1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Pangan merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar karena berpengaruh terhadap eksistensi dan ketahanan hidupnya, baik dipandang dari segi kuantitas dan kualitasnya. Mengingat kadar kepentingan yang demikian tinggi, pada dasarnya pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang sepenuhnya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia (Anonim,2004). Bahan Tambahan Pangan yang selanjutnya disingkat BTP adalah bahan yang ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan (Anonim,2012). Sejak pertengahan abad ke-20 ini, peranan bahan tambahan pangan (BTP) khususnya bahan pengawet menjadi semakin penting sejalan dengan kemajuan teknologi produksi bahan tambahan pangan sintetis (Cahyadi, 2012). Dalam kehidupan sehari-hari, BTP telah digunakan oleh produsen pangan sebagai bahan pembantu pengolahan pangan. Namun kenyataan dilapangan menunjukan bahwa sampai hari ini masih dijumpai produsen pangan yang menggunakan bahan kimia yang dilarang. Praktik yang salah semacam ini dilakukan oleh produsen atau pengelola pangan yang tidak bertanggung jawab atau dapat juga disebabkan karena ketidaktahuan produsen pangan baik mengenai sifat-sifat dan keamanan bahan kimia tersebut (Rahayu & Muliani, 2011). Pemerintah
telah
mengeluarkan
peraturan
tentang
pelarangan
penggunaan bahan berbahaya untuk pangan seperti misalnya penggunaan boraks sebagai Bahan Tambahan Pangan. Namun, sampai saat ini masih
2
banyak ditemukan penyalahgunaan penggunaan boraks sebagai bahan untuk membuat pangan lebih kompak (kenyal) teksturnya dan sebagai pengawet (Rahayu & Muliani, 2011). Boraks banyak digunakan dalam pembuatan berbagai makanan seperti bakso, mi basah, pisang molen, lemper, lontong, ketupat, pangsit dan siomay (Sri Sugiyatmi, 2006). Siomay merupakan jenis makanan jajanan yang digemari masyarakat. Harga yang relatif murah dan keberadaannya yang mudah dijangkau membuat banyak orang tertarik untuk mengkonsumsinya. Umumnya pedagang menjajakan siomay di pinggir-pinggir jalan raya, pasar tradisional dan sekolah-sekolah (Yulan, 2011). Data jumlah sampel yang diuji selama tahun 2004 di Badan POM RI untuk mengetahui adanya boraks pada pangan berjumlah 1.367 sampel. Hasil pengujian pangan yang positif mengandung boraks yaitu pada mi basah/kering adalah 35%, bakso 23%, kerupuk 16%, pangan lainnya 9% (Rahayu & Muliani, 2011). Siomay sekarang sudah mulai menjadi target penggunaan bahan kimia berbahaya khususnya boraks. Informasi yang didapat dari salah satu acara di stasiun televisi swasta Trans 7 dalam acara Reportase Investigasi pada episode “Kenyalnya Siomay Berbahaya” yang ditayangkan pada tanggal 6 Oktober 2012 menyebutkan bahwa telah ditemukannya oknum produsen dan penjual siomay yang menggunakan bahan kimia berbahaya boraks sebagai bahan campuran dalam pengolahan siomay. Latar belakang dari penambahan boraks adalah supaya siomay yang dijual menjadi lebih kenyal dan tahan lama. Observasi yang telah dilakukan oleh peneliti di Kecamatan Jekan Raya kota Palangkaraya yaitu di jalan M. Husni Thamrin, jalan G. Obos dan jalan Rajawali terdapat beberapa pedagang siomay di sepanjang pinggir jalan. Berdasarkan latar belakang dan hasil observasi maka perlu dilakukan penelitian dengan judul Identifikasi Boraks pada Siomay di Kecamatan Jekan Raya Kota Palangka Raya.
3
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan fenomena dalam latar belakang diatas maka terdapat permasalahan yang teridentifikasi yaitu: 1.
Belum diketahui siomay yang dijual pedagang di Kecamatan Jekan Raya Kota Palangka Raya mengandung bahan berbahaya (Boraks).
2.
Belum ada penelitian mengenai kandungan boraks dalam siomay yang dijual pedagang di Kecamatan Jekan Raya Kota Palangka Raya.
C. Batasan Masalah Peneliti membatasi permasalahan kedalam konteks yang lebih spesifik guna menghindari perluasan dalam pengkajian masalah yang akan diteliti. Batasan masalah tersebut, yaitu: 1.
