah yang ditinggalkan air yang terevaporasi. Semakin besar Sc berarti semakin banyak air yang terevaporasi sehingga semakin sedikit air yang tersisa yang berarti tanah semakin kering atau AMC kecil. 2) Model tangki Yue dan Hashino merupakan lumped model (Li, Cheng, dkk, 2012), besaran Sc dianggap merata di seluruh DAS. Parameter DAS yang lain seperti jenis tanah, penggunaan lahan, panjang sungai, dan parameter DAS lainnya tidak diperhitungkan, sebagaimana berlaku pada teori hidrograf satuan. 3) Karakteristik hidrograf satuan direpresentasikan dengan debit puncak hidrograf satuan (qp), parameter yang lain tidak dibahas dalam penelitian ini. Uraian berikut ini menunjukkan hubungan 4) Penelitian ini dilakukan pada sub DAS hulu (upper basin) dengan karakteristik kemiringan DAS sangat curam dan berbentuk memanjang. Hasil penelitian ini hanya berlaku pada DAS dengan karakteristik yang sama dengan DAS penelitian.
5