BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara merupakan salah satu komponen lingkungan yang paling penting setelah air dalam memberikan kehidupan di permukaan bumi. Pada keadaan normal, sebagian besar udara terdiri atas oksigen dan nitrogen. Aktifitas manusia dapat mengubah komposisi kimiawi udara sehingga meningkatkan konsentrasi zat-zat kimia yang sudah ada. Udara berfungsi memberikan oksigen untuk bernapas, selain itu sebagai alat pendengar suara dan bunyi-bunyian, pendingin benda-benda yang panas dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Wardhana, 2001). Di Indonesia pertumbuhan penduduk meningkat terus menerus setiap tahunnya begitu pula dengan jumlah transportasi. Seiring dengan semakin meningkatnya
populasi
manusia
dan
jumlah
transportasi
maka
akan
mengakibatkan munculnya persoalan seperti kemacetan, tidak teraturnya lalu lintas dan penurunan kualitas udara (polusi udara). Secara global, polusi udara membunuh hingga 2,4 juta orang setahun di seluruh dunia. Sebagian besar kematian akibat polusi udara terjadi di Asia Timur dan India di mana polusi udara di sana sudah berat. Para peneliti memperkirakan bahwa sebanyak 1,24 juta orang Asia Timur dan India sebanyak 549.000 orang meninggal karena menghirup udara beracun setiap tahun. Eropa dan Asia Tenggara khususnya Indonesia memiliki angka kematian yang tinggi juga. Berdasarkan data dari WHO menunjukkan bahwa angka kematian karena outdoor air pollution pada tahun 2008 di wilayah Asia Tenggara, negara Indonesia merupakan peringkat ketiga setelah India dan Bangladesh. Kasus kematian akibat outdoor air pollution ini di karenakan adanya gangguan pada sistem pernapasan yaitu 88,3% di akibatkan cardiopulmonary disease, 11% lung cancer dan 0,7% respiratory infection (WHO, 2011).
1
2
Kota Yogyakarta merupakan kota provinsi, pendidikan, pariwisata dan industri. Keadaan ini memungkinkan terjadi pertambahan penduduk yang dapat meningkatkan
arus
urbanisasi
ke
Yogyakarta.
Pertambahan
penduduk
menyebabkan peningkatan volume kendaraan yang akan memacu pemakaian bahan bakar, sehingga menyebabkan penurunan kualitas udara. Pertambahan kendaraan dapat diketahui dengan meningkatnya volume kendaraan yang melintas di jalan-jalan dalam kota Yogyakarta, tidak hanya kendaraan roda empat yang jumlahnya semakin hari semakin meningkat tetapi angka terbesar ditempati oleh kendaraan roda dua (Santoso, 2006). Berdasarkan rekapitulasi data jumlah kendaraan menurut Direktorat Lalu lintas Kepolisisan Daerah Istimewa Yogyakarta baik jenis kendaraan mobil penumpang, mobil bus, mobil barang, sepeda motor dan kendaraan khusus setiap tahunnya terus mengalami peningkatan, di mana pada tahun 2010 sebanyak 1.488.522 unit dan pada tahun 2011 telah mencapai 1.618.457 unit. Banyaknya kendaraan salah satunya disebabkan oleh kehadiran para pendatang, baik untuk niaga maupun menuntut ilmu. Hasil buangan dari aktivitas transportasi bahan bakar yang dipakai sebagai sumber energi bagi kendaraan akan terintroduksi ke udara dalam bentuk gas dan partikel. Gas buang kendaraan tersebut mengeluarkan bahan pencemar (polutan) berupa gas seperti Karbon monoksida (CO), Nitrogen oksida (NOx), Sulfur oksida (SOx) dan Hidrokarbon (HC). Menurut Fardiaz (1992) sumber polusi utama berasal dari transportasi, hampir 60% dari polutan yang dihasilkan terdiri dari karbon monoksida. Polutan yang utama adalah karbon monoksida yang mencapai hampir setengah dari seluruh polutan udara yang ada. Beberapa studi tentang pencemaran udara di Kota Yogyakarta telah dilaporkan. Hasil analisis resiko kesehatan pencemaran udara di sembilan kota besar padat transportasi, salah satunya Kota Yogyakarta didapatkan hasil yang signifikan bahwa sektor transportasi merupakan sumber yang paling besar kontribusinya dalam meningkatkan pencemaran udara (Nukman, 2005). Hasil
3
pengukuran yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta pada tahun 2010 di Terminal Giwangan konsentrasi karbon monoksida (CO) di udara yaitu sebesar 67.799 µg/m3, hal ini berarti telah melebihi ambang batas baku mutu yang telah ditetapkan berdasarkan PP No. 41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara sebesar 30.000
µg/m3. Pada tahun 2011 hingga 2012