Siomay
yang
digunakan
untuk
penelitian
yaitu
siomay
yang
pengolahannya dibuat dari ikan tenggiri dan dibubuhi dengan bumbu kacang. 2.
Siomay yang digunakan untuk penelitian yaitu siomay yang dijual dengan skala kecil dan memiliki tekstur kenyal.
3.
Metode yang digunakan untuk identifikasi yaitu uji kertas kurkumin dan uji nyala.
4.
Siomay yang dijadikan sampel untuk penelitian yaitu siomay yang dijual oleh pedagang di jalan M. Husni Thamrin, jalan G. Obos dan jalan Rajawali Kecamatan Jekan Raya Kota Palangka Raya.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi serta batasan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya maka rumusan masalah dalam penelitian adalah apakah siomay yang dijual oleh pedagang di jalan M. Husni Thamrin, jalan G. Obos dan jalan Rajawali Kecamatan Jekan Raya Kota Palangkaraya mengandung boraks? E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan boraks pada siomay yang dijual oleh pedagang di jalan M. Husni Thamrin, jalan G. Obos dan jalan Rajawali Kecamatan Jekan Raya Kota Palangka Raya.
4
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat, yaitu: 1.
Sebagai media informasi bagi pedagang makanan jajanan khususnya siomay agar tahu tentang bahaya boraks jika dicampur dalam makanan.
2.
Bagi masyarakat agar lebih hati-hati dan selektif dalam memilih makanan jajanan khususnya siomay.
3.
Bagi peneliti dapat menambah wawasan tentang boraks dan cara mengidentifikasinya.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pangan Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah. Pangan diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk dalam bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, serta bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan minuman (Anonim, 2004). Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk melindungi pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, serta membahayakan kesehatan manusia. Mendapatkan pangan yang aman merupakan hak asasi setiap individu (WHO 1992 dalam Rahayu, 2011). B. Makanan Jajanan Keputusan Menteri Kesehatan No. 942 Tahun 2003 tentang Makanan Jajanan: Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh penyaji makanan ditempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap saji untuk dijual bagi umum selain disajikan jasa boga, rumah makan, restoran. Makanan jajanan merupakan jenis makanan yang dijual di kaki lima, pinggiran jalan, di stasiun, di pasar, tempat permukiman serta lokasi yang sejenis. Makanan jajanan dapat dibagi menjadi empat kelompok : pertama adalah makanan utama atau main dish, contohnya nasi remes, nasi rawon, nasi pecel dan sebagainya; yang kedua adalah panganan atau snacks, contohnya kue-kue, onde-onde, pisang goreng dan lain sebagainya; kelompok ketiga adalah golongan minuman, seperti es teler, es buah, teh dan lain sebagainya; dan kelompok keempat adalah buah-buahan segar dari mangga, durian, dan lain sebagainya (Rahayu, 2011).
6
C. Siomay Siomai atau siomay adalah salah satu jenis dim sum. Dalam bahasa Mandarin, makanan ini disebut shaomai, sementara dalam bahasa Kanton disebut siu maai. Makanan ini konon berasal dari Mongolia Dalam (Yulan, 2011). Siomay merupakan camilan favorit yang mudah ditemui di Negara ini. Bahan baku siomay mudah didapat. Bahan utama pembuatan siomay ialah ikan tenggiri, tepung tapioka, tahu, kol, kentang, dan ada yang menambahkan pare (Amanda, 2010). Dalam masakan Indonesia terdapat berbagai jenis variasi siomay berdasarkan daging untuk isi, mulai dari siomay ikan tenggiri, ayam, udang, kepiting, atau campuran daging ayam dan udang. Bahan untuk isi dicampur dengan sagu atau tapioka. Siomay juga tidak lagi dibungkus dengan kulit dari tepung terigu namun disajikan dalam bentuk yang lebih sederhana. Telur ayam dan sayuran seperti kentang, pare, dan kubis dengan isi atau tanpa isi juga dihidangkan di dalam satu piring bersama-sama siomay. Tahu bakso atau tahu isi juga termasuk ke dalam jenis siomay. Siomay (siomay Bandung) dihidangkan setelah disiram saus kacang yang dibuat dari kacang tanah yang dihaluskan dan diencerkan dengan air. Bumbu untuk saus kacang antara lain cabai, gula pasir, bawang merah, bawang putih, dan garam dapur. Sewaktu disajikan, siomay bisa diberi tambahan kecap manis, sambal botol, atau saus tomat. Rahasia dari bumbu kacang yang lezat adalah jangan dibuat terlalu kental ataupun terlalu cair (Yulan, 2011). Secara umum cara pengolahan siomay, yaitu: 1. Campur ikan tenggiri giling, daun bawang, sagu, garam, penyedap rasa, dan air es, aduk rata. 2. Isi kulit pangsit dengan adonan, lipat. 3. Kukus ± 20 menit hingga matang. Angkat dan sajikan dengan saus kacang (Anonim, 2011).
7
D. Bahan Tambahan Pangan Peraturan Menteri Kesehatan No.033 Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan: Bahan tambahan pangan yang selanjutnya disingkat BTP adalah bahan yang ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Definisi versi the Food Protection Committee of the food and Nutrition Board yang dikutip dalam buku branen et al. (2002) menyatakan bahwa Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah suatu substansi atau campuran substansi, selain dari ingredient utama pangan, yang berada dalam suatu produk pangan sebagai akibat dari aspek produksi, pengolahan, penyimpanan, atau pengemasan (tida termasuk kontaminan). Definisi BTP versi Wikipedia (2008)
adalah
substansi
yang
ditambahkan
pada
pangan
guna
mempertahankan flavor atau meningkatkan rasa dan penampakan atau penampilan pangan. Sementara itu, menurut Food and Drug Administration (FDA) Amerika serikat, BTP adalah zat yang secara sengaja ditambahkan kedalam pangan untuk menghasilkan sifat fungsional tertentu pada pangan, baik secara langsung maupun tidak langsung dan menjadi bagian dari pangan tersebut (termasuk zat yang digunakan selama produksi, pengemasan, pengolahan, transportasi, dan penyimpanan) (Hanny Wijaya at all, 2012). Mengutip pada Surat Keputusan Kepala Badan Pangan Obat Dan Makanan No. H.K. 00.05.5.1.4547, yang dimaksud dengan BTP adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, baik yang mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi (Hanny Wijaya at all, 2012). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 pada BAB II Pasal 3 menyebutkan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang digunakan dalam berikut:
pangan terdiri atas beberapa golongan sebagai
8
Tabel 2.1 Golongan BTP yang digunakan dalam Pangan (PERMENKES 033 Th 2012 pembaruan atas PERMENKES Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988)
No
Nama Golongan BTP
No
Nama Golongan BTP
1
Antibuih (Antifoaming agent);
15
Pengembang (Raising agent);
2
Antikempal (Anticaking agent);
16
Pengemulsi (Emulsifier);
3
Antioksidan (Antioxidant);
17
Pengental (Thickener);
18
Pengeras (Firming agent);
4
5
6
Bahan pengkarbonasi (Carbonating agent); Garam pengemulsi (emulsifying salt); Gas untuk kemasan (Packaging gas);
19
20
Penguat rasa (Flavour enhancer); Peningkat volume (Bulking agent);
7
Humektan (Humectant);
21
8
Pelapis (Glazing agent);
22
9
Pemanis (Sweetener);
23
10
Pembawa (Carrier);
24
11
Pembentuk gel (Gelling agent);
25
Pewarna (Colour);
12
Pembuih (Foaming agent);
26
Propelan (Propellant);
27
Sekuestran (Sequestrant).