konsentrasi karbon monoksida (CO) di udara di Terminal Giwangan mengalami penurunan dan pada tahun 2013 mengalami peningkatan yaitu sebesar 7405.2 µg/m3 yang merupakan konsentrasi karbon monoksida tertinggi dibandingkan dengan beberapa titik pantau di Kota Yogyakarta. Terminal Giwangan merupakan terminal terbesar di Kota Yogyakarta yang berpotensi menimbulkan pencemaran kualitas udara. Terminal Giwangan merupakan terminal tipe A sebagai persinggahan bagi armada bis yang menghubungkan Yogyakarta dengan kota besar Indonesia lainnya, seperti Bali, Jakarta, Bandung, Semarang, Medan, Riau dan Mataram. Adanya pencemaran karbon monoksida di terminal dapat mengakibatkan gangguan kesehatan bahkan juga dapat menimbulkan kematian. Sejak lama diketahui bahwa gas karbon monoksida (CO) merupakan gas tidak berwarna, tidak berbau dan beracun yang apabila terhirup ke dalam paruparu akan mengikuti peredaran darah dan akan menyebabkan tubuh kekurangan oksigen. Hal ini dapat terjadi karena gas karbon monoksida bersifat racun, ikut bereaksi secara metabolis dengan darah. Afinitas karbon monoksida terhadap hemoglobin (karboksihemoglobin) lebih stabil daripada afinitas oksigen terhadap hemoglobin (oksihemoglobin) (Fardiaz, 1998). Hal ini menyebabkan darah menjadi mudah menangkap gas karbon monoksida dan menyebabkan kapasitas darah untuk menyalurkan oksigen ke jaringan-jaringan tubuh menjadi terganggu atau berkurang (Soemirat, 2011). Dalam keadaan normal sebenarnya darah mengandung COHb dalam jumlah sekitar 0,5%. Jumlah ini berasal dari karbon monoksida yang di produksi oleh tubuh selama metabolisme (Fardiaz, 1992). Keracunan gas karbon monoksida
4
dapat ditandai dari keadaan ringan, berupa pusing dan sakit kepala. Keadaan yang lebih berat dapat berupa perubahan fungsi paru, detak jantung meningkat, kesukaran bernafas, kelainan fungsi susunan saraf pusat, gangguan pada sistem kardiovaskuler dan serangan jantung sampai pada kematian (Soemirat, 2011). Menurut Ditjen PPM dan PLP (1994), gas karbon monoksida (CO) di klasifikasikan sebagai ‘Respiratory Pollutant’ sub grup ‘Asphyxiants’, yaitu bahan pencemar yang menimbulkan dampak atau efek terhadap jaringan saluran pernapasan dan sistem peredaran darah. Gangguan atau penyakit saluran pernapasan atau paru tersebut dapat mempengaruhi fungsi paru. Fungsi paru tersebut dapat dinilai secara sederhana dengan menggunakan alat pengukur faal paru atau spirometer yang biasa digunakan dan memberikan gambaran serta keterbatasan fungsi saluran nafas. Pemeriksaan ini mempunyai beberapa keuntungan yaitu sederhana, murah, cukup sensitif, dan akurasinya tinggi. Spirometer dapat mencatat nilai volume udara yang dihirup pada waktu inspirasi dan volume udara yang dihembuskan pada waktu ekspirasi (Hiperkes, 2012). Penurunan fungsi paru atau gangguan pernapasan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain seperti umur, status gizi, masa kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan tidak olahraga, tidak memakai APD dan riwayat penyakit paru. Menurut Yunus (1997) menyatakan semakin meningkatnya umur seseorang maka kerentanan terhadap penyakit akan bertambah. Menurut penelitian Setiawan (2011) juga menyatakan terdapat hubungan antara masa kerja dengan penurunan fungsi paru. Lamanya periode terpapar oleh bahan pencemar, maka risiko untuk menderita gangguan paru lebih besar. Penelitian yang dilakukan Lubis (1991) mengatakan bahwa pekerja yang memiliki kebiasaan merokok merupakan salah satu faktor risiko penyebab penyakit pada pernapasan. Alsagaff (2005) mengatakan bahwa faktor risiko utama insiden penyakit paru obstruktif menahun (PPOM) yang dilaporkan di Belanda adalah rokok. Perokok mempunyai resiko 4 kali lebih besar daripada bukan
5
perokok. Kebiasaan tidak olahraga juga salah satu penyebab fungsi paru menurun. Dimana olahraga dapat meningkatkan aliran darah melalui paru-paru sehingga menyebabkan oksigen dapat berdifusi ke dalam kapiler paru dengan volume yang lebih besar atau maksimum (Yeung, 1985). Penggunaan alat pelindung diri dapat mengurangi tingkat keparahan yang mungkin terjadi terhadap penyakit gangguan pernapasan (Siswanto, 1991). Penelitian Soedjono (2002) menyatakan bahwa riwayat penyakit paru mempunyai resiko 2 kali lebih besar untuk mengalami gangguan fungsi paru. Kelompok pekerja yang memiliki resiko tinggi di Terminal Giwangan, diantaranya mereka yang memiliki aktivitas relatif tetap atau tidak berpindahpindah dari terminal seperti pekerja jasa terminal angkut, mereka merupakan kelompok yang rentan mengalami gangguan pernapasan karena cemaran karbon monoksida. Pekerja jasa terminal angkut mempunyai kebiasaan bekerja mengangkut barang-barang penumpang yang turun langsung dari bis dan mengantarkan barang tersebut ke tujuan, beda halnya dengan pekerja ojek motor dan supir taksi yang memiliki pekerjaan relatif berpindah-pindah. Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian mengenai dampak karbon monoksida terhadap kapasitas fungsi paru pada masyarakat terutama kelompok beresiko tinggi seperti pekerja jasa terminal angkut di Terminal Giwangan kota Yogyakarta.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1.