13 14
Pengatur keasaman (Acidity regulator);
Penstabil (Stabilizer); Peretensi warna (Colour retention agent); Perisa (Flavouring); Perlakuan tepung (Flour treatment agent);
Pengawet (Preservative); Selain menyebutkan golongan BTP yang aman digunakan sebagai
pangan, Peraturan Menteri Kesehatan No.033 Tahun 2012 juga menyebutkan dalam lampirannya beberapa daftar bahan yang dilarang penggunaannya sebagai BTP, yaitu sebagai berikut:
9
Tabel 2.1 Bahan yang Dilarang digunakan Sebagai BTP (PERMENKES 033 Th 2012 pembaruan atas PERMENKES Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988)
NO
BAHAN YANG DILARANG DIGUNAKAN SEBAGAI BTP
1
Asam borat dan senyawanya (Borid acid)
2
Asam salisilat dan garamnya (Salisylic acid and its salt)
3
Dietilpirokarbonat (Dietylpirocarbonate, DEPC)
4
Dulsin (Dulcin)
5
Formalin (Formaldehyde)
6
Kalium bromat (Potassium bromate)
7
Kalium klorat (Potassium chlorate)
8
Kloramfenikol (Chloramphenicol)
9
Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils)
10
Nitrofurazon (Nitrofurazone)
11
Dulkamara (Dulcamara)
12
Kokain (Cocain)
13
Nitrobenzene (Nitrobenzene)
14
Sinamil antranilat (Cinnamyl anthranilate)
15
Dihidrosafrol (Dihydrosafrole)
16
Biji tonka (Tonka bean)
17
Minyak kalamus (Chalamus oil)
18
Minyak tansi (Tansy oil)
19
Minyak sasafras (Sasafras oil)
E. Boraks 1. Pengertian Boraks Boraks adalah senyawa kimia berbahaya untuk pangan dengan nama kimia natrium tetraborat (NaB4O7. 10H2O), dapat dijumpai dalam bentuk padat dan jika larut dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan asam borat (H3BO3). Boraks atau asam borat merupakan bahan untuk membuat deterjen, mengurangi kesadahan air, dan bersifat antiseptik.
10
Boraks terkandung juga dalam bleng. Bleng ada yang terdapat dalam bentuk padatan yang biasa disebut cetitet yang terdiri dari campuran garam dapur, soda, boraks, dan zat warna. Bleng ada juga yang terdapat dalam bentuk cair (Rahayu, 2011). Boraks yang dikonsumsi dalam jangka waktu lama dapat terakumulasi dalam tubuh. Ketika asam borat masuk kedalam tubuh, dapat menyebabkan mual, muntah, diare, sakit perut, penyakit kulit, kerusakan ginjal, kegagalan sistem sirkulasi akut, dan bahkan kematian. Organ target kedua setelah otak, yang ditemukan menyimpan boraks dalam jumlah tinggi adalah hati. Tiga sampai enam gram (3–6 g) boraks bila tertelan oleh anak-anak dapat menyebabkan shock dan kematian (Rahayu, 2011). Penggunaan boraks (dipasaran dikenal sebagai “bleng”) sebagai bahan tambahan dalam pangan tidak diperbolehkan karena sangat berbahaya, kerena dapat berdampak buruk pada susunan syaraf pusat, ginjal, dan hati jika tertelan. Dosis fatal untuk dewasa dan anak-anak berturut-turut berkisar 15-20 g dan 3-6 g (Rahayu, 2011). 2. Sinonim atau Nama Lain a. Sodium borate b. Borax decahydrate c. Sodium biborate decahydrate d. Disodium tetraborate decahydrate e. Sodium pyroborate decahydrate f. Sodium tetraborate decahydrate g. Boron sodium oxide h. Fused borax (Rahayu, 2011). 3. Sifat Fisika dan Kimia a. Titik didih 3200C (6080F) b. Berat jenis 1.7 c. Titik lebur 750C (1670F) d. Kelarutan dalam air 6 g/100 ml, pH 9,5
11
e. Boraks dapat larut dalam air dan beberapa jenis alkohol seperti gliserol f. Sukar larut dalam alkohol dan tidak larut dalam asam (Rahayu, 2011). 4. Penggunaan a. Mematri logam b. Pembuatan gelas dan enamel c. Pengawet dan anti jamur kayu d. Obat untuk kulit dalam bentuk salep e. Sebagai antiseptik f. Pembasmi kecoa g. Campuran bahan pembersih (Rahayu, 2011). 5. Bahaya Akut (Jangka Pendek) LD50 (oral, tikus) : 2.660 mg/kg BB a. Bila terhirup/inhalasi dapat menyebabkan iritasi pada selaput lendir dengan batuk-batuk dan dapat diabsorpsi menimbulkan efek sistemik seperti pada efek akut bila tertelan. b. Bila kontak dengan kulit dapat menimbulkan iritasi pada kulit dan dapat diabsorpsi melalui kulit yang rusak c. Bila kontak dengan mata dapat menimbulkan iritasi, mata merah dan rasa perih d.
Bila tertelan dapat menimbulkan gejala-gejala yang tertunda meliputi badan terasa tidak enak (malaise), mual nyeri hebat pada perut bagian atas (epigastric), pendarahan gastroenteritis disertai muntah darah, diare, lemah, mengantuk, demam, dan sakit kepala (Rahayu, 2011).
6. Bahaya Kronis (Jangka Panjang) a. Bila terhirup/inhalasi dalam waktu yang lama dan berulang-ulang dapat menyebabkan radang cabang tenggorok (bronchitis), radang pangkal tenggorok (laringitis) dan efek lain seperti pada efek kronis bila tertelan. b. Bila kontak dengan kulit dalam waktu lama dan berulang-ulang dapat menyebabkan radang kulit (dermatitis). Jika terabsorpsi dalam jumlah
12
cukup banyak bisa terjadi keracunan sistematik seperti pada efek kronis bila tertelan. c. Bila kontak dengan mata dalam waktu yang lama dan berulang-ulang dapat menyebabkan radang selaput mata (conjunctivitis). d. Bila tertelan berulang-ulang dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan (anorexia), turunnya berat badan, iritasi ringan disertai gangguan pencernaan, kulit ruam dan merah-merah, kulit kering dan mukosa membran dan bibir pecah-pecah, lidah merah, radang selaput mata, anemia, luka pada ginjal, bisa juga terjadi kejang-kejang. Telah dilaporkan adanya efek reproduksi lain pada binatang (Rahayu, 2011). 7. Ciri-Ciri Pangan Mengandung Boraks Pangan yang mengandung boraks biasanya lebih mengkilat dan tidak lengket. Sedangkan untuk bakso, atau lontong teksturnya sangat kenyal. Empek-empek atau bakso yang berwarna putih bersih dan sangat kenyal, kemungkinan dibuat dengan penambahan boraks (Rahayu & Muliani, 2011). F. Prosedur Identifikasi Boraks 1. Uji Kertas Kunyit (turmerik) Sehelai kertas kurkumin dicelup kedalam larutan suatu borat yang diasamkan dengan asam klorida encer, lalu dikeringkan pada 1000C, kertas ini menjadi cokelat-kemerahan. Kertas dikeringkan paling sederhana dengan melilitkannya sekeliling sisi luar dekat tepi mulut suatu tabung uji yang mengandung air, dan mendidihkan air itu selama 2-3 menit. Setelah kertas dibasahi dengan larutan natrium hidroksida encer, kertas menjadi kehitam-hitaman. Kromat, klorat, nitrit, iodide, dan zat-zat pengoksid lain mengganggu, karena aksinya memutihkan kunyit itu (Vogel, 1985). 2. Asam Sulfat Pekat dan Alkohol (uji nyala api) Sedikit boraks dicampurkan 1 ml asam sulfat pekat dan 5 ml metanol dan etanol (yang pertama lebih disukai karena lebih mudah menguap) dalam sebuah cawan porselen kecil, dan alkhol ini dinyalakan;
13
alkohol akan terbakar dengan nyala yang pinggirnya hijau, disebabkan pembentukan metil boraks B(OCH3)3 atau etil borat B(OC2H5)3. Kedua ester ini beracun. Garam tembaga dan barium mungkin memberi nyala hijau yang serupa. Modifikasi yang berikut dari uji yang tergantung dari sifat boron triflourida, BF3 yang lebih mudah menguap, dapat dipakai dengan adanya senyawa-senyawa tembaga (Cu) dan barium (Ba), zat-zat ini tidak membentuk senyawa-senyawa yang mudah menguap pada kondisi-kondisi eksperimen yang dibawah. Campurlah dengan seksama borat dengan kalsium flourida yang telah dijadikan bubuk dan sedikit asam sulfat pekat, dan bawa sedikit dari pasta yang terjadi tersebut diatas cincin dari kawat platinum, atau pada ujung batang kaca sampai dekat sekali
ketepi
bagian
dasar
nyala
Bunsen
tanpa
benar-benar
menyentuhnya; boron triflourida yang mudah menguap terbentuk, dan mewarnai nyala menjadi hijau (Vogel, 1985). G. Limit Of Detection (LOD)/ Batas Deteksi Validasi