Bagaimanakah kontribusi kadar COHb dalam darah terhadap kapasitas fungsi paru pada pekerja jasa terminal angkut di Terminal
Giwangan kota
Yogyakarta. 2.
Faktor apa sajakah yang paling berpengaruh terhadap kapasitas fungsi paru pada pekerja jasa terminal angkut di Terminal Giwangan kota Yogyakarta.
6
C. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan umum Mencegah resiko penurunan kapasitas fungsi paru pada pekerja jasa terminal angkut akibat dampak negatif yang diakibatkan karbon monoksida di Terminal Giwangan Kota Yogyakarta.
2.
Tujuan khusus a.
Mengukur dan menganalisis kadar COHb, umur, status gizi, masa kerja, kebiasaan merokok, kebiasan tidak olahraga, pemakaian APD, riwayat penyakit paru terhadap kapasitas fungsi paru pada pekerja jasa terminal angkut di Terminal Giwangan Kota Yogyakarta.
b.
Mengetahui faktor resiko yang paling berpengaruh terhadap kapasitas fungsi paru pada pekerja jasa terminal angkut di Terminal Giwangan Kota Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian 1.
Bagi Instansi Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan membuat kebijakan yang berkaitan dengan kualitas udara, serta dampaknya pada masyarakat yang bekerja di terminal bus giwangan di kota Yogyakarta
2.
Bagi Masyarakat Sebagai sumber informasi secara tidak langsung mengenai kualitas udara, gangguan fungsi paru serta dampaknya pada masyarakat yang bekerja di terminal bus giwangan kota Yogyakarta.
3.
Bagi Peneliti/ Mahasiswa. Sebagai pengalaman penelitian dan sebagai media pembelajaran dalam mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh mengenai pencemaran udara dan pengaruhnya terhadap kesehatan di terminal bus giwangan kota Yogyakarta.
7
4.
Bagi Akademik Diharapkan penelitian ini dapat menjadi salah satu acuan serta rujukan bagi peneliti lain yang mempunyai minat yang sama guna pengembangan lebih lanjut tentang kualitas udara dan bahayanya terhadap kesehatan masyarakat.
8
E. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian Penelitian No Penelitian
Judul
Rancangan
Hasil
1
Yasuda,
Arterial et Increased Carboxyhemoglobin al (2004) Concentrations in Chronic Obstructive Pulmonary Disease
Case control
Konsentrasi COHb dapat memperparah penyakit pasien PPOK serta dapat menyebabkan inflamasi sitemik pada paru
2
Canova, et Carbon monoxide pollution is associated with decreased lung al (2009) function in asthmatic adults.
Cohort
Polutan karbon monoksida dapat mempengaruhi fungsi paru-paru pada subjek dewasa yang menderita asma.
3
Meta Suryani (2005)
Crosssectional
Masa kerja dan merokok menjadi faktor resiko untuk terjadinya gangguan fungsi paru.
4
Dorce Mengkidi (2006)
Crosssectional
Penggunaan APD dan kebiasaan merokok bersamasama berpengaruh terhadap kejadian gangguan fungsi paru
5
Irwan Budiono (2007)
Crosssectional
Pajanan partikel terhisap, masa kerja dan tidak selalu menggunakan APD pada pekerja pengecatan mobil mempunyai peluang untuk mengalami gangguan fungsi paru sebesar 99%.
Analisis faktor resiko paparan debu kayu terhadap gangguan fungsi paru pada pekerja industry pengolahan kayu PT. Surya Sindoro Sumbing Gangguan fungsi paru dan faktor-faktor yang mempenngaruhinya pada karyawan PT. Semen Tonasa Pangkep Sulawesi Selatan. Faktor Risiko Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Pengecatan Mobil.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada lokasi penelitian, subjek penelitian serta penelitian ini melihat kontribusi kadar COHb terhadap kapasitas fungsi paru pada pekerja jasa terminal angkut dengan desain cross sectional dan mencari faktor yang paling dominan menyebabkan penurunan kapasitas fungsi paru. Subjek penelitian ini pekerja jasa terminal angkut dan dilakukan di Terminal Giwangan Kota Yogyakarta.