metode
analisis
bertujuan
untuk
memastikan
dan
mengkonfirmasi bahwa metode analisis tersebut sudah sesuai untuk peruntukannya. Parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis salah satunya adalah penentuan batas deteksi. Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas (Riyadi, 2009). Batas deteksi (limit of detection) didefenisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi oleh alat, dimana hasil yang diperoleh belum tepat karena tidak memenuhi akurasi dan presisi (Rohman dalam Mega Sari, 2011). Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Percobaan keseksamaan dilakukan terhadap paling sedikit enam replika sampel yang diambil dari campuran sampel dengan matriks yang homogen. Sebaiknya
14
keseksamaan ditentukan terhadap sampel sebenarnya yaitu berupa campuran dengan bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) untuk melihat pengaruh matriks pembawa terhadap keseksamaan ini. Penentuan batas deteksi suatu metode berbeda-beda tergantung pada metode analisis itu menggunakan instrumen atau tidak. Pada analisis yang tidak menggunakan instrumen batas tersebut ditentukan dengan mendeteksi analit dalam sampel pada pengenceran bertingkat (Riyadi, 2009). H. Kecamatan Jekan Raya Kecamatan Jekan Raya mempunyai luas wilayah 35.262 km2 yang terbagi dalam 4 (empat) wilayah kelurahan, yaitu: Kelurahan Palangka, Kelurahan Bukit Tunggal, Kelurahan Menteng, dan Kelurahan Petuk Ketimpun. Adapun luas masing-masing kelurahan adalah sebagai berikut: 1. Kelurahan Palangka
: 2.475 km2
2. Kelurahan Bukit Tunggal
: 23.712 km2
3. Kelurahan Menteng
: 3.100 km2
4. Kelurahan Petak Ketimpun
: 5. 975 km2
Batas-batas wilayah Kecamatan Jekan Raya meliputi sebagai berikut: 1. Sebelah Utara
: Berbatasan dengan Bukit Rawi/Kabupaten Gunung Mas
2. Sebelah Timur
: Berbatasan dengan Tumbang Rungan Kecamatan Pahandut
3. Sebelah Selatan
: Berbatasan dengan Kabupaten Kotawaringin Timur
4. Sebelah Barat
: Berbatasan dengan Kereng Bangkirai Kecamatan Sebangau.
Kelurahan Bukit Tunggal merupakan kelurahan terluas di wilayah Kecamatan Jekan Raya. Kelurahan Bukit Tunggal berada di antara kelurahan Palangka dan kelurahan Petak Ketimpun dan memiliki jumlah penduduk terpadat ketiga setelah kelurahan Menteng dan kelurahan Palangka dengan angka jumlah kepadatan penduduk lebih dari 142/Km2. Adapun jalan-jalan
15
poros yang melalui wilayah kelurahan bukit tunggal diantaranya yaitu jalan Tjilik Riwut, jalan Raja Wali, jalan Garuda dan jalan Tingang. Kelurahan Menteng termasuk kedalam salah satu wilayah kecamatan jekan raya
dengan kepadatan jumlah penduduk terbesar kedua setelah
kelurahan Palangka. Kelurahan Menteng berada diwilayah barat kecamatan Jekan Raya dan bersebelahan dengan daerah Kereng Bangkirai Kecamatan Sebangau. Luas wilayah kelurahan Menteng sebesar 3.100 Km2 dengan kepadatan penduduk lebih dari 1206 jiwa/Km2. Adapun jalan-jalan poros yang melalui wilayah kelurahan Menteng diantaranya yaitu jalan RTA. Milono, jalan G. Obos, jalan M.H. Thamrin, jalan Williem A.Samat, jalan Temanggung Tilung dan jalan Galaxy Raya.
16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Palangkaraya. 2. Waktu Pelaksanaan Penelitian Waktu penelitian ini dimulai pada tanggal 25 April sampai dengan 10 Juni 2013. B. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian eksperimen atau percobaan (experiment research) dengan pendekatan laboratorium yang akan dilakukan dengan serangkaian percobaan. Penelitian eksperimen atau percobaan (experiment research) adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang timbul, sebagai akibat dari adanya perlakuan tertentu. Ciri khusus dari penelitian eksperimen adalah adanya percobaan atau trial (Notoadmodjo, 2005). C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoadmodjo, 2005). Berdasarkan pada pengertian tersebut maka populasi pada penelitian ini adalah seluruh siomay yang dijual di Kecamatan Jekan Raya Kota Palangkaraya. 2. Sampel Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dianggap mewakili seluruh populasi. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu menggunakan tekik Purposive Sampling. Pengambilan sampel secara Purposive Sampling didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau
17
sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoadmodjo, 2005). D. Alat dan Bahan 1. Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cawan porselen, korek api, oven, timbangan analitik, corong, Erlenmeyer, penjepit besi, labu ukur, batang pengaduk, gelas ukur, beaker gelas, mortir dan stamper, pipet volume, pipet tetes, bunsen, buret dan tanur. 2. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel siomay, asam sulfat pekat (H2SO4), asam klorida (HCl) p.a, metanol p.a, natrium tetraborat p.a, kalsium karbonat (CaCO3) p.a, turmerik powder, alkohol p.a, kertas saring (whatman 40), aquadest dan kertas lakmus. E. Prosedur Kerja 1. Uji Kertas Kurkumin a. Membuat Kertas Kurkumin Timbang sebanyak 2 gram turmerik powder dan masukkan bersama 100 ml etanol 80% kedalam Erlenmeyer 250 ml lalu ditutup. Dikocok selama 5 menit setelah itu disaring menggunakan kertas saring. Celupkan kertas saring kedalam larutan tersebut, lalu kertas digantung untuk mengeringkan. Setelah 1 jam kertas dipotong dengan ukuran 6x1 cm dan disimpan ditempat yang rapat dan terhindar dari cahaya (Anonim, 1999). b. Uji Warna Kertas Kurkumin pada pengujian boraks Menurut Triastuti (2013), Prosedur uji warna kertas kurkumin pada pengujian boraks adalah sebagai berikut: 1) Preparasi Sampel Sampel ditimbang sebanyak 50 gram dan di oven pada suhu 1200C, setelah kering di tambahkan dengan 10 gram kalsium karbonat. Kemudian masukkan ke dalam tanur hingga menjadi abu selama 6 jam dan dinginkan.
18
2) Membuat Kontrol Positif Baku boraks dicampurkan kedalam blanko lalu di oven pada suhu 1200C, setelah itu ditambahkan dengan 10 gram kalsium karbonat kemudian masukkan kedalam tanur hingga menjadi abu selama 6 jam dan dinginkan. Abu kemudian tambahkan 3 ml asam klorida 10%, celupkan kertas kurkumin. Kertas yang mulanya berwarna kuning berubah menjadi merah kecoklatan dan digunakan sebagai baku positif. 3) Identifikasi Boraks pada Sampel Abu dari sampel kemudian ditambahkan 3 ml asam klorida 10%, celupkan kertas kurkumin. Bila di dalam sampel terdapat boraks, kertas kurkumin yang berwarna kuning menjadi berwarna merah kecoklatan. 2. Uji Nyala Api a. Preparasi Sampel Sampel ditimbang sebanyak 10 gram di oven pada suhu 1200C selama 6 jam, kemudian sampel diarangkan. b. Identifikasi Boraks pada Sampel Sampel yang telah menjadi arang ditambahkan 1 ml asam sulfat pekat dan 5 ml metanol dalam cawan porselen dan dinyalakan, bila timbul nyala yang pinggirnya hijau maka menandakan adanya boraks (Vogel, 1985). c. Membuat Kontrol Positif Baku boraks dicampurkan kedalam blanko di oven pada suhu 1200C selama 6 jam, kemudian diarangkan. Setelah menjadi arang ditambahkan 1 ml asam sulfat pekat dan 5 ml metanol, kemudian dibakar nyala yang dihasilkan berwarna hijau dipinggir dan digunakan sebagai baku positif.
19
3. Limit Of Detection (LOD) Boraks pada Siomay a. Pembuatan Baku Induk 2500 ppm: Timbang sebanyak 2,5 gram boraks masukkan kedalam labu tentukur 1000 ml. Larutkan dengan aquadest hingga 1000 ml. b. Membuat baku seri 1250,1000,750,500,250 dan 200 ppm: LOD Boraks pada Siomay Metode Kertas Kurkumin: Pipet sebanyak 25,20,15,10,5 dan 4 ml dari larutan baku induk masing-masing kedalam 50 gram sampel. Di oven pada suhu 1200C, setelah kering ditambahkan dengan 10 ml CaCO3 10%. Kemudian masukkan ke dalam tanur hingga menjadi abu selama 6 jam dan dinginkan. Abu kemudian ditambahkan 6 ml asam klorida 10%. Celupkan kertas kurkumin. LOD Boraks pada Siomay Metode Uji Nyala: Pipet sebanyak 5, 4, 3, 2 dan 1 ml dari larutan baku induk masingmasing kedalam 10 gram sampel, lalu di oven pada suhu 1200C selama 6 jam kemudian diarangkan. Setelah menjadi arang ditambahkan 1 ml H2SO4 pekat dan 5 ml metanol kemudian dinyalakan.